Pinggiran Kota Arrnasche merupakan kota dimana penduduknya memiliki ekonomi yang relatif cukup dan tidak miskin. Kondisi di kota Arrnasche tidak terbilang sangat aman dan bebas dari yang namanya tindakan kriminal. Tetapi pinggiran Arrnasche merupakan salah satu tempat yang nyaman dan direkomendasikan untuk ditempati. Anak-anak dapat bebas bermain dan para wanita dapat pulang dengan aman di malam hari. Di pinggiran kota Arrnasche, terdapat sebuah gereja katedral yang besar. Arsitekturnya terbilang cukup rumit, menara gereja yang tinggi, dinding kaca besar, kubah bergaris dan ditopang oleh sayap. Melambangkan kemegahan juga teologis dari arsitektur gereja. Tidak semegah gereja utama di pusat kota memang, tetapi gereja tersebut mampu untuk menampung ribuan jemaat untuk beribadah. Interior gereja dibuat dengan masuknya cahaya matahari secara estetis dengan struktur diafan. Yang terindah dari gereja tersebut memiliki konsep cahaya dari pemakaian kaca be
Malam ini, Rujid bersama para pengikutnya berkumpul di dalam gereja. Bukan untuk beribadat, mereka berkumpul untuk rencana tertentu. Rujid yang memakai Vestimentum dan pengikutnya yang memakai jubah berwarna merah meneriakkan puji-pujian yang ditunjukkan bukan untuk tuhan mereka, melainkan untuk sesuatu yang lain. Tepat pada tengah malam, para pengikut sekte yang dibuat oleh Rujid keluar dari gereja. Keadaan pinggiran kota Arrnasche sedang sepi. Para penjaga yang berpatroli mengalihkan penjagaan mereka ke atas tembok serta gerbang-gerbang masuknya kota. Seperti seorang yang andal, para pengikut Rujid keluar dari gereja dengan aura seminim mungkin. Mereka tidak diperkuat oleh sihir ataupun benda sihir yang mampu menghilangkan mereka. Kemampuan tersebut sudah dilatih oleh para anggota sekte sudah dari lama. Para pengikut sekte Rujid berjalan di daerah sekitar kota serta gang-gang sempit. Terkadang keberadaan mereka terdeteksi oleh para prajurit
Asap hitam mengepul ke udara dari dalam kota. Asap tersebut ditimbulkan oleh para pengikut sekte Rujid yang beraksi di dalam. Mereka menyerang rumah penduduk dan menyerang para warga yang sedang terlelap tidur. Malam dengan bulan purnama yang indah dan sudah cerah, menjadi lebih terang akibat cahaya yang dihasilkan dari tembok api. Bentuknya tipis sehingga banyak orang yang tidak mengira itu terbuat dari api. Kebanyakan dari mereka hangus begitu saja saat melewatinya. Jendral Martias yang menjabat sebagai kesatria kerajaan langsung bangun dari tidurnya dan segera menuju ke tempat lokasi setelah menerima informasi dari bawahannya. Martias memacu kuda dengan beberapa anggota di belakangnya dengan memakai baju zirah lengkap. Memotong angin malam, kelompok kesatria kerajaan dengan wajah cemas hanya bisa berharap keadaan tidak semakin memburuk. "Kapten! Datang kabar terbaru." Sambil memacu kudanya, salah satu bawahan Martias memberi informasi yang baru
Patung domba itu tidak diukir dengan terlalu detail sehingga hanya terlihat pahatan kasar dari seorang pengrajin pemula jika dilihatnya. Meskipun hanya terlihat seperti pahatan pemula, benda yang dipegang Rujid merupakan salah satu item sihir yang ia beli bersamaan dengan bola putih miliknya. Patung tersebut dapat mengambil mana yang sudah mati dan juga aura ketakutan di sekitarnya. Area yang dicakup item tersebut cukup luas meskipun bentuknya tidak sebesar bola putih di atas batu makam miliknya. Rujid mencium batu tersebut dan meletakkannya persis di depan bola miliknya. "The Lost Sheep. Aku serahkan padamu."Saat diletakkan, benda tersebut secara bersamaan dengan bola di belakangnya mengeluarkan cahaya dengan dua warna yang berbeda. Item bernama The Lost Sheep itu mengeluarkan warna hitam pekat, sedangkan bola di belakangnya mengeluarkan warna putih terang. Tetapi dua benda tersebut bekerja sama dengan baik. Aura dan mana berwarna hitam yang
Beberapa jam sebelumnya... "Jadi ini yang orang bilang sebagai ibukota?" Berdiri di sana, di depan gerbang tembok besar ibukota Arrnasche, satu orang laki-laki dan perempuan. Yang laki-laki mengenakan pakaian serba hitam dengan jubah yang menutupi setengah badannya saja. Pakaiannya terlihat mahal dan seperti seorang petinggi militer. "Ya, Arrnasche disebut sebagai ibu kota yang besar dengan pertahanan yang kuat."Di sebelahnya terdapat perempuan yang memakai baju serba putih. Pakaiannya mirip seperti seorang priest. Perempuan itu mengenakan jaket dan jubah yang menutupi kepalanya sehingga sangat sulit untuk melihat wajahnya secara langsung. Mereka berdua adalah petualang berperingkat silver yang datang dari kota Rumberg. "Seberapa kuat?" "Sepertinya tidak melebihi Ordioth dan juga Havellz." "Percuma saja kalau begitu." Selagi melihat tembok yang tinggi, mereka melangkah ke arah para penjaga yang ada di depan mereka sembari membic
Florithe dengan segera bangkit dari duduknya kemudian meninggalkan ruangan dan Aria mengikuti di belakangnya. Mereka berdua keluar dari penginapan dan menggunakan sihir Fly untuk pergi ke barat pinggiran kota Arrnasche. Setelah beberapa detik mereka terbang, dari atas mereka dapat melihat banyak makhluk putih dengan perlengkapan yang berbeda-beda."Melihat dari atas sini rasanya sangat berbeda." ucap Aria sambil lanjut terbang mengikuti Florithe.Mereka semua berhamburan seperti gelombang tsunami yang menghantam bangunan di sekitarnya dan memakan manusia dengan jumlah mereka. Itu adalah gelombang tinggi undead. Makhluk tengkorak tanpa daging dan kulit berhamburan dengan cepat dan menyerang kota. Penduduk yang kebingungan untuk melihat cahaya merah di luar menjadi korban para undead tersebut. Di tengah-tengah gelombang undead itu, Aria dan Florithe melihat seseorang berjalan bersama dengan para undead tanpa terluka. Layaknya seorang presiden, ker
Aria mengangkat tangannya dan mengarahkannya ke pinggir Rujid. "Wind Blast."Setelah mengucapkan mantra itu, pasukan undead di sebelahnya terbang ke belakang bersamaan debu dari tanah seakan ada yang menghantam permukaan di sana. Rujid yang melihat itu sedikit panik. Sihir yang diperlihatkan Aria tidak begitu spesial. Namun sihir yang dihasilkan memiliki efek yang lebih besar dari Wind Blast pada umumnya. "Ronde kedua. Wind Blast." Sama seperti yang sudah dilakukannya tadi, Aria segera menghempaskan prajurit undead Rujid yang ada. Namun Aria meningkatkan sihirnya tersebut sehingga benturan yang terjadi lebih besar dan padukan Rujid banyak yang terkena efeknya. "Tunggu! Kau bisa meningkatkan itu lagi?! Tidak bisa dimaafkan!" Rujid kemudian memegang kalung yang dipakainya. Kalung itu kemudian bersinar dengan terang. Tidak ada efek apapun pada pasukan Rujid. "Kau tidak akan selamat jika sudah dikepung. Aku memanggil bantuan untuk mengala
Guild petualang ibukota Arrnasche. Bangunan tersebut terletak di benteng kedua kerajaan Brimmid. Bangunannya cukup besar dan bagus. Guild petualang ibukota dikenal sebagai salah satu markas guild petualang dengan anggota terbanyak. Yang ada di dalam bangunan tersebut merupakan petualang pemula hingga petualang berpengalaman. Tetapi hari ini kebanyakan guild itu dipenuhi dengan petualang berperingkat menengah. "Hey lihat.""Yah, kau benar."Mereka menatap dan bergumam ke arah sepasang pria dan wanita yang baru saja meninggalkan meja resepsionis. Tidak ada niatan untuk mengganggu ataupun membuat masalah dengan kedua orang tersebut, pasalnya peringkat mereka lebih rendah daripada orang yang mereka tatap. Mata mereka dengan jelas melihat lencana dengan lengan bintang yang banyak. Tetapi rasa penasaran mereka yang membuat mereka terus menatap kedua orang tersebut. Itu dikarenakan mereka sama sekali tidak pernah melihat kedua orang tersebut
Matahari kembali memperlihatkan sosoknya yang agung. Dia begitu bersinar dan nampak cerah dengan cahaya alaminya. Di pagi hari ini, wajah para pasukan aliansi kembali pada titik mereka bisa tersenyum setelah melewati malam yang begitu mengerikan. Saat pemimpin mereka melawan paus keimanan, mereka diserbu oleh pasukan musuh yang tidak mempunyai nyali ataupun takut di dalam diri mereka. Beberapa teman yang mereka kenal lama atau baru kenal saat di perjalanan mati dengan keadaan mengenaskan. Setelah pertempuran semalam, mereka memutuskan untuk berkabung sebentar saat itu juga, karena tidak banyak waktu lagi bagi mereka untuk bergerak. Raja Aria dan Ratu Brimmid sebenarnya sudah memutuskan untuk mereka beristirahat dan menjaga kota, tapi para pasukan akan merasa sangat tidak termotivasi jika tidak ikut dengan pemimpin mereka. Meneriakkan kemenangan bersama dengan para pemimpin adalah salah satu motivasi mereka agar tidak terpuruk sesudah pertempuran. Jasad Paus Keimanan tidak dapat
Lalu kemudian Gillechrìosd merasakan rasa takut yang besar, tapi dirinya tidak bisa merespons hingga akhirnya tanpa ia sadar, wajahnya sudah mencium tanah dengan keras. "Mhmffuu!" Serangan itu berasal dari Aria. Dia menenggelamkan wajah Gillechrìosd dengan kekuatannya sendiri hingga menghantam dan menghancurkan tanahnya. Setelah memberikan serangan, Aria lalu membawa Ninelie ke tempat yang aman dan mematikan sihir cahaya yang berakibat fatal bagi Ninelie. Dengan sihir yang sudah dimatikan, Ninelie yang tidak berdaya masih bisa belum merespons. "Florithe." ucap Aria untuk memberikan tindakan khusus."Ya." Florithe dengan segera datang dan menyembuhkan Ninelie. "Aku tidak menyangka dia bisa mengubah darah menjadi senjata." Sambil menyembuhkan Ninelie, Aria memulai percakapan. Mengingat jarang sekali melihat sihir yang identik, ia tidak bisa menahan rasa penasarannya.Florithe juga tidak keberatan. Konsentrasinya tidak mudah luntur hanya dengan percakapan biasa. "Itu adalah kemampua
Gillechrìosd menatap tajam ke arah Aria yang menunjukkan posisi sedikit tertunduk, seakan menahan rasa sakit serangan miliknya. Dari jari tengah tangan kanannya, dia melihat darah menetes ke tanah. "Jadi aku masih terkena serangannya." umpat dirinya lalu, Gillechrìosd mendecak. "Itu membuatku kesal." Gillechrìosd menghapus darahnya lalu melangkah ke mendekati Aria yang masih belum bergerak. "Baiklah, kau tidak sedang tidur sekarang, bukan? Mari kita lanjutkan pestanya." Gillechrìosd melebarkan kalung yang ia lilitkan di tangan kanannya sambil membaca mantra. Tangan kanannya kini dikelilingi oleh lingkaran sihir tiga lapis berwarna biru dengan kalung lambang agamanya yang ikut bersinar. "Ini akan menjadi sesuatu yang bagus saat otakmu meleleh. Holy Fire!" Tangan kanan Gillechrìosd langsung diselimuti oleh api berwarna biru putih menggantikan lingkaran sihirnya. Namun lagi-lagi, tanpa dirinya sadar, seseorang menyerang dirinya sekali lagi. Tapi ia dapat merasakan serangan itu saat
Berdiri di antara pasukannya, Gillechrìosd memasang senyum segar di wajahnya. Badannya masih dalam posisi yang sempurna. Goresan serta lecet dan beberapa luka yang ia dapatkan saat pertarungan melawan Aria hilang tanpa jejak. Tatapan matanya begitu tinggi dan mengejek sosok lawannya yang ia pikir berdosa. Gillechrìosd menilai mereka semua adalah sampah yang seharusnya dewanya tidak ciptakan. Tidak ada sifat mulia bahkan dengan berani menginjakkan kakinya di tempat suci untuk peribadatan. "Untuk seorang raja baru dari kerajaan Ordioth, kau lumayan." Dari nadanya, siapapun bisa mendengar bahwa nada itu adalah nada ejekan yang diberikan kepada Aria. "Bahkan setelah melawan tubuh keduaku ... Mungkin hanya kau yang bisa membuatnya tidak sadarkan diri." Gillechrìosd mengocehkan kehebatannya dengan gerak gerik seorang bangsawan yang memiliki kekuasaan absolut. Dengan postur tubuh yang bagus dan wajah yang tampan, Gillechrìosd masuk dalam jajaran kedua orang yang dibenci oleh Aria setel
Di depan mereka, berseberangan dengan tempat mereka berdiri, muncul dari kegelapan bayangan, disinari dengan sedikit cahaya bulan, terdapat seorang pria menggunakan baju pendeta, sama seperti yang dikenakan para paus yang ditemukan oleh Aria sebelumnya. Tetapi pria itu memiliki banyak hiasan keagamaan yang menempel di pakaiannya. Terdapat rantai, kalung, juga buku yang menempel pada baju pendetanya. Rambut pria itu panjang dan berwarna keemasan. Tubuhnya tinggi juga proporsional. Dilihat dari kulitnya, usia orang itu terbilang sangat muda dibandingkan dengan paus lainnya yang ada di teokrasi. Ninelie yang melihat itu langsung masuk dalam mode siaga untuk bertempur. "Hati-hati. Dia sangat kuat." "Sangat kuat? Dia?" Aria yang diberi peringatan oleh Ninelie bertanya kembali untuk memastikan.Ninelie kembali membalasnya sambil mempertahankan sikap siaganya. "Ya, meskipun penampilannya terlihat seperti itu dia adalah orang yang terkuat di Teokrasi." "Jadi itu bukan Paus Keberanian?"
Setelah membunuh karakter yang Aria pribadi benci, Aria bersama dengan Florithe keluar dari dalam gedung melewati puing-puing bangunan yang hancur, efek dari serangan pedang Arthur yang bertabrakan dengan pelindung sihir milik Aria. Matahari di sana sudah melumpuhkan warna oranye, dan bayang-bayang bangunan di sekitar taman utama mencerminkan waktunya untuk istirahat dari segala aktivitas. Tetapi taman itu sudah sunyi. Tidak ada satupun aktivitas terasa di taman utama teokrasi yang menjadi pusat dari segala acara keagamaan. Aria yang masih di sekitar gedung itu melihat ke arah matahari dengan mata yang penuh dengan keinginan kuat. Tetapi secara visual matanya hanya menatap keindahan matahari itu. Menjadikan balas dendam sebagai alasan utama ketidakbergunaan diri sendiri berjalan di atas dunia. Dan yang membuat itu semakin buruk, karena menjadikan aksi selingkuh tunangannya sebagai alasan utama. Benar-benar bodoh sekali. Angin berembus yang membuat pakaian Aria dan Florithe mengik
Aria menuju salah satu bangunan di pusat taman Teokrasi. Bangunan itu memiliki sebuah kubah sebagai atapnya. Interiornya mewah dengan berbagai lukisan serta patung yang terbuat dari emas. Di sana, ia pergi ke salah satu ruangan dengan pintu masuk yang berbeda dari pintu lainnya yang ada di bangunan itu. Ruangan itu dipenuhi oleh buku yang tertata, namun tidak begitu rapi di rak yang seluruhnya menyatu dengan tembok. Buku-buku tebal dan berwarna dengan jumlah yang banyak, hingga beberapa diletakkan di lantai. Ketika dia masuk, dia melihat seseorang sedang membaca salah satu buku yang cukup tebal. Aria tidak menyerang itu karena ia sepertinya mengenal sosok tersebut. Intuisinya tidak salah. Dengan santai ia masuk bersama Florithe dan menyapa, "Sudah lama tidak bertemu, Arthur." Arthur yang ada di di depannya memakai pakaian putih layaknya paladin di kekaisaran, namun lebih mewah layaknya seorang prajurit. Arthur melihat ke arah Aria dan menutup bukunya, "Ya, sudah lama tidak be
Namaku adalah Arthur. Aku dilahirkan di desa kecil di kerajaan Brimmid. Ayahku bekerja sebagai tukang pemotong kayu di hutan sekitar desa. Sedangkan ibu, ibu hannyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Mereka sangat baik kepadaku. Ayah selalu menyemangatiku dan tidak pernah bosan untuk bisa membuatku gembira. Begitu juga dengan ibu, ibu selalu dapat menenangkanku kapanpun aku merasa butuh. Setiap aku menangis, ibu selalu ada dan memelukku. Saat umurku sudah menginjak 4 tahun, Aku melihat ibu menangis. Ibu bilang bahwa Ayah akan pergi sangat lama. Butuh waktu sekitar satu tahun hingga akhirnya aku menyadari kalau ayah telah meninggal. Aku mendengar percakapan orang-orang di desa kalau banyak monster berkeliaran di dalam hutan. Kemudian, aku tidak sengaja mendengar ayahku yang menjadi salah satu korbannya. Mereka bilang, ayah mati karena dimakan oleh sekumpulan serigala yang besar saat menebang pohon. Aku kemudian mengingat saat waktu itu, banyak orang berkumpul di depan rumah. M
"Garban telah dikalahkan katamu!!?" Empat paus yang berada di dalam ruangan sebuah gereja yang juga menyatu sebagai kastil di wilayah paus kasih sayang, mengatakan hal yang serupa dengan nada tidak percaya. Empat paus itu duduk di meja bundar. Dari sebelah kanan, mereka adalah Ailpein Caisidei sang Paus Kebajikan, Gilleathain Kendrick sang Paus Kebaikan, Fionnghal-Taog Duffs sang Paus Ketaatan, dan Fearchar Kavanaugh sang Paus Kasih Sayang. Mereka semua ada dan menunggu di sini hanya satu alasan; mendapatkan kabar baik dari Garban Lewis, sang Paus Ketaatan, yang berharap dapat mempertahankan tembok kokoh mereka. Namun setelah keyakinan yang tinggi, apa yang mereka dengar dari salah satu bawahan mereka, yang mereka suruh untuk memberi informasi hannyalah kekalahan total. "Apa kau serius tentang itu?" ucap salah satu dari Paus di sana masih tidak mempercayainya.Sang pembawa pesan hanya bisa berlutut dan menghadap ke bawah sambil gemetar berhadapan dengan para paus. "Y-ya, tidak sal