***Seminggu telah berlalu, Aditya belum juga ditemukan. Tiara dan Arya semakin mencemaskan anak yang sangat mereka sayangi tersebut. Pasangan suami-istri itu sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi belum juga menunjukkan hasil.Tiara tidak pernah menyangka akan mengalami penderitaan yang sangat sakit seperti ini. Dia merasa kalau takdir telah mempermainkan hidupnya. Saat dirinya mengandung Aditya, dia dibuang oleh sang mantan suami. Setelah sang buah hati berumur lima tahun, kenyataan pahit kembali menghampirinya. Mereka harus berpisah.“Adit ke mana, Mas?” Tiara kembali menangis sambil mencium pakaian milik Aditya di kamar anak itu.“Kita sudah berusaha, Sayang, tapi kenyataannya Adit belum bersama kita sekarang. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah, tetap berharap agar Adit dalam keadaan baik-baik saja.” Arya selalu berusaha untuk menenangkan Tiara.“Apa yang harus kita lakukan, Mas? Ayah kandungnya Adit juga seolah-olah tidak peduli. Dia nggak berusaha menghubungiku.” Tiara ke
***Tiara merasakan sesuatu yang aneh. Aditya seolah-olah berlari dan berteriak memanggil dirinya. Hati Tiara kini menjadi tidak tenang karena takut terjadi sesuatu terhadap sang buah hati tercinta.Selama ini, Tiara telah berusaha untuk meyakinkan hati bahwa Aditya akan kembali mendekap dirinya. Namun, entah kenapa keyakinan itu tiba-tiba goyah saat dia merasakan sesuatu yang tidak dapat dimengerti. Tanpa diminta, bulir bening milik Tiara jatuh membasahi pipi.Arya yang kini mendekap Tiara, merasa sedih melihat wanita tersebut. Dia tidak dapat membayangkan seperti apa perasaan Tiara saat ini. Sebulan lamanya tidak mengetahui darah daging sendiri, itu pasti akan membuat sang istri terpukul.“Sayang, kamu kenapa?” Arya mengusap pipi Tiara. Dia membantu wanita itu beranjak dari tempat tidur menuju sofa yang ada di dekat jendela.“Aku takut, Mas.” Tiara menempelkan kepalanya di bahu Arya setelah mereka duduk di sofa tersebut.“Takut kenapa, Sayang?” “Aku merasa sesuatu terjadi pada Adit
***Pak Arif dan Bu Laras pun akhirnya memasuki mobil, lalu meluncur dari tempat itu. Pak Arif masih memikirkan apa yang dia saksikan tadi. Akan tetapi, laki-laki paruh baya itu tidak terlalu merasa yakin kalau anak yang dilihat tadi adalah cucunya.Pak Arif berpikir, bagaimana mungkin Aditya ada di kota yang berbeda dengan orang tuanya? Sementara itu dia tahu kalau anak tersebut menghilang dari sekolah, dan pasti di kota kelahirannya. Pak Arif tidak ingin menduga-duga.Dia berpikir akan lebih baik jika menghubungi Bayu saja. Ayahnya Tiara tersebut sudah percaya kepada Bayu walaupun laki-laki itu pernah menyakiti Tiara. Pak Arif mengakui perubahan yang terlihat sekarang pada mantan menantunya tersebut.“Ayah kenapa? Lagi mikirin sesuatu?” Ternyata Bu Laras menyadari sikap yang ditunjukkan oleh suaminya. Wajah Pak Arif tampak seperti sedang memikirkan sesuatu.“Nggak, Bun.” Pak Arif terpaksa tidak memberitahukan apa yang dia pikirkan kepada istrinya. Dia tidak ingin melihat wanita itu
***Tiara tidak dapat menahan diri agar tidak menangis. Ia sangat terkejut mendengar penjelasan Bayu. Dia makin sedih mengingat Aditya yang tidak tinggal bersamanya. Tiara sangat merindukan anak sulungnya tersebut.Tiara tidak sabar ingin bertemu Aditya. Dua bulan berpisah dengan sang buah hati, seperti berabad-abad lamanya. Ia tidak tahu seperti apa keadaan Aditya saat ini. Ia selalu mencemaskan anaknya itu.“Kita harus cari Adit, Mas.” Begitu pinta Tiara kepada Arya setelah dirinya mengakhiri telepon dengan Bayu.“Tapi sampai detik ini, kita belum tahu di mana Adit, Sayang.” Arya selalu bersabar menenangkan sang istri.“Mas Bayu bilang, Ayah pernah melihat seorang anak yang mirip dengan Adit. Tapi Ayah tidak berhasil menghampiri anak itu karena keburu pergi. Terus, temannya Mas Bayu yang berprofesi sebagai dokter, juga memiliki pasien baru-baru ini yang bernama Adit. Apa itu kebetulan, Mas?”“Bisa jadi, Sayang, sebab banyak anak memiliki nama yang sama dengan anak kita.”“Tapi kita
***“Jika kamu tidak bersedia dimadu, kita cerai!” Bayu dengan yakin mengucapkan kalimat tersebut kepada Tiara, wanita yang telah mendampingi hidupnya selama lima tahun terakhir ini.“Tega kamu, Mas. Kamu sudah lupa dengan kebersamaan kita selama ini. Lima tahun aku menemani hidupmu.” Tiara tidak pernah menyangka kalau suami yang ia cintai dengan tega mengucapkan kata cerai kepada dirinya.“Keluargaku butuh penerus. Kamu sangat tahu kalau aku anak laki-laki satu-satunya.”“Kenapa kamu nggak bisa bersabar sebentar lagi, Mas? Aku yakin pasti keajaiban itu ada. Atau sebenarnya ini alasan kamu karena sudah memiliki wanita lain?” Tiara merasa curiga kepada laki-laki yang baru saja mengucapkan kata cerai kepadanya.“Terserah kamu mau bilang apa, yang pasti aku ingin memperoleh keturunan.” Bayu tetap pada keputusannya.“Baiklah, jika itu yang kamu inginkan, aku akan pergi dari rumah ini. Semoga kamu mendapatkan balasan atas keputusan ini, Mas.”“Balasan yang pasti adalah bahwa aku akan memil
***Tiara dihadapkan pada perasaan yang tidak menentu. Di satu sisi, ia sangat bahagia karena akhirnya mendapat anugerah terindah setelah lima tahun menikah. Namun di sisi lain, Tiara juga bingung harus bagaimana menghadapi kenyataan kalau calon ayah dari bayi yang dikandung sudah tidak mengharapkan dirinya lagi.Bu Laras merasa sangat iba melihat tangisan putrinya. Ia pun mengusap air mata Tiara yang sulit untuk dibendung tersebut. Wanita paruh baya itu tidak pernah menyangka bahwa anak bungsu yang dulu sangat dimanja, kini menanggung penderitaan sesulit ini.Pernikahan Tiara yang baru berjalan lima tahun, akhirnya harus kandas karena adanya orang ketiga dan ketidaksabaran Bayu untuk menunggu kehadiran buah hati dalam rumah tangga mereka. Kini, Tiara harus menghadapi sendiri kenyataan yang ada di depan mata.Pak Arif dan Bu Laras berpikir keras agar dapat menemukan jalan keluar untuk situasi yang Tiara hadapi saat ini. Kedua orang tua itu sudah memutuskan supaya putri tercinta mereka
***Keesokan harinya tepatnya sore, Bu Laras dan Tiara menuju tempat praktik kandungan. Namun, saat dalam perjalanan, Tiara melihat Bayu dan sang istri baru memasuki sebuah tempat perbelanjaan. Wanita itu kembali menumpahkan air matanya.Bu Laras melajukan kendaraan roda empat miliknya dengan cepat agar Tiara tidak melihat pemandangan yang menyakitkan tersebut. Ia sebagai seorang ibu merasa tidak sanggup melihat kesedihan yang ada di wajah putrinya.Wanita paruh baya itu sangat mengerti seperti apa perasaan anaknya. Perempuan mana yang akan sanggup melihat laki-laki yang dicintai bermesraan dengan orang lain yang merupakan penyebab kehancuran rumah tangganya bersama sang suami tercinta?“Kamu baik-baik aja, Sayang?” Bu Laras melihat Tia yang masih menitikkan air mata.“Iya, Bun.” Tiara mengusap air matanya dan berusaha untuk tersenyum kepada ibunya.“Kamu harus belajar ikhlas, Sayang. Kamu nggak perlu menangisi laki-laki seperti dirinya. Dia nggak pantas untukmu.”“Iya, Bun. Tia akan
***Pagi ini, Tiara duduk sendiri dan termenung. Ia masih tidak mengerti kenapa Bayu tega mengucapkan kata cerai kepada dirinya. Dari dulu, Tiara tahu seperti apa sikap Bayu yang sangat perhatian dan penyayang. Ia merasa kalau perubahan yang terjadi kepada laki-laki itu amat membingungkan.Mulai sejak dulu, Bayu tidak pernah berbuat kasar kepada Tiara. Laki-laki itu justru selalu menunjukkan besarnya cinta yang dimiliki untuk sang istri. Namun, saat usia pernikahan mereka hampir memasuki lima tahun, Bayu berubah menjadi sosok yang dingin dan tidak menunjukkan kemesraan lagi di depan Tiara.“Mas, kenapa akhir-akhir ini sikap kamu dingin banget? Kamu selalu menjaga jarak saat kita di tempat tidur.” Pertanyaan itu Tiara lontarkan beberapa bulan yang lalu kepada Bayu.Saat itu Bayu tidak memberikan respons, ia justru membelakangi wanita yang sudah menemani hidupnya. Tiara tidak memahami sikap Bayu, tetapi ia tetap berusaha untuk percaya walaupun rasa tidak tenang itu selalu menghantui pik