Matahari kembali terbit. Begitu juga dengan senyuman Rey. Semalaman mereka berdua tidur di atas tikar di lantai tiga.
Rey membuka matanya dengan perlahan. Ketika dia hendak menarik tangan kanannya, ia menghentikannya, karena Naina tidur berbantal tangan Rey.
Dia tersenyum manis menatap Naina. Secara perlahan dia menarik tangannya. Akan tetapi, hal itu membuat Naina terbangun dari tidurnya.
"Aduh, pegel banget," lirih Rey sembari memijat tangannya yang dijadikan bantal oleh Naina.
Mereka berdua tidur di larut malam. Keduanya tampak sangat menikmati suasana di malam itu.
Naina duduk dan menggosok kedua matanya. Rambutnya terlihat
Naina dan Rey sarapan di ruang makan bersama. Semua pelayan berbisik dari kejauhan mengamati Rey dan Naina yang tampak mesra."Sejak semalam Tuan Rey tidak terlihat. Apa hubungan Nyonya dengan supirnya itu?" ucap Sinta penasaran berdiri mengamati mereka dari kejauhan."Semalam aku membantunya membawa Tuan ke dalam gudang," ujar sang pelayan yang membantu Rey malam itu.Kedua mata Sinta melebar. Dia menoleh menatap pelayan pria itu alias Reza dengan sinis."Kamu pengkhianat?" Sinta menutup mulutnya dengan tangan.Reza memutar kedua bola matanya dan menepuk pelan pundak Sinta. "Tutup mulutmu! Bibi Sri yang menyuruhku."******Tak lama setelah Rey dan Naina selesai dengan sarapannya. Wartawan dan Polisi datang secara bersamaan."Tutup gerbangnya! Jangan biarkan Wartawan itu masuk!" perintah David kepada satpam. Satpam itu mengangguk dan berusaha membubarkan para Wartawan yang jumlahnya cukup banyak.&n
Malam hari ini terasa sangat dingin dan sunyi. David duduk melamun di atas kasur menatap foto Rey, Naina, dan dirinya di dalam benda pipih siang tadi di Rumah Rey.Dia merasa lega, akhirnya kedua sahabatnya bisa bersatu kembali dan ceria.David mengelus lehernya. Dia merasa sangat haus. David beranjak dari kasur dan pergi keluar kamar untuk mengambil satu botol air putih ke dalam kamarnya.Dia menatap jam di kamarnya yang menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas menit.David berjalan santai menuruni anak tangga satu persatu. Dia menghentikan langkahnya, ketika mendengar suaranya di panggil."David!" panggil Papanya.Wajah David berubah menjadi merah, ketika mendengar namanya dipanggil. Dia menunggu orangtuanya itu datang menghampirinya."Apa yang terjadi di Rumah Rey? Berita ini menyebar dengan cepat."David memutar kedua bola matanya. "Apa pentingnya bagimu?" dia berdiri tidak tegap
Rey mencoba mengatur napasnya di dalam mobil sebelum turun. Dia membenarkan dasi dan kerah bajunya. "Huft."Rey mengaca di kaca mobil dan merapikan rambutnya yang sedari tadi masih rapi. "Perfect," kata Rey.Dia turun dari mobil dan berjalan dengan sedikit gugup memasuki kantornya. Semua orang menatapnya bingung.Seorang satpam membukakan pintu untuknya sambil tersenyum. "Selamat pagi, Pak," sapa satpam itu sedikit membungkuk."Pagi," jawab Rey.Semua orang yang melihatnya langsung berbisik."Itu katanya Pak Rey, ya?" bisik salah seorang pegawai wanita dengan dress hitamnya."Iya, tapi wajahnya berbeda. Jauh lebih tampan," balas teman pegawai wanita tadi. Matanya memandangi Rey penuh kekaguman. Temannya menyikut perutnya."Hei! Dia sudah beristri. Ingat!" gumam wanita berdress hitam.Rey melirik ke kanan dan kiri. Dia merasa sangat tidak nyaman, lantaran dirinya sadar, bahw
"Selamat pagi." Rey menyapa Naina yang sedang duduk di ruang makan menyantap sarapannya. Rey duduk di sampingnya dan mengelus kepalanya sembari tersenyum lebar."Pagi," jawab Naina singkat."Ada apa ini? Kamu marah sama aku?""Nggak. Siapa yang marah?""Udah. Aku tahu itu." Rey mengambil kartu kredit yang ada di saku jasnya. Dia memberikannya kepada Naina. "Ambilah, belanja sepuasmu." Rey meletakkan kartu itu di samping piring Naina.Naina melirik kartu itu dan menahan tawanya. Dia tidak marah kepada Rey. Dia hanya ingin sedikit mengganggunya. Naina mengambil kartu itu dan memasukkannya ke dalam kantong celananya. "Terima kasih." Naina ter
David sampai di Rumah Sakit. Dia segera turun dari mobil dan berlari masuk ke dalam Rumah Sakit.Dia berlari menuju IGD. Di sana hanya ada tiga orang polisi yang salah satunya adalah teman David."David!" panggil polisi yang menjadi teman David itu. Panggil saja Guntur.David melambaikan tangan dari kejauhan.Akhirnya, mereka berdua saling berdekatan. David berdiri di depan pintu IGD dan jatuh ke lantai sambil menangis dan gemetar."Berdirilah David!" perintah Guntur dan membantu David untuk berdiri.David mencari-cari keberadaan Rey. Batang hidungnya belum terli
"Penyesalanku saat ini adalah tidak bisa melihat kedua matamu untuk terakhir kalinya," batin David sebelum melakukan operasi.Dia tersenyum menatap foto Naina di dalam ponselnya.David menatap langit-langit Rumah Sakit. "Ma, David akan datang menyusulmu. Kita akan bersama-sama."***Rey duduk mematung di samping David yang sudah tidak bernyawa. Dia merasa sangat kesal dan marah kepada dirinya sendiri. Dia berdiri melangkah mendekati dokter yang melakukan operasi."Kenapa kamu membiarkannya melakukan hal itu? Kenapa kamu tidak bertanya terlebih dahulu kepadaku untuk mengambil keputusan besar itu?!" Rey kembali jatuh ke lantai sambil menangis. "Seharusnya aku yang ada di sana. Bukan dia!" Rey menunjuk David."Kamu konyol David! Kamu bodoh!" Rey mengacak-acak rambutnya. Dia melangkah mendekati David lagi. "Bagaimana dengan rencana-rencana kita? Apakah kamu melupakan itu? Kamu udah janji bakal bantuin aku buat nyari siapa penye
Satu bulan telah berlalu sejak kepergian David. Rey harus tetap maju menjalani hidupnya. Dalam waktu itu, dia berhasil menjunjung perusahaannya kembali di tempat yang tepat.Namun, melupakan apa yang telah terjadi, tentunya itu semua sangat sulit bagi Rey. Terkadang dia menangis sendirian di ruang kerjanya mengingat David. Tak ada lagi orang yang bisa ia ganggu. Tak ada lagi orang yang selalu memarahi dan menegurnya bila salah. Tak ada lagi teman yang cerewet mengomentari dirinya.Semuanya seperti mimpi buruk bagi Rey. Ya, tentu saja dia akan berharap seperti itu dan akan segera sadar dari mimpi ini.Semenjak kepergian David, hubungan Rey dan Naina pun terasa tidak manis seperti dulu. Mereka berdua sering berdiam diri.Naina merasa sangat syok mendengar berita itu. Dia langsung menangis dan hampir ingin mengakhiri hidupnya. Naina berpikir ini semua tidak adil. David sudah banyak berkorban dan membantu Naina sejak dulu.
Naina duduk di sofa yang ada di dalam kamarnya. Dia memandangi buku diary yang sedang ia pegang dengan mata yang berbinar.Wajahnya terlihat sangat senang mendapati benda itu."Untuk apa David memberikan ini untukku?"Naina mulai membuka buku itu. Dia membaca halaman pertama.'Ini semua adalah kisahku. Kisah abu-abu, hitam, dan putihku.'Naina membuka lembaran selanjutnya. Kini bagian itu menceritakan tentang masa kecilnya.'Aku tidak tahu apa yang salah denganku. Aku cuma ingin cinta. Semua orang terlalu sibuk. Mereka semua percaya, bahwa aku berkecukupan. Namun, mereka lupa memberikan satu hal, yaitu, cinta. Hanya Mama yang bisa memberiku cinta, walau itu tidak banyak. Namun, hal itu sangat berarti.'Naina meraba halaman buku itu yang di sana terdapat gambar sebuah gambar keluarga kecil David.Naina tak tahan lagi membendung air matanya membaca semua kisah masa kecil David. Satu buliran bening ja