Di depan mereka, terdapat tempat yang gelap dan memancarkan aura membunuh yang sangat kuat. Aura yang keluar dari tempat itu keluar bagaikan udara, meresap ke dalam tubuh dan pikiran.Pohon-pohon besar yang menutupi matahari hutan itu juga warnanya berbeda jika dibandingkan dengan pohon yang ada di sekitar. Bukan sudah tua ataupun rapuh tidak terkena matahari, pohon-pohon tersebut menyimpan mana yang warga sekitar meyakini terdapat arwah jahat yang terkandung di sana.Itu bukan tanpa alasan, sering sekali para warga yang melintasi daerah itu tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Tidak ada tanda-tanda juga tidak ada saksi yang bisa memverifikasi kejadian aneh itu."Aku mengerti kenapa hutan ini ditakuti banyak orang."Dari segala mitos yang beredar, jawaban yang pasti tentang orang hilang bukan karena arwah jahat menunggu di pohon-pohon tersebut, melainkan jawaban yang logis banyaknya monster tanaman di sana.Death Forest. Tempat yang paling dihindari warga, bahkan para prajurit dan petu
Pohon-pohon itu juga mulai tidak berjajar dengan rapi, akar mereka mulai muncul tak terkoordinasi. Kabut mulai mendatangi tempat Aria dan Florithe berada. Ruang asli Death Forest mulai memunculkan identitas dirinya yang begitu menyeramkan. Tidak ada bau yang menyengat, tapi Aria bisa merasakan tempat ini sangat mengancam. Dirinya seperti mengikuti uji nyali di tempat yang sepi dan tua. Kesan hutan yang ditinggali penyihir kejam sangat terlihat saat ini. "Ah, benar juga. Ini adalah yang seharusnya. Rasa orisinal hutan ini." ucap Aria melihat pemandangan yang tidak asing di matanya.Tapi Florithe yang di sebelahnya tidak menanggapi dan hanya fokus ke sekitar. "Banyak yang mulai bermunculan." "Apakah kau takut hantu, Florithe?" "Bukankah sebaliknya?" jawab Florithe dengan cepat.Merasa menanyakan hal yang salah, Aria hanya merasa bodo. "Benar juga. Ayo kembali jalan." Aria dan Florithe kembali menyusuri hutan itu. Jalan mereka tidak semulus seperti tadi. Bukan karena monster yang
Kota Rienna merupakan pusat kota atau juga ibu kota dari wilayah Count Reginald Vol-Sisenna, Rummberg yang letaknya ada di barat daya Kerajaan Brimmid.Luasnya yang hampir setara dengan luas bangsawan yang memegang titel Duke membuat Rienna yang menjadi pusat kota sangat ramai. Kota Rienna juga menjadi kota transit para pedagang untuk pergi melanjutkan ke ibu kota Brammid Kingdom, Arrnasche, atau ke Empire yang berada di tenggara benua.Tempat yang menjadi tempat tinggal Count Reginald Vol-Sisenna juga berada di Kota Rienna. Sebagai seorang penguasa dan bangsawan tinggi di sana, Count Reginald menempati kastil yang megah yang letaknya tepat berada di tengah kota."Terima kasih telah datang, Tuan Aria."Setiap 6 bulan sekali, sebagai seorang penguasa dan bangsawan, Count Reginald membuka kastelnya sebagai acara tata krama dan etika bangsawan.Open house tersebut akan dihadiri oleh para bangsawan yang lain di atas maupun di bawah tingkatan Count Reginald.Ruangan yang sudah disiapkan
"Apa!?" Tentu mereka akan terkejut akan hal tersebut. Death Forest merupakan salah tempat yang paling dihindari bahkan oleh para paladin Empire. Dikatakan monster-monster di Death Forest sangat berbeda dengan yang ada di hutan atau daerah luar tembok pada umumnya. Ditambah menjelajahi seluruh hutannya? Mereka tahu Aria merupakan seorang petualang, tapi peringkatnya masih sangatlah kecil, yaitu silver. Bahkan tingkat tertinggi tidak mampu dan menghindari untuk menjelajah Death Forest. Kebanyakan dari mereka akan hilang atau lengannya terputus satu. "Tuan Aria. Maafkan aku. Bukannya aku tidak menghormati anda, tapi anda masihlah seorang petualang berperingkat Silver. Menjelajahi seluruh Death Forest itu agak sedikit..." Count Reginald memasang wajah yang sedikit kesusahan dan mempertanyakan kewarasan Aria. Apakah dia sudah gila mengkhayal hal tersebut? "Tidak masalah. Aku tidak berharap kalian untuk cepat percaya apa yang aku katakan. Tapi aku benar-benar sudah menjelajah Deat For
Di sebuah kastil di Ibukota Brimmid, Arrnasche, Raja dan para pengikutnya sedang duduk di meja yang pajangnya cukup sampai belasan orang. Diantara yang duduk terdapat menteri-menteri, beberapa jendral, juga beberapa bangsawan Grand-Duke bersama dengan raja yang memimpin rapat tersebut. Raja tersebut duduk memakai pakaian raja dengan jubah berwarna merah dengan garis luar putih yang diisi motif bunga berwarna hitam. Raja itu juga memakai mahkota yang cukup besar sebagai penanda bahwa ia adalah penguasa di sana. Rambutnya cukup panjang begitu juga dengan janggut serta kumisnya yang sudah berwarna abu-abu, menandakan usia raja tersebut yang sudah menua. Meski begitu, badannya masih terlihat tegap dan auranya sebagai pemimpin masih belum hilang. "Rajaku Yang Agung, Hector Regillensis V. Kerajaan Ordioth kembali mengambil desa-desa kecil di bagian barat kerajaan. Kita harus segera melakukan sesuatu." Raja itu bernama Hector Regillensis. Angka di belakan
Beberapa orang yang memegang gelar yang sama seperti dirinya juga beberapa duke yang hadir mengangguk membenarkan hal tersebut. Ghilmar langsung memegang dagunya. "Lanjutkan, Emmeric." "Baik, Raja." Emmeric segara membaca laporan yang ia pegang tadi. "Ada beberapa spekulasi tentang siapa pelakunya. Kelompok penculik yang berasal dari Ordioth, kelompok kriminal dari Kekaisaran, atau kelompok kriminal dari dalam Brimmid sendiri. Tetapi setelah beberapa penyelidikan lebih lanjut, hal itu mengarah ke arah yang lain." "Hal yang lain?" "Ya, penyelidikan mengarah kepada sebuah aliran kepercayaan. Saya tidak mendapatkan informasi mengenai nama mereka, tetapi aliran kepercayaan tersebut melakukan aktivitasnya secara sembunyi-sembunyi dan berpindah-pindah." "Apakah teokrasi juga ikut campur?" Emmeric menggelengkan kepalanya. "Mereka berdiri di Brimmid. Tapi kapan dan siapa yang membuatnya tidak ada informasi mengenai hal itu." "Bagaimana mungkin al
Di luasnya wilayah pinggiran ibukota, terdapat kuburan yang cukup besar. Di tengahnya terdapat gereja yang sudah ditinggalkan dan tidak dipakai. Keadaannya sudah tidak sebagus saat masih di rawat, tetapi bangunan tersebut masih berdiri kokoh. Waktu saat ini menunjukkan tengah malam. Terlihat seseorang sedang berjalan di antara para penduduk yang tubuhnya terkubur dalam jauh di tanah. Meski tidak ada cahaya di kuburan itu, orang yang berjalan mengikuti jalan setapak tersebut tampak tidak khawatir akan adanya undead yang datang dan terus berjalan dengan tenang ke arah gereja yang tidak jauh dari jaraknya. Dia memakai kalung salib dengan bulan sabit yang menggantung diantaranya. Dia terus tersenyum hingga dirinya berada di depan pintu gereja yang terbuat dari kayu dan membukanya. Terdapat bunyi pintu yang melengking menandakan umur dari pintu tersebut. Di dalam gereja tua tersebut, cahaya bulan menerangi seisi ruangan utama gereja dari jendela-jendela
Pinggiran Kota Arrnasche merupakan kota dimana penduduknya memiliki ekonomi yang relatif cukup dan tidak miskin. Kondisi di kota Arrnasche tidak terbilang sangat aman dan bebas dari yang namanya tindakan kriminal. Tetapi pinggiran Arrnasche merupakan salah satu tempat yang nyaman dan direkomendasikan untuk ditempati. Anak-anak dapat bebas bermain dan para wanita dapat pulang dengan aman di malam hari. Di pinggiran kota Arrnasche, terdapat sebuah gereja katedral yang besar. Arsitekturnya terbilang cukup rumit, menara gereja yang tinggi, dinding kaca besar, kubah bergaris dan ditopang oleh sayap. Melambangkan kemegahan juga teologis dari arsitektur gereja. Tidak semegah gereja utama di pusat kota memang, tetapi gereja tersebut mampu untuk menampung ribuan jemaat untuk beribadah. Interior gereja dibuat dengan masuknya cahaya matahari secara estetis dengan struktur diafan. Yang terindah dari gereja tersebut memiliki konsep cahaya dari pemakaian kaca be