Kedua wajah mereka sangat mirip dan keduanya sangat cantik. Mungkin karena hal itu juga banyak orang yang tertarik dengan Kekaisaran. Atau mungkin merekalah yang menjadi daya tarik Kekaisaran itu sendiri. Aria pikir hal itu sudah wajar bahwa banyak penguasa atau pemimpin yang mengincar Kekaisaran. Selain mendapatkan tanah dan kekuatan yang besar, mereka juga bisa mendapatkan mawar yang cantik, yang tentunya hal itu bisa membuat nama mereka begitu terkenal di seluruh benua, bahkan dunia.Menanggapi hal itu, Cassia sebagai kaisar pertama membalasnya dengan senyum yang terlihat sangat polos dan terkesan lembut. "Banyak yang menanyakan hal tersebut kepada kami. Seluruh delegasi maupun wakil resmi yang datang Kekaisaran juga menanyakan hal yang sama." ucapnya dengan santai seolah-olah itu adalah hal yang biasa. "Itu benar. Kami hanya berbeda satu tahun, dan sebagai yang tertua, aku harus mengambil jabatan sebagai kaisar pertama." Kembali Aria hanya bisa merasa kagum melihat dua wanita can
Setelah pertemuan pertama dengan delegasi Kekaisaran telah selesai, Aria langsung pergi dari ruang audensi ke ruang kerja miliknya, ditemani juga oleh kedua NPC-nya serta Isaias yang mengikuti Aria dari belakang.Sesampainya di ruang kerja miliknya, Aria segera duduk dan kemudian mengerjakan berkas-berkas serta dokumen penting yang menumpuk di atas mejanya itu. Sedangkan, orang-orang yang mengikutinya mencari tempat yang nyaman untuk mereka bisa menemani Aria yang sedang bekerja.Pharash yang melihat dengan kagum tuannya yang sedang bekerja itu, kemudian menghampiri dengan senyuman yang tidak berubah. Setelah tepat berada di sampingnya, Pharash lalu membungkuk, bergaya seperti pelayan, dan menawarkan sesuatu untuk tuannya."Apakah anda menginginkan sesuatu, Tuanku?" ucap Pharash dengan sopan. "Aku bisa memberitahu seorang pelayan untuk datang kemari dan membawakan beberapa minuman untuk anda nikmati." lanjutnya sambil melirik ke arah Aria yang masih sibuk dengan tangannya sambil mend
‘Jika kalian adalah prajurit terbaik dan merupakan orang yang penting bagi kaisar serta kekaisaran, seharusnya kalian dapat menjaga surat ini dengan baik, bukan?’ Di setiap menit perjalanannya, kata-kata itu terus muncul di dalam pikiran Legruie yang sedang mengendarai kuda menuju kekaisaran. Mereka bertiga pulang menuju arah utara jauh untuk bisa kembali bersama dengan orang yang mereka sumpah untuk mereka lindungi selamanya. Ibukota Kekaisaran Holy Havellz, di sanalah mereka pulang untuk bertemu kaisar mereka. Tapi Legruie yang terus mengingat perkataan raja baru Kerajaan Ordioth itu tiap menitnya sudah dipastikan, selama perjalanan pulang wajahnya terus cemberut dan tidak menunjukkan adanya perubahan ke arah yang positif. Keningnya terus menerus mengkerut, dan aura ketidaksenangannya terus menerus keluar hingga membuat kedua temannya yang ikut bersamanya tidak merasa nyaman. “Bukankah ini sudah waktunya untukmu berhenti memikirkan hal itu?” Vanessa Kylnton yang sudah tidak bisa
Di salah satu kamar di dalam Istana Agung Kekaisaran Holy Havellz, seorang gadis yang sedang memakai pakaian santai, lebih tepatnya piyama, sedang merebahkan tubuhnya di atas ranjang berukuran sedang sambil bersenandung gembira. “Fufu~ fu~” Gadis yang identitasnya sebenarnya adalah seorang yang mempunyai gelar kaisar di sebuah negara yang sangat besar, bersenandung dengan nada yang imut dengan ekspresi seakan tidak sabar menunggu sesuatu. Dia adalah kaisar pertama Kekaisaran Holy Havellz: Cassia Fossberg. Kakinya ia gerakan ke atas ke bawah permukaan kasur yang membuat suara benturan khas di sana. Dia tidak peduli dengan penampilannya yang saat ini terlihat sangat biasa saja, dan tidak mencermikan gelar kaisar yang ia miliki. Karena sudah larut malam, Cassia tidak perlu mengkhawatirkan apapun tentang dirinya yang sedang memakai piyama merah muda imutnya. “Bukankah ini waktu yang tepat untuk menghubunginya?” Cassia bergumam kepada dirinya karena dia sudah menunggu waktu yang bagus
“Kerja bagus kalian bertiga. Aku ucapkan selamat datang kembali ke Kekaisaran dari tugas yang aku berikan kepada kalian.” Di atas kursi tahtanya, Cassia memberikan selamat kepada Legruie dan kedua paladin lain yang ikut dalam perjalanan bilateral antara kekaisaran dan juga kerajaan. “Ucapan Anda terlalu baik untuk kami.” Legruie sebagai pemimpin kelompoknya, sambil berjongkok dan menundukkan kepalanya, ia menjawab perkataan dari kaisarnya itu dengan bahagia di dalam hatinya. “Bagaimana kabar kalian selama di kerajaan? Aku harap kalian baik-baik saja.” Diberi perhatian yang lebih oleh sosok kaisar yang ia cintai, hati Legruie menjadi lebih bahagia. Namun ia tetap harus menjaga wibawanya di depan sosok yang ia cintai dan kagumi itu. “ Ya, kami dapat menjaga diri kami dengan baik.” “Aku sangat bersyukur tentang hal itu.” Sayangnya, Legruie dan kedua paladin di belakangnya masih menunduk, karena saat mengatakan itu, Cassia sedang tersenyum lembut kepada mereka bertiga. Jika mereka mel
"Sudah cukup lama, ya. Apakah itu 3 bulan?" "Aku kira seperti itu. Terima kasih telah menuruti semua keegoisanku." Seluruh badan mereka yang kaku akhirnya bisa dilembutkan. Di ruangan ini akhirnya mereka bisa bersantai setelah memasang tata krama formalitas yang palsu. Terlebih, di ruangan yang sekarang, mereka mendapatkan lebih banyak privasi untuk bisa bebas berbicara."Tidak masalah. Akan sangat bermasalah jika apa yang kamu tulis itu sungguhan dan benar terjadi. Itu bukan sekadar gertakan saja, apakah aku benar?" Aria tertawa kecil mendengar jawaban Cassia. "Entahlah. Tapi aku rasa aku bisa mengetahui seberapa serius kekaisaran dengan hal itu." Karena memang faktanya permainan politik di benua ini bukan gertakan saja. Jika pergerakan kekaisaran tidak dapat memuaskan hati Aria, walau ia sangat berharap hubungan kedua negara dapat terjalin dengan baik, dengan berat hati ia akan tetap meruntuhkannya bila kekaisaran tidak menganggapnya dengan serius. Untungnya, hal itu tidak terja
Satu minggu setelah kemenangan di Kerajaan Ordioth, Aria dan Florithe kembali lagi ke dalam Death Forest. Tempat mereka tinggal, di sebuah bangunan berbentuk kuil Yunani kuno yang didominasi oleh warna putih dan pilar-pilar yang kokoh. Kepulangan mereka sudah direncanakan sejak sebelum mereka pergi ke kerajaan Ordioth, tapi waktunya terundur karena beberapa hal. Selain itu, destinasi kepulangan mereka juga bertambah. "Sudah lama tidak bertemu, Tuan Aria. Baiklah, mari kita berangkat. Keretanya sudah siap." Aria dan Florithe akan pergi ke ibukota Brimmid, Arrnasche. Mereka yang pulang ke wilayah Count Reginald disambut hangat oleh Reginald sendiri.Tujuannya untuk menambah rasa pertemanan juga menguatkan hubungan yang dibangun. Karena saat ini Aria masih juga menjadi tuan tanah di daerah Ssuane."Oh, Count Reginald. Apakah kau yang menyiapkan ini sendiri?" "Benar. Bagaimanapun, kau adalah tamu spesial. Jika hanya meminjamkan keretaku bukanlah sebuah masalah." Count Reginald meminj
Kereta Aria sampai pada siang hari. Kereta itu berhenti di sebuah mansion mewah yang sangat luas. Terdapat satu orang yang berjaga di depan mansion tersebut. Orang itu bukalah pelayan, melainkan orang berbadan besar dan pakaian mewah ala bangsawan yang Aria kenali. Itu adalah Ghilmar. Aria dan Florithe disambut langsung oleh Ghilmar saat mereka berdua turun dari kereta yang dipinjamkan oleh Count Reginlad di Rumberg. "Aria! Selamat datang di kediamanku! Aku sudah menunggumu sejak lama." Ghilmar yang sudah menunggu kedatangan Aria sejak lama, tidak bisa menahan rasa ingin bertemu dengan Aria dan langsung mendekati mereka berdua.Tentunya sebagai orang yang mengetahui etika, Aria akan selalu memberikan salam hangat walau mereka berdua sudah saling kenal. "Selamat siang, Tuan Ghilmar. Aku juga sudah lama menantikan hal ini." Setelah saling menyapa dan juga berpelukan, Ghilmar lalu menanyakan keadaan Aria yang susah menempuh perjalanan jauh. "Bagaimana dengan perjalananmu?" Namun sep
Matahari kembali memperlihatkan sosoknya yang agung. Dia begitu bersinar dan nampak cerah dengan cahaya alaminya. Di pagi hari ini, wajah para pasukan aliansi kembali pada titik mereka bisa tersenyum setelah melewati malam yang begitu mengerikan. Saat pemimpin mereka melawan paus keimanan, mereka diserbu oleh pasukan musuh yang tidak mempunyai nyali ataupun takut di dalam diri mereka. Beberapa teman yang mereka kenal lama atau baru kenal saat di perjalanan mati dengan keadaan mengenaskan. Setelah pertempuran semalam, mereka memutuskan untuk berkabung sebentar saat itu juga, karena tidak banyak waktu lagi bagi mereka untuk bergerak. Raja Aria dan Ratu Brimmid sebenarnya sudah memutuskan untuk mereka beristirahat dan menjaga kota, tapi para pasukan akan merasa sangat tidak termotivasi jika tidak ikut dengan pemimpin mereka. Meneriakkan kemenangan bersama dengan para pemimpin adalah salah satu motivasi mereka agar tidak terpuruk sesudah pertempuran. Jasad Paus Keimanan tidak dapat
Lalu kemudian Gillechrìosd merasakan rasa takut yang besar, tapi dirinya tidak bisa merespons hingga akhirnya tanpa ia sadar, wajahnya sudah mencium tanah dengan keras. "Mhmffuu!" Serangan itu berasal dari Aria. Dia menenggelamkan wajah Gillechrìosd dengan kekuatannya sendiri hingga menghantam dan menghancurkan tanahnya. Setelah memberikan serangan, Aria lalu membawa Ninelie ke tempat yang aman dan mematikan sihir cahaya yang berakibat fatal bagi Ninelie. Dengan sihir yang sudah dimatikan, Ninelie yang tidak berdaya masih bisa belum merespons. "Florithe." ucap Aria untuk memberikan tindakan khusus."Ya." Florithe dengan segera datang dan menyembuhkan Ninelie. "Aku tidak menyangka dia bisa mengubah darah menjadi senjata." Sambil menyembuhkan Ninelie, Aria memulai percakapan. Mengingat jarang sekali melihat sihir yang identik, ia tidak bisa menahan rasa penasarannya.Florithe juga tidak keberatan. Konsentrasinya tidak mudah luntur hanya dengan percakapan biasa. "Itu adalah kemampua
Gillechrìosd menatap tajam ke arah Aria yang menunjukkan posisi sedikit tertunduk, seakan menahan rasa sakit serangan miliknya. Dari jari tengah tangan kanannya, dia melihat darah menetes ke tanah. "Jadi aku masih terkena serangannya." umpat dirinya lalu, Gillechrìosd mendecak. "Itu membuatku kesal." Gillechrìosd menghapus darahnya lalu melangkah ke mendekati Aria yang masih belum bergerak. "Baiklah, kau tidak sedang tidur sekarang, bukan? Mari kita lanjutkan pestanya." Gillechrìosd melebarkan kalung yang ia lilitkan di tangan kanannya sambil membaca mantra. Tangan kanannya kini dikelilingi oleh lingkaran sihir tiga lapis berwarna biru dengan kalung lambang agamanya yang ikut bersinar. "Ini akan menjadi sesuatu yang bagus saat otakmu meleleh. Holy Fire!" Tangan kanan Gillechrìosd langsung diselimuti oleh api berwarna biru putih menggantikan lingkaran sihirnya. Namun lagi-lagi, tanpa dirinya sadar, seseorang menyerang dirinya sekali lagi. Tapi ia dapat merasakan serangan itu saat
Berdiri di antara pasukannya, Gillechrìosd memasang senyum segar di wajahnya. Badannya masih dalam posisi yang sempurna. Goresan serta lecet dan beberapa luka yang ia dapatkan saat pertarungan melawan Aria hilang tanpa jejak. Tatapan matanya begitu tinggi dan mengejek sosok lawannya yang ia pikir berdosa. Gillechrìosd menilai mereka semua adalah sampah yang seharusnya dewanya tidak ciptakan. Tidak ada sifat mulia bahkan dengan berani menginjakkan kakinya di tempat suci untuk peribadatan. "Untuk seorang raja baru dari kerajaan Ordioth, kau lumayan." Dari nadanya, siapapun bisa mendengar bahwa nada itu adalah nada ejekan yang diberikan kepada Aria. "Bahkan setelah melawan tubuh keduaku ... Mungkin hanya kau yang bisa membuatnya tidak sadarkan diri." Gillechrìosd mengocehkan kehebatannya dengan gerak gerik seorang bangsawan yang memiliki kekuasaan absolut. Dengan postur tubuh yang bagus dan wajah yang tampan, Gillechrìosd masuk dalam jajaran kedua orang yang dibenci oleh Aria setel
Di depan mereka, berseberangan dengan tempat mereka berdiri, muncul dari kegelapan bayangan, disinari dengan sedikit cahaya bulan, terdapat seorang pria menggunakan baju pendeta, sama seperti yang dikenakan para paus yang ditemukan oleh Aria sebelumnya. Tetapi pria itu memiliki banyak hiasan keagamaan yang menempel di pakaiannya. Terdapat rantai, kalung, juga buku yang menempel pada baju pendetanya. Rambut pria itu panjang dan berwarna keemasan. Tubuhnya tinggi juga proporsional. Dilihat dari kulitnya, usia orang itu terbilang sangat muda dibandingkan dengan paus lainnya yang ada di teokrasi. Ninelie yang melihat itu langsung masuk dalam mode siaga untuk bertempur. "Hati-hati. Dia sangat kuat." "Sangat kuat? Dia?" Aria yang diberi peringatan oleh Ninelie bertanya kembali untuk memastikan.Ninelie kembali membalasnya sambil mempertahankan sikap siaganya. "Ya, meskipun penampilannya terlihat seperti itu dia adalah orang yang terkuat di Teokrasi." "Jadi itu bukan Paus Keberanian?"
Setelah membunuh karakter yang Aria pribadi benci, Aria bersama dengan Florithe keluar dari dalam gedung melewati puing-puing bangunan yang hancur, efek dari serangan pedang Arthur yang bertabrakan dengan pelindung sihir milik Aria. Matahari di sana sudah melumpuhkan warna oranye, dan bayang-bayang bangunan di sekitar taman utama mencerminkan waktunya untuk istirahat dari segala aktivitas. Tetapi taman itu sudah sunyi. Tidak ada satupun aktivitas terasa di taman utama teokrasi yang menjadi pusat dari segala acara keagamaan. Aria yang masih di sekitar gedung itu melihat ke arah matahari dengan mata yang penuh dengan keinginan kuat. Tetapi secara visual matanya hanya menatap keindahan matahari itu. Menjadikan balas dendam sebagai alasan utama ketidakbergunaan diri sendiri berjalan di atas dunia. Dan yang membuat itu semakin buruk, karena menjadikan aksi selingkuh tunangannya sebagai alasan utama. Benar-benar bodoh sekali. Angin berembus yang membuat pakaian Aria dan Florithe mengik
Aria menuju salah satu bangunan di pusat taman Teokrasi. Bangunan itu memiliki sebuah kubah sebagai atapnya. Interiornya mewah dengan berbagai lukisan serta patung yang terbuat dari emas. Di sana, ia pergi ke salah satu ruangan dengan pintu masuk yang berbeda dari pintu lainnya yang ada di bangunan itu. Ruangan itu dipenuhi oleh buku yang tertata, namun tidak begitu rapi di rak yang seluruhnya menyatu dengan tembok. Buku-buku tebal dan berwarna dengan jumlah yang banyak, hingga beberapa diletakkan di lantai. Ketika dia masuk, dia melihat seseorang sedang membaca salah satu buku yang cukup tebal. Aria tidak menyerang itu karena ia sepertinya mengenal sosok tersebut. Intuisinya tidak salah. Dengan santai ia masuk bersama Florithe dan menyapa, "Sudah lama tidak bertemu, Arthur." Arthur yang ada di di depannya memakai pakaian putih layaknya paladin di kekaisaran, namun lebih mewah layaknya seorang prajurit. Arthur melihat ke arah Aria dan menutup bukunya, "Ya, sudah lama tidak be
Namaku adalah Arthur. Aku dilahirkan di desa kecil di kerajaan Brimmid. Ayahku bekerja sebagai tukang pemotong kayu di hutan sekitar desa. Sedangkan ibu, ibu hannyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Mereka sangat baik kepadaku. Ayah selalu menyemangatiku dan tidak pernah bosan untuk bisa membuatku gembira. Begitu juga dengan ibu, ibu selalu dapat menenangkanku kapanpun aku merasa butuh. Setiap aku menangis, ibu selalu ada dan memelukku. Saat umurku sudah menginjak 4 tahun, Aku melihat ibu menangis. Ibu bilang bahwa Ayah akan pergi sangat lama. Butuh waktu sekitar satu tahun hingga akhirnya aku menyadari kalau ayah telah meninggal. Aku mendengar percakapan orang-orang di desa kalau banyak monster berkeliaran di dalam hutan. Kemudian, aku tidak sengaja mendengar ayahku yang menjadi salah satu korbannya. Mereka bilang, ayah mati karena dimakan oleh sekumpulan serigala yang besar saat menebang pohon. Aku kemudian mengingat saat waktu itu, banyak orang berkumpul di depan rumah. M
"Garban telah dikalahkan katamu!!?" Empat paus yang berada di dalam ruangan sebuah gereja yang juga menyatu sebagai kastil di wilayah paus kasih sayang, mengatakan hal yang serupa dengan nada tidak percaya. Empat paus itu duduk di meja bundar. Dari sebelah kanan, mereka adalah Ailpein Caisidei sang Paus Kebajikan, Gilleathain Kendrick sang Paus Kebaikan, Fionnghal-Taog Duffs sang Paus Ketaatan, dan Fearchar Kavanaugh sang Paus Kasih Sayang. Mereka semua ada dan menunggu di sini hanya satu alasan; mendapatkan kabar baik dari Garban Lewis, sang Paus Ketaatan, yang berharap dapat mempertahankan tembok kokoh mereka. Namun setelah keyakinan yang tinggi, apa yang mereka dengar dari salah satu bawahan mereka, yang mereka suruh untuk memberi informasi hannyalah kekalahan total. "Apa kau serius tentang itu?" ucap salah satu dari Paus di sana masih tidak mempercayainya.Sang pembawa pesan hanya bisa berlutut dan menghadap ke bawah sambil gemetar berhadapan dengan para paus. "Y-ya, tidak sal