Sosok Enrico menjulang di depan pintu. Jenna dan Alonzo ada di belakangnya. Semua mata menatap pada Gabriel dan Lynea. Posisi tangan Lynea yang berada di dada dokter itu menjadi sebuah pertanyaan.
Rasanya ingin berteriak dan menangis sekencang mungkin. Baru saja satu hari merasa bahagia, kini sudah ada masalah lain mendera.
“Kamu, dokter tidak tahu diri! Sudah bosan hidup kamu, ya?” Enrico mendatangi Gabriel.
Dengan sekali cengkeraman, krah putih diangkat dan dilempar ke tembok. Gabriel terpelanting setelah tubuhnya menubruk dinding.
“Enrico, hentikan!” jerit Lynea menangis
“Apa? Kamu mau membela dia? Kamu masih cinta dengan dia?” bentak Tuan Muda De Luca pada istrinya.
Kehilangan akal sehat, Enrico menarik senjata api kecil dari balik jasnya.
“Enrico! Jangan! Hentikan!” Lynea berteriak ketakutan. Ia ingin turun dari kasur tapi jarum infus menghalanginya.
Tidak memperdulikan teria
Alonzo sudah mengingatkan, kamera ada di mana-mana. Banyak orang merekam kejadian saat Enrico menghantam wajah Gabriel begitu kuat hingga berdarah dan babak belur. Kini, video itu viral hanya dalam waktu kurang dari setengah jam. “Kamu keterlaluan!” teriak Lynea. Ia melihat sekilas di televisi bagaimana wajah Gabriel terlihat sungguh mengerikan. “Dia harus diberi pelajaran, Lyn!” bentak Enrico semakin marah. “Kamu sudah berjanji tidak akan ada lagi kekerasan! Kamu bohong! Kenapa kamu bisa sesadis ini?” Lynea terus menjerit dan menangis. “Lalu aku harus apa? Diam saja sementara dia mendekatimu? Dimana harga diriku? Kalau aku tidak menembak kepalanya saja, itu sudah suatu berkah untuknya!” “Kamu kejam! Kamu jahat!” “Ya! Memang aku kejam dan jahat! Aku membunuh semua musuh-musuhku! Lalu kenapa? Menyesal menjadi istriku?” Meledak sudah amarah Enrico. Lemari pakaian di sebelahnya digebrak sekuat tenaga. Pintu lemari sampai bergetar.
Mata Enrico membulat. Otaknya kembali berpikir keras. Apa yang sedang Elena siapkan untuk membuatnya terkejut dan bahagia?Wanita itu sudah setahun lebih menghilang dari kehidupannya. Pergi meninggalkan saat kaki masih belum bisa berdiri. Tidak memberikan kehangatan yang dibutuhkan, tetapi justru selalu membakar hati dengan angkara.Pada waktu itu, Lynea hadir dengan segala kasih sayang dan kelembutan. Membuat semangat baru muncul kian hari kian besar. Tak lama kaki kembali berjalan. Kebahagiaan pun menghampiri, sampai kini seorang putra mahkota telah hadir dalam hidup.Lalu, bila keberadaan Lynea membuat perubahan sedemikian besar dalam hidupnya, kenapa tidak berusaha hidup tenang bersama istrinya? Kenapa justru kembali pada kehidupan mafia sebelumnya yang penuh dengan kekerasan? Padahal, ia sangat tahu kalau Lynea membenci kehidupan itu.“Enrico?” panggil Lynea melihat suaminya melamun.Suara manis menyadarkan dari berbagai pikiran. S
Ucapan terakhir Elena membuat Enrico meradang. Permainan ini sudah tidak lucu lagi. Segala sesuatu yang mengancam keberadaan harta harus disikapi dengan serius.“Jangan macam-macam denganku, Elena!” hardik Enrico kasar.Romario langsung melirik khawatir. Ia menanyakan ada apa, tanpa mengeluarkan suara. Hanya bibirnya saja bergerak-gerak.“Baiklah, baiklah. Sepertinya kamu sangat penasaran dan tidak sabar ingin bertemu denganku. Benar, bukan?” Elena kembali tertawa centil.“Apa maumu?” Enrico langsung pada pokok permasalahan. Lelah berputar-putar.“Aku mau kamu, Enrico. Sampai jumpa besok!”Putus sudah sambungan telepon itu. Kepala Enrico mendadak pening. Menghadapi wanita selalu dirasa lebih memusingkan daripada menghadapi sepuluh orang bersenjata.Ia menceritakan semua omongan Elena kepada Romario. Alonzo kemudian dipanggil dan ikut menganalisa kejadian ini.“Hindari saja,
Ini tidak mungkin terjadi. Mimpi buruk kembali menggelayut dalam kehidupan Enrico. Hubungan dengan Lynea sedang coba diperbaiki, justru Elena datang membawa kabar luar biasa membuat jantung berhenti berdetak.Pelukan Elena tidak dirasa sama sekali. Mata Enrico terus menatap seorang anak perempuan mungil yang begitu cantik di hadapan.Rambutnya kecokelatan dengan mata biru terang. Pipi merona merah alami. Di atas kepala dipasangi bando berbunga. Gaun yang dipakai berwarna pink senada dengan semua aksesoris yang melekat. Elena benar-benar tahu menampilkan kecantikan putrinya di hari spesial ini.“Aku menamai anak kita Rosabelle Donna De Luca. Artinya Putri De Luca yang cantik seperti bunga mawar.”“Dia … anakku?” gumam Enrico masih shock.“Tentu saja, Baby. Silahkan cek DNA kalau tidak percaya,” kekeh Elena.Ia memutar badan lalu mengambil Rosabelle dari gendongan pengasuh. Harum parfum Elena yang ber
Pertanyaan Lynea seperti lemparan pisau. Menusuk, menghunjam sampai ke dasar hati terdalam. Seolah ia tahu apa yang ada di pikiran Enrico saat ini. Harta atau keluarga? Cinta atau warisan? Dihadapkan pada pilihan seperti ini, siapa pun tidak akan bisa dengan mudah menentukan langkah selanjutnya. Tidak jika uang ratusan juta euro yang sedang dipertaruhkan. “Tidak bisa menjawab, Enrico?” desak Lynea menyeka air mata. “Tentu saja aku tidak mau kehilangan dirimu, Lyn. Aku pun sedang memikirkan cara agar semuanya tidak hilang.” Limousine telah datang. Kevin turun lalu membukakan pintu. Lynea segera memasuki mobil. Enrico menyusul di belakangnya. Kini mereka kembali menuju rumah. Sepanjang perjalanan Lynea hanya diam dan sesekali menyeka air mata. Enrico tidak ingin membicarakan apa pun di dalam kendaraan. Dirinya sendiri bingung tidak karuan. Memasuki gerbang mewah Istana De Luca, berhenti di depan pintu masuk. Tanpa menunggu dibukakan pint
Deru mobil malam hari membawa Enrico dan Alonzo. Sepanjang perjalanan manik cokelat terang berkali-kali memandangi layar ponsel. Ia memantau gerbang utama Istana De Luca. Hatinya sangar khawatir kalau Lynea akan keluar pada malam ini.“Nyonya tidak akan pergi, Tuan.” Alonzo berusaha menenangkan.“Tahu dari mana? Karena dia mencintaiku? Lalu kenapa dia mengeluarkan koper besar dan memasukkan pakaian ke dalamnya?” desis Enrico.Kedua mata masih lekat memandangi ponsel. Napas sesekali terdengar memburu. Kening berkerut, berpikir keras mencari solusi dari kondisi kacau saat ini.Sekilas bayangan hidup tanpa harta warisan melintas. Bagaimana uang warisan itu akan diberikan pada yayasan sosial apabila terbongkar kondisi ketidaksetiaan Enrico pada istrinya.“Bagaimana bisa aku hidup tanpa warisan? Kenapa susah sekali membuat Lynea mengerti?” gumam Enrico menghela napas kasar.“Nyonya berasal dari keluarga s
Jonathan Brandy tersenyum ramah ketika Gabriel melirik dengan penuh pertanyaan.“Apa maksud anda, Tuan?” Evelyn ikut bertanya.“Kita bahas di cafeteria saja. Nah, mari kita keluar,” ucap Jonathan Brandy ketika pintu lift terbuka.Gabriel dan Evelyn mengekor saja di belakang pengacara terkenal tersebut. Sesekali keduanya saling pandang, seolah berkata apa yang sedang terjadi? Apa yang harus dilakukan?“Silahkan duduk.” Jonathan Brandy melirik kursi di hadapannya.“Saya langsung pada pokok permasalahan. Anda dianiaya oleh Enrico De Luca. Videonya telah menyebar di seluruh internet. Jelas sekali terlihat, dia menyerang Anda terlebih dahulu.”“Saya tidak mau berurusan lagi dengan orang itu,” tolak Gabriel segera.“Yakin? Setahu saya Anda juga tidak lagi bisa bekerja di rumah sakit mana pun? Kemana Anda akan pergi? Kota kecil? Menyedihkan sekali.”Gabriel tertoh
Enrico dan Lynea masih terus bertengkar di ruang kerja. Keduanya sama-sama menahan rasa yang terlalu berat hingga tak mampu lagi menguasai emosi.“Aku tertegun membaca hasil tes DNA, sayangku. Dia kemudian memeluk dan mencium tanpa aku sadari. Aku tidak merasakan apa pun!” jelas Enrico berusaha masih memohon pengertian.“Bagaimana mungkin kamu tidak sadar Elena menciummu? Kamu membiarkannya! Aku muak dengan semua ini!” jerit Lynea dengan tangis yang sudah pecah berderai.“Tidak, Lyn. Ayolah, kamu tahu aku. Hanya kamu yang aku cintain.”Enrico berusaha menenangkan istrinya. Ia mendekati lalu menarik Lynea untuk masuk ke dalam pelukannya. Namun, wanita itu menolak. Lynea meronta dan memukuli dada suaminya.“Aku benci kamu! Aku benci! Ceraikan aku! Nikahi saja Elena!”“Tidak akan aku ceraikan kamu!”“Lepaskan aku!”Lynea terus meronta-ronta. Suara tangisnya te
Sudah hampir satu tahun sejak Lynea menandatangani surat perceraiannya. Ia tetap tinggal di rumahnya yang berada di desa kecil, kota San Aguira. Bryant memilih untuk tetap bekerja di kota San Angelo dan menjadi kepala keamanan untuk kantor utama Maximo Corporation. Setiap dua atau tiga minggu sekali ia selalu pulang menemui Lynea dan keponakannya. Kabar tentang Enrico sering diceritakan oleh Bryant. Namun demikian, Lynea tidak pernah terlalu bersemangat untuk mendengarkannya. Bagaimana ia masih menyimpan luka dan harapan yang tak pernah pudar terhadap hubungan mereka, kadang membuat hatinya semakin sakit. Enrico pun masih sering menanyakan pada Bryant bagaimana kondisi Lynea dan David. Setiap Bryant kembali ke desa, Enrico selalu membawakan hadiah-hadiah mahal untuk anaknya. Kata Bryant, Enrico selalu menanyakan apakah kini Lynea sudah memiliki tambatan hati yang baru? Setiap mendengar bahwa Lynea masih sendiri, Tuan Besar De Luca hanya terdiam kemudi
Dalam temaram kendaraan menuju kantor polisi, Lynea menatap tak percaya pada selembar kertas di tangannya. Enrico setuju untuk bercerai dengannya.“Apakahah dia bersalah? Kamu yang memaksa bercerai, padahal dia hampir gila karena kamu pergi!” Kembali Romario menyindir secara terang-terangan.“Paman, ayolah bantu aku! Lalu sekarang aku harus bagaimana?” rengek Lynea kesal. Sampai kapan ia dan Enrico harus seperti ini.“Aku tidak tahu. Aku hanya pengacara. Kalian yang menikah. Berbicaralah satu sama lain, hati ke hati.”“Kenapa dia tidak datang malam ini? Apa dia tidak tahu kalau aku hampir mati? Apa dia tidak sadar pacarnya mau membunuhku, dan kini pacarnya itu sudah mati?” gusar Lynea.“Telepon saja langsung. Tanyakan sendiri,” jawab Romario santai. “Aku teleponkan Enrico untukmu saat ini juga.”Hati Lynea berdetak lebih cepat. Debaran rindu atau rasa bersalah menjadi sa
Cinta, sebuah rasa sejuta cerita Madu pelepas dahaga Racun pembunuh jiwa Hidup mati karenanya Cinta, mendatangkan obsesi Untuk saling memiliki Tak rela bila harus berakhir Sabit kalam menjelma tahir “Kamu baik-baik saja, Lyn?” Gabriel terengah-engah datang, langsung memeluk kekasihnya. Belum bisa mengucap apa-apa karena rasa shock yang bergulir sepanjang hari, yang ditanya hanya terdiam berlinang kepedihan. “Semua sudah berakhir, Lyn. Besok kita akan pergi meninggalkan ini semua. Hanya kamu, aku, dan anak-anak kita,” lanjut Gabriel mendekap erat. Tubuh yang bergetar, hati yang dingin, dan kunci kebahagiaan yang telah entah kemana. Lynea tertegun menatap sang dokter dengan hampa. “Aku … ti-tidak bisa … ikut de-denganmu,” gumamnya datar, ringan, dan gamang. “Apa maksudmu? Kita sudah berjanji untuk saling setia dan bersama selamanya! Baru tadi pagi kamu dan aku menyusuri sungai masa
Pandang Lynea mengabur. Rasanya semua ini terlalu berat untuk dijalani dalam waktu satu hari. Apakah penderitaan akan berakhir? Mengapa dunia begitu kejam padanya?Dimanakah bahagia itu? Apakah memang benar ada wujud nyata dari sebuah kata tersebut? Kalau memang hidupnya berhak merasakan, kenapa semua sulit sekali didapatkan?“Ga-Gabriel sudah memiliki i-istri? Sejak ka-kapan kalian me-menikah?” Terbata-bata dan bergetar ia bertanya.Lagi, air mata mengalir begitu saja. Rasa itu bahkan seperti sudah mati. Hancur berkeping, terserak di atas tanah begitu saja menunggu gersang.“Sejak lima tahun lalu, Nyonya,” jawab Avril mulai berkaca-kaca pada matanya.“Hai, Kristin. Ayo, ikut Tante. Kita lihat adek bayi, mau?” Jenna mengajak gadis cilik itu menjauh dari dua wanita dewasa yang akan segera runtuh bersamaan.Kristin melirik pada ibunya. Ketika sang ibu menganggukkan kepala, ia menerima uluran tangan Jenna dan
Ombak tenang menghiasi sungai kecil. Dua anak Adam menyusuri perlahan. Sang wanita membiarkan tangannya digenggam erat oleh teman prianya. Wajah mereka berseri, tidak kalah indah dengan gaung alam dan udara senja.“Kamu bahagia atau tidak, Lyn?” tanya Gabriel menatap begitu lembut.“Bersamamu? Aku bahagia. Selama ini aku sudah salah arah,” jawab Lynea tersenyum lalu mengacak-acak sedikit rambut teman masa kecilnya.Tiba-tiba Gabriel berlutut di hadapannya. Tangan kanan mengambil sesuatu dari kantong jaket. Sebuah kotak kain mungil berwarna biru tua.“Aku tahu kamu masih menjadi istri orang dan sedang dalam proses cerai, tetapi aku begitu terobsesi dan jatuh cinta padamu,” ucap Gabriel. Perlahan ia membuka kotak itu.Sebuah cincin emas putih dengan berlian mungil berbentuk hati di tengahnya dipersembahkan untuk Lynea.“Maukah kamu menikah denganku? Be my wife, for all eternity,” pintanya memberi
Enough is enough, begitu kata pepatah. Cukup sudah semua ini membuat hidup Lynea begitu kacau dan naik turun seperti roller coaster. Tidak ada lagi yang harus dipikirikan. Dua kali sudah Enrico bercinta dengan Elena saat masih menyandang status sebagai suaminya. “Terima kasih karena telah membuka mataku, Elena. Kini aku mengetahui, seperti apa suamiku sebenarnya. Kamu bisa mengambilnya. Aku tidak butuh lelaki yang tidak setia padaku.” Lynea menegakkan kepala, berbicara dengan anggun dan tegas. Jika harga diri adalah satu-satunya yang tersisa dari dirinya, maka ia akan menjaganya dengan sebaik mungkin. Tidak ada yang boleh menghancurkan seutas harga diri tersebut. “Lyn, aku minta maaf,” pinta Enrico berniat mengikuti langkah istrinya yang mulai meninggalkan ruangan. Lynea tidak menoleh sama sekali, apa lagi menjawab. Baginya keberadaan Enrico tidak lebih dari sebuah kisah usang. Terus saja berulang tanpa ada akhir bahagia. “Kamu! Wanita ular!”
Sekian pasang mata menatap cemas ketika pintu ruang operasi dibuka dan seorang perawat keluar memanggil keluarga Alonzo. Felix segera berdiri dan maju menghampiri sang perawat.“Saya kakaknya,” ucapnya.“Operasi Tuan ALonzo telah selesai. Ternyata ada tiga peluru yang masuk dalam tubuhnya.”“Apakah Alonzo hidup?” Enrico menyela.“Beliau telah melewati masa kritis selama dua jam terakhir. Tubuhnya menunjukkan repson yang baik terhadap obat-obatan yang kami berikan. Kini kondisinya sudah stabil, tapi masih dalam bius total sampai dua hari ke depan.”“Terima kasih, Tuhan!” jerit Lynea melompat dan memeluk Enrico.Dia lupa kalau sedang menjauhi sang suami. Semua kembali bernapas lega mendengar kabar baik ini. Ketegangan seketika menghilang. Felix menitikkan air mata bahagia, dan langsung di seka oleh jemarinya. Tidak ada air mata bagi lelaki tangguh yang melewati berbagai peperangan. Na
“Alonzo! Bangun, buka matamu! Alonzo, ayolah! Bangun, bangun! Kamu tidak boleh pergi dengan cara seperti ini!” Enrico menepuk-nepuk pipi orang kepercayaan dan sahabat terbaiknya. “Siapkan helikopter!” seru Felix kepada anak buahnya melalui speaker telinga. “Paramedik!” teriak Kapten Abrahm berulang. Orang-orang berbaju putih berlambang palang merah datang, membawa tandu dan kotak pertolongan pertama. Mereka segera menekan luka tembak di dada Alonzo dan menutupnya dengan perban. Tubuh yang sudah tidak sadarkan diri itu kemudian diangkat oleh empat orang ke atas tandu. “Parkir helikopter di halaman belakang saja! Adikku harus ke rumah sakit saat ini juga!” Felix terus memerintah anak buahnya. Ketika mereka melintas di antara kursi-kursi sidang, jenazah Viery sedang tergeletak di atas lantai dengan darah menggenang sangat banyak. Alessia berlutut di samping tubuh sang kakak yang sudah tidak bernyawa. Ia menangis dan berteriak, sangat memilukan.
“Enrico?” tanya Gabriel melirik ke ponsel Lynea.“Hmm, dia telah mencoba menghubungiku sejak kemarin.”“Kamu benar-benar masih cinta padanya? Orang seperti dia, Lyn?”Lynea terdiam. Ia sendiri tidak tahu jawaban dari pertanyaan itu. Ada sesuatu yang membuatnya begitu terikat pada sang suami, dan itu bukan hanya karena Enrico adalah ayah dari putranya. Seolah ada aura khusus yang membuat dirinya, dan juga ratusan wanita lain tidak bisa berhenti mencintainya.Ya, dia memang kaya raya, tapi Lynea tidak pernah memedulikan itu semua. Tampan? Sangat! Akan tetapi, Gabriel pun memiliki wajah baby face yang diidolakan para dokter wanita di rumah sakit.Enrico memiliki jiwa yang misterius. Di sana, ada kekerasan, tetapi juga kelembutan. Penuh dendam, namun juga mencari kedamaian. Serba kekerasan, hanya saja ia juga begitu mencintai istrinya.“Aku tidak tahu, Gabriel. Semua ini terlalu menyesakkan dan membingun