Share

Nafkah Dari Beni

Bab 4

"Najwa..!"

terdengar seperti suara teriakan Ibu mertuaku menggema di dalam rumah. Aku yang baru saja usai menata kembali barang yang di curi Mbak Husna ke dalam kulkas.

Ibu dan Mbak Husana muncul masuk ke dapur.

"Eh Najwa! Kenapa kamu mencuri di rumahku!" cecar Mbak Husna berkacak pinggang.

"Apa maksud Mbak!" sahutku berdiri dan balas menatapnya tak takut sama sekali dengan ipar munafik seperti dia.

Mbak Husna berjalan menuju kulkas milikku dan membuka nya.

"Benar kan Bu, di ambil oleh Najwa!" tunjuk Mbak Husna dan ingin kembali mengambil kembali.

Aku mendekat dengan cepat menutup pintu kulkas.

"Sadar diri dong Mbak! Kamu yang mencuri, isi kulkasku." ujarku dengan dada yang bergemuruh menahan emosi. Sungguh tidak tahu diri.

"Beni yang memberikannya padaku dan sudah ku ambil, sekarang menjadi hakku! Lagian yang belanja pakai uang Beni bukan kamu!" jawab Mbak Husna bagiku sangat lancang.

"Mas Beni tak pernah sepersen pun mengeluarkan uang untuk membeli kebutuhan ini. Jadi semua yang ada di rumah ini adalah milikku, aku yang belanja bukan mas Beni, camkan itu!" ujarku.

"Udahlah Najwa, nggak usah bohong kamu itu! Kamu kan tetap dikasih nafkah sama Beni, pasti urusan kebutuhan rumah tangga pakai uang dia kan, berikan pada Husna!" perintah Ibu.

"Arka sedang tidak bekerja. Teganya kamu mengambil barang milik mereka, sedangkan kamu itu mampu untuk membeli sendiri. Beni bilang kemarin habis gajian kamu di kasih uang untuk belanja, masih mengelak!" cecar Ibu.

Ya ampun Ibu mertuaku ini, masih saja menyudutkan diriku. Padahal dia tahu sendiri jika aku hanya di beri 200 ribu oleh Mas Beni. Mana cukup, apalagi untuk ukuran rumah kami yang cukup mewah ini. Pasti kebutuhan lebih banyak.

"Wajar Beni memberi untuk keponakannya!" cibir Mbak Husna. Mereka memang tidak tahu diri, rasanya aku ingin menjerit menghadapinya. Tapi harus tetap tahan emosi, jangan sampai aku membanting semua yang ada di dapur.

Mas Beni datang dan memandang kami secara bergantian. "Kalian ribut kenapa?" tanya Mas Beni.

"Lihat Mbak Husna dan Ibumu mau ambil isi kulkas lagi! Udah mencuri malah ngeyel!" ujarku kesal.

"Maaf ya Mbak, tapi memang isi kulkas itu semua Najwa yang belanja pakai uangnya sendiri!" jelas Mas Beni.

Aku menatap Mbak Husna, ia justru melengos.

"Walaupun beli pakai uang sendiri, toh yang istri juga uang suami, bukan? Kalian itu kan suami, istri. Lagian sama saudara sendiri pelit banget, pakai ngambil ke rumah Mbakmu loh dia, gak punya malu si Najwa ini!" cerca Ibu membicarakanku.

"Ibu salah, uang suami itu juga uang istri, uang istri bukan uang suami, begitu Bu, paham?" sahutku.

"Eh, kamu gak usah ngajarin Ibu, ya!" Ibu membentak dan menunjukku.

"Yaudah Ben, sini kasih Mbak uang aja! Buat belanja nih!" pinta Mbak Husna yang justru meminta uang pada Mas Beni.

Mas Beni sekilas melirikku kemudian merogoh kantong celananya. Dia mengeluarkan dompet, mata Mbak Husna berbinar melihat lembaran biru yang di keluarkan suamiku. Kuhitung mungkin ada 10 lembar.

Belum juga Mas Beni menyerahkannya, Mbak Husna dengan cepat menyahut uang dari tangan Mas Beni. Dasar wanita mata duitan tapi suka minta.

"Kalau mau duit tu kerja, jangan minta uang ke laki orang!" sindirku kemudian berlalu keluar dari dapur. Rasanya kesal melihat kelakuan mereka.

"Jaga mulutmu, Najwa...!" teriak Ibu yang masih bisa kudengar karena sangat keras.

Tak berapa lama Mbak Husna dan Ibu melewatiku yang sedang duduk di sofa, ruang tengah. Mereka jelas sekali memasang raut wajah sinis, aku hanya memutar bola mata malas sambil melihat ponsel.

Malam harinya Ibu dan Sania yang giliran datang, aku mengintip mereka yang berada di ruang tamu.

"Bonusmu udah masuk ke rekening belum?" tanya Ibu pada Mas Beni.

"Udah Bu," jawab Mas Beni tersenyum.

Bonus apa? Aku kembali mendengarkan.

"Berapa, Mas?" tanya Sania.

"80 juta!" jawab Mas Beni sambil mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan nya pada Ibu dan adiknya, mungkin nominal uang.

"Mas, aku minta dong!" rengek Sania antusias.

"Berapa, tapi jangan banyak ya. Takutnya Najwa gak mau kasih Mas uang lagi, jadi harus pakai uang sendiri untuk rencana itu!" tutur Mas Beni.

Mungkin acaranya untuk melamar Delia. Jadi dia sudah punya opsi kedua, menggunakan uang sendiri.

"sepuluh juta aja, Mas!" pinta Sania.

"Ibi juga sepuluh juta!" timpal Ibu.

"Oke, aku kirimin dua puluhjuta ya!" Mas Beni langsung menyanggupi permintaan mereka.

"Tapi nanti dulu Bu, aku kebelet nih!" Mas Beni memegangi perutnya, sepertinya mau ke toilet.

"Mas kasih tahu aja PIN M-bangking dan pasword HPmu. Biar aku transfer sendiri! Yang kemarin agak lupa." ujar Sania.

Kemudian Mas Beni menyebutkan angka-angka PIN m-banking miliknya beserta pasword hp. Aku mendengar dengan jelas, gegas aku mengetik nya pada note HP agar tidak lupa.

Aku bergegas menuju depan rumah tanpa di ketahui mereka, mungkin Ibu dan Sania masih sibuk menekan angka dengan teliti. Kumatikan skalar listrik sekejap lampu menjadi padam.

Sania dan Ibu tampaknya berjalan kearah luar, aku yang gantian masuk ke rumah lewat pintu samping. Seperti nya mereka merasa heran, lampu di rumah tetangga menyala sedangkan di sini padam.

Aku berjalan dengan hati-hati menuju ruang tamu, hanya menggunakan cahaya senter HP. Ternyata ponsel Mas Beni ada di atas meja, aku mengambilnya dan membawa ke kamar.

Setelah tiba di kamar, aku membuka ponsel Mas Beni, tujuan utama aplikasi M-banking. Tertera saldo sebanyak 150 juta, banyak juga uangnya. Dia bilang hanya gaji 5 juta saja. Oiya tadi katanya abis dapat bonus.

Tanpa pikir panjang, aku mengirim 100 juta pada rekeningku. Karena limit nya hanya 100 juta perhari. Lumayan lah dari pada tidak kebagian. Anggap saja ini uang nafkah yang selama ini di tahan oleh Mas Beni.

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Isabella
keren sekali Najwa. kalau bisa tinggalkan 500 ribu aja
goodnovel comment avatar
Nuniee
Good job Najwa...sekarang mah lawan aja jgn pake takut..
goodnovel comment avatar
Habibi Zulkarnain Amir
aku deg-degan baca'a, takut ketauan gitu, padahal kan cuma bacaan tapi kok bisa ngaruh banget k aku'a
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status