Viola memuntahkan semua makanan yang sudah ia makanan yang sudah ia makan. Meskipun Viola tahu jika makan adalah cara untuk bertahan hidup, tetapi perut Viola sama sekali tidak bisa diajak bekerjasama. Denga mudahnya, perut Viola bergejolak dan memaksanya untuk memuntahkan semua makanan yang sudah ia santap. Viola mengerang saat berusaha untuk menguras isi perutnya. Ia dengan susah payah bangkit dan melangkah ke luar dari kamar mandi. Viola pun berbaring di atas ranjang dan memilih untuk memejamkan matanya, ia berpikir jika tidur bisa sedikit mengurangi rasa tidak nyaman yang menyerang sekujur tubuhnya ini. Viola meringkuk mencari posisi paling nyaman untuk tidur dan memulihkan dirinya. Tidak memerlukan waktu terlalu lama, Viola pun terlelap.
Namun, tidur Viola sama sekali tidak terlalu nyenyak. Viola sudah terlanjur begitu takut pada Gerald yang sungguh mengerikan di matanya. Hal itu membuat alam bawah sadar Viola menciptakan mimpi mengerikan yang membuat Viola berkeringat banyak, dan menggigil karena rasa takut. Hanya saja, Viola masih memejamkan matanya dengan erat, seolah-olah tubuh Viola berpikir jika dirinya bangun, ia hanya akan melihat hal yang lebih mengerikan. Viola terlelap tetapi tubuhnya malah terasa lebih lelah, begitu pula dengan mentalnya yang benar-benar hancur karena kejadian yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Saat Viola masih terlelap, Gerald datang. Suara pintu yang terbuka rupanya tidak berhasil membangunkan Viola yang tampak basah kuyup karena keringat dingin.
Gerald yang mendekat pada Viola tentu saja bisa melihat apa yang terjadi pada gadis satu itu. Gerald menyentuh kening Viola, tetapi tidak merasakan suhu tubuh Viola meninggi. Hanya saja, Viola berkeringat dingin dan tampak menahan sakit, hal itu terlihat dari keningnya yang mengernyit dalam. Saat Gerald akan membangunkan Viola, Gerald mendengar Viola yang merintih pelan. Melihat hal itu, Gerald pun sudah bisa menyimpulkan jika ada hal yang salah pada Viola. Gerald menghubungi Bram menggunakan ponselnya. “Panggilkan dokter secepatnya,” ucap Gerald. Sebelum mendengar jawaban Bram, Gerald pun mematikan sambungan telepon begitu saja.
Gerald duduk di tepi ranjang dan menyeka keringat yang membasahi kening Viola. Dengan telaten, Gerald menyingkirkan helaian rambut Viola yang menempel pada kening dan pipinya karena keringat dingin yang membasahinya. Gerald mengamati wajah Viola yang memang lebih pucat dari biasanya. Sesekali, Viola merintih dalam tidurnya dan membuat Gerald semakin tertarik untuk memperhatikan perempuan satu itu. Gerald menyentuh pipi Viola dengan sentuhan selembut beledu. Dengan netra tajamnya yang setajam mata predator, Gerald menelisik wajah cantik Viola. Lalu beberapa detik kemudian, Gerald berkata, “Saat sakit seperti ini pun, kau terlihat menarik, Viola. Lalu apa kau pikir aku akan melepaskan barang menarik sepertimu dengan mudah? Itu mustahil.”
***
“Kram usus?” tanya Gerald tidak percaya pada dokter yang sudah memeriksa Viola.
Dokter tersebut terlihat cantik, walaupun sorot matanya tajam seperti milik Gerald. “Iya. Apa kau bodoh? Kenapa terus saja memintaku mengulang pernyataan itu?” tanya dokter cantik itu tanpa merasa takut.
Gerald yang mendengar hal itu mengetatkan rahangnya. “Jaga bicara Evelin!” seru Gerald.
“Kenapa? Kau tidak mau aku sebut bodoh? Padahal tingkahmu memang mirip seperti orang bodoh. Mau sampai kapan kau mengurung para wanita ini, terlebih gadis muda ini? Aku rasa, ini bukan tempatnya, dia bukan wanita panggilan,” ucap Evelin tajam.
“Itu bukan urusanmu. Sekarang hal yang perlu kau lakukan adalah merawatnya dan membuatnya kembali normal,” ucap Gerald ketus membuat Evelin benar-benar ingin memukul wajah sahabatnya itu.
Evelin memang sudah mengenal sosok Gerald sejak kecil. Kurang lebih, Evelin sebenarnya tahu apa yang membuat Gerald memiliki kebiasaan ganjil dengan mengurung para wanita di ruang sempit seperti ini. Jelas, ini adalah kebiasaan yang perlu untuk segera mendapatkan pengobatan secara medis. Gerald jelas memiliki masalah pada psikisnya, tetapi Evelin sama sekali tidak bisa membujuk Gerald untuk mendapatkan penanganan. Gerald merasa jika dirinya tidak melakukan kesalahan. Menurut Gerald, ia memiliki harta dan kekuasaan yang bisa membuatnya berlaku sesuka hati, termasuk mengurung para wanita ini serta berkuasa sepenuhnya atas mereka.
“Kalau begitu, pindahkan dia ke tempat yang lebih bersih. Ruangan ini bisa menjadi salah satu penyebab dirinya stress berat dan mengakibatkan kram usus. Setelah itu, perintahkan para pelayanmu untuk membersihkan tubuhnya dan memakaikan pakaian yang lebih layak daripada sepasang pakaian dalam seperti ini,” ucap Evelin memberikan perintah pada Gerald. Jika biasanya Gerald tidak akan tunduk atau menuruti perintah siapa pun, maka kali ini berbeda. Gerald pun mengangkat tubuh Viola yang dibalut selimut dan melangkah pergi. Saat itulah, Evelin menyimpulkan sesuatu. Viola adalah kunci baginya untuk membuat kondisi psikis Gerald jauh lebih baik. Evelin akan memanfaatkan kesempataan ini dengan sangat baik.
Evelin mengikuti langkah Gerald, ia pun melihat Bram yang mengikuti Gerald dengan patuh. Sebenarnya, Evelin agak jengkel pada Bram yang terlalu patuh pada Gerald. Kepatuhannya bahkan tidak bisa membuatnya berkomentar terhadap tingkah Gerald yang sering di luar batas wajar. Namun, untuk saat ini Evelin akan menahan diri untuk tidak mengatakan apa pun pada Bram dan mengikuti langkah Gerald yang membawa Viola ke dalam kamar luas yang tampak mewah. “Baik, sekarang aku akan bekerja,” ucap Evelin sembari mengeluarkan cairan infus dan beberapa peralatan saat para pelayan mulai bekerja untuk membersihkan Viola.
Tentu saja Gerald ada di sana mengamati apa yang dilakukan oleh para bawahannya, sementara Bram diperintahkan menuggu di luar pintu. Setelah Viola dilap menggunakan handuk hangat, dan menggunakan gaun tidur yang lembut, Evelin pun menyuntikkan obat dan mengifus Viola. Setelah itu, Evelin juga memastikan kondisi Viola dengan memeriksanya sekali lagi. Setelah itu, barulah Evelin beranjak untuk duduk di seberang Gerald. “Pertama, berikan dia makanan yang lebbih bergizi dan pastikan jika makanan itu lebih mudah untuk dicerna. Kedua, jangan berikan tekanan berlebih yang bisa membuat dirinya stress. Ketiga, pastikan untuk mengurangi kegiatan seks,” ucap Evelin.
“Memangnya apa yang kau ketahui mengenai kegiatan seks kami?” tanya Gerald sengit, terlihat kesal.
“Aku bisa melihatnya dari semua jejak yang kau tinggalkan pada tubuh gadis itu,” ucap Evelin tak kalah sengit.
Gerald terdiam beberapa saat sebelum berkata, “Dia sudah bukan gadis lagi. Dia sudah menjadi wanita.”
Evelin memutar bola matanya kesal dengan tingkah Gerald yang terlalu keras kepala. Namun, Evelin jelas tidak bisa memaksa Gerald, atau Gerald akan membuat benteng yang membuat Evelin tidak bisa mendekatinya. Hal itu akan cukup berbahaya karena kemungkinan Gerald akan bertindak lebih gila daripada sebelumnya. “Terserah apa katamu. Hanya saja pastikan untuk tidak berlebihan. Pasien kram usus sepertinya sangat rentan mengalami kambuh, jadi perhatikan kondisinya baik-baik,” ucap Evelin.
Gerald tidak menjawab apa pun dan meminta Evelin untuk segera pulang saja. Evelin tidak bisa membantah, ia pun bangkit dan beranjak pergi setelah sekali lagi memeriksa kondisi Viola. Setelah sepeninggal Evelin, kini Gerald hanya berdua dengan Viola yang masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Gerald pun bangkit dari duduknya dan melangkah menuju ranjang. Ia hanya mengamati Viola tanpa menyentuh atau melakukan apa pun.
Kening Gerald mengernyit dalam sebelum bertanya, “Kenapa aku menolongmu? Jika tadi aku membiarkanmu begitu saja, bukankah kau akan mati? Aku memang tidak mau melepaskanmu, tetapi itu tidak berarti aku tidak mau melihatmu mati. Karena jika kau mati, tidak akan ada yang bisa memilikimu.”
Pertanyaan itu tentu saja hanya menggantung di udara tanpa ada jawaban satu pun. Di tengah kekesalannya itu, tiba-tiba Gerald teringat pada Evelin yang memintanya untuk mengurangi kegiatan seks dengan Viola. Jelas Gerald tidak mau menuruti Evelin. Hanya saja, jika Gerald tidak menurutinya, hal itu mungkin akan membuat Gerald lebih repot jika kondisi Viola semakin memburuk. Gerald merasa semakin tidak senang karena acara bersenang-senangnya terganggu. Namun, sedetik kemudian Gerald mendapatkan ide yang cemerlang. Ia menyeringai dan menatap Viola dengan berkata, “Aku bisa bersenang-senang dengan berbagai cara. Istirahatlah dengan baik. Karena setelah kau sembuh, aku akan mengajarkan sesuatu yang menarik padamu.”
“Silakan, Nona,” ucap seorang pelayan yang menyajikan makan siang untuk Viola.Saat ini, kondisi Viola sudah jauh lebih baik. Alih-alih tinggal dikurung di dalam ruang pengap yang lembab, Kini Viola berada di dalam kamar yang mewah dan luas. Jelas ruangan ini jauh lebih baik daripada ruangan sebelumnya. Makanan yang datang tiap waktu makan juga lebih bervariasi dan rasanya lebih mudah untuk dicerna oleh Viola. Selain itu, Viola kini tidak berada dalam kondisi setengah telanjang karena hanya mengenakan pakaian dalam saja. Meskipun hanya diberikan gaun tidur, tetapi itu lebih baik daripada hanya mengenakan pakaian dalam saja. Setidaknya, pakaian ya
“Sepertinya, Dafa sudah lebih tenang. Akhir minggu ini, mari kita bertemu bersama. Tentu saja, jika kita bekerja sama, akan lebih mudah untuk mencari solusi dari masalah ini,” ucap Farrah pada Ezra yang duduk di seberangnya. Kali ini, seperti biasanya Farrah datang mengunjungi Ezra. Tentu saja untuk memastikan jika Ezra tidak lagi membuat ulah. Meskipun sebenarnya Farrah yakin jika Ezra tidak akan lagi membuat kesalahan yang tentunya hanya akan membuat dirinya semakin berada dalam situasi yang sulit.Ezra yang mendengar hal itu tentu saja merasa cukup lega. Semenjak Dafa tahu jika Viola terlibat masalah karena kesalahan yang sudah ia perbuat,
“Viola sudah minum obatnya?” tanya Farrah pada Ezra yang kembali ke dapur dengan nampan berisi mangkuk kosong.“Sudah, sekarang dia sudah tidur,” jawab Ezra.Keduanya lalu duduk di meja makan dan berbincang mengenai Viola. “Kamu masih belum menghubungi Dafa mengenai kepulangan Viola, bukan?” tanya Farrah.
Dafa menatap gelas kristal berisi cairan keemasan yang berada di hadapannya. Ia tampak larut dalam pikirannya sendiri dan tempak terlalu tenang untuk seukuran seorang pria muda yang tengah berada di club malam. Tentu saja Dafa berbeda dengan teman-temannya yang lain yang kini menggila di lantai dansa. Mereka menari mengikuti hentakkan musik, hingga tertawa dengan para wanita bayaran yang menemani mereka mala mini. Sebenarnya, Dafa tidak terlalu dekat dengan teman-temannya itu. Namun, Dafa berusaha untuk mendekati mereka untuk mengorek informasi mengenai wanita-wanita yang dijual oleh Flo. Teman-teman Dafa juga adalah pelanggan tetap di bar Flo, yang artinya mereka memiliki beberapa informasi yang bisa menguntungkan bagi Dafa.
“Jangan merasa tidak nyaman. Pakai pakaian yang sudah aku belikan, dan makan apa pun yang ingin kamu makan. Hanya saja, untuk saat ini jangan ke luar dari kamarmu. Kita tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh kakakmu, dan orang-orang dari bar Flo,” ucap Dafa sembari meletakkan beberapa kantung belanja berisi pakaian dan beberapa peralatan pribadi yang tentu saja dibutuhkan oleh Viola selama tinggal di hotel.Ini adalah hari kedua Viola tinggal di hotel yan
“Tidak ada hal mencurigakan yang terjadi semalam, bukan?” tanya Dafa pada staf hotel yang ia tugaskan untuk mengawasi unit yang ditinggali oleh Viola.“Tidak ada, Tuan. Tapi saya belum mengantarkan sarapan, Nona tadi malam sudah berpesan pada saya untuk mengantarkan sarapan saat Tuan tiba. Sepertinya, Nona ingin sarapan bersama dengan Tuan Dafa,” ucap staf hotel yang dipercaya oleh Dafa tersebut.Mendengar ucapa staf hotel itu, Dafa pun tidak bisa menahan sudut bibirnya yang terangkat. Tentu saja, Dafa merasa sangat senang. Padahal, Dafa berusaha untuk tidak mengharapkan cinta Viola, apalagi setelah tahu hal buruk yang terjadi pada gadis itu. Bukan karena Dafa merasa jijik setelah mengetahui kebenaran bahwa Viola sudah disentuh oleh pria lain, tetapi lebih karena Dafa tahu jika Viola bisa saja merasa trauma dengan hubungan yang melibatkan perasaan antar lawan jenis. Dafa berniat untuk membuat Viola terbiasa dengannya, dan mendekatinya secara per
Setelah puas mencium Viola, Gerald pun melepaskan ciumannya dari perempuan satu itu. Gerald tampak puas saat melihat bibir Viola yang membengkak. Tampak merekah indah dan mengundang Gerald untuk kembali memberikan ciuman yang sama panasnya seperti sebelumnya. Namun, ini belum saatnya. Gerald memiliki sebuah rencana lain untuk bersenang-senang dengan Viola. Hanya saja, untuk saat ini Gerald harus membuat Viola mengisi energinya terlebih dahulu. Viola harus makan, agar bisa bersenang-senang dengan benar nantinya. Gerald mengambil nampan dan memilih untuk menyuapi Viola. Tentu saja, hal itu membuat Viola membulatkan matanya. “A, Apa?” tanya Viola.“Makan,” perintah Gerald singkat dengan memberikan tatapan tajam pada Viola.Tentu saja, hati Viola memberontak dan tidak ingin menerima suapan tersebut. Rasanya Viola ingin mnepis nampan berisi makanan tersebut, serta membuat kekacauan. Namun, saat ini Viola bahkan masih bisa melihat senjata api yang Ger
“Katakan, di mana Viola?” tanya Dafa sembari mencengkram leher Ezra. Pria itu tampak terengah-engah karena baru saja kembali berengkar dengan Ezra, bahkan berkelahi dengan hebatnya.Farrah juga ada di sana, dan tampak begitu cemas dengan keadaan Dafa. Tidak seperti sebelumnya, kini Ezra melawan balik dan membuat Dafa sama babak belurnya dengan dirinya. Farrah sama sekali tidak peduli dengan keadaan Ezra, tetapi Farrah begitu cemas dengan keadaan Dafa. Rasanya, jika saja Dafa tidak mengajak mereka bertemu bertiga, Farrah sama sekali tidak mau lagi bertemu dengan Ezra. Karena bagi Farrah, Ezra adalah biang masalah yang sudah membuat hubungannya dengan Dafa semakin renggang. Jika saja sejak awal Ezra tidak membuat masalah, Farrah sama sekali tidak akan berakhir seperti ini dengan Dafa.Kini, Dafa memperlakukan Farrah dengan sangat dingin. Semua telepon Farrah sama sekali tidak pernah Dafa angkat. Pesan yang dikirimkan oleh Farrah juga tidak pernah dibalas oleh