"Saya tidak peduli akan siapapun yang akan mengikuti konsep penyampaian konten. Satu yang menjadi permasalahan adalah bahwa draf konten itu sudah berisi proyeksi The Royals kedepannya. Bagaimana saya bisa tenang kalau ada kemungkinan bahwa ide yang sudah sejak lama kita garap dan bahkan masuk dalam banyak lini di perusahaan kini akhirnya bocor dan bahkan ditiru oleh perusahaan lain?" Jelas Dipta Hadi tak akan bisa tinggal diam. Kemerahan di matanya menyiratkan bagaimana kesalnya dia sekarang. Pandangannya menajam kearah Alana dan Dinara sebagai dua orang yang berasal dari luar perusahaannya. Sebagai pihak ketiga, tertulis dalam kontrak bahwa pihak mereka seharusnya bisa menjamin kerahasiaan perusahaan client. Itu tentu melingkupi draf ide yang belum seharusnya disebarkan. Dengan kejadian ini, baginya pihak advertise lah yang lengah mengawasi. "Bahkan meskipun kalian dipecat dari perusahaan, itu mungkin tidak akan cukup," geram Dipta Hadi lagi. Dinara meremas kedua tangannya sen
Kalau kalian berharap ada drama teriak-teriak atau menangis sesegukan yang dilakukan seorang fresh grad lulusan sekolah luar negeri ternama seperti Selena, tolong jangan terlalu kecewa. Pada kenyataannya, gadis itu bahkan terlalu malu untuk menunjukkan emosi ataupun sedikitpun pembelaan. Semua terlalu jelas dan dia tidak mau melakukan apapun yang nantinya hanya akan membuatnya semakin dibenci oleh Dipta Hadi. Selama dia masih bisa keluar dari sini hidup-hidup, maka itu sudah cukup. Tanpa banyak basa- basi, Selena segera mengemasi seluruh barang- barangnya dan harus mengubur hidup- hidup impiannya untuk menjadi Staf PR Senior The Royals. Apa boleh buat? Gadis bernetra hazel itu bahkan belum tiga bulan bekerja, tapi harus didepak tanpa rasa hormat begini. Apalagi masalah yang dia munculkan bukanlah hal sepele.Sebelum keluar ruangan, Selena sempat menatap Dinara sepersekian detik. Entah bagaimana cara membaca makna tatapan itu karena saat ini pikiran Dinara benar- benar kosong. Me
Pagi hari ini alam super segar terasa dalam nuansa yang berbeda. Sekarang baru pukul enam pagi, waktu yang sama seperti hari- hari biasanya Dinara bangun. Gadis yang baru saja membuka mata setelah berkelana dalam mimpi itu segera bangkit dari ranjangnya. Mengambil botol air diatas meja dan meneguknya perlahan sembari mengamati pemandangan diluar—sang surya naik perlahan malu-malu. Tak lama, mungkin hanya sekitar lima belas detik dan gadis itu tak mau terjebak suasana melankolis lebih dulu, maka ia bergegas masuk kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Hari ini dia resmi menyandang status sebagai seorang pengangguran. Yap, rasanya seperti ada yang hilang dari rutinitas Dinara. Tapi dia tahu, hidup akan terus berlanjut. Setelah ini dia juga harus bersiap menghadapi tantangan- tantangan baru dalam hidup. Maka dari itu Dinara memilih untuk sebisa mungkin tetap produktif. Pagi ini dia sudah punya agenda penting. Ia harus olahraga. Pilates bolong- bolong, jogging pagi jarang karena tidak
Entah karena merasa tak punya kegiatan lain atau memang sebenarnya rindu tak terbendung, Dinara nyatanya sudah sampai apartment Sandi pukul 16.00. Dia sudah membeli beragam bahan makanan untuk nantinya dia masak.Janji yang disepakati sebenarnya pukul 16.30, tapi rupanya Dinara punya pikiran lain. Dia ingin memberi kejutan pada sang kekasih. Semuanya berjalan mulus, gadis itu bahkan sudah berhasil masuk ruangan Sandi berkat kata sandi yang sama sekali tak diganti itu. Setelah berkeliling sidak dadakan dengan memastikan kebersihan disana, Dinara mulai menyusun bahan makanannya di kulkas. Syukur Sandi ternyata cukup bisa menjaga kebersihan tempat tinggalnya. Dinara mulai menyiapkan bahan-bahan masakan lebih awal. Hanya sekedar memotong dan mencuci plus menyiapkan semuanya sesuai porsi sehingga nanti saat Sandi sampai, barulah dia akan memasaknya. Kenapa? Soalnya Sandi lebih suka makanan yang disajikan hangat-hangat. Karena tak punya kegiatan lain, Dinara pada akhirnya memilih untuk m
Ada yang berbeda dari malam di apartmen Sandi Arsena malam ini. Ternyata benar, keberadaan satu orang saja bisa benar-benar merubah suasana secara keseluruhan. Dinara Jeandra sepertinya menarik syahdu untuk mengitari ruangan ini sekarang. Sandi akan selalu menggoda Dinara dengan meminta sang gadis untuk menginap atau sebaliknya. Tapi dia tak pernah tahu bahwa rasanya akan sekaget ini saat berbalik mendengar itu langsung dari mulut sang kekasih. “Kamu keberatan kalau aku nginep disini?” Sebuah pertanyaan sederhana yang biasanya justru dia pancing lebih dulu. Dia tentu senang, tapi dilain hal juga merasa khawatir. Bagaimana kalau dia dipengaruhi setan lain dan melakukan sesuatu yang nantinya akan dia sesali? Berada terlalu dekat dengan Dinara kadang-kadang membuatnya kehilangan akal sehat. Tapi dia juga tak suka ide tentang Dinara berkendara menembus jalan raya selama satu jam lebih sendirian malam-malam begini. Apalagi kabar dari Dikta yang mengatakan bahwa ada beberapa temannya ya
“Kok kamu tidur di sofa?” Bangun pagi dan menemukan dirinya berbaring sendirian di ranjang. Setelah dicari, Sandi Arsena ternyata tidur di sofa ruang tamu. Dinara mengerutkan kening, kemarin Sandi Arsena adalah orang yang menawarkan solusi untuk keduanya tidur di ranjang yang sama. Tapi mengapa pada akhirnya dia justru tidur di sofa?“Kamu marah sama aku?” Cecar Dinara lagi saat akhirnya Sandi mengucek pelan matanya. Lelaki itu masih menyesuaikan cahaya yang masuk dan juga berupaya mengumpulkan nyawa. Tak paham dengan konteks Dinara, Sandi hanya bisa diam sembari menatap gadis yang masih mengenakan kaos miliknya itu. Sandi perlu sekitar dua puluh detik untuk mengumpulkan kembali serpihan memori, tentang mengapa dia berakhir di sofa pada akhirnya. Menilik tubuhnya yang shirtless, Sandi ingat perdebatan terakhir mereka kemarin adalah karena Dinara tak nyaman dengan keadaan Sandi tidur secara shirtless disebelahnya. “Kan kamu sendiri yang bilang gak mau tidur sama aku kalau aku masih
“Kalau gue jadi lo sih udah pasti gue gampar duluan! Ngapain tuh cewek ganjen pagi-pagi nyamperin pacar orang di apartemen?!” Kiran nampak jadi yang paling tersulut emosi. Bukan hanya dia sebenarnya, hampir semua orang di meja pun mengangguki perkataan bar-bar tersebut kali ini. “Jangan terlalu naif, Nar! Lo harusnya sadar kalau si nenek lampir itu jelas punya maksud tersendiri! Ngapain cobak dateng pagi-pagi bawain makanan dan ngajakin ngobrol cuma berdua gitu? Ngajakinnya di depan pacar si cowo pula! Udah geser sih itu otaknya kalau kata gue!” Julie membubuhi. Dinara hanya bisa menghela nafas pelan. Respon teman- temannya seolah menjadi semacam cambukan baru buat dirinya yang sudah diterpa kegalauan tiga hari belakangan. Pagi itu usai dia menyiapkan sarapan, pagi indahnya bersama Sandi harus terganggu dan justru tiba- tiba saja berubah drastis. Dinara masih ingat bagaimana manisnya mereka berdua saat tinggal semalaman, tapi semuanya tiba- tiba saja menjadi super aneh baginya. Ke
Lelah mengitari mall dari ujung ke ujung, gerombolan gadis yang memutuskan hedon di hari yang cerah ini serempak beristirahat di salah satu food court. Belanja sepertinya memang sebuah solusi untuk meredam stres sebentar, meskipun pada akhirnya kening jadi sedikit berdenyut kala diam-diam memeriksa saldo via m-banking.Tidak semua tentunya, jelas tidak berlaku untuk Vivianne si sultan sejak dalam kandungan. Tapi biarlah sesekali begini. Toh kedok self reward plus belanja bersama seperti ini tak bisa sering- sering dilakukan.Lama keheningan mengisi mereka sebelum akhirnya celetukan Kanaya membuat empat pasang mata disana membelalak kaget. “Gue pingin bikin tattoo deh!” Serempak semuanya melebarkan telinganya lalu mengusap kembali seakan habis mendengar bisikan gaib.“W-wait, gue gak salah denger, kan?” celetuk Kiran yang bangkit lebih dulu dan menempeli Kanaya dengan dramatis. Kanaya berdecak malas, “gue pengen bikin tatto!” tegasnya lagi. Yang benar saja? Si polos Kanaya ingin m