"Kenapa?" tanya Barack dengan suara letihnya.
"Hanya memastikan keadaanmu saja." jawab pria itu.Vyan terus memantau mereka berdua, dan dia merekam mereka berdua dengan hpnya."Barack...kau sudah melakukan tugasmu dengan baik...tugasmu selanjutnya adalah putra Axel." ucap pria itu.Vyan tersenyum kecil, dia senang akhirnya bisa menemukan mereka berdua."Vyan? dia bukan orang yang mudah dikelabuhi..beda dengan saudaranya itu." jawab Barack."Kau kalah dengan anak kecil itu? memalukan sekali!" sindir pria itu.Barack menghela nafas, "Baiklah.""Segera tangkap anak itu, kembaran itu harus bersatu kan.." ucap pria itu sambil tersenyum.Barack hanya diam."Kenapa kau terlihat sedih begitu? bukankah ini impianmu?" tanya pria itu dengan heran."Kenapa aku merasa tidak puas setelah melakukan ini?" tanya Barack dengan heran.Pria itu menghela nafas, lalu dia memegang pundak Barack.Keesokan harinya.Leon datang untuk menjenguk Vyan, dan Vyan juga sudah siuman sekarang, tapi tangannya harus diperban dan dia harus menggunakan gendongan tangan untuk lengan kanannya itu. Selagi mereka kumpul disana, Vyan menceritakan semua yang terjadi padanya semalam bahkan Keara juga ikut mendengarkannya."Tapi aku masih penasaran apa hubungan Barack dengan pria itu...kenapa dia terlihat seperti ditekan oleh pria bernama Max itu." ucap Vyan dengan heran."Kenapa kamu ambil tindakan seceroboh itu, itu bisa membahayakan dirimu..harusnya kamu telepon polisi atau tidak telepon papa." omel Keara dengan cemas."Ma.maaf ma..aku tidak bisa berpikir selain lari." jawab Vyan sambil tersenyum.Keara menghela nafas dengan kesal.Axel hanya diam melihat mereka, dia tidak berani ikutan saat Keara mulai memarahi anaknya itu.Leon menoleh ke Axel, dia penasaran dengan apa yang akan dilakukan Axel."Dia akan datang!" ucap Ax
Sharena bertemu dengan Max di hotel, Max merubah tempat pertemuan mereka. Dan Axel memantau mereka dari luar, dia tidak ikut masuk karena tujuannya hanya mengikuti Max."Kenapa matamu itu?" tanya Sharena dengan heran, karena mata Max merah semua."Si sialan itu..." geram Max saat mengingat Vyan."Jadi bagaimana?" tanya Max."Aku melihat mereka berantem kemarin, dan Axel keluar dari rumah...aku berhasil mendekati Axel." jawab Sharena sambil tersenyum."Kau pikir tugasmu hanya itu? aku tidak sebaik itu memudahkan hidupmu.." jawab Max sambil tersenyum.Sharena menata Max dengan wajah datarnya itu, "Apa yang harus aku lakukan lagi?" tanya Sharena dengan heran.Max tersenyum kecil sambil menatap Sharena.Beberapa menit kemudian, mobil Max keluar dari hotel dan Axel mengikutinya dari belakang.Mobil mereka berhenti di depan rumah yang Axel pernah kunjungi, yaitu rumah yang Axel pasang alat penyadap itu. Merek
Jam 12 malam, Max sudah menemukan keberadaan Vyan dan dia pun juga sudah tahu di ruang berapa Vyan dirawat.Max masuk ke dalam ruangan Vyan, dia tidak melihat siapapun di ruangan itu, Max yang saat itu berpura-pura menjadi dokter dan membawa alat suntik, dia ingin menyuntikan racun di infus Vyan.Max mendekat ke Vyan, dia mau menyuntikan suntikan yang ia bawa itu ke infus Vyan tapi..."Kau datang akhirnya..." ucap Axel.Max menoleh ke ranjang itu, dan dia sontak terkejut melihat Axel yang berbaring disana, Axel duduk dan tersenyum ke Max."Pengecut...langsung saja temui aku kalau ada urusan, tidak perlu membuat petak umpet murahan seperti ini." ucap Axel.Max mengepalkan tangannya dengan kesal, dia mau memukul Axel tapi dengan cepat Axel menghindarinya, dan Axel menendang perut Max dengan keras sampai Max terjatuh di lantai. Axel mengambil suntik Max yang terjatuh itu, dia berjalan mendekati Max."Apa yang kau inginkan d
Keesokan harinya!Leon menjemput Keara dan Leon ke rumahnya, karena dia merasa tidak aman jika mereka berdua di rumah sakit apalagi dia tahu jika Axel dibawa oleh Max."Paman apa yang harus kita lakukan?" tanya Vyan dengan cemas."Axel akan baik-baik saja...sekarang kita harus urus akarnya dulu, aku sudah menemukan orang yang bisa membuat Max sampai dititik ini." jawab Leon."Siapa itu?" tanya Keara dengan heran. Keara terlihat gelisah dan dia merasa tidak tenang karena Axel dibawa oleh mereka, apalagi Vina yang masih belum ada kabar apapun.Keara menghela nafas dengan sedih, dia memukuli dadanya yang sesak itu."Mama..mama baik-baik saja?" tanya Vyan dengan cemas."Vyan...paman...tolong..tolong bawa mereka kembali padaku...dadaku rasanya sesak sekarang." pinta Keara sambil meneteskan air matanya."Mama.." lirih Vyan dengan sedih."Keara, tenanglah...kita akan membawa mereka kembali....." ucap Leon untu
Duk!Kepala Keara tidak sengaja terantuk atap rak itu sampai mengeluarkan suara, Keara takut jika suara itu kedengaran sampai luar."Suara apa itu?" tanya Max dengan heran.Jantung Keara berdetak kencang mendengar suara Max, dia takut Max tahu dia berada disini.Sedangkan Max, matanya tertuju ke bawah rak dapur itu, dia merasa sumber suara itu berasal dari tempat itu. Max berjalan mendekati rak itu.Jantung Keara pun semakin berdegup kencang, dia takut dan sangat sangat takut.Axell....(Batin Keara).Axel membuka matanya dengan sontak terkejut, seolah-olah dia menerima sinyal dari istrinya itu, tiba-tiba Axel kepikiran dengan Keara."Ada apa?" tanya Sharena.Axel berdecak kesal, dia bingung harus keluar dengan cara apa. Dia tidak menemukan kunci disini."Tidak ada jalan lain selain pintu itu?" tanya Axel.Sharena menggelengkan kepalanya, Axel benar-benar tidak tega melihat keadaan Shar
"Papa..." lirih Vina.Axel menoleh ke belakang, dia melebarkan matanya dengan terkejut melihat anak gadis yang ia cari berada di belakangnya, tanpa mengatakan apapun langsung berjalan ke arah Vina dan memeluknya dengan erat."Syukurlah..." lirih Axel dengan suara seraknya, dia berusaha menahan air matanya agar tidak menetes didepan putrinya tapi dia tidak bisa. Axel langsung mengusap air matanya agar tidak ada yang tahu jika dia meneteskan."Papa..." Vina memeluk Axel sambil menangis dengan histeris, dia lega akhirnya bisa bertemu dengan papanya kembali. Sedangkan Barack, dia hanya diam menatap bapak dan anak itu, perasaannya sangat campur aduk sekarang. Dia sangat membenci Axel tapi di sisi lain Barack sama sekali tidak membenci Vina.Axel melepaskan pelukannya, "Kamu baik-baik saja? apa yang mereka lakukan padamu?" tanya Axel dengan kesal. Lalu Axel melihat tangan Vina yang memar merah dan kakinya juga, dia tahu itu karena rantai besi.
"Axel...." lirih Sharena dengan heran, mereka tidak tahu jika Axel masuk lewat pintu belakang.Max langsung memukul Axel tapi Axel lebih cepat memukulnya, anak-anak buah Max ingin membantu tuannya itu tapi para polisi itu datang mengepung mereka."JANGAN BERGERAK!" teriak polisi itu sambil menyodorkan pistol ke arah mereka."Apa yang kau lakukan ke mereka!" geram Axel sambil mencengkram leher Max."Max...jangan.." ucap salah satu polisi itu."Nyonya anda baik-baik saja?" tanya aspri Sharena itu, Sharena meneleponnya saat perjalanan ke rumah Leon menggunakan hp Leon."Darimana saja kau! tapi baguslah kau bawa wanita itu tepat waktu." ucap Sharena sambil menoleh ke Ghea. Sebenarnya yang membawa Ghea kesini bukan Leon tapi aspri Sharena, Vyan dan Leon tidak jadi menemui Ghea karena mereka mencari Axel."Tolong...lepaskan." pinta Ghea dengan suara lembutnya sambil memegang tangan Axel yang mencengkram leher Max itu, Axel men
"AAAA VINAA...." teriak Mia dengan histeris, dia memeluk Vina berkali-kali karena senang Vina sudah kembali. Hari ini teman-teman Vina menjenguknya sepulang sekolah di rumah sakit dan Vyan sekalian."Aku baik-baik saja kenapa menangis begitu?" tanya Vina dengan heran.Keara tersenyum melihat mereka, dan dia membawakan camilan untuk mereka."Ini makan ya..bibi buat dari rumah tadi." ucap Keara."Makasih bibi..." ucap Aldo dengan semangat, dan mereka memakan kue buatan Keara itu."Wah bibi enak banget..." puji Rio."Makasih ya.." jawab Keara sambil tersenyum."Oh iya dimana paman Axel?" tanya Aldo dengan heran."Oh iya papanya Vina ganteng banget kok enggak ada." ucap Mia, dan dia langsung membungkam mulutnya dan tersenyum melihat Keara.Keara terkekeh melihat mereka."Papa mereka sedang kerja di kantor..maaf ya tidak bisa menemui kalian." ucap Keara."Yah padahal mau aku ajak basket." u
"Terimakasih sudah membimbing putraku. Dia tidak menyusahkan kan?" tanya Axel. Felix berdecih tersenyum, "Gila kau ya..kau kemana aja sih??" omelnya dengan kesal. "Banyak hal terjadi, itu nanti saja. Kalian kesini mencari papa kan..dia sudah kabur dengan Sharena dan semua anak buahnya aku sekap di dalam kamar..." jelas Axel. Vyan tidak peduli lagi dengan kakeknya itu, matanya masih terfokus ke pria yang sangat ia rindukan itu, dan air mata Vyan tidak bisa ditahan lagi untuk keluar. "Vyan, nanti akan papa jelaskan untuk saat ini kita fokus ke kakek." jelas Axel. Vyan mengepalkan tangannya dengan kesal, dia mau memukul papanya tapi Axel menahan tangannya itu. "Papa...kenapa papa selalu seperti ini?? papa selalu menghilang saat kita berdua butuh bahkan mama juga ikut menghilang...apa papa tahu Vina sangat terpuruk karena kalian meninggal..dia bahkan jarang keluar kamar dia selalu menangis setiap m
"Kau gila?" tanya Vyan dengan heran."Aku ingin menikah denganmu." jawab Hana.Semua orang sontak melihat mereka dengan terkejut, Vyan juga sangat syok mendengarnya, dia mungkin terbiasa di tembak cewek tapi untuk di lamar ini sangat perdana baginya.Vyan berdecih tersenyum melihat Hana dan dia mengakui keberanian Hana itu."Pergilah ke kelas! jam mu sudah mulai." ucap Vyan."Ditolak kah..." gumam Hana sambil menundukkan kepalanya dengan sedih.Vyan menatap Hana dengan senyuman tipis di bibirnya, lalu Vyan mengusap rambut Hana."Terimakasih..tapi untuk menikah saat ini sangat tidak mungkin...bukankah kita seharusnya berada di tahap pendekatan dulu?" tanya Vyan sambil tersenyum.Hana mendongak ke Vyan dengan terkejut, "A.a.apa maksudnya?" tanya Hana dengan heran."Hana...aku sudah tentangmu dari Aldo beberapa kali...hanya kau saja yang direstui oleh Aldo itu katanya. Sesekali aku sering melihatmu, kau su
"Papa..." lirih Vina dengan terkejut.Pria yang duduk di kursi itu berdiri dan menatap Vina dengan raut wajahnya yang senang."Vina?"Vina meneteskan air matanya mendengar nama dia disebut oleh pria itu.Pria itu berjalan pelan-pelan menuju ke Vina, dan pria itu mengusap wajah Vina dengan sedih."Ini benar Vina?" tanya pria itu.Vina menganggukkan kepalanya dan dia memeluk pria itu dengan erat."Papa...." lirihnya dengan senang.Barack menghela nafas melihat mereka, dia sudah terlambat ingin menghentikan Vina."Paman, maaf..." ucap Barack ke Axel itu.Axel tersenyum lalu dia melepaskan pelukannya dari Vina."Papa bagaimana papa bisa selamat? mama? mama bagaimana?" tanya Vina dengan cemas."Mama mu sedang dalam pemulihan, aku lebih cepat pulih dari obat itu karena ada penangkal racun ditubuhku. Tenang saja Keara sebentar lagi akan bangun." jawab Axel."Ini semua apa ma
Vyan berdiri jauh dari rumah kakeknya sampai malam hari, dia berjanji kepada Felix jika dia tidak akan menghancurkan rencananya, Vyan penasaran saja dengan kehidupan kakeknya di belakang dirinya itu.Jam 11 malam, Andre baru pulang dan dia turun dari mobil dengan Sharena. Vyan berdecak tersenyum, dia tidak terkejut lagi karena Sharena mengkhianatinya. Sharena memberitahu padanya jika kakeknya ada sangkut pautnya dengan semua ini tapi Vyan masih tidak mengerti dengan hal itu tapi ternyata Sharena sekarang dengan kakeknya itu."Wanita apa dia." gumam Vyan dengan kesal.Vyan memasang earphone yang menyambungkan alat sadapnya. Vyan kini mendengarkan semua pembicaraan mereka, tapi yang dia dengar hanyalah desahan Sharena."Cih!" gumam Vyan dengan kesal, lalu dia melepas earphonenya. Setelah beberapa menit dia memasangnya lagi."Aku capek jika terus mejadi pemuas nafsu saja." ucap Sharena."Aku tidak bisa menikahimu." jawab Andre.
"Vyan..." lirih Hana dengan terkejut."Kenapa disini? menyedihkan sekali!" ucap Vyan dengan nada ketusnya itu.Hana mengusap air matanya, dan dia segera berdiri dan berhadapan dengan Vyan."Ka.kamu bagaimana bisa tahu kalau....-""Aku kesini mau basketan!" sahut Vyan karena dia tidak mau Hana geer dengannya.Hana mengangguk dengan mengerti, dan Vyan memperhatikan pipi Hana yang memar itu tanpa dia tanya pun dia sudah yakin jika Hana pasti ditampar oleh Selena."Pergilah!" usir Vyan karena dia juga harus pergi dan memastikan jika Hana pergi dari tempat ini."I.iya." jawab Hana dengan pelan dia segera berjalan keluar karena tidak mau mengganggu Vyan, belum juga selangkah berjalan Vyan mendengar suara Selena dan beberapa anak yang berjalan ke arah ruangan ini, dan tanpa sadar Vyan langsung menggandeng tangan Hana lalu mengajaknya bersembunyi.Hana terkejut saat Vyan mendekapnya di balik troli berisi bola itu, Vyan
Felix berjalan menyusul Vyan dengan raut wajah tenangnya itu."Ini..ini apa maksudnya..." lirih Vyan dengan terkejut, di ruangan itu ada banyak sekali tumpukan uang, dan di rak itu ada beberapa emas batang."Ini milik siapa?" tanya Vyan dengan heran."Menurutmu...kau tidak bisa memikirkan sampai sini?" tanya Felix dengan kesal.Vyan hanya diam, karena dia benar-benar tidak mengerti kaitannya dengan semua ini."Tenangkan dirimu dan berpikirlah!" ucap Felix.Vyan hanya diam karena dia masih kebingungan dengan semua ini..Sedangkan itu, Sharena keluar dari apartemennya untuk pergi ke suatu tempat. Dia pergi sendirian tanpa mengajak asprinya.Dan ada seseorang yang mengikutinya dari tadi, tapi Sharena tidak tahu itu.Sharena sampai di rumah seseorang, dia masuk ke dalam dan orang yang mengikutinya itu hanya berdiri didepan rumah ini."Kenapa disini." gumamnya dengan heran..
Keesokan harinya!Ivan datang ke rumah mereka untuk membawakan sarapan yang ia beli, bahkan mereka berdua belum ada yang bangun. Ivan bisa bebas keluar masuk karena dia punya kunci cadangan rumah mereka ini. Ivan masuk ke kamar Vina dan dia masih tertidur lelap, Ivan mendekat ke gadis itu dan memperhatikannya dengan penuh rasa iba. Dia tidak menyangka jika kejadian buruk selalu menimpa gadis yang ia anggap sebagai putrinya sendiri itu.Axel...kedua kalinya kau melewatkan masa tumbuh mereka, masa remaja mereka sudah usai dan dipenuhi tangis tentu saja masih terjadi sampai detik ini, dan mereka sudah berumur 20 tahun, mereka bukan anak-anak lagi...harusnya kau yang disini untuk melihat mereka.- batin Ivan.Ivan mengusap air matanya, lalu dia mengusap rambut Vina dengan lembut."Paman?" tanya Vina dengan setengah sadar."Ah maaf..tapi memang paman sengaja mau membangunkanmu..ayo bangun sudah pagi.." ucap Ivan sambil tersenyum."Itu
Vyan sedang berlatih boxing sendirian di rumah, dia merebahkan tubuhnya di lantai karena penat dan lelah."Nih!" ucap Aldo sambil membawakan minuman yang ia buat, Aldo memang sedang main dirumah Vyan."Kau buat makan malam apa?" tanya Vyan, karena Aldo bilang jika dia akan memasak untuk mereka berdua itu, Aldo benar-benar sudah dianggap seperti keluarga sendiri dirumah ini bahkan Vina pun sudah tidak heran lagi jika Aldo melakukan apapun dirumah ini."Vina bilang mau dibuatin sup..aku sudah memasak ayo makan bareng!" ajak Aldo.Vyan tersenyum, "Dia tidak pernah request padaku...bisa-bisanya dia request denganmu." ucap Vyan dengan heran."Karena masakanmu tidak enak." canda Aldo lalu dia beranjak dari tempat duduknya dan segera memanggil Vina untuk makan malam bersama.Vyan tersenyum kecil.Setelah Vyan mandi dia segera bergabung dengan mereka berdua di meja makan. Vyan melihat Vina yang makan dengan lahab, dia senang mel
Keesokan harinya!Vyan dan Felix berada di depan rumah Andre, mereka melihat Andre yang pergi keluar dengan asprinya itu."Aku akan mengambil dokumen warisan itu, paman cukup disini saja. Jika mereka tahu paman ikut nanti mereka akan bilang kakek." ucap Vyan.Felix hanya mengangguk lalu Vyan segera masuk ke dalam rumah kakeknya itu. Vyan pura-pura bertamu dan mencari kakeknya, dia bersikap biasa saja disana agar tidak ada yang mencurigainya.Dan Vyan masuk ke dalam ruangan kakeknya untuk mencari dokumen yang ia incar itu, disaat dia sibuk menggeledah, Vyan menemukan foto Andre dengan seorang remaja, Vyan tidak yakin itu papanya karena wajahnya sangat berbeda, dan dia juga tidak yakin jika ini adalah adik papanya yaitu Dito. Wajah anak yang berfoto itu tidak mirip dengan kakeknya itu."Siapa ini..." gumam Vyan dengan heran. Vyan memfoto foto itu dari hpnya karena dia masih penasaran dengan remaja di samping kakeknya itu, Vyan menaruh foto