Sesuai dengan rencana yang sudah dibuat di dalam di kepalanya, Violet kembali melepaskan tombaknya untuk menyerang Aria dari udara. Beberapa serangan dapat Aria tahan, hingga akhirnya serangan terakhir dari Violet memaksakan Aria harus membuat tembok es tepat di depannya. Hal itu membuat ia terjatuh karena gelombang kejut yang dihasilkan. Tidak ingin menyerah dan kalah begitu saja, Aria mulai merapal sihir yang lebih besar dalam keadaan terjun bebas. "Kekuatan besar berasal dari utara dan selatan bumi. Kedua arah tersebut menjadi kekuatan yang saling menarik dan membuatnya menjadi seimbang. Hingga akhirnya mereka melepaskannya dan membuat bencana besar. Ice Kraken" Udara dingin terlihat bermunculan dari berbagai arah yang diciptakan sihir Aria. Dan saat Aria sudah sampai di bawah dengan tangan yang bersentuhan dengan tanah, bongkahan es yang besar dengan cepat menjalar ke arah Violet bagaikan gelombang pasang. Ekspresi takut atau terkejut tidak terlihat di wajah Violet. Sebalikny
Tubuh Violet sudah tidak mampu bergerak, otaknya juga seakan berhenti berpikir membuat dirinya diam.Violet menutup matanya, namun karena ledakan cahaya dari tubuh Aria cukup terang, membuat penglihatannya menjadi putih meski sudah tertutup rapat. Secara perlahan penglihatan Violet kembali normal. Warna gelap hitam yang seharusnya saat sedang menutup mata sudah dirasakan oleh matanya. Violet kemudian dengan perlahan membuka kembali matanya. Hutan berwarna hijau dan terik matahri terlihat oleh matanya. 'Oh, sihir hujannya sudah dibatalkan. Bukankah tadi Aria mengeluarkan sihir es yang lain? Aku tidak mengerti.'Violet tersenyum lembut saat dirinya mendapati Aria sedang berdiri tegak tanpa terluka di tempat sihir terakhirnya muncul. Di sampingnya juga sudah terlihat wajah yang tidak Violet kenali. Namun dari pakaiannya, ia tahu itu adalah Florithe. Benar-benar wanita yang cantik. Masih tersisa jejak latihan tadi, Violet tersenyum kecut melihat bekas lubang besar akibat sihir milik
"Apakah tidak masalah, Aria?" "Tentu, aku tidak keberatan." Duduk bersama di meja bundar yang cukup besar, mereka telah kembali dari latihan yang—hampir—membuat mereka malapetaka. Mereka duduk di ruangan pribadi yang sudah dipesan dari fasilitas penginapan untuk 6 orang.Ruangan yang mereka tempati cukup besar, ukurannya sebesar sebuah kamar berukuran sedang yang hanya bisa menampung satu tempat tidur. Bedanya ruangan itu berisikan kursi dan meja untuk bersantap. Ruangan pribadi itu juga terletak di ujung dan jaraknya cukup jauh dari kedai utama sehingga mereka akan mendapatkan kenyamanan yang lebih juga privasi kepada mereka."Kalau begitu akan kubalas kebaikanmu." "Tidak perlu. Sejujurnya Aku cukup senang bertemu dengan kalian di sini. Jadi tidak perlu susah-susah untuk membalas kebaikanku." Aria memesan ruangan itu agar dapat bercerita serta mendapatkan informasi yang mungkin saja Pharash lewati. Atau mungkin mencegah Ninelie mabuk berat, juga malam ini adalah malam terakhir
"Kami memang menyembah Tuhan yang sama, yaitu Tuhan Enytch. Tetapi ajaran kami tentang firman dan ajaran-Nya dengan teokrasi berbeda. Pandangan yang seperti itu membuat perbedaan besar." jawab Red setelah selesai meneguk.Teokrasi Enytch merupakan negara yang terletak di Timur benua. Wilayahnya tidak sebesar Mitridem namun sedikit lebih besar dari Brimmid. Mendengar sesuatu yang membuat penasaran, Aria kembali melanjutkan. "Perbedaan pandangan? Apakah aku boleh tau tentang itu?" Red mengangguk bahwa itu bukanlah sesuatu yang besar. "Tentu. Teokrasi memilih ajaran Tuhan Ecynth yang awal, mereka menyebutnya sebagai kitab awal dan tidak mengakui adanya penambahan kitab Tuhan kedua. Sedangkan yang dianut Brimmid dan Mitridem menggunakan keduanya." "Mudahnya teokrasi adalah orang-orang konservatif." timpal Ninelie yang terdengar kesal saat topik mengenai ajaran Enytch mencuat. Red yang mendengar itu kemudian mendekati Ninelie dan sedikit menggodanya. "Apakah kau begitu membenci Tuhan Ec
Kerajaan Ordioth, sebuah kerajaan dengan wilayah terbesar kedua setelah empire. Terletak di barat benua, kerajaan itu sebagian besar areanya adalah padang pasir dan bebatuan. Intensitas hujan tidak terlalu sering turun di wilayah itu sehingga menjadi wilayah yang berpasir. Meski begitu, wilayah mereka tidak terlalu kering, masih banyak air yang penduduk di sana bisa gunakan. Seperti di daerah timur tengah bumi, kebanyakan bangunan dari Kerajaan Ordioth tidak menggunakan kayu, melainkan batu ataupun pasir yang dikeraskan. Rombongan Magnius akan datang ke kerajaan tersebut melalui rute baru dari desa Ssuane. "Aku terkesan bagaimana semuanya bisa menjadi seperti ini."Di saat Aria melintasi desa tersebut, Aria sudah melihat banyak perkembangan telah terjadi. Sebuah tembok kokoh terlihat di luar desa. Meskipun tembok tersebut hanya terbuat dari batang pohon, tinggi tembok itu tidak kalah dengan tembok yang terbuat dari batu di desa Rumberg. Ujungnya diruncingkan dan tembok tersebut
Pria tersebut menjawabnya secara acuh tak acuh meski Aria dengan tidak sengaja membuat kegaduhan. Nampaknya dia sudah sering melihat dan tidak mempedulikannya. "Bir dengan kocokkan madu dan susu." "Bisa dicampur dengan minuman dari perusahaan Magnius?" Bartender itu terkejut dengan perkataan Aria. Terlihat dari tangannya yang berhenti mengelap peralatan minumnya. Para pengunjung yang sudah mulai kembali normal juga segera menatap kembali Aria dengan serius karena mendengar apa yang Aria ucapkan."Apakah kau baru di kota ini, Nak?" "Memangnya ada apa?" Bartender itu mulai kehilangan minatnya untuk berbicara kepada Aria dan memperingatkan agar Aria sebaiknya tidak membuat hal yang bisa memicu sesuatu yang buruk di tempatnya."Jika kau ingin membuat kerusuhan sebaiknya hentikan. Aku tidak ingin meja dan kursi milikku hancur kembali seperti yang sudah terjadi semalam." "Aku bersedia ganti rugi." Kembali Aria mengatakan sesuatu yang akan sangat sensitif di tempat seperti ini, dan te
Keluar dari penginapan di pagi hari, Aria dan Florithe bersiap untuk menuju ibukota. Mereka berencana untuk menggunakan rute berbahaya dari informasi yang mereka dapatkan dari bar kemarin. Aria dan Florithe tidak perlu berjalan kaki karena mereka bisa terbang untuk sampai ke ibukota dari Ordioth. Meski biasanya mereka tidak akan terbang karena lebih menyukai berjalan, tidak ada pilihan lain selain mengejar waktu yang semakin menipis. Dengan terbang, serta kecepatan yang dipercepat mereka bisa sampai ibukota hanya kurang dari 24 jam. Seperti itu yang Aria rencanakan, berangkat di pagi hari dan tidak bertemu siapapun lalu terbang dengan kecepatan tinggi. Tapi rencana untuk tidak bertemu siapapun seketika gagal. Setelah keluar dari penginapan, tepat saat mereka menutup pintu masuk penginapan, terdapat perempuan sedang menempel di dinding dan menyapa mereka. "Apa kabar!" Aria melihat perempuan itu sebentar kemudian melirik ke Florithe. "Ayo,
Matahari menjulang tinggi, menyinari tepat di atas kepala di padang gersang Ordioth yang terkenal. Meski jarak antara dataran dan matahari sangat jauh, saat berada di gurun seperti ini, matahari hanya terasa tepat di atas rambut yang membuat siapapun dehidrasi. Dengan kehadiran Sarte, Aria dan Florithe tidak perlu dipusingkan oleh ancaman dehidrasi tersebut. Adanya kehadiran Sarte juga membuat perjalanan tidak sepanas dan tidak terlalu mendapatkan masalah berarti. Monster buas atau hewan buas yang mengancam kelompok dibersihkan oleh Sarte dengan kemampuannya menyelinap, membunuh secara diam-diam, atau juga kabur menghindari musuh. "Dengan seperti ini, kita bisa sampai lebih cepat beberapa jam dari waktu yang seharusnya." Sarte mengatakan hal tersebut dengan bangga. Bagaimanapun, tanpa Sarte, semua hal di atas, Aria dan Florithe sudah jauh beberapa kilometer dari jarak mereka saat ini. Aria berpikir bahwa Sarte sudah melupakan perkataan di
Matahari kembali memperlihatkan sosoknya yang agung. Dia begitu bersinar dan nampak cerah dengan cahaya alaminya. Di pagi hari ini, wajah para pasukan aliansi kembali pada titik mereka bisa tersenyum setelah melewati malam yang begitu mengerikan. Saat pemimpin mereka melawan paus keimanan, mereka diserbu oleh pasukan musuh yang tidak mempunyai nyali ataupun takut di dalam diri mereka. Beberapa teman yang mereka kenal lama atau baru kenal saat di perjalanan mati dengan keadaan mengenaskan. Setelah pertempuran semalam, mereka memutuskan untuk berkabung sebentar saat itu juga, karena tidak banyak waktu lagi bagi mereka untuk bergerak. Raja Aria dan Ratu Brimmid sebenarnya sudah memutuskan untuk mereka beristirahat dan menjaga kota, tapi para pasukan akan merasa sangat tidak termotivasi jika tidak ikut dengan pemimpin mereka. Meneriakkan kemenangan bersama dengan para pemimpin adalah salah satu motivasi mereka agar tidak terpuruk sesudah pertempuran. Jasad Paus Keimanan tidak dapat
Lalu kemudian Gillechrìosd merasakan rasa takut yang besar, tapi dirinya tidak bisa merespons hingga akhirnya tanpa ia sadar, wajahnya sudah mencium tanah dengan keras. "Mhmffuu!" Serangan itu berasal dari Aria. Dia menenggelamkan wajah Gillechrìosd dengan kekuatannya sendiri hingga menghantam dan menghancurkan tanahnya. Setelah memberikan serangan, Aria lalu membawa Ninelie ke tempat yang aman dan mematikan sihir cahaya yang berakibat fatal bagi Ninelie. Dengan sihir yang sudah dimatikan, Ninelie yang tidak berdaya masih bisa belum merespons. "Florithe." ucap Aria untuk memberikan tindakan khusus."Ya." Florithe dengan segera datang dan menyembuhkan Ninelie. "Aku tidak menyangka dia bisa mengubah darah menjadi senjata." Sambil menyembuhkan Ninelie, Aria memulai percakapan. Mengingat jarang sekali melihat sihir yang identik, ia tidak bisa menahan rasa penasarannya.Florithe juga tidak keberatan. Konsentrasinya tidak mudah luntur hanya dengan percakapan biasa. "Itu adalah kemampua
Gillechrìosd menatap tajam ke arah Aria yang menunjukkan posisi sedikit tertunduk, seakan menahan rasa sakit serangan miliknya. Dari jari tengah tangan kanannya, dia melihat darah menetes ke tanah. "Jadi aku masih terkena serangannya." umpat dirinya lalu, Gillechrìosd mendecak. "Itu membuatku kesal." Gillechrìosd menghapus darahnya lalu melangkah ke mendekati Aria yang masih belum bergerak. "Baiklah, kau tidak sedang tidur sekarang, bukan? Mari kita lanjutkan pestanya." Gillechrìosd melebarkan kalung yang ia lilitkan di tangan kanannya sambil membaca mantra. Tangan kanannya kini dikelilingi oleh lingkaran sihir tiga lapis berwarna biru dengan kalung lambang agamanya yang ikut bersinar. "Ini akan menjadi sesuatu yang bagus saat otakmu meleleh. Holy Fire!" Tangan kanan Gillechrìosd langsung diselimuti oleh api berwarna biru putih menggantikan lingkaran sihirnya. Namun lagi-lagi, tanpa dirinya sadar, seseorang menyerang dirinya sekali lagi. Tapi ia dapat merasakan serangan itu saat
Berdiri di antara pasukannya, Gillechrìosd memasang senyum segar di wajahnya. Badannya masih dalam posisi yang sempurna. Goresan serta lecet dan beberapa luka yang ia dapatkan saat pertarungan melawan Aria hilang tanpa jejak. Tatapan matanya begitu tinggi dan mengejek sosok lawannya yang ia pikir berdosa. Gillechrìosd menilai mereka semua adalah sampah yang seharusnya dewanya tidak ciptakan. Tidak ada sifat mulia bahkan dengan berani menginjakkan kakinya di tempat suci untuk peribadatan. "Untuk seorang raja baru dari kerajaan Ordioth, kau lumayan." Dari nadanya, siapapun bisa mendengar bahwa nada itu adalah nada ejekan yang diberikan kepada Aria. "Bahkan setelah melawan tubuh keduaku ... Mungkin hanya kau yang bisa membuatnya tidak sadarkan diri." Gillechrìosd mengocehkan kehebatannya dengan gerak gerik seorang bangsawan yang memiliki kekuasaan absolut. Dengan postur tubuh yang bagus dan wajah yang tampan, Gillechrìosd masuk dalam jajaran kedua orang yang dibenci oleh Aria setel
Di depan mereka, berseberangan dengan tempat mereka berdiri, muncul dari kegelapan bayangan, disinari dengan sedikit cahaya bulan, terdapat seorang pria menggunakan baju pendeta, sama seperti yang dikenakan para paus yang ditemukan oleh Aria sebelumnya. Tetapi pria itu memiliki banyak hiasan keagamaan yang menempel di pakaiannya. Terdapat rantai, kalung, juga buku yang menempel pada baju pendetanya. Rambut pria itu panjang dan berwarna keemasan. Tubuhnya tinggi juga proporsional. Dilihat dari kulitnya, usia orang itu terbilang sangat muda dibandingkan dengan paus lainnya yang ada di teokrasi. Ninelie yang melihat itu langsung masuk dalam mode siaga untuk bertempur. "Hati-hati. Dia sangat kuat." "Sangat kuat? Dia?" Aria yang diberi peringatan oleh Ninelie bertanya kembali untuk memastikan.Ninelie kembali membalasnya sambil mempertahankan sikap siaganya. "Ya, meskipun penampilannya terlihat seperti itu dia adalah orang yang terkuat di Teokrasi." "Jadi itu bukan Paus Keberanian?"
Setelah membunuh karakter yang Aria pribadi benci, Aria bersama dengan Florithe keluar dari dalam gedung melewati puing-puing bangunan yang hancur, efek dari serangan pedang Arthur yang bertabrakan dengan pelindung sihir milik Aria. Matahari di sana sudah melumpuhkan warna oranye, dan bayang-bayang bangunan di sekitar taman utama mencerminkan waktunya untuk istirahat dari segala aktivitas. Tetapi taman itu sudah sunyi. Tidak ada satupun aktivitas terasa di taman utama teokrasi yang menjadi pusat dari segala acara keagamaan. Aria yang masih di sekitar gedung itu melihat ke arah matahari dengan mata yang penuh dengan keinginan kuat. Tetapi secara visual matanya hanya menatap keindahan matahari itu. Menjadikan balas dendam sebagai alasan utama ketidakbergunaan diri sendiri berjalan di atas dunia. Dan yang membuat itu semakin buruk, karena menjadikan aksi selingkuh tunangannya sebagai alasan utama. Benar-benar bodoh sekali. Angin berembus yang membuat pakaian Aria dan Florithe mengik
Aria menuju salah satu bangunan di pusat taman Teokrasi. Bangunan itu memiliki sebuah kubah sebagai atapnya. Interiornya mewah dengan berbagai lukisan serta patung yang terbuat dari emas. Di sana, ia pergi ke salah satu ruangan dengan pintu masuk yang berbeda dari pintu lainnya yang ada di bangunan itu. Ruangan itu dipenuhi oleh buku yang tertata, namun tidak begitu rapi di rak yang seluruhnya menyatu dengan tembok. Buku-buku tebal dan berwarna dengan jumlah yang banyak, hingga beberapa diletakkan di lantai. Ketika dia masuk, dia melihat seseorang sedang membaca salah satu buku yang cukup tebal. Aria tidak menyerang itu karena ia sepertinya mengenal sosok tersebut. Intuisinya tidak salah. Dengan santai ia masuk bersama Florithe dan menyapa, "Sudah lama tidak bertemu, Arthur." Arthur yang ada di di depannya memakai pakaian putih layaknya paladin di kekaisaran, namun lebih mewah layaknya seorang prajurit. Arthur melihat ke arah Aria dan menutup bukunya, "Ya, sudah lama tidak be
Namaku adalah Arthur. Aku dilahirkan di desa kecil di kerajaan Brimmid. Ayahku bekerja sebagai tukang pemotong kayu di hutan sekitar desa. Sedangkan ibu, ibu hannyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Mereka sangat baik kepadaku. Ayah selalu menyemangatiku dan tidak pernah bosan untuk bisa membuatku gembira. Begitu juga dengan ibu, ibu selalu dapat menenangkanku kapanpun aku merasa butuh. Setiap aku menangis, ibu selalu ada dan memelukku. Saat umurku sudah menginjak 4 tahun, Aku melihat ibu menangis. Ibu bilang bahwa Ayah akan pergi sangat lama. Butuh waktu sekitar satu tahun hingga akhirnya aku menyadari kalau ayah telah meninggal. Aku mendengar percakapan orang-orang di desa kalau banyak monster berkeliaran di dalam hutan. Kemudian, aku tidak sengaja mendengar ayahku yang menjadi salah satu korbannya. Mereka bilang, ayah mati karena dimakan oleh sekumpulan serigala yang besar saat menebang pohon. Aku kemudian mengingat saat waktu itu, banyak orang berkumpul di depan rumah. M
"Garban telah dikalahkan katamu!!?" Empat paus yang berada di dalam ruangan sebuah gereja yang juga menyatu sebagai kastil di wilayah paus kasih sayang, mengatakan hal yang serupa dengan nada tidak percaya. Empat paus itu duduk di meja bundar. Dari sebelah kanan, mereka adalah Ailpein Caisidei sang Paus Kebajikan, Gilleathain Kendrick sang Paus Kebaikan, Fionnghal-Taog Duffs sang Paus Ketaatan, dan Fearchar Kavanaugh sang Paus Kasih Sayang. Mereka semua ada dan menunggu di sini hanya satu alasan; mendapatkan kabar baik dari Garban Lewis, sang Paus Ketaatan, yang berharap dapat mempertahankan tembok kokoh mereka. Namun setelah keyakinan yang tinggi, apa yang mereka dengar dari salah satu bawahan mereka, yang mereka suruh untuk memberi informasi hannyalah kekalahan total. "Apa kau serius tentang itu?" ucap salah satu dari Paus di sana masih tidak mempercayainya.Sang pembawa pesan hanya bisa berlutut dan menghadap ke bawah sambil gemetar berhadapan dengan para paus. "Y-ya, tidak sal