Pandang masih samar-samar. Pendengaran pun masih berdenging. Sesekali rasa dingin mencekal, membuat tubuh bergejolak dengan sendirinya. Selimut penghangat khusus pasien yang baru selesai menjalani operasi dililitkan.
Lynea berusaha memastikan siapa lelaki di sebelahnya. Pikiran pertama tentu orang itu adalah suaminya, Enrico. Lama kelamaan ia semakin yakin orang itu bukan sang suami.
“Gabriel?” desisnya terkejut.
“Iya, Lyn. Aku di sini, tenanglah.” Gabriel merengkuh jemari mantan kekasihnya.
Mendadak kepanikan menyerang. Lynea tidak mengetahui perihal operasi dan lain-lain. Ketika memasuki ruang UGD, ia telah hilang kesadaran karena terlalu banyak pendarahan.
“Dimana aku?” teriaknya ketakutan.
“Sssh … sssh … tenanglah. Kamu di rumah sakit. Kamu habis menjalani operasi caesar. Lihat, anakmu sudah lahir dengan selamat.” Gabriel menunjuk ke arah perut yang sudah mengecil.
&ldq
Sosok Enrico menjulang di depan pintu. Jenna dan Alonzo ada di belakangnya. Semua mata menatap pada Gabriel dan Lynea. Posisi tangan Lynea yang berada di dada dokter itu menjadi sebuah pertanyaan.Rasanya ingin berteriak dan menangis sekencang mungkin. Baru saja satu hari merasa bahagia, kini sudah ada masalah lain mendera.“Kamu, dokter tidak tahu diri! Sudah bosan hidup kamu, ya?” Enrico mendatangi Gabriel.Dengan sekali cengkeraman, krah putih diangkat dan dilempar ke tembok. Gabriel terpelanting setelah tubuhnya menubruk dinding.“Enrico, hentikan!” jerit Lynea menangis“Apa? Kamu mau membela dia? Kamu masih cinta dengan dia?” bentak Tuan Muda De Luca pada istrinya.Kehilangan akal sehat, Enrico menarik senjata api kecil dari balik jasnya.“Enrico! Jangan! Hentikan!” Lynea berteriak ketakutan. Ia ingin turun dari kasur tapi jarum infus menghalanginya.Tidak memperdulikan teria
Alonzo sudah mengingatkan, kamera ada di mana-mana. Banyak orang merekam kejadian saat Enrico menghantam wajah Gabriel begitu kuat hingga berdarah dan babak belur. Kini, video itu viral hanya dalam waktu kurang dari setengah jam. “Kamu keterlaluan!” teriak Lynea. Ia melihat sekilas di televisi bagaimana wajah Gabriel terlihat sungguh mengerikan. “Dia harus diberi pelajaran, Lyn!” bentak Enrico semakin marah. “Kamu sudah berjanji tidak akan ada lagi kekerasan! Kamu bohong! Kenapa kamu bisa sesadis ini?” Lynea terus menjerit dan menangis. “Lalu aku harus apa? Diam saja sementara dia mendekatimu? Dimana harga diriku? Kalau aku tidak menembak kepalanya saja, itu sudah suatu berkah untuknya!” “Kamu kejam! Kamu jahat!” “Ya! Memang aku kejam dan jahat! Aku membunuh semua musuh-musuhku! Lalu kenapa? Menyesal menjadi istriku?” Meledak sudah amarah Enrico. Lemari pakaian di sebelahnya digebrak sekuat tenaga. Pintu lemari sampai bergetar.
Mata Enrico membulat. Otaknya kembali berpikir keras. Apa yang sedang Elena siapkan untuk membuatnya terkejut dan bahagia?Wanita itu sudah setahun lebih menghilang dari kehidupannya. Pergi meninggalkan saat kaki masih belum bisa berdiri. Tidak memberikan kehangatan yang dibutuhkan, tetapi justru selalu membakar hati dengan angkara.Pada waktu itu, Lynea hadir dengan segala kasih sayang dan kelembutan. Membuat semangat baru muncul kian hari kian besar. Tak lama kaki kembali berjalan. Kebahagiaan pun menghampiri, sampai kini seorang putra mahkota telah hadir dalam hidup.Lalu, bila keberadaan Lynea membuat perubahan sedemikian besar dalam hidupnya, kenapa tidak berusaha hidup tenang bersama istrinya? Kenapa justru kembali pada kehidupan mafia sebelumnya yang penuh dengan kekerasan? Padahal, ia sangat tahu kalau Lynea membenci kehidupan itu.“Enrico?” panggil Lynea melihat suaminya melamun.Suara manis menyadarkan dari berbagai pikiran. S
Ucapan terakhir Elena membuat Enrico meradang. Permainan ini sudah tidak lucu lagi. Segala sesuatu yang mengancam keberadaan harta harus disikapi dengan serius.“Jangan macam-macam denganku, Elena!” hardik Enrico kasar.Romario langsung melirik khawatir. Ia menanyakan ada apa, tanpa mengeluarkan suara. Hanya bibirnya saja bergerak-gerak.“Baiklah, baiklah. Sepertinya kamu sangat penasaran dan tidak sabar ingin bertemu denganku. Benar, bukan?” Elena kembali tertawa centil.“Apa maumu?” Enrico langsung pada pokok permasalahan. Lelah berputar-putar.“Aku mau kamu, Enrico. Sampai jumpa besok!”Putus sudah sambungan telepon itu. Kepala Enrico mendadak pening. Menghadapi wanita selalu dirasa lebih memusingkan daripada menghadapi sepuluh orang bersenjata.Ia menceritakan semua omongan Elena kepada Romario. Alonzo kemudian dipanggil dan ikut menganalisa kejadian ini.“Hindari saja,
Ini tidak mungkin terjadi. Mimpi buruk kembali menggelayut dalam kehidupan Enrico. Hubungan dengan Lynea sedang coba diperbaiki, justru Elena datang membawa kabar luar biasa membuat jantung berhenti berdetak.Pelukan Elena tidak dirasa sama sekali. Mata Enrico terus menatap seorang anak perempuan mungil yang begitu cantik di hadapan.Rambutnya kecokelatan dengan mata biru terang. Pipi merona merah alami. Di atas kepala dipasangi bando berbunga. Gaun yang dipakai berwarna pink senada dengan semua aksesoris yang melekat. Elena benar-benar tahu menampilkan kecantikan putrinya di hari spesial ini.“Aku menamai anak kita Rosabelle Donna De Luca. Artinya Putri De Luca yang cantik seperti bunga mawar.”“Dia … anakku?” gumam Enrico masih shock.“Tentu saja, Baby. Silahkan cek DNA kalau tidak percaya,” kekeh Elena.Ia memutar badan lalu mengambil Rosabelle dari gendongan pengasuh. Harum parfum Elena yang ber
Pertanyaan Lynea seperti lemparan pisau. Menusuk, menghunjam sampai ke dasar hati terdalam. Seolah ia tahu apa yang ada di pikiran Enrico saat ini. Harta atau keluarga? Cinta atau warisan? Dihadapkan pada pilihan seperti ini, siapa pun tidak akan bisa dengan mudah menentukan langkah selanjutnya. Tidak jika uang ratusan juta euro yang sedang dipertaruhkan. “Tidak bisa menjawab, Enrico?” desak Lynea menyeka air mata. “Tentu saja aku tidak mau kehilangan dirimu, Lyn. Aku pun sedang memikirkan cara agar semuanya tidak hilang.” Limousine telah datang. Kevin turun lalu membukakan pintu. Lynea segera memasuki mobil. Enrico menyusul di belakangnya. Kini mereka kembali menuju rumah. Sepanjang perjalanan Lynea hanya diam dan sesekali menyeka air mata. Enrico tidak ingin membicarakan apa pun di dalam kendaraan. Dirinya sendiri bingung tidak karuan. Memasuki gerbang mewah Istana De Luca, berhenti di depan pintu masuk. Tanpa menunggu dibukakan pint
Deru mobil malam hari membawa Enrico dan Alonzo. Sepanjang perjalanan manik cokelat terang berkali-kali memandangi layar ponsel. Ia memantau gerbang utama Istana De Luca. Hatinya sangar khawatir kalau Lynea akan keluar pada malam ini.“Nyonya tidak akan pergi, Tuan.” Alonzo berusaha menenangkan.“Tahu dari mana? Karena dia mencintaiku? Lalu kenapa dia mengeluarkan koper besar dan memasukkan pakaian ke dalamnya?” desis Enrico.Kedua mata masih lekat memandangi ponsel. Napas sesekali terdengar memburu. Kening berkerut, berpikir keras mencari solusi dari kondisi kacau saat ini.Sekilas bayangan hidup tanpa harta warisan melintas. Bagaimana uang warisan itu akan diberikan pada yayasan sosial apabila terbongkar kondisi ketidaksetiaan Enrico pada istrinya.“Bagaimana bisa aku hidup tanpa warisan? Kenapa susah sekali membuat Lynea mengerti?” gumam Enrico menghela napas kasar.“Nyonya berasal dari keluarga s
Jonathan Brandy tersenyum ramah ketika Gabriel melirik dengan penuh pertanyaan.“Apa maksud anda, Tuan?” Evelyn ikut bertanya.“Kita bahas di cafeteria saja. Nah, mari kita keluar,” ucap Jonathan Brandy ketika pintu lift terbuka.Gabriel dan Evelyn mengekor saja di belakang pengacara terkenal tersebut. Sesekali keduanya saling pandang, seolah berkata apa yang sedang terjadi? Apa yang harus dilakukan?“Silahkan duduk.” Jonathan Brandy melirik kursi di hadapannya.“Saya langsung pada pokok permasalahan. Anda dianiaya oleh Enrico De Luca. Videonya telah menyebar di seluruh internet. Jelas sekali terlihat, dia menyerang Anda terlebih dahulu.”“Saya tidak mau berurusan lagi dengan orang itu,” tolak Gabriel segera.“Yakin? Setahu saya Anda juga tidak lagi bisa bekerja di rumah sakit mana pun? Kemana Anda akan pergi? Kota kecil? Menyedihkan sekali.”Gabriel tertoh