Dua hari berlalu setelah kepulangan Agung dan Nurma, Hendra mengundang mereka untuk makan malam bersama di rumahnya. Saat Hendra mengutarakan niatnya, Linda sedikit tidak menyetujuinya.“Ma, malam ini keluarga Agung akan datang ke sini untuk memenuhi undangan makan malam dari Papa. Persiapkan dirimu!”“Kenapa sih pakai acara makan malam segala Pa?” tanya Linda mendengus.“Kamu itu kenapa sih kok kayak anti banget sama keluarganya Agung? Mereka salah apa sama kamu?” Hendra bingung dengan sikap istrinya yang seperti tidak menyukai sahabatnya.“Yaa nggak ada sih tapi aku kurang nyaman aja Pa sama mereka!” ujar Linda.“Mah, tolong dong hargai sahabat Papa. Mau bagaimanapun mereka dulu pernah menolong Papa waktu merintis. Apa aku pernah melarangmu pergi bersama teman temanmu itu? Enggak kan? Tolong Ma sedikit saja mengerti aku!” ujar Hendra berlalu. ‘Aduh bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Jangan sampai mereka membuat rahasia besar ini terbongkar!’ batin Linda.Hendra segera membe
DegggAnjani tertegun, dia kembali teringat dengan perkataan Revan jika diberi kesempatan bertemu dengan orang tuanya. Namun dia buru buru menepis pikirannya, bisa saja ini hanya kebetulan.“Maaf Tante, saya tidak bisa menanggapi apapun karena tidak ada bukti yang bisa menguatkan jika saya ini adalah anak Tante,” ucap Anjani.“Anjani, tidakkah kamu menyadari adanya kemiripan wajah kita Nak?” tanya Nurma.Anjani hanya mengangguk lalu menunduk, dia bisa merasakan ikatan batin antara dirinya dengan Nurma.“Kamu tahu nggak kenapa Tante bisa sangat yakin kalau kamu anak Tante?” Anjani hanya menggeleng. “Karena Tante sudah melakukan tes DNA dengan sampel rambut kamu di luar negeri dan hasilnya kamu memang anak biologis Tante.”Anjani membekap mulutnya tak percaya, dari mana Nurma mendapatkan sampel rambutnya.“Tunggu, bukankah kita tidak saling mengenal sebelumnya Tan? Dari mana Tante
Linda terpaku di tempatnya, wajahnya seketika berubah menjadi pias. 'Bagaimana kalau mereka sampai menyelidiki dalang penculikan anak mereka dulu? Itu tidak boleh terjadi!' batin Linda. "Nak Revan, kami kan baru bertemu dengan putri kami. Sudikah kiranya Nak Revan mengizinkan kami membawa Anjani? Kami ingin kangen kangenan dulu sama Anjani," pinta Nurma. "Silahkan Tante, dengan senang hati Revan mengizinkannya. Kalau perlu kami akan pindah ke rumah kalian jika kalian menginginkannya!" ucap Revan. "Alkhamdulillah terima kasih Nak. Mulai sekarang panggil kami Mama dan Papa ya Nak karena kamu sudah jadi menantu kami," ujar Nurma antusias. "Nggak nyangka ya kita akhirnya besanan Hen," seloroh Agung. "Iya, aku juga nggak menyangka kalau jodoh Revan ternyata anak kalian," jawab Hendra tergelak. Mereka segera berpamitan pulang karena hari sudah mulai larut. Anjani dan Revan diminta satu mobil dengan Nurma dan Agung, sedangkan mobil Revan ditinggal di kediaman orang tuanya. Sepanjang
Pagi ini cuaca cerah, burung berkicauan seakan menggambarkan suasana hati Anjani yang sedang bahagia. Pagi pagi sekali setelah sholat subuh dia langsung berkutat di dapurnya. "Eh Nona siapa kok ada di dapur?" ucap Mbok Nem kebingungan. Dia belum tahu kalau Anjani itu anak majikannya karena semalam dia sudah terlelap."Selamat pagi Mbok. Saya Anjani, Mbok anaknya Bu Nurma," jawab Anjani sambil terus melakukan aktivitasnya."Jadi Nona anaknya Nyonya yang hilang dulu?" tanya mbok Nem girang. Anjani hanya mengangguk sambil tersenyum."Sudah lebih baik Nona duduk saja di sana biar Mbok Nem saja yang masak," bujuk Mbok Nem."Nggak apa apa Mbok, saya sudah biasa masak kok. Saya juga ingin memasakkan suami saya," mbok Nem.Tiba tiba Nurma menghampiri ke dapur. "Ada apa ini? Kenapa pagi pagi sudah ribut?" tanya Nurma."Ini Nyonya, Nona Muda memaksa masak Nyonya."Nurma langsung beralih menatap Anjani. "Sayang, kamu nggak perlu repot repot memasak, biarkan Mbok Nem saja yang memasak. Sudah sek
Revan menggeleng lemas, sebagai lelaki normal tentu saja dia ingin selalu merasakan kenikmatan surga dunia. Namun semua dia tahan agar tidak semakin terjerumus ke dalam lubang dosa. Sementara Agung menghela nafas lelah, dirinya tak mengira hubungan putrinya akan menjadi serumit ini. Dia menyesal terlambat menemukan putrinya hingga membuat putrinya menderita terlalu lama.“Baiklah, setelah Anjani selesai nifas kalian akan Papa nikahkan kembali.” Namun tiba tiba Nurma menyahut. “Pa, aku punya ide. Bagaimana kalau kita membuat pesta yang mewah untuk pernikahan putri kita sekalian mengumumkan kembalinya putri kita. Bagaimana menurutmu Pa?” “Ide yang bagus. Nanti kita adakan pesta yang mewah. Kalau perlu kita jadikan satu saja acara pernikahan Arya dan Anjani Ma.”Nurma semakin antusias. “Setuju Pa. Nah, berdua setuju kan?” tanya Nurma pada Anjani Dan Revan.“Emm nggak bisa sederhana aja ya Ma? Anjani malu Ma,” ujar Anjani menunduk.“Sayang, kenapa harus malu? Ayolah, jangan merasa rend
“Maaf jadi apa yang sebenarnya anda inginkan Bu?” tanya Nurma menautkan alis.“Aduh masa gitu aja nggak paham sih?Saya minta ganti rugi!” ucap Ratin. Anjani mendongak, dia masih tidak menyangka ibunya sangat tamak.“Ganti rugi? Maksud Ibu ganti rugi apa?” tanya Nurma lagi, sementara Revan masih diam menyimak pembicaraan para wanita ini.“Ganti rugi karena selama ini Ibu udah merawat dan membesarkan Anjani!"“Jadi Ibu selama ini nggak ikhlas ngerawat Anjani?” tanya Anjani menyela.“Sama sekali nggak ikhlas karena dari dulu aku memang tidak setuju untuk mengambil anak tapi Ayahmu yang selalu kekeh untuk mengadopsi kamu. Kamu pikir biaya hidup kamu itu murah? Harusnya kamu itu tahu diri buat balas budi, tapi ternyata kamu malah hamil dan menikah!”“Bu, apa uang yang Mas Revan berikan ke Ibu masih kurang sampai Ibu masih berani meminta ke Mama dengan dalih ganti rugi h
Nurma sangat terkejut dengan sifat asli orang yang telah merawat anak kandungnya selama ini. Dia sangat menyesal karena sempat mengalami depresi hingga tidak bisa fokus mencari putrinya waktu itu.'Andai dulu kami bisa segera menemukan keberadaanmu, mungkin kamu tidak akan semenderita ini Nak,' batin Nurma menahan sesak.Sementara Ratin yang merasa telah berkorban banyak terus saja berusaha memprovokasi Nurma.“Seharusnya anda sendiri berkaca sebelum mengatakan itu pada saya. Anda mengaku sebagai Ibu kandung Anjani tapi nyatanya anda sendiri membuangnya ke panti asuhan, dan sekarang anda datang saat Anjani sudah dewasa. Apa pantas anda disebut Ibu? Sudahlah anda jangan banyak bicara, anda tidak tahu rasanya merawat anak kurang ajar ini!” ujar Ratin tersenyum miring.“Cukup Bu jangan diteruskan lagi. Mama datang ke sini karena ingin bersilaturahmi dengan Ibu, tolong jangan bikin keributan Bu,” pinta
Danu terdiam. Dia menelisik manik mata Nurma namun dia tak menemukan kebohongan di sana.Tak berapa lama Ratin datang membawa minuman. Dia kembali duduk di samping Danu setelah menghidangkan minumannya."Jadi bagaimana tentang obrolan kita tadi? Ingat ya, saya nggak akan melepaskan Anjani begitu saja Nyonya Nurma, karena bagi saya Anjani adalah sumber kehidupan kami. Kalau anda tidak mau memenuhi syarat saya tadi maka saya tidak akan berhenti meminta pada Anjani!""Buk, apa maksud perkataanmu tadi? Kita sedang ada tamu, dan dia adalah Ibu kandung Anjani, tidak sepantasnya kamu berkata kasar seperti itu!" sentak Danu."Yah, kamu kenapa jadi bentak aku? Aku hanya ingin meminta ganti rugi pada orang tua kandung Anjani. Apa itu salah?""Sangat salah besar Bu, apa kamu nggak malu selalu menjadi beban untuk Anjani? Dan kamu harus tahu, hari ini Bapak ke luar untuk mencari pekerjaan yang lebih layak agar kamu dan Dina bisa kembali