Setelah hampir satu jam menembus kemacetan ibukota, Dinara akhirnya sampai pada tujuannya. Tas bahu berwarna hitam masih setia bertengger di bahunya, dia juga masih mengenakan pakaian kerja. Di tangan kirinya menjinjing satu plastik sedang berisi dua bungkus lalapan. Sementara tangan sebelahnya menjinjing goody bag besar berisi aneka cemilan dan peralatan mandi cuci. Kurang lebih pukul setengah tujuh malam, naik mengenakan lift menuju lantai 5. Jam tangan berwarna rose gold yang melingkar manis di tangannya hampir terlihat kontras dengan urat tangannya yang cukup terlihat. Tangannya cukup kekar untuk ukuran gadis kurus sepertinya. Gadis itu meletakkan bawaanya di lantai setelah menemukan unit yang dituju. Membuka ponsel untuk mencari pesan sebelumnya. Baru setelah itu menekan beberapa tombol guna membuka pintu kamar dihadapannya. Setelah berhasil masuk, Dinara melepas alas kaki dan meletakkan barang bawaannya diatas meja. Sementara manusia yang akan tinggal di apartmen ini tengah s
Apapun yang sudah dimulai, maka harus diselesaikan dengan baik. Prinsip itu setidaknya telag mengilhami pemikiran Dinara Jeandra sehingga dia selalu berusaha untuk konsisten dalam menyelesaikan sesuatu. Meskipun terkadang tetap ada mengeluh tipis-tipis. Memasuki minggu terakhirnya di perusahaan, Dinara jelas saja merasa perlu menyelesaikan beberapa tanggung jawab sebaik mungkin. Selain itu dia juga belakangan ini disibukkan dengan memberi training secara langsung pada penggantinya—seorang mahasiswa fresh grad seumuran dengannya yang minggu lalu baru saja diterima. Beberapa content plan garapannya yang kontraknya belum berakhir sebelum waktu resignnya terpaksa harus dia alih tugaskan pada si anak baru. Untuk itu, penting bagi Dinara untuk memberi note secara detail pada sang pengganti.“Ra, siang ini ada meeting sama divisi pemasaran, Kamu ikut sebagai notulen, ya!” ajak Dinara pada Mira—pegawai baru yang akan menggantikan tugasnya kedepan. Mira Hananda mengangguk. Gadis itu hampir
Derap sepatu tinggi buru- buru Alana dan Dinara menggema di lorong The Royals. Dua wanita karier itu buru- buru menuju ruangan rapat setelah jam di pergelangan tangan menunjukkan pukul sepuluh lewat lima menit. Hari ini mereka ada janji temu dengan petinggi The Royals pukul 10.10. Idealnya, mereka harus hadir maksimal lima belas menit sebelum rapat dimulai, namun karena pengulangan dadakan kemarin, mereka masih harus memastikan kembali tak ada lagi bahan konten yang tercecer atau berantakan. Divisi konten kemarin bekerja hingga pukul sepuluh malam. Itupun sebenarnya belum semuanya selesai. Namun demi kemanusiaan, Alana memutuskan untuk menyuruh mereka beristirahat dan kembali ke rumah masing- masing. Sebagai gantinya, pagi keesokan hari mereka diharapkan sudah sampai kantor pukul delapan pagi. Dinara sendiri hampir tidak tidur semalaman. Dia benar- benar mengebut mengerjakan lima buah konten dan mengedit kembali tulisan dari rekan- rekannya. Dinara juga harus menyelesaikan caption d
"Saya tidak peduli akan siapapun yang akan mengikuti konsep penyampaian konten. Satu yang menjadi permasalahan adalah bahwa draf konten itu sudah berisi proyeksi The Royals kedepannya. Bagaimana saya bisa tenang kalau ada kemungkinan bahwa ide yang sudah sejak lama kita garap dan bahkan masuk dalam banyak lini di perusahaan kini akhirnya bocor dan bahkan ditiru oleh perusahaan lain?" Jelas Dipta Hadi tak akan bisa tinggal diam. Kemerahan di matanya menyiratkan bagaimana kesalnya dia sekarang. Pandangannya menajam kearah Alana dan Dinara sebagai dua orang yang berasal dari luar perusahaannya. Sebagai pihak ketiga, tertulis dalam kontrak bahwa pihak mereka seharusnya bisa menjamin kerahasiaan perusahaan client. Itu tentu melingkupi draf ide yang belum seharusnya disebarkan. Dengan kejadian ini, baginya pihak advertise lah yang lengah mengawasi. "Bahkan meskipun kalian dipecat dari perusahaan, itu mungkin tidak akan cukup," geram Dipta Hadi lagi. Dinara meremas kedua tangannya sen
Kalau kalian berharap ada drama teriak-teriak atau menangis sesegukan yang dilakukan seorang fresh grad lulusan sekolah luar negeri ternama seperti Selena, tolong jangan terlalu kecewa. Pada kenyataannya, gadis itu bahkan terlalu malu untuk menunjukkan emosi ataupun sedikitpun pembelaan. Semua terlalu jelas dan dia tidak mau melakukan apapun yang nantinya hanya akan membuatnya semakin dibenci oleh Dipta Hadi. Selama dia masih bisa keluar dari sini hidup-hidup, maka itu sudah cukup. Tanpa banyak basa- basi, Selena segera mengemasi seluruh barang- barangnya dan harus mengubur hidup- hidup impiannya untuk menjadi Staf PR Senior The Royals. Apa boleh buat? Gadis bernetra hazel itu bahkan belum tiga bulan bekerja, tapi harus didepak tanpa rasa hormat begini. Apalagi masalah yang dia munculkan bukanlah hal sepele.Sebelum keluar ruangan, Selena sempat menatap Dinara sepersekian detik. Entah bagaimana cara membaca makna tatapan itu karena saat ini pikiran Dinara benar- benar kosong. Me
Pagi hari ini alam super segar terasa dalam nuansa yang berbeda. Sekarang baru pukul enam pagi, waktu yang sama seperti hari- hari biasanya Dinara bangun. Gadis yang baru saja membuka mata setelah berkelana dalam mimpi itu segera bangkit dari ranjangnya. Mengambil botol air diatas meja dan meneguknya perlahan sembari mengamati pemandangan diluar—sang surya naik perlahan malu-malu. Tak lama, mungkin hanya sekitar lima belas detik dan gadis itu tak mau terjebak suasana melankolis lebih dulu, maka ia bergegas masuk kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Hari ini dia resmi menyandang status sebagai seorang pengangguran. Yap, rasanya seperti ada yang hilang dari rutinitas Dinara. Tapi dia tahu, hidup akan terus berlanjut. Setelah ini dia juga harus bersiap menghadapi tantangan- tantangan baru dalam hidup. Maka dari itu Dinara memilih untuk sebisa mungkin tetap produktif. Pagi ini dia sudah punya agenda penting. Ia harus olahraga. Pilates bolong- bolong, jogging pagi jarang karena tidak
Entah karena merasa tak punya kegiatan lain atau memang sebenarnya rindu tak terbendung, Dinara nyatanya sudah sampai apartment Sandi pukul 16.00. Dia sudah membeli beragam bahan makanan untuk nantinya dia masak.Janji yang disepakati sebenarnya pukul 16.30, tapi rupanya Dinara punya pikiran lain. Dia ingin memberi kejutan pada sang kekasih. Semuanya berjalan mulus, gadis itu bahkan sudah berhasil masuk ruangan Sandi berkat kata sandi yang sama sekali tak diganti itu. Setelah berkeliling sidak dadakan dengan memastikan kebersihan disana, Dinara mulai menyusun bahan makanannya di kulkas. Syukur Sandi ternyata cukup bisa menjaga kebersihan tempat tinggalnya. Dinara mulai menyiapkan bahan-bahan masakan lebih awal. Hanya sekedar memotong dan mencuci plus menyiapkan semuanya sesuai porsi sehingga nanti saat Sandi sampai, barulah dia akan memasaknya. Kenapa? Soalnya Sandi lebih suka makanan yang disajikan hangat-hangat. Karena tak punya kegiatan lain, Dinara pada akhirnya memilih untuk m
Ada yang berbeda dari malam di apartmen Sandi Arsena malam ini. Ternyata benar, keberadaan satu orang saja bisa benar-benar merubah suasana secara keseluruhan. Dinara Jeandra sepertinya menarik syahdu untuk mengitari ruangan ini sekarang. Sandi akan selalu menggoda Dinara dengan meminta sang gadis untuk menginap atau sebaliknya. Tapi dia tak pernah tahu bahwa rasanya akan sekaget ini saat berbalik mendengar itu langsung dari mulut sang kekasih. “Kamu keberatan kalau aku nginep disini?” Sebuah pertanyaan sederhana yang biasanya justru dia pancing lebih dulu. Dia tentu senang, tapi dilain hal juga merasa khawatir. Bagaimana kalau dia dipengaruhi setan lain dan melakukan sesuatu yang nantinya akan dia sesali? Berada terlalu dekat dengan Dinara kadang-kadang membuatnya kehilangan akal sehat. Tapi dia juga tak suka ide tentang Dinara berkendara menembus jalan raya selama satu jam lebih sendirian malam-malam begini. Apalagi kabar dari Dikta yang mengatakan bahwa ada beberapa temannya ya