Tidak semua isi lemari dia boyong masuk ke dalam tas besar. Hanya ada beberapa setel kemeja, celana kain, jeans, pakaian kasual serta pakaian rumahan yang dia masukkan. Begitu juga beberapa sepatu mahal untuk beragam ocassion. Sementara perintilan kecil dan peralatan kerja secara lengkap dia masukkan kedalam ransel. Suara ketukan pintu terdengar, Sandi menoleh setelah membiarkan seseorang masuk dan menutup kembali pintunya. Alisnya mengernyit, bukan berarti tak suka—hanya saja ini kali pertama melihat Danilla berani masuk ke dalam kamarnya.Gadis pucat itu menunduk setelah melihat barang-barang yang Sandi packing rapi. Sandi dengan jelas melihat kegugupan Danilla dari jemarinya yang saling tertaut.“Kenapa?” tanya Sandi pada akhirnya. Dia tidak terlalu nyaman berada bersama Danilla dalam satu ruang untuk waktu yang lama. Danilla mengangkat wajahnya—jelas menahan diri sebelum akhirnya berani membuka mulutnya. “A-ada yang bisa aku bantu nggak?” Sandi mengerutkan keningnya bingung,
Setelah hampir satu jam menembus kemacetan ibukota, Dinara akhirnya sampai pada tujuannya. Tas bahu berwarna hitam masih setia bertengger di bahunya, dia juga masih mengenakan pakaian kerja. Di tangan kirinya menjinjing satu plastik sedang berisi dua bungkus lalapan. Sementara tangan sebelahnya menjinjing goody bag besar berisi aneka cemilan dan peralatan mandi cuci. Kurang lebih pukul setengah tujuh malam, naik mengenakan lift menuju lantai 5. Jam tangan berwarna rose gold yang melingkar manis di tangannya hampir terlihat kontras dengan urat tangannya yang cukup terlihat. Tangannya cukup kekar untuk ukuran gadis kurus sepertinya. Gadis itu meletakkan bawaanya di lantai setelah menemukan unit yang dituju. Membuka ponsel untuk mencari pesan sebelumnya. Baru setelah itu menekan beberapa tombol guna membuka pintu kamar dihadapannya. Setelah berhasil masuk, Dinara melepas alas kaki dan meletakkan barang bawaannya diatas meja. Sementara manusia yang akan tinggal di apartmen ini tengah s
Apapun yang sudah dimulai, maka harus diselesaikan dengan baik. Prinsip itu setidaknya telag mengilhami pemikiran Dinara Jeandra sehingga dia selalu berusaha untuk konsisten dalam menyelesaikan sesuatu. Meskipun terkadang tetap ada mengeluh tipis-tipis. Memasuki minggu terakhirnya di perusahaan, Dinara jelas saja merasa perlu menyelesaikan beberapa tanggung jawab sebaik mungkin. Selain itu dia juga belakangan ini disibukkan dengan memberi training secara langsung pada penggantinya—seorang mahasiswa fresh grad seumuran dengannya yang minggu lalu baru saja diterima. Beberapa content plan garapannya yang kontraknya belum berakhir sebelum waktu resignnya terpaksa harus dia alih tugaskan pada si anak baru. Untuk itu, penting bagi Dinara untuk memberi note secara detail pada sang pengganti.“Ra, siang ini ada meeting sama divisi pemasaran, Kamu ikut sebagai notulen, ya!” ajak Dinara pada Mira—pegawai baru yang akan menggantikan tugasnya kedepan. Mira Hananda mengangguk. Gadis itu hampir
Derap sepatu tinggi buru- buru Alana dan Dinara menggema di lorong The Royals. Dua wanita karier itu buru- buru menuju ruangan rapat setelah jam di pergelangan tangan menunjukkan pukul sepuluh lewat lima menit. Hari ini mereka ada janji temu dengan petinggi The Royals pukul 10.10. Idealnya, mereka harus hadir maksimal lima belas menit sebelum rapat dimulai, namun karena pengulangan dadakan kemarin, mereka masih harus memastikan kembali tak ada lagi bahan konten yang tercecer atau berantakan. Divisi konten kemarin bekerja hingga pukul sepuluh malam. Itupun sebenarnya belum semuanya selesai. Namun demi kemanusiaan, Alana memutuskan untuk menyuruh mereka beristirahat dan kembali ke rumah masing- masing. Sebagai gantinya, pagi keesokan hari mereka diharapkan sudah sampai kantor pukul delapan pagi. Dinara sendiri hampir tidak tidur semalaman. Dia benar- benar mengebut mengerjakan lima buah konten dan mengedit kembali tulisan dari rekan- rekannya. Dinara juga harus menyelesaikan caption d
"Saya tidak peduli akan siapapun yang akan mengikuti konsep penyampaian konten. Satu yang menjadi permasalahan adalah bahwa draf konten itu sudah berisi proyeksi The Royals kedepannya. Bagaimana saya bisa tenang kalau ada kemungkinan bahwa ide yang sudah sejak lama kita garap dan bahkan masuk dalam banyak lini di perusahaan kini akhirnya bocor dan bahkan ditiru oleh perusahaan lain?" Jelas Dipta Hadi tak akan bisa tinggal diam. Kemerahan di matanya menyiratkan bagaimana kesalnya dia sekarang. Pandangannya menajam kearah Alana dan Dinara sebagai dua orang yang berasal dari luar perusahaannya. Sebagai pihak ketiga, tertulis dalam kontrak bahwa pihak mereka seharusnya bisa menjamin kerahasiaan perusahaan client. Itu tentu melingkupi draf ide yang belum seharusnya disebarkan. Dengan kejadian ini, baginya pihak advertise lah yang lengah mengawasi. "Bahkan meskipun kalian dipecat dari perusahaan, itu mungkin tidak akan cukup," geram Dipta Hadi lagi. Dinara meremas kedua tangannya sen
Kalau kalian berharap ada drama teriak-teriak atau menangis sesegukan yang dilakukan seorang fresh grad lulusan sekolah luar negeri ternama seperti Selena, tolong jangan terlalu kecewa. Pada kenyataannya, gadis itu bahkan terlalu malu untuk menunjukkan emosi ataupun sedikitpun pembelaan. Semua terlalu jelas dan dia tidak mau melakukan apapun yang nantinya hanya akan membuatnya semakin dibenci oleh Dipta Hadi. Selama dia masih bisa keluar dari sini hidup-hidup, maka itu sudah cukup. Tanpa banyak basa- basi, Selena segera mengemasi seluruh barang- barangnya dan harus mengubur hidup- hidup impiannya untuk menjadi Staf PR Senior The Royals. Apa boleh buat? Gadis bernetra hazel itu bahkan belum tiga bulan bekerja, tapi harus didepak tanpa rasa hormat begini. Apalagi masalah yang dia munculkan bukanlah hal sepele.Sebelum keluar ruangan, Selena sempat menatap Dinara sepersekian detik. Entah bagaimana cara membaca makna tatapan itu karena saat ini pikiran Dinara benar- benar kosong. Me
Pagi hari ini alam super segar terasa dalam nuansa yang berbeda. Sekarang baru pukul enam pagi, waktu yang sama seperti hari- hari biasanya Dinara bangun. Gadis yang baru saja membuka mata setelah berkelana dalam mimpi itu segera bangkit dari ranjangnya. Mengambil botol air diatas meja dan meneguknya perlahan sembari mengamati pemandangan diluar—sang surya naik perlahan malu-malu. Tak lama, mungkin hanya sekitar lima belas detik dan gadis itu tak mau terjebak suasana melankolis lebih dulu, maka ia bergegas masuk kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Hari ini dia resmi menyandang status sebagai seorang pengangguran. Yap, rasanya seperti ada yang hilang dari rutinitas Dinara. Tapi dia tahu, hidup akan terus berlanjut. Setelah ini dia juga harus bersiap menghadapi tantangan- tantangan baru dalam hidup. Maka dari itu Dinara memilih untuk sebisa mungkin tetap produktif. Pagi ini dia sudah punya agenda penting. Ia harus olahraga. Pilates bolong- bolong, jogging pagi jarang karena tidak
Entah karena merasa tak punya kegiatan lain atau memang sebenarnya rindu tak terbendung, Dinara nyatanya sudah sampai apartment Sandi pukul 16.00. Dia sudah membeli beragam bahan makanan untuk nantinya dia masak.Janji yang disepakati sebenarnya pukul 16.30, tapi rupanya Dinara punya pikiran lain. Dia ingin memberi kejutan pada sang kekasih. Semuanya berjalan mulus, gadis itu bahkan sudah berhasil masuk ruangan Sandi berkat kata sandi yang sama sekali tak diganti itu. Setelah berkeliling sidak dadakan dengan memastikan kebersihan disana, Dinara mulai menyusun bahan makanannya di kulkas. Syukur Sandi ternyata cukup bisa menjaga kebersihan tempat tinggalnya. Dinara mulai menyiapkan bahan-bahan masakan lebih awal. Hanya sekedar memotong dan mencuci plus menyiapkan semuanya sesuai porsi sehingga nanti saat Sandi sampai, barulah dia akan memasaknya. Kenapa? Soalnya Sandi lebih suka makanan yang disajikan hangat-hangat. Karena tak punya kegiatan lain, Dinara pada akhirnya memilih untuk m
Detik berganti menit. Menit berganti jam. Jam berganti hari dan seterusnya sampai tak terasa bahwa waktu berjalan terlalu cepat. Ini tepat dua tahun setelah malam dimana Dinara dan Sandi digoda untuk membicarakan pernikahan oleh kedua pihak keluarga. Tidak langsung mengiyakan. Malam itu mungkin titik balik hubungan keduanya. Alih-alih menerima usulan duo mami untuk langsung menikah, baik Sandi maupun Dinara sepakat mengundurnya. Sandi benar-benar menepati janjinya untuk menunggu Dinara. Gadis itu ingin menikah setelah mereka berdua cukup settle. Baginya, terlalu dini untuk berpuas diri pada keadaan. Apalagi saat itu keduanya masih dalam misi untuk bisa naik jabatan. Sampai akhirnya, tiga bulan lalu Sandi memantapkan diri melamar Dinara. Alhasil, hari ini keduanya berjalan di altar dan mengucap janji sehidup semati. Hari dimana rasanya tidak akan pernah siap dia jalani. Pada kenyataannya, hari itu terjadi juga. Dua tahun belakangan bukan waktu yang mudah. Setelah beragam drama dan
Sore ini Sandi sudah mewanti-wanti Dinara untuk pulang bersama. Rencananya hari ini Sandi mau pulang ke rumah keluarganya, sekalian mengantar Dinara. Tidak lupa bahwa mereka tetangga, kan? Sandi menyetir dengan satu tangan, tak lupa satunya lagi dia gunakan untuk sesekali menggenggam jemari Dinara. Sandi Bucin Arsena selalu punya tingkah menggemaskan yang kadang membuat Dinara jadi geleng- geleng kepala.Netra si cantik akhirnya tertuju pada gantungan polaroid yang dipasang Sandi tempo hari. Menampakkan foto lawas mereka saat liburan dulu.“Eh, kamu masih ada foto ini? Ya ampun, padahal nggak lebih dari dua tahun, tapi kok kita kelihatan muda banget ya?” Sandi tersenyum tipis, akhirnya Dinara notice keberadaan selfie mereka waktu liburan di Nusa Penida dulu. “Waktu itu soalnya belum terlalu mikirin kerjaan,” respon santai Sandi ternyata langsung dicegat oleh Dinara. Keningnya berkerut, “ah enggak juga. Waktu itu aku kan juga udah kerja,” ucapnya. Sandi tersenyum tipis, “ya tapi w
Ketidaktenangan Sandi berlanjut. Setelah pesan menyebalkan pagi itu, Sandi harus kembali menahan kecemburuannya saat menemukan Dinara tertawa lepas di cafe depan kantor barunya bersama dengan Valdi. Yap, Valdi yang itu! Valdi rekan kerja Dinara di kantor lama Dinara yang sempat membuat Sandi agak insecure karena lelaki itu kelihatan punya perangai yang mirip dengan Dinara. Sebagai sama-sama lelaki, Sandi pun menyadari bahwa Valdi punya intensi khusus pada Dinara. Apa lagi kalau bukan naksir?Kok bisa-bisanya mereka bertemu lagi disin? Bukankah jarak antara kantor lama dan kantor Dinara yang sekarang cukup jauh, ya?Sandi yang berniat mengajak Dinara untuk makan siang bersama pun mengurungkan niatnya sebentar. Dia menjaga jarak dan mengamati keduanya dari posisi agak jauh. Meskipun sebenarnya hatinya ketar-ketir mendapati pemandangan itu. Dibanding teman-teman lelaki Dinara yang lain, Sandi paling tidak suka pada Valdi. Pasalnya, radar Sandi menangkap bahwa Valdi ini juga golongan le
Sandi mengerutkan kening sejak subuh tadi. Tangan kanannya masih sibuk mengutak-atik ponsel milik Dinara yang menyala. Sejak pertama kali mereka berpacaran dua tahun lalu, ini mungkin kali pertama Sandi nekat mengusik privasi gadisnya itu. Dia melirik Dinara yang masih terlelap disampingnya, memastikan bahwa gadis itu masih berada di alam kapuk. Kalau sampai Dinara tahu dia melakukan ini, entah pasal saling percaya mana lagi yang akan Dinara gaungkan.Lelaki itu menahan gemeretak di gigi, sorot matanya yang sebenarnya kurang tidur ini terlihat jelas. Awalnya dia baik-baik saja sampai ketika dia menyadari bahwa ponsel Dinara terus saja menyala dan mendentingkan nada pertanda pesan masuk. Sandi yang gemas akan hal itu pada akhirnya berusaha untuk mengaktifkan mode hening. Alangkah terkejutnya dia saat menemukan beragam notifikasi dari nomor yang tak dikenal serta nama-nama asing di akun instagram Dinara. Maka itulah yang mengawali aktivitas stalking Sandi. Menjudge pria-pria yang meng
“Apa kabar Dinara?” Satu kalimat pendek yang Alana layangkan pertengahan januari lalu membuka kembali komunikasi antar mantan rekan kerja itu. Alana tak mau banyak basa-basi dan langsung menawarkan pekerjaan meskipun dia tahu Dinara masih dalam masa menyelesaikan studinya. Alana cukup tahu kapasitas kerja Dinara Jeandra. Dia mengenal Dinara sejak gadis itu masih magang di perusahaan lama. Apa yang dia tawarkan saat itu juga merupakan sesuatu yang fleksibel yang untungnya disanggupi oleh Dinara sendiri. Meskipun pada awalnya wanita muda itu agak meragukan dirinya sendiri. Bisa dibilang, Alana pada akhirnya dengan percaya memberikan posisi tetap pada Dinara. Syukur juga Dinara berkesempatan lulus lebih awal sehingga dia bisa kembali ke Indonesia lebih dulu. Dan disinilah dia sekarang. Tanah kelahirannya yang amat dia rindukan. Berdiri dengan anggun memperkenalkan diri sebagai junior manager salah satu cabang perusahaan milik keluarga Alana. Pertemuannya dengan Sandi disini pun sebe
“Kalau bukan karena Kak Alana, gue nggak bakal bela-belain dateng, sih!” Arkasa tertawa kecil menyambut kedatangan sepupu kesayangannya yang berjalan kearahnya dengan wajah setengah cemberut. Tapi siapapun tahu bahwa raut itu jelas dibuat-buat karena beberapa detik kemudian si pelaku justru menjabat tangan Arkasa dengan santai dan menampilkan senyuman lebarnya. Wajahnya jadi agak lucu, kontras dengan setelan desainer serta sisiran rambutnya yang ditata rapi. Lelaki itu kemudian lanjut bersalaman dengan pemilik utama perhelatan, Alana Diandra Yasmin. “Katanya lo maraton kesini setelah dari acaranya Damian, ya?” tanya Alana memastikan info yang dia dapat dari asistennya.Sang suami lebih dulu menambahi, “Udah makin sering gantiin Om Seno di event-event gede! Tinggal nunggu peresmian aja sih kalau gini,” godanya.Sandi Arsena memasang wajah malas, pun menggeleng sebagai tanggapan lanjutan. Memang setelah hampir setahun mengabdi di anak perusahaan, akhirnya secara resmi Sandi diperkena
Memang benar bahwa waktu adalah hal paling berharga yang tak boleh disia-siakan. Rasanya baru sebentar berkunjung ke museum, foto-foto di beberapa bagian town square, belanja ke toko buku dan lanjut mengisi perut di restoran terdekat. Namun sekarang ini langit gelap telah menyapa dua insan berbeda gender yang tengah berjalan kaki menyusuri jalanan malam Cambridge. Jangan tanya kenapa destinasi wisata keduanya jadi terlihat akademis begitu. Mau bagaimana lagi? Tempat semacam itulah yang dimiliki oleh salah satu wilayah institusi pendidikan ini. Dinara paling malas kalau harus berkendara jauh, sementara Sandi juga tidak terlalu mengenal banyak tempat disana. Maka dari itu keduanya memilih untuk berwisata sesuai panduan di internet, mendatangi tempat-tempat sekitar mereka yang jadi pilihan turis. Dinara sempat membeli beberapa buku dan sangat menikmati kunjungannya. Sementara Sandi sih sebenarnya sama sekali tidak masalah mau kemanapun, poin pentingnya adalah dia harus menghabiskan wak
Terbangun dari mimpi indahnya yang seakan hanya berlangsung dua detik. Dinara mendapati dirinya telah berada dalam kamar asrama—masih dengan pakaian semalam karena gadis itu ternyata justru ketiduran. Melirik jam di meja, masih ada waktu sekitar dua jam sebelum dia harus ke kampus untuk mengumpulkan hardcopy tugas. Semuanya sudah siap, Dinara tinggal mandi dan siap-siap sedikit lalu berjalan menuju kampus yang hanya sekitar lima menit dari asrama. Pandangannya kini tertuju pada langit-langit kamar, memandang kosong atau bahkan lebih tepatnya memutar kembali memori semalam yang masih berbekas. Kali pertama dia melangkah lebih jauh dengan Sandi—maksudnya ya belum sampai dijebol tapi sepertinya ini sudah sangat intim baginya.Dinara masih ingat pandangan kelam dan bibir bengkak Sandi dihadapannya, begitu juga selatannya yang jelas terasa mengganjal. Cahaya remang-remang dan bahkan mereka hanya berdua dini hari kemarin. Meskipun Sandi berhasil menyentuh kulitnya lebih banyak, tetap saja
Pada akhirnya, dua insan yang sempat terpisah jarak dan waktu itu hanya bisa duduk dalam diam. Dinara yang masih berusaha menenangkan lidahnya yang terbakar serta Sandi yang merasa terlalu meluap-luap hingga berprasangka buruk begitu saja. Canggung? Tentu. Setelah semua yang terjadi, bagaimana bisa Sandi bersikap seolah tak terjadi apa-apa? Itu yang mendasari pada akhirnya kata maaf meluncur beberapa kali. Meskipun sebenarnya Dinara masih sedikit gondok menghadapinya.“Besok kamu ada kelas jam berapa?” tanya Sandi pada akhirnya.Dinara meliriknya sebentar, “sekitar pukul sebelas, hanya submit tugas,” jawabnya. Sandi mengangguk paham, “aku disini seminggu kedepan. Kapan ada waktu luang? Temenin jalan-jalan, bisa?” tanya Sandi lagi.“Kemana?” Dinara mau, tapi sejujurnya dia tidak terlalu tahu banyak tempat disini. Seperti yang sudah dia jelaskan sebelumnya, Dinara bahkan sama sekali belum sempat jalan-jalan. “Kemana aja. Kamu nggak akan nyasar, kok!” ucap Sandi seolah menjawab kekh