"Nara, lo mau ya bantuin gue? Please?! Kali ini aja."
Kinara Putri, gadis muda berambut panjang terurai itu membuang nafas kasar ke samping kiri wajahnya. Ia sedang kesal, pada Elsa yang berlutut memohon bantuannya. Seakan jika tidak ditolong, Elsa akan mati hari ini juga.
"Sa, gue nggak ngerti kerja begituan."
"Nggak susah kok, Nara. Lo cuma harus menawari minuman aja pada tamu, mereka minta apa, tinggal lo kasih deh. Semalam ini doang, tolong ya!"
Lagi, Kinara membuang nafas kasar, disertai decakan. Bukan dia tidak tau, seperti apa pekerjaan Elsa di Scorpio Zone, salah satu klub malam ternama di kota itu. Namanya saja waiters, pelayan yang menawari minuman atau makanan pada pengunjung klub, tapi pasti ada layanan plus-plusnya juga. Itu yang Kinara tidak setuju.
Bagaimanapun ia butuh uang, kerja harus yang halal saja. Jangan merendahkan harga diri juga.
"Kalau gue nggak masuk kerja malam ini, gue bakalan kena pecat. Sementara gue harus ketemu sama Aldo, mumpung dia hari ini datang jauh-jauh dari Bandung. Masa udah LDR'an lama, pas ketemuan nggak ngambil jatah dulu."
Astaga Elsa. Udah tau bisa kena pecat dari pekerjaan, masih juga mentingin Aldo, lalu apa itu tadi? Jatah? Mau berdarah rasanya telinga Nara mendengarnya.
"Kena pecat ya udah berhenti kerja. Lo tetap punya banyak duit karena si Aldo itu ngirimin lo uang bulanan, kan?"
"Tetap aja, gue nggak bisa berhenti kerja, Nara." Elsa memohon dengan muka memelas, padahal alasan dia tak mau berhenti kerja, karena di klub malam itu Elsa sudah punya pelanggan yang royal, selalu memberikan uang tips lebih.
"Lo tenang aja, gue bayar kok sesuai gaji harian gue."
Mendengar kata dibayar, jiwa dompet kosong diakhir bulan Nara meronta-ronta. Bukan dia tak tau pula besaran gaji Elsa di klub malam itu. Dapat bayaran sehari saja, sudah lumayan untuk menambah uang jajan selama seminggu.
Ah, menyebalkan sekali.
Ingin menolak karena memikirkan pekerjaan Elsa yang tidak ia senangi, di satu sisi dia butuh uang. Sebagai yatim piatu yang tinggal bersama seorang nenek, Kinara tidak bisa selalu mengharapkan uang dari nenek tua itu. Beruntung biaya kuliahnya berasal dari beasiswa berprestasi, kalau tidak memang ia akan kesusahan mencari uang untuk biaya kuliahnya, atau bisa jadi Kinara akan putus kuliah.
"Mau ya, Ra?" Mohon Elsa lagi dengan mata yang sengaja disipit-sipitkan.
"Bayar gue dua kali lipat sekarang, baru gue setuju buat gantiin lo kerja," ucap Nara kemudian.
Alis Elsa mengernyit saat Nara menyebut dua kali lipat. Seharusnya harga segitu tak seberapa dibanding dia dipecat dari kerjaan, bukan?
"Oke, deal." Dengan senyum mengembang, Elsa bangkit dari sikap berlututnya lalu mengeluarkan beberapa lembar uang merah ke tangan Nara. "Ini, lima ratus ribu, cukup, kan?"
Mau tak mau, Nara menerimanya dan sebagai gantinya dia akan menggantikan Elsa bekerja sebagai waiters di klub malam.
Oke, untuk malam ini saja. Nara membatin.
***
Pukul 7 malam, di Scorpio Zone.
"Ke mana Elsa? Kenapa kamu yang datang ke mari?" Bos klub malam bertanya pada Nara, setelah gadis itu datang dan mencarinya. Seperti yang dipinta Elsa, Nara harus mengaku sebagai saudara sepupunya dan mengatakan kalau Elsa tidak bisa datang karena orangtuanya sedang sakit.
Ah, dasar Elsa pembohong. Gara-gara temannya itu, Nara jadi ikut-ikutan berbohong deh.
"Elsa mendadak tidak bisa bekerja. Ayahnya jatuh sakit, jadi dia harus berjaga di rumah sakit. Makanya dia minta bantuan saya, sepupunya."
"Jadi kamu yang akan menggantikan Elsa bekerja di sini malam ini?" Si Bos klub malam memandang Nara dari ujung rambut hingga ujung kaki kemudian tersenyum menyeringai. Menurutnya, wajah Nara tak kalah cantik dari Elsa, mungkin akan lebih cantik kalau didandani.
Nara mengangguk mantap. Bagaimanapun dia tak boleh terlihat lemah atau tidak senang dengan pekerjaan ini. Toh dia sudah dibayar oleh Elsa. "Satu malam aja, Bos."
"Baiklah, nggak masalah selagi kamu bisa bekerja dengan baik." Si Bos mengelus pundak Nara seraya mengedip sebelah mata sebelum akhirnya berlalu. Nara cepat mengucap syukur.
Ampun deh. Baru sebentar, si Bos udah berani berlaku seenak jidat padanya. Bagaimana Elsa yang sudah bekerja hampir 3 bulan?
Melupakan tentang bagaimana Elsa menjalani pekerjaan selama ini, Nara memilih masuk ke kamar mandi. Bukan untuk mendempul wajahnya dengan bedak atau memoles bibirnya dengan lipstik biar terlihat lebih merona, Nara cuma hendak mengabsen pakaiannya agar tidak ada yang mencolok apalagi sampai mengundang mata pria untuk memandanginya.
Tidak.
Selesai mengabsen pakaiannya, Nara melangkah keluar dengan mengucap basmallah, dan berharap Tuhan meridhoi pekerjaannya malam ini.
Namun, baru satu langkah saja keluar, Nara tiba-tiba diserang oleh seorang pria yang dari mulutnya tercium aroma alkohol sangat pekat. Sepertinya pria tersebut mabuk berat. Nara sampai kelimpungan, ditambah pria itu membungkam kuat bibirnya.
Plak!
"Dasar kurang ajar!"
***
"Telepon sialan!"Kaisar Lerian Widjaya, pria tampan jantan dan mapan berusia 32 tahun yang menjadi pengunjung tetap ruang VVIP klub malam Scorpio Zone, mengutuk geram ponsel di saku celananya yang terus menjerit.Ia yang sedang bermesraan dengan beberapa wanita sangat tidak senang, jeritan ponsel itu sangat mengganggu aktivitasnya. Tangannya yang lincah bergerilya di gundukan kembar si wanita jadi terhenti, padahal di bawah sana, adik kecilnya juga mulai menegang. Nanggung banget, kan?"Apa perlu aku yang angkat dan mengaku sebagai pacar kamu, Kai?" tawar salah seorang wanita, seraya mengedip manja Kai yang berada di bawahnya. Sepertinya wanita itu sadar kalau Kai sangat terganggu dengan panggilan tersebut.Tidak. Tidak boleh. Kai yakin yang menelponnya pasti Luna.Meski kepalanya berat oleh pengaruh alkohol, Kai masih bisa berpikir jernih soal Lu
1 minggu kemudian.Kinara berjalan beriringan dengan Cantika, cewek berhijab yang merupakan teman dekatnya. Sesekali mereka terlihat cekikikan bersama, entah hal seru apa yang sedang dibicarakan."Ngomong-ngomong, kamu nggak pulang bareng Rega? Kayaknya semingguan ini kamu lebih sering pulang sama aku deh."Meskipun Cantika berhijab, tapi dia tak munafik dan tak pernah melarang Nara untuk tak berpacaran. Dia malah mendukung Nara dekat dengan Rega, karena satu kampus juga tahu, cowok itu orangnya seperti apa."Belum tau, nih. Rega belum menghubungi gue.""Kalian berantem?"Menggeleng kepalanya. "Nggak. Siapa bilang?"Cantika menatap Nara dengan tatapan penuh minat. "Lah itu? Kamu bilang, Rega belum menghubungi? Memangnya harus Rega dulu yang nelpon baru kamu ngomong sama dia? Ini malam Minggu loh, Ra. Nggak ada rencana ng
Dua hari sebelum malam minggu.Rapat sedang berlangsung dengan Kaisar sebagai pemimpinnya, tapi alih-alih berbicara menyampaikan masalah dalam rapat, Kai malah menunjuk sekretaris-nya yang berbicara menggantikannya.Sedangkan Kai, hanya melamun. Lebih tepatnya, ia sedang terbayang dengan gadis yang Minggu kemarin ditemuinya di klub. Dilihat dari cara berpakaian, gadis itu adalah pekerja di klub tersebut, tapi begitu dia datang untuk mencari, Kai tak menemukan gadis itu di sana.Ke mana lagi gue harus nyari dia, ya? Akhhh, gue udah benar-benar gila. Masa dengan membayangkan bibirnya aja, adik kecil gue udah langsung on."Baiklah, kalau tidak ada pertanyaan lagi, mungkin rapat kita sudahi saja." Pria muda yang merupakan sekretaris seorang Kaisar tampak memberi kode pada sang Bos, tapi Kai tidak menggubris, lebih tepatnya ta
Tok tok tok."Itu pasti Rega! Cepat buka pintunya!" perintah nenek pada Nara yang duduk memeluk lutut sambil mengunyah permen karet. Tidak ada manis-manisnya jadi perempuan."Iya, ini juga mau bukain kok!" Nara beranjak dari kursi, tapi sebelumnya dia melepeh permen karet, mengatur tatanan rambutnya biar terlihat rapi dan cantik.Masa cantik begini dibilang urakan sama nenek. Ck!"Hai, kau sudah datang?" Entah pertanyaan macam apa yang Nara lontarkan. Jelas-jelas Rega berdiri di depannya, artinya sudah datang alias sudah tiba. Lalu, alih-alih mempersilakan masuk, Nara terdiam seraya memperhatikan Rega dari atas sampai bawah.Cowok itu selalu dengan penampilan sederhananya, celana jins dan jaket yang membaluti badan tingginya. Nara tau, di dalam jaket itu, Rega pasti hanya mengenakan kaos
"Mau ke klub malam lagi? Berapa kali sih aku bilang, jangan ke sana. Sampai Kakek dan Mama tahu, mereka bisa marah besar, Kai." Protes Luna, wanita cantik yang merupakan istri tak dianggap oleh Kaisar.Luna sudah turun dari mobil, sementara Kai masih dibalik kemudi, bersiap menuju ke tempat selanjutnya. Namun, Luna berusaha menahan."Itu tugas lo, ngerahasiain ini dari mereka." Kaisar menyahut acuh, padahal dalam hati kecilnya juga was-was kalau sampai Luna mengadu informasi sekecil apapun tentangnya pada kakek atau mama.Bisa mati Kai."Kamu nggak dengar tadi mama bilang apa? Dia mau anak, Kai. Dia mau kita memberikan cucu.""Masalahnya gue nggak mau making love sama lo, Luna." Tekan Kaisar pada kata making love tanpa memandang ke wajah sang istri. "Adik kecil gue nggak respon walau mel
Di kantor, Kaisar terus saja mematut layar ponsel pintarnya, padahal di meja kerja ada beberapa berkas yang harus dia periksa. Baginya sekarang, telpon atau SMS dari si Elsa lebih penting dibanding berkas-berkas pekerjaannya itu.Kaisar juga tak mempedulikan, saat sekretarisnya datang meminta tanda tangannya. Dia malah menyuruh sang sekretaris keluar dari ruangannya dengan gerakan tangan mengusir. Sang sekretaris yang seorang pria sebaya dengannya itu pun keluar dengan wajah masam."Apa gue telpon Elsa itu aja ya?" Kaisar bertanya sendiri seolah menimbang-nimbang. Dia sudah tak sabar. Sedang Elsa belum memberinya kabar."Ah, nanti besar kepala pula tuh cewek," putusnya seraya mencebik bibir. Ponselnya ia taruh di meja kerja sementara Kaisar sendiri beranjak dari kursi kebangsaan, meregang otot-otot yang tersembunyi di balik kemejanya itu yang sudah lama tidak di
Kinara sudah cukup kesal ketika Elsa mengirimi pesan mengajak bertemu, dan tanpa rasa bersalah, gadis genit itu malah mempertemukannya dengan pria yang waktu itu di klub malam yang telah mencuri ciuman pertamanya. Parahnya lagi, pria itu juga tampak memamerkan senyum puas ke arahnya. Menyebalkan sekali, bukan?Lalu, panggilan macam apa itu tadi?Sweety? Pacar? Fix, nggak salah lagi. Selain bajingan, pria itu benar-benar sudah gila. Apa jangan-jangan dia pasien rumah sakit jiwa yang lepas?Tidak ingin bertemu dan punya masalah dengan pria gila itu, Kinara berlari menjauh dari area parkiran, mencari tempat persembunyian yang dikira aman, gudang yang terletak di belakang cafetaria kampus. Lagian ngapain sih dia sampai nyari gue ke mari?Saat sedang bersembunyi, Kinara mendengar cacing dalam perutnya berdemo minta dikasih makan. Dia pun mering
Di rumahnya setelah makan malam sederhana bersama nenek, Kinara langsung meluru ke kamar. Dia sedang tidak ingin berbincang soal apapun, ingin tidur dan melupakan kejadian tak mengenakkan tadi siang. Kinara lelah merutuki dirinya sendiri yang bisa-bisanya menerima tumpangan Kaisar yang ingin mengantarnya pulang, walaupun pada akhirnya berhenti di tengah jalan.Duh, kenapa jadi membahas Kaisar lagi sih?Kinara menutup kepala dan telinganya dengan bantal berharap suara-suara aneh tidak merasukinya. Dia ingin tidur saja, semoga yang tadi itu semua mimpi.Satu menit.Lima menit.Hingga sepuluh menit waktu berjalan yang di dominasi detak jam dinding dan kesunyian malam, Kinara rupanya tak kunjung tertidur. Memejam matanya sejenak, buka lagi, pejam lagi, buka lagi, begitu seterusnya hingga ia
“Sweety, kayaknya gue harus cepat-cepat ke rumah lo deh, meluruskan masalah kita.”Sore itu, di saat Nara sedang nikmat-nikmatnya tidur karena tadi malam tak nyenyak, sebuah pesan dari Kaisar membuat matanya terbelalak sempurna. Nara melihat pesan seperti melihat setan. Sontak Nara terbangun, tidak membalas pesan Kaisar, tapi jemari lentiknya malah memulas ikon untuk menghubungi suami orang yang kini jadi kekasihnya itu. Ah, pokoknya rumit deh. Terdengar ponsel berdering samar-samar dari arah depan rumah, Nara sejenak berpikir, apa mungkin Kaisar berada di depan sana? Pria itu kan gila. Lalu, saat panggilannya diangkat, dering ponsel itu seketika berhenti. Nara semakin bergerak gelisah, melihat ke luar jendela kamar kalau-kalau yang dia pikir betulan terjadi.“Kai, jangan sekarang. Please!” Mohon Nara seraya memijat pelipisnya yang mendadak pening. Dia memang tak punya alasan yang tepat untuk meyakinkan Kaisar, tapi tidak juga ingin rahasia ini cepat terbongkar. Bagaimana reaksi n
Di kamarnya, Nara tak bisa tertidur, padahal sudah mandi, badannya yang lengket akibat permainan dengan Kaisar di mobil tadi kini kembali segar. Namun, otak dan perasaannya sekarang yang butuh penyegaran, karena terlalu sumpek memikirkan masalahnya dengan Rega dan Kaisar. Sebenarnya dengan Rega, Nara tak mempunyai masalah sedikitpun. Namun, hadirnya Kaisar membuat cintanya terhadap pemuda baik dan sopan itu oleng. Pesona Kaisar sangat sulit dielakkan.Gue harus curhat sama siapa? Siapa yang bisa mengerti perasaan gue sekarang? Apakah Cantika? Gadis itu bukan tidak pernah berpacaran setahu Nara. Nara mengusak-usak rambutnya hingga berantakan, saking kesalnya. Ia tak bisa tidur hingga azan subuh, barulah rasa kantuk itu datang membuatnya ketiduran sampai siang. Nenek Ratih saja bingung melihat cucunya tidak bangun. Beruntung hari ini minggu, tak perlu ke kampus. ———Esok harinya di kediaman orangtua Rega. Mama Dahlia, Papa Gunawan dan Kakek Widjaya sedang berada di meja makan untuk m
“Nara milik gue sekarang. Jadi gue minta, lo ikhlaskan aja dia, percuma juga saingan sama gue, karena lo sendiri yang akan sakit hati.”Kaisar membaca pesan yang dia kirim ke Rega yang sudah ada tanda centang dua, artinya Rega sudah membacanya. Senyum di bibirnya terbit, sama sekali tidak ada penyesalan. Lebih cepat Rega tahu malah lebih bagus, kan? Kaisar rupanya baru tiba di apartemen setelah mengantar Nara. Dia langsung meluru ke kamar mandi karena merasa tubuhnya lengket sisa permainan dengan Nara di mobil tadi tapi suara Luna menahan langkahnya. “Baru pulang kamu jam segini?” Kaisar menoleh pada istrinya. “Kenapa? Nggak masalah juga kan buat lo?”Kaisar tahu Luna juga sering pulang malam belakangan ini, pasti asyik bersama pria barunya. Entah siapa itu, Kaisar tak peduli, yang penting bebannya terhadap wanita itu sudah berkurang. Luna memilih caranya sendiri untuk mengatasi masalah mereka yang selalu dimintai momongan oleh kedua orangtua. Luna menggeleng pelan, memang tak mas
Setengah jam kemudian, mobil Kaisar memasuki komplek rumah Nara. Mereka yang tadinya saling berpegangan tangan, sontak terlepas, lebih tepatnya Nara melepasnya begitu melihat ada Rega yang menunggu di depan rumah. “Kai, berhenti di sini aja.” Mobil Kaisar pun berhenti agak jauh dari depan rumah Nara. Wajah Nara berubah tegang, karena kaget mendapati Rega ada di depan rumah malam hari begini. Apa Rega menunggu gue dari tadi? Begitu batinnya. Kaisar yang melihat itu, hanya tersenyum samar. Agak tidak suka sebenarnya melihat Rega datang menemui Nara, tapi mau bagaimana lagi, status Rega kini masihlah pacar Nara. Atau, perlukah dia bilang sama Rega kalau dia juga menginginkan Nara? Baru Nara hendak keluar dari mobil, Kaisar sekali lagi menarik tangannya.“Kenapa lagi, Kai?”Tidak menjawab, Kaisar malah menunjuk bibirnya, apalagi kalau bukan minta cium sebagai salam perpisahan. Meski malu-malu, Nara pun memajukan bibirnya lalu mengecup lembut bibir Kaisar. Kini, dia tak bisa mengelak
Nara yang ketahuan mengintip, seketika berlari masuk ke mobil. Dia tak boleh lama-lama menatap tubuh bidang dan polos milik Kaisar, otaknya bisa memikirkan hal yang jorok. Nara membawa tubuhnya mengumpet di jok belakang mobil itu, tapi Kaisar malah ikut masuk dan duduk di sebelahnya. Suasana hening, Kaisar tidak berbicara, tapi deru nafasnya terdengar tak beraturan. Nara berniat menenggelamkan wajahnya ke dalam jaket, ketika lengan kekar milik Kaisar mengangkat tubuhnya dengan posisi menghadap ke arah Kaisar sendiri, lalu mendudukkan tubuh Nara di atas perut yang keras. Astaga! Bukan di perut, lebih tepatnya di bagian bawah pusar, tempat tonjolan itu berada. Nara merasa aneh pada bagian bawahnya, padahal dia memakai celana jeans, tapi benjolan milik Kaisar itu seakan bisa menusuk-nusuk area kewanitaannya. Apa memang saat ini Kaisar sedang on? Jangan bilang kalau dia menginginkan itu di sini, di dalam mobil yang sempit seperti ini. Keduanya kini saling bertatapan lekat. Nara yang gu
Tangan Nara refleks menjitak jidat Kaisar saking geramnya. Duduknya yang memang sengaja agak mepet ke pintu, sampai dicondongkan ke depan ke arah Kaisar agar tangannya bisa mencapai bagian jidat itu. PUK.Nara baru menyadari kelakuannya saat tangan Kaisar mencegahnya dari menjitak jidat itu sekali lagi lalu beralih menggenggam tangannya. Seperti ada aliran listrik, Nara rasa tangannya seolah kesetrum. Untung tidak sampai kejang-kejang. Alih-alih marah, Kaisar malah terkekeh. Pasalnya, ini kali pertama Nara melakukan skinship terlebih dahulu padanya, yah walaupun adegannya pukul-pukulan bukan peluk-pelukan. “Ngomong gitu sekali lagi, gue minta turun dari mobil.” Ancam Nara setelah sekuat tenaga mengeluarkan suara dari mulutnya. Gugup sekali rasanya, apalagi satu tangannya masih digenggaman oleh Kaisar. Hangat sekali rasanya. “Ngomong yang mana? Nggak perlu ngenalin istri gue ke mereka atau ngomong kalau lo itu istri gue?” goda Kaisar seraya memandang genit Nara. “Turunin gue sekar
“Maksud kamu apa ngomong kayak tadi? Memangnya kamu tahu?” tanya Luna setelah aktivitas panas mereka selesai. Aldo tidak langsung menjawab, dia bangun memungut pakaiannya yang tercecer di lantai, setelahnya memakai kembali pakaian tersebut. “Kalau aku kasih tau, apa kamu bakal percaya?” Aldo menjawab pertanyaan Luna dengan pertanyaan. Sungguh membuat Luna kesal. Apa sebenarnya maksud Aldo? Dia benar-benar tahu atau sengaja memancing kemarahan aku? “Katakan saja, kalau kau tidak bilang, bagaimana aku akan percaya?”“Aku harap kamu jangan kecil hati begitu mengetahui faktanya.”Berkecil hati? Apa maksudnya karena wanita itu yang dipilih Kaisar sementara dia tidak? Ah, Luna makin penasaran, wanita seperti apa yang membuat luluh seorang Kaisar. “Jangan bertele-tele, Al. Kasih tahu cepat siapa orangnya!” Luna makin tak sabar, wajahnya mulai mengeras dan serius. “Dia cukup dekat dengan kalian.”“Maksud kamu dekat dengan aku dan Kaisar?” Luna makin tak paham. Siapa gadis yang dekat deng
“Lo jangan senang dulu. Gue masuk ke mobil lo karena minta segera diantar ke tempat kerja. Waktu gue dikit lagi, gue nggak mau telat.” Judes Nara, tidak mau Kaisar berpikiran macam-macam tentangnya. Dari ekor matanya, Nara bisa melihat wajah Kaisar yang tadi memerah karena menahan marah kini mulai bisa tersenyum menyeringai. Senang banget pasti. “Makasih ya, Sweety. Gue makin sayang deh sama lo.”Nara tak membalas, hanya menghela nafas. Dia hanya ingin cepat sampai ke toko dan bekerja. Menyibukkan diri dengan pekerjaan akan membuatnya lupa dengan Kaisar sejenak. Sesampainya di toko, rupanya sedang ada kehebohan. Nara yang baru masuk tidak tahu menahu tiba-tiba jadi pusat perhatian. Apa mereka membicarakan gue? “Nara, kok kamu nggak bilang sih, alamat pengiriman bunga itu adalah alamat rumah kamu?” Pak Baskoro datang dengan berseru membuat semua orang menatap ke arah Nara, seolah meminta penjelasan. “Cie... Cie... Cie...” Suara cengcengan itu terdengar dari teman kerja satu shift
“Can, Nara mana? Kok lo sendirian yang ke sini?” Cantika sungguh tidak menyangka kalau dia bertemu dengan Rega di kantin. Tahu begitu, dia akan sebisa mungkin menghindar. Lalu sekarang, apa yang harus dia jawab pada Rega? Nggak mungkin kan bilang Nara dibawa pergi oleh Kaisar. Cantika jadi bingung sendiri di tempatnya, matanya bergerak gelisah, memikirkan alasan yang masuk akal. “Hmm, itu, tiba-tiba dia dapat panggilan dari Om aku yang punya toko, katanya Nara disuruh datang ke toko lebih cepat. Iya begitu.” Cantika cukup senang karena otaknya bisa diajak kerja sama di saat genting begini. Semoga saja Rega percaya. Rega menatap Cantika, ingin tidak percaya, tapi masa gadis berjilbab ini bohong? Begitu kata hati Rega. Dia pun mengangguk sekenanya. “Oh, begitu ya.” Gurat wajahnya terlihat kecewa, seolah dunia bekerja sama tak mendukung untuknya berduaan dengan Nara. “Kalau gitu, lo mau ikut makan bareng gue nggak? Daripada sendirian.” Rega menunjuk meja kosong di depannya, yang se