Keesokan paginya, hari-hari berjalan seperti biasa bagi Alex. Tak ada yang spesial dan tak ada yang aneh. Dia sangat kesal, lantaran Naina tidak mau ikut pulang bersamanya kembali ke rumah. Selain itu, dia juga merasa dongkol, karena Naina yang tak mau sekamar dan selalu dekat-dekat dengan supirnya itu, alias Rey.
Alex memijat kepalanya dengan pelan. Dia duduk di kursi ruang kerjanya dengan rileks. Tak lama kemudian, Alex mendengar ada suara gaduh. Alex menyatukan alisnya.
"Duh ... Bisa nggak, sih. Sehari ... Aja hidupku tenang," kesal Alex.
Tiba-tiba seorang banci bertubuh tinggi masuk ke dalam ruang kerjanya. Sontak Alex terkejut dan berteriak. "Eh ... Ngapain kamu di sini?! Siapa kamu?!" Alex bersembunyi di balik kursi.
Rey menunduk sambil menahan tawa. Mereka berdua sangat suka saling menggoda satu sama lain. Padahal saat ini mereka sedang dalam masalah. Tetapi, lihatlah. Mereka terlihat begitu santai."Awas kamu, Rey!" batin Naina masih mendelik.Naina berdiri dan merapikan kursi yang ia duduki tadi. Matanya terus menatap Rey dengan tajam.Alex mendongak menatap Naina dan berkata, " Makananmu belum habis. Ada apa?""Aku udah kenyang. Aku mau tidur," ujar Naina mengelus-elus perutnya yang sudah dipenuhi oleh aneka ragam makanan."Ya udah. Yuk, aku antar ke kamar," ucap Alex. Dia berdiri dan hendak merangkul pinggang Naina yang ramping. Namun, Naina menggeser posisinya saat itu supaya tidak dirangkul. Dia merasa geli, jika harus dirangkul oleh Alex.Alex meluruskan tangannya di samping. Dia merasa Naina sepertinya tidak nyaman bersamanya. Lantas, dia pun merasa sedih dan kecewa."Oke, memang aku yang salah. Baiklah
Melihat kotak nasi berwarna hijau itu, Sella teringat akan sesuatu. Dia duduk di kantin dan kembali mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu.Pada saat itu, Rey masih dalam kondisi amnesia. Sella adalah perawat yang selalu menjaga dan merawat Rey semasa itu.Hampir setiap hari, Sella selalu pergi berkunjung ke rumah Pak Tua tempat di mana Rey singgah kala itu. Jarak Rumah Sella dari Rumah Pak Tua itu cukup dekat, hanya berjarak enam rumah saja.Hubungan keduanya berjalan dengan sangat baik dan mereka bersahabat. Sella juga sering bercerita tentang hari-harinya kepada Rey. Seperti, bagaimana perasaan dia, apa yang dia lakukan dan masih banyak lagi. Menurut Rey juga, Sella adalah sosok wanita yang sangat baik. Cara bicaranya pun terdengar lembut dan santun.Rey sangat mengagumi Sella, karena kecerdasan dan kebaikannya. Meskipun Rey dalam kondisi amnesia, kenakalannya tidak hilang begitu saja. Dia sangat suka mengganggu Sella dan t
Rey terlihat senang melihat Naina yang tenggelam dalam api cemburu. Matanya terlihat menyala-nyala dan tangannya mengepal. "Oke, kalau gitu nggak jadi. Terima kasih, Sella. Selamat bekerja," ucap Rey kepada Sella. Sella pun mengangguk dan masuk ke dalam ruangan Joy. Tiba-tiba, Rey teringat akan sesuatu. Kemudian, dia pun duduk di sebelah Naina menatapnya serius. "Na, aku sama David punya rencana," lirih Rey. Naina menatap Rey bingung. Suaranya terdengar begitu pelan, sehingga tak sampai di telinga Naina. Hal itu membuat Naina meminta Rey untuk mengulang katanya dengan lebih keras. "Hah? Besarin suaranya!" perintah Naina. Rey memutar kedua bola matanya. Kemudian, Rey mencondongkan tubuhnya ke depan Naina. Naina pun memundurkan kepalanya merasa tidak nyaman. "Terlalu dekat Rey, " kata Naina. "Ih! Jadi ..." lalu, Rey berbisik di telinga Naina. "Boleh juga. Kapan?" tanya Nai
Naina merasa kesal, lantaran Rey menipunya soal rencananya bersama David di Rumah Sakit tadi. Jika saja dia tau rencana konyolnya ini, dia pasti enggan menyetujuinya dan tidak berjanji kepada David serta Rey. Pantas saja David dan Rey saling bertatapan dan tersenyum ketika Naima menyetujui sebuah rencana itu dan berjanji kepada mereka."Jika saja aku tahu. Aku pasti akan berteriak 'tidak'," gerutu Naina sambil berjalan menuju kamarnya. Sesekali dia menghentakan kakinya merasa gemas. Rey yang melihat itu hanya bisa menahan tawanya.Akhirnya, Rey dan Naina sampai di depan pintu kamar."Kamu hanya harus membuat Alex mabuk dan mengucapkan hal yang sebenarnya. Bukan untuk yang lain," bisik Rey. Kemudian, dia merapikan rambut Naina. "Hati-hati. Jangan sampai ketahuan dia kalau kamu pakai perekam suara." Rey mengecup dahi Naina dan pergi meninggalkannya di depan pintu.Naina menarik napas dalam-dalam dan menghembus
Naina menoleh dan melihat Alex yang melangkah mendekatinya. Dia merasa semakin takut, lantaran melihat raut wajah Alex yang terlihat ingin menelan dan membawa Naina ke tempat dan ke arah yang tidak semestinya.Naina memundurkan tubuhnya hingga terpentok di ujung kursi.Alex meletakkan botol dan gelasnya di atas meja. Kemudian, dia duduk di pinggiran kursi yang sedang diduduki Naina. "Hei, ada apa?" tanya Alex sambil tersenyum.Naina menelan ludah merasa gundah. Dia menunduk tidak berani menatap Alex.Alex mengangkat dagu Naina. "Ada apa?" tanya Alex.Naina menggelengkan kepala. "Nggak apa-apa," jawabnya dengan cepat. Napas Naina semakin tidak beraturan. Tubuhnya semakin terasa panas dan gemetar. Keringatnya terus bercucuran. Dia terus meremas ujung bawah bajunya dengan kuat.Alex tersenyum nakal. Dia kembali menuangkan isi botol itu ke dalam gelas dan meminumnya dengan cepat. Alex mendongakkan kepala serta
Alex berjongkok di samping Naina dan menarik kerah bajunya. Naina menepis tangan Alex dengan kasar dan menamparnya. Naina mundur secara perlahan. Alex terus mendekatinya. Tak ingin dirinya disentuh oleh Alex sedikitpun, dia segera berdiri dan berlari ke pintu.Naina berusaha untuk membuka pintu itu. Namun sayang, pintu kamar sudah dikunci oleh Alex. Naina berbalik badan menatap Alex. Dia menelan ludah.Alex berbalik badan dan tersenyum jahat menatap Naina. Dia menatap Naina dari ujung rambut sampai ujung kaki. Keringat terus bercucuran di tubuh Naina. Napasnya tersengal-sengal. Dia begitu ketakutan melihat Alex yang terlihat begitu mengerikan.Alex berdiri dan melangkah perlahan mendekati Naina.
Alex bangkit dari posisi tubuh yang awalnya tengkurap di lantai. Melihat pemandangan itu, Alex mencoba mendekati mereka berdua.Alex menghentikan langkahnya dan bertepuk tangan, sambil berusaha berdiri dengan tegap.Mendengar suara tepukan tangan itu, Rey dan Naina saling melepaskan pelukan dan menatap Alex. Naina langsung bersembunyi di balik tubuh Rey dengan tubuh yang gemetar."Rey ..." lirih Naina."Tenang," bisik Rey."Lihat ini. Sang supir dengan sang majikan. Sudah kuduga pasti kalian bermain gelap di belakangku," kata Alex. Kemudian, dia berlutut. "Apakah mencintaimu tanpa batas itu tidak cukup?" tanya Alex memiringkan kepala
Matahari kembali terbit. Begitu juga dengan senyuman Rey. Semalaman mereka berdua tidur di atas tikar di lantai tiga.Rey membuka matanya dengan perlahan. Ketika dia hendak menarik tangan kanannya, ia menghentikannya, karena Naina tidur berbantal tangan Rey.Dia tersenyum manis menatap Naina. Secara perlahan dia menarik tangannya. Akan tetapi, hal itu membuat Naina terbangun dari tidurnya."Aduh, pegel banget," lirih Rey sembari memijat tangannya yang dijadikan bantal oleh Naina.Mereka berdua tidur di larut malam. Keduanya tampak sangat menikmati suasana di malam itu.Naina duduk dan menggosok kedua matanya. Rambutnya terlihat
Naina terus menunggu pesan darinya berharap dia akan mengirimnya sebuah berita baik."Bagaimana dengan bulan madumu?" celetuk Bibi Sri yang tengah menyisir rambut Naina di balkon kamar Naina. Bibi Sri sangat senang sekali menyisir rambut Naina. Naina terus sibuk dengan ponselnya."Na?""Ah, iya, Bi. Ada apa?""Kamu ngeliatin apa, sih? Sampai-sampai nggak merhatiin Bibi ngomong.""Nggak ada apa-apa, Bi. Bibi tadi tanya apa?""Kamu nanti sore mau makan apa?" Bibi Sri mengganti topik pembicaraannya, karena merasa sudah tidak tertarik untuk membicarakan topik awal tadi."Hmm ... Aku ingin sop ayam, Bi. Sop buatan Bibi, 'kan enak."Sebuah notifikasi pesan masuk dan itu dari Alex. Alex: Temui aku jam sepuluh di cafe pelangi. Aku punya kabar baik untukmu. Kedua mata Naina berbinar seperti mendapatkan kabar dirinya memenangkan lotere. Naina: Kenapa tidak sekarang aja? Alex: Kalau kamu bisa sekarang ya nggak apa-apa. Naina langsung berdiri dan membuat Bibi Sri yang sedang memainkan rambu
Bara, Sella, Naina, dan Rey sampai di rumah Pak Wijaya pada malam hari. Mereka menggunakan mobil yang berbeda-beda bersama pasangan masing-masing.Pesan Joy kemarin berisi: Jika kalian ingin terus berjalan dengan tenang dalam hidup, maka datangilah aku di rumah Papa. Aku mempunyai sebuah hadiah besar untuk kalian. Masing-masing akan mendapatkan satu hadiah dariku. Bahkan, kalian mendapatkan pesan yang sama. ***Mereka berempat bersama-sama masuk ke dalam rumah. Mereka mencari Joy di mana-mana. Bahkan, rumah terlihat sangat sepi. Tak ada batang hidung seorang pun yang nampak. "Apa yang Joy mau," batin Bara. Ia terlihat sangat gelisah. Ia takut, apakah Joy menemukan ruang rahasianya. Naina memerhatikan Bara yang terlihat gelisah. Ia pun tersenyum tipis. "Joy!" teriak Rey. "Apa-apaan ini? Apakah kita sedang dipermainkan?" tanya Sella. "Diamlah. Aku sangat kenal Joy," balas Naina. Mereka pun kembali di ruang tamu. Dan tiba-tiba semua lampu mati dan ruangan menjadi gelap. "Lelucon
Alex berhenti memikirkan hal yang terjadi waktu itu. Ia pun memutuskan untuk mengirimkan sebuah pesan kepada Naina. Alex: Maaf, Na. Mungkin selama ini aku telah menjadi seorang monster bagimu. Mungkin sulit untuk mempercayaiku. Tapi percayalah. Aku benar-benar sangat menyesal atas segala perbuatanku selama ini. Maukah kamu memaafkanku? Sebagai balasannya, aku akan memberitahukan dirimu siapa itu pria bertopeng. Dialah yang sudah menghasutku untuk melakukan semua hal yang memalukan dan menjijikan itu. Aku merasa sangat malu sekarang. "Semoga Naina mau membaca pesanku ini," ucap Alex. Naina menghela napas lega membaca pesan dari Alex. Akhirnya, Alex menyadari semua perbuatannya selama ini salah. "Sebenarnya aku masih merasa takut kepada dirimu. Tapi, aku tidak mau menjadi seorang pendendam dan penuh kebencian seperti Bara," batin Naina. Ia pun membalas pesan Alex. Naina: Aku sudah tahu siapa itu pria bertopeng. Saat ini aku sedang bingung apa yang akan aku lakukan untuk melawan diri
Pak wijaya mengumumkan akan membagikan warisan. Hal itu membuat telinga Bara menjadi segar. Inilah yang ia nanti-nantikan selama ini. Bara pun merasa sudah tidak memerlukan Sella lagi sebentar lagi. Sandiwaranya akan segera berakhir dan tamat.Bara menari-nari di dalam ruangan rahasianya sambil bernyanyi gembira. "Inilah yang aku nantikan selama ini. Tinggal dua langkah lagi, aku akan menamatkan semua permainanku selama ini." Bara melangkah mendekati bingkai foto Bu Diana. Bara mengambil bingkai itu dan mengusapnya. "Maafkan aku, Ma. Semua ini harus kulakukan. Aku memang egois. Tapi, ada orang lain yang lebih egois dan kejam melebihi diriku yang membuatku terpaksa melakukan semua ini," ucap Bara. ***Sesudah kejadian Alex yang menculik Naina, pikirannya mulai terbuka.Pada saat dirinya dan Naina berada di dalam kamar Alex. Naina mengatakan sesuatu yang membuat hati Alex menjadi goy
Sudah satu minggu sejak insiden Alex dan Sella yang menculik Naina dan Joy. Hal yang paling aneh menurut Joy adalah, ia diperintahkan untuk tutup mulut tidak menceritakan hal besar itu kepada siapapun, apalagi Rey. Joy pun marah kepada Naina sampai tiga hari, karena itu. Sore ini Naina tengah duduk bersantai di balkon lantai tiga sambil melukis. Sudah lama sekali dirinya tidak melakukan kegiatan itu. Joy mencari Naina di mana-mana dan menemukannya di atas balkon yang sedang duduk melukis Bibi Sri. Bibi Sri terlihat sangat lelah dan pegal, karena harus mempertahankan posisinya supaya tidk berubah. "Apakah ini belum selesai? Kamu ini ngerjain orang tua aja, Na," ucap Bibi Sri. "Sedikit lagi selesai, Bi."Joy berjalan cepat mendekati Naina. Ia pun mengejutkan Naina. "Dor!"Kuas yang sedang dipegang oleh Naina terpelas dari tangannya. Untung saja tidak terkena lukisannya yang sudah jadi. Jika sampai itu mengenai lukisannya, maka
"Sudah dua hari sejak sandiwaramu itu berakhir. Kamu betah berada di sini? Nggak mau pulang?" tanya Naina kepada Joy yang sedang duduk meminum teh di ruang keluarga.Joy meletakkan cangkir di atas meja. "Kakak ngusir aku, nih?""Bukan gitu, Joy." Lantas dia menarik kata-katanya tadi setelah mengingat ancaman Bara. "Eh, kamu lebih baik di sini aja sama kakak. Lagi pula kakak nggak ada temen ngobrol.""Nah, itu dia. Aku juga nggak ada temen di sana. Membosankan berada di rumah sendirian."***Alex dan Sella sedang menunggu Naina di Mall yang biasa dia kunjungi untuk berbelanja. Sudah dua jam mereka menunggu di dalam mobil sampai suntuk. Sella pun sampai tertidur, karena menunggu terlalu lama. "Apakah kamu yakin dia akan ke sini?" Kedua mata Alex berkeliling area parkir. "Ini sudah dua jam dan kita belum melihat tanda-tanda kedatangannya." Alex menoleh ke arah Sella dan melihat Sella yang sedang tertid
Naina terus melangkah maju mencari Bara. Dan tiba-tiba dari belakang ada seseorang yang menepuk pundaknya. Naina terperanjat kaget dan berbalik badan melihat siapa yang menyentuh pundaknya. Matanya membesar ketika melihat Bara yang sedang berdiri di hadapannya saat ini. Bara menarik tangan Naina dan memojokkan dirinya di tembok. Jantung Naina berdegup kencang. Ia merasa sangat takut. Baru pertama kalinya Bara menyentuh dan bersikap seperti itu kepada dirinya. Naina tak bisa mengucap satu patah kata pun. Yang bisa ia lakukan hanya diam membisu, karena merasa ketakutan."Apakah kamu mengikutiku?" tanya Bara. Naina menggeleng. "Nggak, Kak.""Jangan bohong. Ngaku aja."Naina masih tetap teguh pada jawaban pertamanya. "Nggak, Kak.""Semua yang kamu lihat dan kamu dengar itu tidak salah. Itu semua benar. Jadi, apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" Naina menjadi berkeringa
Perusahaan Rey saat ini tengah mencapai puncak kejayaan. Dia bisa membuat Sakha Wijaya menjadi peringkat kedua perusahaan keluarga terkaya di Indonesia. Mengetahui hal itu, tentu saja Pak Wijaya merasa sangat bangga kepada putra keduanya itu. Pada pagi ini Pak Wijaya tengah membaca berita lewat ponsel di rumahnya. Dan ia merasa terkejut serta bangga, setelah mengetahui, bahwa keluarganya kini menjadi top dua terkaya di Indonesia.Hal itu membuat Pak Wijaya berencana ingin merayakannya bersama keluarga. ***Setelah Sella pergi dari rumah Rey, ia pun segera mencari seorang suster atau dokter yang mau merawat adiknya di rumahnya. Apalagi yang Joy tunggu? Bukankah Sella telah pergi dari sana? Kenapa dia tidak mengakhiri saja sandiwara ini. Naina masuk ke dalam kamar Joy dan membangunkan dirinya. "Joy ... Joy," panggil Naina sambil menggoyangkan tangan Joy. Joy membuka ke
Rey tak mempedulikan segala perkataan Sella. Rey tetap fokus dengan Naina. Ia pun menggendong Naina dan membawanya ke kamar.Sella terus mengekori Rey dari belakang sambil terus berbicara tanpa henti. Ia berbicara sambil menahan air matanya yang hendak tumpah membanjiri wajahnya."Rey apakah kamu mendengarku? Jawab aku Rey. Aku minta maaf. Bagaimana caranya agar kamu mau memaafkan diriku?" Sella terus mengulangi perkataan itu berkali-kali.Naina menjadi tidak tega melihat Sella yang terus memohon seperti itu. Ia menatap wajah Rey yang menggambarkan dirinya saat ini sedang marah besar. "Rey dengarkanlah Sella," ucap Naina.Rey seperti orang tuli. Ia tak mendengarkan segala perkataan Naina. Ia