"Elu aneh, sebenarnya apa yang elu sembunyian dari gue?" tanya Gilang.Gerry kebingungan, haruskah dia mengatakan hal yang sejujurnya kepada sahabatnya itu? Ataukah merahasiakannya terlebih dahulu?''Anu, itu. Ehmmm! Ngga ada," jawab Gerry pada akhirnya.Gerry terlihat gugup dalam menjawab pertanyaan dari sahabatnya itu, Gerry bahkan terlihat meremat kedua tangannya secara bergantian.Gilang menjadi berpikir hal yang tidak-tidak jika melihat kelakuan Gerry yang seperti itu, karena Gerry memang tidak pernah bisa menyembunyikan rasa gugupnya dari siapa pun."Elu nggak lagi selingkuh, kan?" celetuk Gilang.Pletak!Sebuah sentilan yang begitu kencang mendarat tepat di kening Gilang, hal itu membuat Gilang meringis kesakitan.Tentu saja pelakunya adalah Gerry, dia yang merasa dituduh terlihat begitu kesal dan tidak terima. Gilang yang mendapatkan perlakuan seperti itu dari Gerry langsung berteriak."Sakit, Vangke!" Gerry tidak menggubris teriakan dari Gilang, dia yang tidak mau dituduh ma
"Anu, Bu. Itu, Gerry-nya. Nakal!""Gerry yang nakal atau kamu yang nakal?"Gilang terlihat menggaruk tengkuk lehernya, dia kebingungan menjawab pertanyaan dari ibu Junaeti. Rasanya dia tidak mungkin mengatakan bahwa dirinyalah yang membuat Gerry kesal.Akan tetapi, tetap saja dia merasa kesal juga kepada sahabatnya itu. Karena tidak sepatutnya Gerry menyentil jidatnya sampai meninggalkan stempel di sana."Kenapa malah diam aja? Tolong jelaskan dengan sejelas-jelasnya kepada ibu," pinta Ibu Junaeti."Dia sentil jidat saya ampe kaya gini, itu artinya Gerry yang nakal." Gilang menunjukkan jidatnya yang berwarna merah keunguan.Sontak saja ibu Junaeti langsung menolehkan wajahnya ke arah Gerry, dia memelototkan matanya dengan alis yang bertaut. Wanita yang berprofesi sebagai dosen itu seolah bertanya kepada Gerry dengan apa yang sebenarnya sudah terjadi.Gerry paham dengan arti tatapan dari ibu Junaeti, dia berusaha untuk memutarkan otaknya agar tidak salah dalam menjawab.Tidak mungkin b
Setelah beberapa saat kemudian, Gilang sudah sadarkan diri, dia sedang duduk di pos dekat alun-alun. Dia masih terlihat linglung, dia sandarkan tubuhnya pada pos jaga dengan tangannya yang terus memijat keningnya.Kepalanya benar-benar terasa sakit, matanya terasa sulit untuk dibuka. Hatinya ingin sekali menjerit, tetapi mulutnya malah tertutup rapat.Bingung?Tentu saja saat ini dia begitu bingung dengan apa yang harus dia lakukan, berpacaran dengan Gina bukanlah baru satu atau dua hari.Akan tetapi, Gilang sudah cukup lama berpacaran dengan Gina. Tidak pernah ada rahasia di antara keduanya, mereka sudah mengenal anggota keluarga di antara keduanya.Bahkan, kegiatan berpeluh adalah kegiatan rutinan yang selalu mereka lakukan. Hal itu mereka lakukan untuk melepas rindu setiap kali mereka bertemu.Gilang dan Gina juga percaya, jika dengan melakukan penyatuan, rasa cinta di antara keduanya akan semakin besar dan sulit untuk dipisahkan.(Masa sih, Lang? Kok Mak Othor ngga percaya ya? Itu
Gilang berniat akan memaafkan Gina jika wanita itu mau meninggalkan Jodi. Kalau perlu Gina harus mencari pekerjaan lain, jangan sampai wanita itu satu pekerjaan dengan pria yang bernama Jodi itu.Gina yang mendengar permintaan dari Gilang nampak kaget, dia tidak menyangka jika Gilang akan menyuruh dirinya untuk memutuskan hubungannya dengan Jodi.''Tapi, Bang. Aye kagak bisa kalau harus putus sama Jodi. Dia udah kasih Aye banyak duit, selama ini Aye banyak disokong dana ama die." Gina begitu enggan untuk putus dengan Jodi.Walaupun dia begitu mencintai Gilang, tetapi dia membutuhkan uang untuk menyambung hidupnya. Dia mempunyai adik yang harus dia urus di kampung, maka dari itu dia rela berselingkuh dengan Jodi demi uang.Gilang nampak kecewa dengan jawaban dari Gina, jika memang wanita itu mencintai dirinya, kenapa begitu sulit untuk memutuskan pria yang bernama Jodi itu, pikirnya.Padahal lagunya pan begitu sulit lupakan Reihan, ini kenapa jadi begitu sulit untuk melupakan Jodi bagi
''No! Daddy hanya sedang mengerjakan tugas kuliah saja, ada apa, hem?""Makan yuk! Ini sudah sangat malam, Gendis laper," ajak Gendis."Oh, ayo Daddy temani makan. Tapi, Dad tidak makan.""Kenapa?" tanya Gendis heran."Karena Mom kamu belum pulang, Dad takut dia belum makan. Kasihan nanti kalau dia makan sendirian," jawab Gerry.Gerry memang masih begitu muda, tetapi pria itu berpikir dengan begitu dewasa. Gendis semakin mengagumi sosok ayah sambungnya tersebut.Kini Gendis sangat yakin jika Gerry benar-benar mencintai Gita dengan begitu tulus, dari sikapnya, dari perhatiannya, dari cara Gerry memandang Gota dan dari cara Gerry memperlakukan dirinya."Kalau begitu aku makan duluan saja, nanti Dad makannya bareng mom saja." Gendis langsung pergi setelah mengatakan hal itu.Perutnya sudah terasa begitu lapar, dengan cepat dia melangkahkan kakinya menuju ruang makan dan melaksanakan ritual makan malamnya.Selepas kepergian Gendis, Gerry dengan cepat menyimpan laptopnya. Lalu, dengan cepa
Keiko berlari dengan sekuat tenaga, karena dia tidak mau berakhir di tangan preman yang mengejarnya itu. Dia benar-benar ketakutan, penampilannya pun kini semakin berantakan.Keringat bercucuran di seluruh tubuhnya, rambutnya sudah terlihat berantakan. Wajahnya terlihat begitu pucat, kakinya bahkan sudah terlihat berdarah, karena dia berlari tanpa menggunakan alas."Ya Tuhan, aku harus berlari ke mana?" tanya Keiko dengan panik.Akhirnya Keiko memutuskan untuk masuk ke dalam gang sempit yang tidak jauh dari sana, dia berharap bisa bersembunyi dari kejaran pria bertato itu.Brugh!"Ah!" jerit Keiko karena dia bertabrakan dengan seorang pria, kini dia terjatuh di atas aspal, bokongnya bahkan mendarat dengan sempurna. Tentu saja hal itu membuat bokongnya terasa begitu sakit, dia merintih kesakitan bahkan air matanya langsung mengalir begitu saja."Sakit!""Waduh! Maaf, Tante. Eh? Ibu, Mbak. Anu, saya tidak sengaja," ucap pria itu.Melihat wajah pria yang merasa tidak enak hati saat melih
Gita merasa belum siap karena Gerry tiba-tiba saja memberikan serangan kenikmatan kepada dirinya, tidak ada kecupan di bibir atau menikmati hidangan pembuka seperti biasanya.Gerry langsung saja memakan hidangan utamanya, tetapi walaupun seperti itu rasa nikmat dan juga geli langsung datang secara bersamaan, Gita sampai mengangkat pinggulnya karena tidak tahan.Dia sedang berusaha untuk menghindari serangan dari Gerry, tetapi Gita salah. Justru dengan seperti itu, Gerry bisa dengan leluasa bermain dengan inti tubuh istrinya tersebut.Gerry bahkan langsung menahan pinggul istrinya, lalu dia menjulurkan lidahnya untuk bermain dengan bagian terkecil dari inti tubuh istrinya tersebut.Dua jari tangannya bahkan dengan nakalnya masuk ke dalam liang kelembutan milik istrinya, Gita sampai menggeliatkan tubuhnya dengan tidak karuan."Ampun, Gerry. Aku mau kamu, buruan Gerry." Gita merengek meminta untuk dimasuki, dia terlihat begitu tidak tahan.Gerry benar-benar membuat dirinya kelabakan, Git
"Ada apaan sih? Kenapa elu geret-geret gue kayak gini?" tanya Gerry dengan raut kesal di wajahnya."Gerry! Bapak elu masih idup!" celetuk Gilang dengan penuh keyakinan."Apa?" teriak Gerry dengan kaget.Selama ini ibunya selalu berkata jika ayahnya sudah meninggal, kenapa tiba-tiba Gilang datang dan berkata jika bapaknya masih hidup. Lelucon macam apa yang sedang dimainkan oleh Gilang, pikirnya.Melihat Gerry yang begitu kaget, Gilang menepuk-nepuk pundak sahabatnya itu dengan tatapan prihatin.Bukan hanya Gerry, tetapi Gilang juga memiliki perasaan yang campur aduk saat ini. Banyak praduga yang bersarang di otaknya, banyak pertanyaan yang terlintas dipikirannya."Elu tahu dari mana kalau bokap gue masih hidup?" tanya Gerry memastikan.Dia tidak boleh begitu saja memercayai apa yang dikatakan oleh Gilang, karena dia merasa jika ibunya tidak mungkin membohongi dirinya.Kalau pun ibunya membohongi dirinya, dia yakin jika ibunya memiliki alasan yang kuat, tetapi dia tidak tahu alasan apa
Gendis kini sudah kembali bekerja, matanya terlihat begitu serius menatap layar laptopnya. Tangannya terlihat begitu lihai dalam mengetikkan sesuatu, tetapi pikirannya melayang entah ke mana.Otaknya berkelana memikirkan tentang pernikahannya bersama dengan Noah, jika dia benar-benar menikah dengan pria itu, akankah dia bahagia dengan pernikahannya, pikirnya."Aku harus berobat, karena ternyata rasa takut itu masih ada." Mata Gendis terlihat berkaca-kaca, tidak lama kemudian dia kembali mengerjakan tugasnya.Gendis pikir jika dirinya harus pergi ke psikiater, dia harus melakukan terapi. Jika dia terus seperti itu, rasanya kasihan terhadap Noah. Dia juga merasa kasihan terhadap dirinya sendiri, karena disadari atau tidak akan menyakiti dirinya dan juga orang lain.Jika Gendis sedang fokus bekerja, berbeda dengan Noah yang terlihat begitu fokus dengan lamunannya. Dia masih teringat akan Gendis yang terlihat ketakutan saat dia menggenggam kedua tangannya."Aku harus ke rumahnya nanti mal
Gendis menatap wajah Noah dengan raut kebingungan, dia juga harus menemukan pria yang mau menikahi dirinya dalam satu bulan jika tidak mau dijodohkan.Namun, rasanya jika dia langsung menikah dengan Noah, dia takut akan menyesal karena tidak mengenal pria itu.Akan tetapi, jika dia menolak ajakan dari Noah, dia takut nantinya malah akan dinikahkan dengan pria yang kata Gerry sangat jelek itu.Padahal, Gerry sengaja mengatakan jika pria yang dijodohkan dengan Gendis memiliki paras yang jelek, karena Gerry ingin putri sambungnya itu mencari jodohnya sendiri.Dia ingin agar Gendis menemukan pria yang dia sukai, bukan pria yang dijodohkan oleh Gita untuk putri sambungnya tersebut. Dia takut jika Gendis akan menyesal nantinya.Melihat Gendis yang hanya diam saja Noah menjadi ketakutan, dia takut jika Gendis akan menolak ajakannya untuk menikah.Noah memiliki alasan yang kuat memilih Gendis untuk menjadi istrinya, karena Gendis seorang janda dan memiliki seorang putra. Jika dia belum siap u
"Tidak apa-apa, sekarang katakan apa yang anda inginkan!" ujar Gendis setelah duduk di salah satu kursi yang ada di sana.Gendis duduk tepat di hadapan Noah, dia menatap pria itu dengan tatapan penuh selidik. Dia menebak jika pria itu pasti akan membicarakan hal yang penting. Namun, dia merasa bukan menyangkut masalah pekerjaan."Kita pesan makanan dulu, nanti aku akan bicara setelah kita makan.'' Noah tersenyum canggung ke arah Gendis.Ini pertama kalinya dia mengajak wanita yang tidak dia kenal untuk makan bersama, membicarakan masalah penting yang dirasa sangat mendadak."Hem!" jawab Gendis yang memang sudah merasa lapar.Pada akhirnya mereka pun memesan makanan yang diinginkan, setelah makanan datang, mereka melaksanakan makan siang tanpa ada yang berbicara. Suasana di antara keduanya begitu canggung.Setelah acara makan siang selesai, Noah berdehem beberapa kali. Lalu, dia menatap Gendis dengan begitu lekat."Sebenarnya kedatanganku untuk meminta tolong," ujar Noah memulai pembic
Tadi malam Gendis terlihat begitu bersemangat sekali, dia berniat ingin mencari pria baik yang akan dia jadikan sebagai seorang suami.Tidak apa tidak ada rasa cinta di saat pertama dia menikah dengan pria tersebut, karena Gendis yakin jika rasa cinta itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu.Namun, hari ini dia terlihat begitu kebingungan. Selama 2 tahun lebih ini dia hanya serius dalam bekerja, Ia sama sekali tidak pernah pergi untuk berkumpul bersama dengan teman-teman kampusnya.Bahkan, setelah Jelita menikah dengan Gilang, dia jarang pergi bersama dengan sahabatnya itu. Jelita lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan Gilang, dia paham karena pasti Jelita sedang berusaha untuk menjadi istri yang baik untuk suaminya.Apalagi setelah Jelita memiliki seorang putri, Jelita benar-benar tidak pernah keluar sama sekali dari rumahnya. Selain memang putri cantiknya belum berusia empat puluh hari, Jelita kini lebih betah lagi tinggal di dalam rumahnya.Terkadang Gendis merasa iri, ka
Jika biasanya pagi-pagi Gendis akan untuk bersiap bekerja, pagi ini dia bangun untuk pergi mengajak Jo bermain di taman.Gendis bahkan membawa susu, roti isi, minuman dan juga beberapa camilan. Gendis persis seperti seorang ibu yang mengajak anaknya untuk jalan-jalan, atau piknik."Mom aku dan Jo pergi dulu, ya?" pamit Gendis.Gendis memakai sepeda menuju taman, Jo didudukan di depan dengan bangku khusus balita yang sudah dimodifikasi. Sedangkan untuk bekal dia simpan di dalam keranjang yang ada di belakang sepeda."Hati-hati!" pekik Gita ketika melihat putrinya yang sudah mulai mengayuh sepeda.Jo terlihat begitu riang, dia berpegangan pada setang sepeda dengan senyum mengembang di bibirnya. Jo selalu suka ketika Gendis mengajak dirinya pergi ke manapun."Topinya dipake, Sayang. Biar ganteng," ujar Gendis seraya membenarkan topi yang hampir dilepas oleh Jo."Hem!" jawab Jo dengan wajah ditekuk.Gendis hanya tertawa melihat wajah lucu dari adiknya tersebut, lalu dia mengayuh sepedanya
Waktu berjalan dengan begitu cepat, tanpa terasa kini sudah pukul 4 sore. Itu artinya para karyawan yang bekerja sudah bersiap untuk pulang ke kediaman masing-masing.Begitupun dengan Gerry, Gerry yang kini membantu sang ayah mengurus perusahaan baru saja selesai mengerjakan tugasnya. Gerry ditugaskan untuk mengurus perusahaan bersama dengan Gilang, sesekali Nawaf akan datang untuk membantu jika pekerjaan sedang banyak.Jafar yang dulu ditugaskan untuk membantu di perusahaan tersebut dipindahkan ke perusahaan cabang, karena perusahaan milik Nawaf tersebut semakin berkembang dan kini memiliki beberapa cabang di luar kota."Gerry, kasih gue kerjaan. Gue males balik ke rumah," pinta Gilang kepada Gerry yang hendak pulang ke kediaman Wijaya.Gerry merasa aneh dengan permintaan dari sahabatnya tersebut, karena biasanya ketika jam kerja habis mereka akan bersemangat untuk pulang.Namun, berbeda dengan Gilang. Pria itu malah terlihat menekuk wajahnya ketika jam kerja habis, dia seakan begitu
Gendis benar-benar tidak menyangka Noah akan langsung menyetujui pengajuan program kerjasama yang ditawarkan oleh dirinya, karena banyak orang berkata jika Noah adalah orang yang sangat sulit untuk diajak kerjasama.Namun, nyatanya Noah tidak mengajak Gendis untuk membicarakan apa pun. Pria berusia dua puluh delapan tahun itu bahkan dengan mudahnya langsung meminta bolpoin dan menandatangani berkas kerjasama mereka.Ah! Rasanya Gendis benar-benar sangat bersyukur, selepas kepergian Noah, Gendis bahkan langsung berlari menuju ruangannya dan memeluk Jo dengan erat.Tidak lupa Gendis memberikan kecupan di pipi gembil Jo, lalu dia mencubit gemes kedua pipi adiknya tersebut.Jo sempat menghindari cubitan dari kakaknya tersebut, sayangnya tangan Gendis lebih cepat. Namun, Jo hanya mengusap-usap pipinya yang memerah tanpa marah. Karena hal itu memang sudah terbiasa Gendis lakukan."Jo! Kak Gendis sangat senang sekali, projects besar ini akhirnya bisa Kak Gendis dapatkan. Kak Gendis keren, ti
Dua tahun kemudian."Jo! Kak Gendis mau kerja dulu, jangan nakal." Gendis mengecup pipi gembil adik tampannya.Dia merasa jika adiknya itu benar-benar menggemaskan, Gendis bahkan benar-benar lengket dengan adik tampannya itu. Ke manapun Gendis pergi, jika tidak sibuk dia akan mengajak adiknya tersebut.Jika orang yang pertama melihat kebersamaan mereka, tentu mereka akan menyangka jika Jo adalah anak dari Gendis.Jo langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat, adik laki-laki Gendis yang berusia 2 tahun itu seakan tidak mau berpisah dari kakaknya tersebut.Jo bahkan dalam setiap malamnya tidur bersama dengan Gendis, mereka begitu lengket dan tidak terpisahkan. Gita sampai kebingungan dibuatnya.Jika saja usianya masih muda, rasanya Gita ingin hamil kembali dan memiliki anak. Namun, rasanya semua itu tidak mungkin. Karena dokter berkata jika usia Gita sudah sangat matang."No! Jo mau ikut," jawab Jo seraya memeluk kaki Gendis.Gendis langsung terkekeh dibuatnya, karena setiap kali Gen
Gilang merasa sangat beruntung karena dia begitu diterima di keluarga Jelita, bahkan dengan mudahnya Neezar menentukan tanggal pernikahan setelah Jelita menerima lamarannya.Awalnya Neezar akan mengadakan acara pernikahan Gilang dan juga Jelita secara besar-besaran, karena memang Jelita adalah anak satu-satunya yang mereka miliki.Namun, Gilang dan juga Jelita sepakat untuk mengadakan acara pernikahan secara sederhana saja. Karena mereka merasa kurang nyaman jika harus melaksanakan acara pernikahan yang mewah dan juga megah.Keduanya sepakat untuk memulai rumah tangga dari kesederhanaan, tidak perlu pernikahan yang mewah. Namun, yang penting prosesi pernikahan yang dilaksanakan berjalan dengan penuh khidmat.Satu bulan kemudian Gilang dan juga Jelita melaksanakan acara pernikahan, pernikahan itu dilaksanakan di kediaman Jelita sendiri.Kedua keluarga sepakat hanya mengundang kerabat dekat dan juga para sahabat, tidak ada ribuan tamu undangan. Hanya keluarga inti dan para sahabat saja.