"Tolong Pak Polisi, biarkan anak saya menemui ayahnya sebentar saja. Ini adalah hari ulang tahunnya. Tolonglah Pak Polisi. Saya harap Bapak masih memiliki sedikit hati nurani."
"Tidak bisa, Bu. Sesuai dengan prosedur kami, Pak Lopez harus segera dibawa ke kantor polisi. Pak Lopez bisa menunjuk seorang pengacara apabila ingin membela diri."
"Tolonglah, Pak. Sebentar saja. Saja janji, setelah putra saya meniup lilin dan ayahnya mengucapkan selamat ulang tahun, Pak Polisi boleh membawa Pak Lopez pergi. Saya mohon, Pak. Saya mohon."
"Baiklah, Bu. Atas dasar kemanusiaan, saya izinkan Pak Lopez menemui putranya. Saya mempertaruhkan kehormatan dan jabatan saya, demi memenuhi permohonan Ibu ini. Tolong, jangan hianati kepercayaan saya."
"Mengapa Ibu memperdaya saya? Ibu membantu Pak Lopez melarikan diri 'kan? Apakah Ibu tau, perbuatan Ibu ini akan membuat saya dan seluruh tim saya terkena Sanksi Pelanggaran
"Ibu ingin langsung pulang atau singgah ke tempat lain lagi?" tanya Iwan sopan.Bu Wardah yang sedari tadi sibuk dengan ponsel pintarnya, menghentikan kegiatannya sejenak."Sebentar ya, Wan? Ibu akan menelepon seseorang dulu," sahut Bu Wardah santai. Sekarang ia sudah tenang dalam mengatur strategi. Ia sudah tidak takut pada apapun lagi. Jujur, kini ia malah menikmati permainan ini. Toh masalah hidup mati seseorang itu sudah ada yang mengatur bukan? Makanya ia sekarang bersikap nothing to lose saja.Bu Wardah menekan beberapa nomor yang sudah sangat ia hapal luar kepala. Dulu ia akan sangat ketakutan jika mendapati nomor ini di layar ponselnya. Tapi sekarang keadaan berbalik. Ia dengan percaya diri sengaja menghubungi nomor tersebut."Hola juan. Cómo estás?" (Halo Juan. Apa kabar?)"Donde estas ahora, maldita chica!" (Di mana ka
"Gue nggak nyangka, kalau akhirnya akan ipar-iparan dengan lo, Na." Soraya menatap Gerhana antusias. Setelah sekian lama tidak bersinggungan dengan orang-orang di masa lalunya, Soraya tidak mengira akan bertemu dengan Gerhana. Sungguh, ia sangat malu apabila mengingat tingkah lakunya dulu. Oleh karena itulah ia sengaja menghilang. Ia ingin menjadi manusia baru. Tetapi jujur, ada kegembiraan di hatinya, kala bertemu dengan orang-orang di masa lalunya. Bagaimanapun ia pernah melalui hari-hari indah bersama dengan orang-orang yang dikasihinya. Istimewa dengan kedua orang tua angkatnya. Terkadang jikalau rasa rindu itu muncul, ia berusaha menekannya dalam-dalam. Ia tidak mau mengusik hidup Keira dan Keisha. Ia sudah merebut kasih sayang ayah kandung mereka berdua hampir 24 tahun lamanya. Sekarang biarlah mereka berdua menerima limpahan kasih sayang ayah kandung mereka yang baru mereka ketahui."Apalagi Nana, Mbak. Setitik debu pun Nana tidak pernah menduganya.
"Kita sudah sampai, Dek." Tangguh merasakan satu tepukan ringan di bahunya. Perlahan Tangguh membuka mata. Ia masih mengalami jet lag parah setelah belasan jam berada di atas pesawat. Setelah meregangkan otot-ototnya yang kram, Tangguh memandang rumah besar di hadapannya. Seperti ini rupanya rumah masa kecilnya. Walaupun ia masih belum bisa mengingat secara jelas, namun ada lintasan potongan-potongan kejadian di benaknya. Seperti tangga kayu berukir yang bisa dibuat bermain seluncuran, hingga karpet merah berbulu tebal di ruangan kerja yang dindingnya penuh dengan senjata. Bau amis! Tangguh mendadak bisa mencium aroma amis darah! Astaga, apa yang sedang di pikirkannya? Tangguh menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berusaha mengenyahkan ingat tidak menyenangkan itu dari benaknya. Mungkin itu hanya mimpi masa lalunya."Lo kenapa, Dek? Pusing? Ya udah kita istirahat saja dulu. Lo pasti kena jet lag." Geraldo mengeluarkan ponsel dari sakunya dan menelepon seseorang. Se
Tiga bulan kemudian.Gerhana tidak mampu menahan isak tangis saat ijab kabul baru saja berakhir. Sungguh ia tidak sanggup menahan air mata saat melihat ayahnya menangis. Ayahnya, Jendral Badai Putra Alam memalingkan wajah saat mendengar dirinya telah sah menjadi istri Tangguh. Ayahnya bahkan langsung meninggalkan keriuhan acara, dan berjalan menuju kebun belakang. Gerhana tau, ayahnya tidak ingin seorang pun melihatnya menangis."Na, tunggu di sini sebentar ya? Abang mau menyusul ayahmu. Abang ingin berbicara sebagai sesama laki-laki, biar ayahmu tenang. Abang sangat mengerti perasaan ayahmu." Gerhana hanya sanggup mengangguk saat Tangguh ingin menyusul ayahnya. Ada baiknya kalau Tangguh yang lebih dulu menemui ayahnya. Setelahnya barulah ia meyakinkan ayahnya, kalau semuanya akan tetap baik-baik. Baik ia telah menikah ataupun tidak, ayahnya akan selalu ada di hatinya.Tangguh menemukan jendral Badai duduk termenun
Gerhana memacu kencang mobilnya melebihi batas rata-rata kecepatan. Pukul tujuh lewat tiga puluh menit. Dan ia masih berada di jalan Thamrin. Sementara meetingnya dengan para investor proyek dan petinggi perusahaan akan dimulai tepat pada pukul delapan pagi. Kalau ia sampai terlambat, alamat dicor bersama dengan tiang pancanglah ia oleh Abizar. Sifat Abizar itu kan sebelas dua belas dengan Om Heru. Disiplin adalah nama tengah mereka. Apalagi ia belum genap sebulan bekerja di PT. Bina Graha Persada ini. Ia memang baru saja menamatkan kuliahnya dan menyandang gelar S.Ars alias sarjana arsirektur. Ia menjabat sebagai architect engineering di perusahaan ini.Baru saja memikirkan konsekuensi dari keterlambatannya, ponselnya bergetar. Nah kan! Pasti itu Abizar yang memang hobby sekali merazia anak buahnya setiap pagi. Khususnya hari ini, di mana para petinggi proyek turun gunung semua. Perusahaan memenangkan tender proyek raksana dan teamnya yang akan mengekseku
"Eh ada Mbak Rani. Nggak ada apa-apa kok, Mbak. Kepala saya cuma benjut dikit doang. Soalnya tadi pagi mobil saya nyium kios martabak, dan Bang eh Pak Izar bermaksud untuk memeriksa luka saya." Gerhana buru-buru menjauhkan kepalanya sehingga tangan Abizar hanya menyentuh udara. Ia segera berdiri dan menjelaskan kejadian yang sebenarnya pada Mbak Rani. Ia tidak ingin menciptakan kesalahpahaman di antara dua orang kekasih."Eh kamu kok berdiri, Dek? Duduk aja lagi. Kening kamu memar itu kayaknya," kata Mbak Rani spontan. Gerhana menghela napas lega. Syukurlah. Setidaknya adegan ala-ala sinetron tidak terjadi. Mbak Rani memang dewasa lahir batin. Buktinya si mbak sekarang malah ikut memperhatikan keningnya. Aman lah dunia."Sebaiknya kamu ke rumah sakit deh, Dek. Lihat, keningmu sampai benjol begitu. Atau kamu mau Mbak panggilin si Dika? Si Dika pasti pasti lebih kompeten mengobati luka kamu dari pada dokter abal-abal ini. Kalau Dika itu
Suasana arena pertarungan liar masih terasa panas. Masing-masing kubu meneriakan yel-yel penyemangat bagi petarung jagoan mereka. Bagaimana tidak, mereka telah mempertaruhkan banyak uang demi mendapatkan pundi-pundi rupiah yang berkali-kali lipat dari yang mereka pasang. Kalau jagoan mereka sampai kalah, hilang jugalah semua uang-uang mereka. Bagi mereka tugas petarung yang mereka jagokan adalah baku hantam habis-habisan bagaikan dua ekor banteng aduan. Kalau tidak hidup ya mati. Hidup dan mati bagi petarung-petarung bayaran seperti mereka ini memang sedekat nadi bukan? Mereka jahat? Tidak juga. Toh kehidupan seperti ini merekalah yang memilih. Tidak ada paksaan. Lo menang, gue bayar. Lo mati, gue kubur. Hidup ini keras, kawan.Tangguh melompat dengan satu kaki dan mengarahkan dengkulnya ke dada lawan. Ketika lawannya terjatuh, ia menggerakkan siku kanan secara horizontal, memotong pelipis lawan. Darah seketika mengucur deras. Saat melihat lawannya kesulitan ber
Gerhana mengikat satu rambut panjangnya menjadi kuncir kuda. Tidak lupa ia memberi tambahan pita rambut merah muda yang imut abis. Untuk wajah ia hanya memakai sedikit pelembab, bedak tabur, eyeliner dan seulas lip gloss berwarna orange. Ia memandang bayangannya sendiri di kaca meja rias. Hasilnya cukup lumayan. Sebentar lagi ia akan ke Astronomix. Untuk itu ia harus berdandan yang cantik namun tetap natural. Saat ini ia mengenakan kaus putih polos dipadu dengan overall berbahan jeans. Pakaian yang keren namun tetap rapi dan aman. Teman-temannya bahkan Mbak Nuri kerap menertawai cara berpakaiannya. Mereka menyebut style-nya terlalu childish. Tidak sesuai umur. Mungkin ini akibat dari pengaruh ibunya yang suka mendandaninya dengan gaya kanak-kanak yang imut sedari kecil. Gemesin kalau menurut istilah ibunya. Maklum saja ibunya dulu adalah seorang guru TK. Hanya saja gaya childish-nya itu terbawa sampai sekarang. Ia masih suka berdandan ala anak-anak begini. Simple dan praktis. Ia tid