Rey terlihat senang melihat Naina yang tenggelam dalam api cemburu. Matanya terlihat menyala-nyala dan tangannya mengepal.
"Oke, kalau gitu nggak jadi. Terima kasih, Sella. Selamat bekerja," ucap Rey kepada Sella.
Sella pun mengangguk dan masuk ke dalam ruangan Joy.
Tiba-tiba, Rey teringat akan sesuatu. Kemudian, dia pun duduk di sebelah Naina menatapnya serius.
"Na, aku sama David punya rencana," lirih Rey.
Naina menatap Rey bingung. Suaranya terdengar begitu pelan, sehingga tak sampai di telinga Naina. Hal itu membuat Naina meminta Rey untuk mengulang katanya dengan lebih keras.
"Hah? Besarin suaranya!" perintah Naina.
Rey memutar kedua bola matanya. Kemudian, Rey mencondongkan tubuhnya ke depan Naina. Naina pun memundurkan kepalanya merasa tidak nyaman. "Terlalu dekat Rey, " kata Naina.
"Ih! Jadi ..." lalu, Rey berbisik di telinga Naina.
"Boleh juga. Kapan?" tanya Nai
Naina merasa kesal, lantaran Rey menipunya soal rencananya bersama David di Rumah Sakit tadi. Jika saja dia tau rencana konyolnya ini, dia pasti enggan menyetujuinya dan tidak berjanji kepada David serta Rey. Pantas saja David dan Rey saling bertatapan dan tersenyum ketika Naima menyetujui sebuah rencana itu dan berjanji kepada mereka."Jika saja aku tahu. Aku pasti akan berteriak 'tidak'," gerutu Naina sambil berjalan menuju kamarnya. Sesekali dia menghentakan kakinya merasa gemas. Rey yang melihat itu hanya bisa menahan tawanya.Akhirnya, Rey dan Naina sampai di depan pintu kamar."Kamu hanya harus membuat Alex mabuk dan mengucapkan hal yang sebenarnya. Bukan untuk yang lain," bisik Rey. Kemudian, dia merapikan rambut Naina. "Hati-hati. Jangan sampai ketahuan dia kalau kamu pakai perekam suara." Rey mengecup dahi Naina dan pergi meninggalkannya di depan pintu.Naina menarik napas dalam-dalam dan menghembus
Naina menoleh dan melihat Alex yang melangkah mendekatinya. Dia merasa semakin takut, lantaran melihat raut wajah Alex yang terlihat ingin menelan dan membawa Naina ke tempat dan ke arah yang tidak semestinya.Naina memundurkan tubuhnya hingga terpentok di ujung kursi.Alex meletakkan botol dan gelasnya di atas meja. Kemudian, dia duduk di pinggiran kursi yang sedang diduduki Naina. "Hei, ada apa?" tanya Alex sambil tersenyum.Naina menelan ludah merasa gundah. Dia menunduk tidak berani menatap Alex.Alex mengangkat dagu Naina. "Ada apa?" tanya Alex.Naina menggelengkan kepala. "Nggak apa-apa," jawabnya dengan cepat. Napas Naina semakin tidak beraturan. Tubuhnya semakin terasa panas dan gemetar. Keringatnya terus bercucuran. Dia terus meremas ujung bawah bajunya dengan kuat.Alex tersenyum nakal. Dia kembali menuangkan isi botol itu ke dalam gelas dan meminumnya dengan cepat. Alex mendongakkan kepala serta
Alex berjongkok di samping Naina dan menarik kerah bajunya. Naina menepis tangan Alex dengan kasar dan menamparnya. Naina mundur secara perlahan. Alex terus mendekatinya. Tak ingin dirinya disentuh oleh Alex sedikitpun, dia segera berdiri dan berlari ke pintu.Naina berusaha untuk membuka pintu itu. Namun sayang, pintu kamar sudah dikunci oleh Alex. Naina berbalik badan menatap Alex. Dia menelan ludah.Alex berbalik badan dan tersenyum jahat menatap Naina. Dia menatap Naina dari ujung rambut sampai ujung kaki. Keringat terus bercucuran di tubuh Naina. Napasnya tersengal-sengal. Dia begitu ketakutan melihat Alex yang terlihat begitu mengerikan.Alex berdiri dan melangkah perlahan mendekati Naina.
Alex bangkit dari posisi tubuh yang awalnya tengkurap di lantai. Melihat pemandangan itu, Alex mencoba mendekati mereka berdua.Alex menghentikan langkahnya dan bertepuk tangan, sambil berusaha berdiri dengan tegap.Mendengar suara tepukan tangan itu, Rey dan Naina saling melepaskan pelukan dan menatap Alex. Naina langsung bersembunyi di balik tubuh Rey dengan tubuh yang gemetar."Rey ..." lirih Naina."Tenang," bisik Rey."Lihat ini. Sang supir dengan sang majikan. Sudah kuduga pasti kalian bermain gelap di belakangku," kata Alex. Kemudian, dia berlutut. "Apakah mencintaimu tanpa batas itu tidak cukup?" tanya Alex memiringkan kepala
Matahari kembali terbit. Begitu juga dengan senyuman Rey. Semalaman mereka berdua tidur di atas tikar di lantai tiga.Rey membuka matanya dengan perlahan. Ketika dia hendak menarik tangan kanannya, ia menghentikannya, karena Naina tidur berbantal tangan Rey.Dia tersenyum manis menatap Naina. Secara perlahan dia menarik tangannya. Akan tetapi, hal itu membuat Naina terbangun dari tidurnya."Aduh, pegel banget," lirih Rey sembari memijat tangannya yang dijadikan bantal oleh Naina.Mereka berdua tidur di larut malam. Keduanya tampak sangat menikmati suasana di malam itu.Naina duduk dan menggosok kedua matanya. Rambutnya terlihat
Naina dan Rey sarapan di ruang makan bersama. Semua pelayan berbisik dari kejauhan mengamati Rey dan Naina yang tampak mesra."Sejak semalam Tuan Rey tidak terlihat. Apa hubungan Nyonya dengan supirnya itu?" ucap Sinta penasaran berdiri mengamati mereka dari kejauhan."Semalam aku membantunya membawa Tuan ke dalam gudang," ujar sang pelayan yang membantu Rey malam itu.Kedua mata Sinta melebar. Dia menoleh menatap pelayan pria itu alias Reza dengan sinis."Kamu pengkhianat?" Sinta menutup mulutnya dengan tangan.Reza memutar kedua bola matanya dan menepuk pelan pundak Sinta. "Tutup mulutmu! Bibi Sri yang menyuruhku."******Tak lama setelah Rey dan Naina selesai dengan sarapannya. Wartawan dan Polisi datang secara bersamaan."Tutup gerbangnya! Jangan biarkan Wartawan itu masuk!" perintah David kepada satpam. Satpam itu mengangguk dan berusaha membubarkan para Wartawan yang jumlahnya cukup banyak.&n
Malam hari ini terasa sangat dingin dan sunyi. David duduk melamun di atas kasur menatap foto Rey, Naina, dan dirinya di dalam benda pipih siang tadi di Rumah Rey.Dia merasa lega, akhirnya kedua sahabatnya bisa bersatu kembali dan ceria.David mengelus lehernya. Dia merasa sangat haus. David beranjak dari kasur dan pergi keluar kamar untuk mengambil satu botol air putih ke dalam kamarnya.Dia menatap jam di kamarnya yang menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas menit.David berjalan santai menuruni anak tangga satu persatu. Dia menghentikan langkahnya, ketika mendengar suaranya di panggil."David!" panggil Papanya.Wajah David berubah menjadi merah, ketika mendengar namanya dipanggil. Dia menunggu orangtuanya itu datang menghampirinya."Apa yang terjadi di Rumah Rey? Berita ini menyebar dengan cepat."David memutar kedua bola matanya. "Apa pentingnya bagimu?" dia berdiri tidak tegap
Rey mencoba mengatur napasnya di dalam mobil sebelum turun. Dia membenarkan dasi dan kerah bajunya. "Huft."Rey mengaca di kaca mobil dan merapikan rambutnya yang sedari tadi masih rapi. "Perfect," kata Rey.Dia turun dari mobil dan berjalan dengan sedikit gugup memasuki kantornya. Semua orang menatapnya bingung.Seorang satpam membukakan pintu untuknya sambil tersenyum. "Selamat pagi, Pak," sapa satpam itu sedikit membungkuk."Pagi," jawab Rey.Semua orang yang melihatnya langsung berbisik."Itu katanya Pak Rey, ya?" bisik salah seorang pegawai wanita dengan dress hitamnya."Iya, tapi wajahnya berbeda. Jauh lebih tampan," balas teman pegawai wanita tadi. Matanya memandangi Rey penuh kekaguman. Temannya menyikut perutnya."Hei! Dia sudah beristri. Ingat!" gumam wanita berdress hitam.Rey melirik ke kanan dan kiri. Dia merasa sangat tidak nyaman, lantaran dirinya sadar, bahw