Rey menunduk sambil menahan tawa. Mereka berdua sangat suka saling menggoda satu sama lain. Padahal saat ini mereka sedang dalam masalah. Tetapi, lihatlah. Mereka terlihat begitu santai.
"Awas kamu, Rey!" batin Naina masih mendelik.
Naina berdiri dan merapikan kursi yang ia duduki tadi. Matanya terus menatap Rey dengan tajam.
Alex mendongak menatap Naina dan berkata, " Makananmu belum habis. Ada apa?"
"Aku udah kenyang. Aku mau tidur," ujar Naina mengelus-elus perutnya yang sudah dipenuhi oleh aneka ragam makanan.
"Ya udah. Yuk, aku antar ke kamar," ucap Alex. Dia berdiri dan hendak merangkul pinggang Naina yang ramping. Namun, Naina menggeser posisinya saat itu supaya tidak dirangkul. Dia merasa geli, jika harus dirangkul oleh Alex.
Alex meluruskan tangannya di samping. Dia merasa Naina sepertinya tidak nyaman bersamanya. Lantas, dia pun merasa sedih dan kecewa.
"Oke, memang aku yang salah. Baiklah
Melihat kotak nasi berwarna hijau itu, Sella teringat akan sesuatu. Dia duduk di kantin dan kembali mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu.Pada saat itu, Rey masih dalam kondisi amnesia. Sella adalah perawat yang selalu menjaga dan merawat Rey semasa itu.Hampir setiap hari, Sella selalu pergi berkunjung ke rumah Pak Tua tempat di mana Rey singgah kala itu. Jarak Rumah Sella dari Rumah Pak Tua itu cukup dekat, hanya berjarak enam rumah saja.Hubungan keduanya berjalan dengan sangat baik dan mereka bersahabat. Sella juga sering bercerita tentang hari-harinya kepada Rey. Seperti, bagaimana perasaan dia, apa yang dia lakukan dan masih banyak lagi. Menurut Rey juga, Sella adalah sosok wanita yang sangat baik. Cara bicaranya pun terdengar lembut dan santun.Rey sangat mengagumi Sella, karena kecerdasan dan kebaikannya. Meskipun Rey dalam kondisi amnesia, kenakalannya tidak hilang begitu saja. Dia sangat suka mengganggu Sella dan t
Rey terlihat senang melihat Naina yang tenggelam dalam api cemburu. Matanya terlihat menyala-nyala dan tangannya mengepal. "Oke, kalau gitu nggak jadi. Terima kasih, Sella. Selamat bekerja," ucap Rey kepada Sella. Sella pun mengangguk dan masuk ke dalam ruangan Joy. Tiba-tiba, Rey teringat akan sesuatu. Kemudian, dia pun duduk di sebelah Naina menatapnya serius. "Na, aku sama David punya rencana," lirih Rey. Naina menatap Rey bingung. Suaranya terdengar begitu pelan, sehingga tak sampai di telinga Naina. Hal itu membuat Naina meminta Rey untuk mengulang katanya dengan lebih keras. "Hah? Besarin suaranya!" perintah Naina. Rey memutar kedua bola matanya. Kemudian, Rey mencondongkan tubuhnya ke depan Naina. Naina pun memundurkan kepalanya merasa tidak nyaman. "Terlalu dekat Rey, " kata Naina. "Ih! Jadi ..." lalu, Rey berbisik di telinga Naina. "Boleh juga. Kapan?" tanya Nai
Naina merasa kesal, lantaran Rey menipunya soal rencananya bersama David di Rumah Sakit tadi. Jika saja dia tau rencana konyolnya ini, dia pasti enggan menyetujuinya dan tidak berjanji kepada David serta Rey. Pantas saja David dan Rey saling bertatapan dan tersenyum ketika Naima menyetujui sebuah rencana itu dan berjanji kepada mereka."Jika saja aku tahu. Aku pasti akan berteriak 'tidak'," gerutu Naina sambil berjalan menuju kamarnya. Sesekali dia menghentakan kakinya merasa gemas. Rey yang melihat itu hanya bisa menahan tawanya.Akhirnya, Rey dan Naina sampai di depan pintu kamar."Kamu hanya harus membuat Alex mabuk dan mengucapkan hal yang sebenarnya. Bukan untuk yang lain," bisik Rey. Kemudian, dia merapikan rambut Naina. "Hati-hati. Jangan sampai ketahuan dia kalau kamu pakai perekam suara." Rey mengecup dahi Naina dan pergi meninggalkannya di depan pintu.Naina menarik napas dalam-dalam dan menghembus
Naina menoleh dan melihat Alex yang melangkah mendekatinya. Dia merasa semakin takut, lantaran melihat raut wajah Alex yang terlihat ingin menelan dan membawa Naina ke tempat dan ke arah yang tidak semestinya.Naina memundurkan tubuhnya hingga terpentok di ujung kursi.Alex meletakkan botol dan gelasnya di atas meja. Kemudian, dia duduk di pinggiran kursi yang sedang diduduki Naina. "Hei, ada apa?" tanya Alex sambil tersenyum.Naina menelan ludah merasa gundah. Dia menunduk tidak berani menatap Alex.Alex mengangkat dagu Naina. "Ada apa?" tanya Alex.Naina menggelengkan kepala. "Nggak apa-apa," jawabnya dengan cepat. Napas Naina semakin tidak beraturan. Tubuhnya semakin terasa panas dan gemetar. Keringatnya terus bercucuran. Dia terus meremas ujung bawah bajunya dengan kuat.Alex tersenyum nakal. Dia kembali menuangkan isi botol itu ke dalam gelas dan meminumnya dengan cepat. Alex mendongakkan kepala serta
Alex berjongkok di samping Naina dan menarik kerah bajunya. Naina menepis tangan Alex dengan kasar dan menamparnya. Naina mundur secara perlahan. Alex terus mendekatinya. Tak ingin dirinya disentuh oleh Alex sedikitpun, dia segera berdiri dan berlari ke pintu.Naina berusaha untuk membuka pintu itu. Namun sayang, pintu kamar sudah dikunci oleh Alex. Naina berbalik badan menatap Alex. Dia menelan ludah.Alex berbalik badan dan tersenyum jahat menatap Naina. Dia menatap Naina dari ujung rambut sampai ujung kaki. Keringat terus bercucuran di tubuh Naina. Napasnya tersengal-sengal. Dia begitu ketakutan melihat Alex yang terlihat begitu mengerikan.Alex berdiri dan melangkah perlahan mendekati Naina.
Alex bangkit dari posisi tubuh yang awalnya tengkurap di lantai. Melihat pemandangan itu, Alex mencoba mendekati mereka berdua.Alex menghentikan langkahnya dan bertepuk tangan, sambil berusaha berdiri dengan tegap.Mendengar suara tepukan tangan itu, Rey dan Naina saling melepaskan pelukan dan menatap Alex. Naina langsung bersembunyi di balik tubuh Rey dengan tubuh yang gemetar."Rey ..." lirih Naina."Tenang," bisik Rey."Lihat ini. Sang supir dengan sang majikan. Sudah kuduga pasti kalian bermain gelap di belakangku," kata Alex. Kemudian, dia berlutut. "Apakah mencintaimu tanpa batas itu tidak cukup?" tanya Alex memiringkan kepala
Matahari kembali terbit. Begitu juga dengan senyuman Rey. Semalaman mereka berdua tidur di atas tikar di lantai tiga.Rey membuka matanya dengan perlahan. Ketika dia hendak menarik tangan kanannya, ia menghentikannya, karena Naina tidur berbantal tangan Rey.Dia tersenyum manis menatap Naina. Secara perlahan dia menarik tangannya. Akan tetapi, hal itu membuat Naina terbangun dari tidurnya."Aduh, pegel banget," lirih Rey sembari memijat tangannya yang dijadikan bantal oleh Naina.Mereka berdua tidur di larut malam. Keduanya tampak sangat menikmati suasana di malam itu.Naina duduk dan menggosok kedua matanya. Rambutnya terlihat
Naina dan Rey sarapan di ruang makan bersama. Semua pelayan berbisik dari kejauhan mengamati Rey dan Naina yang tampak mesra."Sejak semalam Tuan Rey tidak terlihat. Apa hubungan Nyonya dengan supirnya itu?" ucap Sinta penasaran berdiri mengamati mereka dari kejauhan."Semalam aku membantunya membawa Tuan ke dalam gudang," ujar sang pelayan yang membantu Rey malam itu.Kedua mata Sinta melebar. Dia menoleh menatap pelayan pria itu alias Reza dengan sinis."Kamu pengkhianat?" Sinta menutup mulutnya dengan tangan.Reza memutar kedua bola matanya dan menepuk pelan pundak Sinta. "Tutup mulutmu! Bibi Sri yang menyuruhku."******Tak lama setelah Rey dan Naina selesai dengan sarapannya. Wartawan dan Polisi datang secara bersamaan."Tutup gerbangnya! Jangan biarkan Wartawan itu masuk!" perintah David kepada satpam. Satpam itu mengangguk dan berusaha membubarkan para Wartawan yang jumlahnya cukup banyak.&n