David sampai di Rumah Sakit. Dia segera turun dari mobil dan berlari masuk ke dalam Rumah Sakit.
Dia berlari menuju IGD. Di sana hanya ada tiga orang polisi yang salah satunya adalah teman David.
"David!" panggil polisi yang menjadi teman David itu. Panggil saja Guntur.
David melambaikan tangan dari kejauhan.
Akhirnya, mereka berdua saling berdekatan. David berdiri di depan pintu IGD dan jatuh ke lantai sambil menangis dan gemetar.
"Berdirilah David!" perintah Guntur dan membantu David untuk berdiri.
David mencari-cari keberadaan Rey. Batang hidungnya belum terli
"Penyesalanku saat ini adalah tidak bisa melihat kedua matamu untuk terakhir kalinya," batin David sebelum melakukan operasi.Dia tersenyum menatap foto Naina di dalam ponselnya.David menatap langit-langit Rumah Sakit. "Ma, David akan datang menyusulmu. Kita akan bersama-sama."***Rey duduk mematung di samping David yang sudah tidak bernyawa. Dia merasa sangat kesal dan marah kepada dirinya sendiri. Dia berdiri melangkah mendekati dokter yang melakukan operasi."Kenapa kamu membiarkannya melakukan hal itu? Kenapa kamu tidak bertanya terlebih dahulu kepadaku untuk mengambil keputusan besar itu?!" Rey kembali jatuh ke lantai sambil menangis. "Seharusnya aku yang ada di sana. Bukan dia!" Rey menunjuk David."Kamu konyol David! Kamu bodoh!" Rey mengacak-acak rambutnya. Dia melangkah mendekati David lagi. "Bagaimana dengan rencana-rencana kita? Apakah kamu melupakan itu? Kamu udah janji bakal bantuin aku buat nyari siapa penye
Satu bulan telah berlalu sejak kepergian David. Rey harus tetap maju menjalani hidupnya. Dalam waktu itu, dia berhasil menjunjung perusahaannya kembali di tempat yang tepat.Namun, melupakan apa yang telah terjadi, tentunya itu semua sangat sulit bagi Rey. Terkadang dia menangis sendirian di ruang kerjanya mengingat David. Tak ada lagi orang yang bisa ia ganggu. Tak ada lagi orang yang selalu memarahi dan menegurnya bila salah. Tak ada lagi teman yang cerewet mengomentari dirinya.Semuanya seperti mimpi buruk bagi Rey. Ya, tentu saja dia akan berharap seperti itu dan akan segera sadar dari mimpi ini.Semenjak kepergian David, hubungan Rey dan Naina pun terasa tidak manis seperti dulu. Mereka berdua sering berdiam diri.Naina merasa sangat syok mendengar berita itu. Dia langsung menangis dan hampir ingin mengakhiri hidupnya. Naina berpikir ini semua tidak adil. David sudah banyak berkorban dan membantu Naina sejak dulu.
Naina duduk di sofa yang ada di dalam kamarnya. Dia memandangi buku diary yang sedang ia pegang dengan mata yang berbinar.Wajahnya terlihat sangat senang mendapati benda itu."Untuk apa David memberikan ini untukku?"Naina mulai membuka buku itu. Dia membaca halaman pertama.'Ini semua adalah kisahku. Kisah abu-abu, hitam, dan putihku.'Naina membuka lembaran selanjutnya. Kini bagian itu menceritakan tentang masa kecilnya.'Aku tidak tahu apa yang salah denganku. Aku cuma ingin cinta. Semua orang terlalu sibuk. Mereka semua percaya, bahwa aku berkecukupan. Namun, mereka lupa memberikan satu hal, yaitu, cinta. Hanya Mama yang bisa memberiku cinta, walau itu tidak banyak. Namun, hal itu sangat berarti.'Naina meraba halaman buku itu yang di sana terdapat gambar sebuah gambar keluarga kecil David.Naina tak tahan lagi membendung air matanya membaca semua kisah masa kecil David. Satu buliran bening ja
Naina tidur lebih dahulu tanpa menunggu Rey pulang. Dia juga menyembunyikan diary David di bawah kasurnya. Dia tidak mau Rey merasa bersalah juga sama seperti dirinya.Naina tidak mau Rey merasa telah merebutnya dari David.Rey pun pulang. Dia membuka pintu sambil membawa sekotak cokelat."Tebak aku bawa apa?!" Rey berkacak pinggang melihat Naina yang sudah tidur. "Sudahlah, aku tidak tega untuk membangunkannya."Rey mengganti pakaiannya dan duduk di kasur. Rey mengecup dahi Naina dan mengusap kepalanya.***Sella terus saja mengganggu Bara dengan tawarannya yang sangat tidak menarik bagi Bara. Bara merasa sangat terganggu akan hal itu.Hingga pada akhirnya, dia muak dengan semua tingkah Sella. Dia memerintahkan Naina untuk menjaga Joy.Saat ini Bara sedang menutup telinga dengan tangannya. Dia merasa enggan mendengar segala ucapan Sella. "Bla bla bla bla bla," lirih Bara."Bagaimana?" tanya
Naina keluar dari kamar mandi dengan selembar handuk menutupi tubuhnya. Rey terbangun dan melihat Naina yang sedang keluar dari kamar mandi.Naina berjinjit hendak mengambil baju di lemarinya. Tiba-tiba saja, Rey memeluknya dari belakang dalam kondisi setengah sadar.Naina berbalik badan melepaskan Rey yang sedang memeluk pinggangnya itu. Tanpa Naina duga, Rey menyambar bibir merah Naina begitu saja. Naina pun membalasnya.Naina membulatkan kedua matanya menyadari hari masih pagi. Dia mendorong Rey pelan."Masih pagi Rey."Rey menggosok matanya dan memegang bibirnya yang basah. "Nggak apa-apa kali. Ini hari minggu." Rey mengerucutkan bibir
Semalaman Naina dan Rey tidak tidur. Entah mengapa keduanya sama-sama memiliki perasaan yang sama. Keduanya saling merasa tidak enak satu sama lain.Pagi ini, Rey ingin rehat sejenak. Dia menyuruh sekretarisnya untuk mengatur jadwalnya. Hari ini Rey berniat untuk menghabiskan waktu bersama Naina. Akan tetapi, Sella merusak semuanya.Rey benar-benar aneh. Mengapa dia harus menceritakan hal yang akan dia lakukan hari ini bersama Naina? Tentu saja Sella tidak akan suka dan membiarkan hal tersebut terjadi.Secara terang-terangan dan tanpa keraguan dalam diri Sella, ia langsung mengucapkan apa yang seharusnya dia ucapkan dari kemarin sekali lagi.Sella menghampiri Naina dan Rey yang tengah sarapan di kantin Rumah Sakit. Kantin itu masih sepi di jam segini. Ya, ini masih sangat pagi.Dia duduk di samping Rey tanpa ragu. "Bagaimana Rey?"Rey menelan makanannya dan meletakkan sendok. "Baiklah. Lebih baik kamu tinggal di rumah
Kali ini Bara pulang larut malam. Hari ini Bara merasa benar-benar kacau. Bahkan, dia pulang ke rumah dalam keadaan mabuk.Bara berjalan menuju kamar dengan tubuh sempoyongan. Dia berusaha agar berjalan dengan benar. Hampir saja dia terjatuh dari tangga, karena dia dalam kondisi seperti itu. Tiba-tiba saja, ada seseorang yang menahannya. Dia adalah Rey. Ya, ini tidak salah."Hati-hati, Kak!"Bara menepis tangan Rey dan kembali berjalan menuju kamarnya. "Berhenti di sana. Aku bisa sendiri.""Kak, aku mau ngomong sesuatu."Bara berbalik badan menatap Rey. "Apa?"Setelah Rey pikir-pikir, sepertinya ini bukan saat yang tepat untuk membicarakan hal ini kepada Bara. Akhirnya, Rey mengurungkan niat untuk membicarakan hal tersebut."Tidak ada, Kak."Bara membuang muka dan kembali berjalan menuju kamarnya.Rey terus menatap Bara yang membelakanginya dan perlahan menjauh darinya.Bara menari-na
Bara membuka matanya. Ia merasa terbangun dari tidur yang sangat panjang dan melelahkan. Tubuhnya terasa sedikit pegal.Bara menguap dan membuka gorden kamar. Cahaya matahari masuk menyilaui matanya hingga membuat kedua matanya menyipit.Bara kembali ke tempat tidurnya. Rasanya hari ini dia sedang tidak ingin melakukan apapun. Dia hanya ingin tenang dan tidak diganggu. Baru kali ini dia sangat tidak bersemangat bekerja. Entah apa yang terjadi kepada dirinya. Tiba-tiba saja dirinya berubah cukup drastis.Dia merangkak mengambil ponselnya yang ada di samping bantal. Bara mengirimkan pesan kepada sekretarisnya untuk mengatur jadwalnya hari ini.Bara: Hari ini saya tidak masuk. Tolong atur semua jadwal sebaik mungkin. Jika Pak Raditya menanyakan tentang saya, bilang saja saya sedang ada urusan di luar kota.Bara melempar ponselnya di kasur dan kembali tidur."Apa yang terjadi denganku semalam?" lirih Bara deng