Pagi itu, Reti terbangun dari tidurnya. Dia melihat Rendra sudah tidak ada di sebelahnya. Padahal, biasanya dia yang bangun lebih awal dari suaminya.Reti segera keluar dari kamar. Memasak adalah tujuan utamanya selepas bangun. Wanita tersebut pun berjalan menuju ke dapur dan dia dibuat terkejut saat mendapati Rendra ada di sana.“Ren? Kok kamu udah bangun? Terus kenapa malah jadi kamu yang masak?” ucap Reti merasa bersalah karena membiarkan suaminya memasak sendirian. Apakah dirinya yang bangunnya terlambat?Rendra menoleh dan menatap wajah Reti yang baru bangun dari tidur. “Kamu udah bangun? Duduk aja di ditu. Nggak usah ke sini,” ujarnya, mencegah Reti yang hendak mendekatinya.“Aku bantuin kamu aja.” Reti mencuci tangan di wastafel yang ada di sebelah Rendra. Dia berniat membantu suaminya memasak.Belum sempat Reti mengambil wajan untuk dipasang di atas kompor, Rendra buru-buru menghentikan aksi wanita itu. Rendra mendorong Reti sampai ke meja makan dan akhirnya Reti duduk di sana
Kotak bekal sudah siap dengan isi yang lengkap. Reti telah memasukkan beberapa lauk ke dalamnya sebagai bekal Rendra kuliah. Meskipun bukan dia yang memasak, wanita itu tetap membantu suaminya menyiapkannya.“Ren, udah aku siapin semuanya,” ucap Reti dengan wajah ceria. Kedua tangannya menenteng tas bekal lalu diberikan kepada Rendra.Laki-laki itu menerimanya dengan baik. Mereka sudah selesai sarapan dan Rendra hendak berangkat.“Aku berangkat dulu, ya?” pamitnya membuat Reti menganggukkan kepala. Seperti biasa, dia mencium punggung tangan Rendra sebelum suaminya melenggang pergi dari sana.Terkadang, Reti berharap lebih. Dia mengharapkan sentuhan yang lebih intens dari Rendra. Namun kenyataan menyadarkan dirinya bahwa laki-laki itu kemungkinan belum mencintainya dengan sepenuh hati. Jadi, tidak akan pernah bisa dipaksakan untuk melakukan sesuai apa yang dia inginkan.Reti ikut mengantarkan Rendra hingga ke ambang pintu rumah. Dia terus menatap kepergian Rendra yang semakin menjauh d
“Apa kamu bilang? Sekali-sekali?” sahut Attar tak terima. Dia menatap wajah istrinya dengan tatapan geram. “Jangan pernah coba-coba walaupun cuma sekali!” tegasnya sambil menunjuk wajah Ayra.Ayra justru memamerkan cengiran tengilnya. Merasa senang karena sudah berhasil membuat Attar marah sebab cemburu.“Aku suka ngeliat Mas Attar cemburu. Wajah seramnya nggak bikin aku takut. Malah bikin ketawa,” lontar Ayra sembari terkikik. Dia mencubit pipi Attar dengan gemas.Ayra melihat ekspresi wajah Attar yang tidak berubah. “Aku cuma bercanda aja, Mas. Hihi lucu banget suami tuaku ternyata mudah cemburu.”“Siapa yang tua? Apa kamu nggak liat kalau aku ini masih tampan rupawan?” balas Attar.“Hihi, emang Mas Attar ganteng, tapi tetap aja umurnya udah tua, wlee!” Lidah Ayra mencuat dari kedua belah bibirnya.Karena merasa bertambah gemas, Attar sontak menggelitiki wanita muda di sebelahnya itu hingga Ayra tertawa-tawa menahan geli.“Bocah nakal! Awas aja nanti malam di hotel. Bakal aku kasih
“Jangan gila kamu, Ren! Kita udah punya pasangan masing-masing!” Seketika Ayra langsung bangkit dari tempat duduknya karena terkejut dengan pengakuan Rendra. Bisa-bisanya laki-laki itu mengatakan kalau dia mencintai Ayra tanpa berpikir panjang lebih dulu?Sempat terbesit di dalam kepala Ayra memikirkan Rendra. Hanya sekilas. Namun perasaannya saat ini sudah tidak untuk Rendra lagi.“Kamu juga masih ada rasa sama aku ‘kan, Ra?” Rendra turut berdiri. Dia menatap mata Ayra dengan tatapan lekat.Napas Ayra tersenggal. Dia marah karena sikap Rendra yang seperti itu. “Cukup, Ren. Jangan pernah mengungkit-ungkit sesuatu yang udah berlalu. Udah bukan saatnya lagi kita bersikap kayak gini. Kita udah dewasa dan udah punya pilihan masing-masing. Kenapa kamu nggak bisa dengerin aku, sih?”Rendra perlahan meraih tangan Ayra. Pertama kali meraihnya, dia ditepis kasar oleh wanita itu. Kemudian Rendra tidak menyerah. Dia mencobanya lagi untuk yang ke-dua kali dengan lembut.“Ra, jangan marah-marah sa
“Mas Attar, dengerin aku, Mas. Aku sama sekali nggak janjian sama dia. Aku juga nggak tahu kalau Rendra ternyata kuliah di sana.” Ayra terus mengejar Attar yang berjalan menghindarinya.Attar benar-benar muak terhadap dua orang itu. Dulu saat Rendra hendak pergi, dia menyaksikan Rendra dan Ayra saling berpelukan. Sekarang saat keduanya bertemu di negeri orang pun masih sempat-sempatnya melakukan hal yang sama? Harus percaya pada siapa lagi Attar?Attar menghentikan langkahnya secara mendadak. “Jangan sebut namanya lagi di depanku,” ucapnya dengan suara rendah.“Aku mohon jangan bersikap kayak gini, Mas. Yang kamu lihat tadi cuma sekilas kejadian yang bikin salah paham. Kamu nggak tahu kejadian sebelumnya.” Ayra berusaha menjelaskan pada suaminya.Sayangnya, Attar terlihat tidak peduli sama sekali dengan penjelasan istrinya. Dia melanjutkan jalannya, menyusuri jalanan khusus untuk pejalan kaki. Mereka belum sampai ke hotel, masih di tengah perjalanan.Ayra pun tetap mengejar pria itu.
Attar berjongkok di depan Ayra yang duduk di atas sofa. Dia membantu mengolesi betadine ke luka yang ada di kaki Ayra dengan telaten.Semenjak beberapa detik yang lalu, Ayra menatap wajah Attar tanpa beralih. Perlahan tangannya bergerak menyentuh surai legam suaminya lalu membelainya. “Kamu masih marah sama aku, Mas? Kamu nggak percaya sama aku?” tanyanya dengan suara sedih.“Kenapa kamu diam aja waktu dia meluk kamu?” Attar bertanya balik tanpa menatap wajah Ayra.“Aku nggak bermaksud nerima pelukan dia. Aku cuma kaget sampai rasanya susah buat gerak. Apalagi saat itu kamu langsung lihat aku sama dia. Gimana aku nggak makin syok? Aku yakin Mas Attar pasti langsung salah paham.”“Mas Attar nggak tahu kalau sebelumnya aku marah dan memaki dia. Tapi dia nggak mau dengerin aku,” lanjutnya mengadu.“Besok kita pergi dari sini. Aku nggak mau kalau sampai dia nyariin kamu lagi,” ucap Attar. Kemudian setelah selesai mengobati kaki Ayra, dia mengangkat wajah untuk menatap bola mata istrinya.
Kepala Reti menggeleng cepat. Dia tidak dapat menerima kenyataan kalau Rendra masih saja mengintai Ayra.Di sisi lain, Rendra gundah dengan hatinya. Selama ini dia sudah berusaha untuk melupakan Ayra, tetapi sangat sulit. Pernah mencoba mencintai Reti, hal itu juga sama-sama sulit. Kemarin-kemarin Rendra sudah mulai belajar merelakan hatinya, merelakan kondisi yang dia alami. Namun semuanya luluh lantah dalam sekejab hanya karena bertemu dengan wanita masa lalunya lagi.Suara benda jatuh membuat Rendra reflek menoleh ke belakang. Dia mendapati istrinya sedang berdiri tak jauh di belakangnya. Matanya memindai ke lantai. Ternyata yang jatuh adalah ponsel milik Ayra.Rendra pun segera sadar dan paham kalau kemungkinan besar Reti barus saja mendapati dirinya sedang mengamati foto Ayra.Di sana, Reti terlihat marah. Wajahnya memerah. Dia meninggalkan ruang tamu tanpa mengatakan apapun.Rendra kembali menatap ke depan. Dia menghirup oksigen sekitar yang seakan habis, membuatnya mendadak mer
Tangan Rendra semakin erat mendekap tubuh Reti. Hatinya memohon agar wanita itu tidak meninggalkan dirinya. “Aku mohon jangan pergi. Jangan tinggalin aku,” ungkapnya.“Kamu nggak mau ditinggalin aku karena nggak ada wanita lain yang sayang sama kamu setulus aku, ‘kan? Cuma itu ketakutan kamu! Karena Ayra yang kamu cintai itu udah nggak cinta lagi sama kamu! Iya, ‘kan?!” sentak Reti sembari terus berusaha memberontak. Namun, tenaganya kian melemah saat air matanya bergulir semakin banyak.Rendra tidak bisa menjawab. Pada kenyataannya, semua yang Reti ucapkan ada benarnya. Akan tetapi, Rendra juga ingin memiliki kesempatan untuk membalas ketulusan wanita itu.Reti menyerah. Dia tidak mampu melawan Rendra yang seakan terus membelenggunya ke dalam hubungan beracun.“Terakhir kali ... aku minta kesempatan untuk yang terakhir kali. Maaf kalau aku masih aja jadi laki-laki yang buruk,” lontar Rendra.Anehnya, semakin lama, rengkuhan Rendra di tubuhnya membuat Reti merasa nyaman dan tenang. Di