“Viola sudah minum obatnya?” tanya Farrah pada Ezra yang kembali ke dapur dengan nampan berisi mangkuk kosong.
“Sudah, sekarang dia sudah tidur,” jawab Ezra.
Keduanya lalu duduk di meja makan dan berbincang mengenai Viola. “Kamu masih belum menghubungi Dafa mengenai kepulangan Viola, bukan?” tanya Farrah.
Ezra menggeleng. “Aku belum menghubunginya seperti yang kau minta. Selain itu, Viola sendiri meminta untuk segera pindah dari sini. Sepertinya, ia benar-benar trauma setelah apa yang ia lalui,” ucap Ezra merasa begitu bersalah.
Viola memang tidak menjelaskan apa yang sudah ia alami. Namun, dokter yang sebelumnya dipanggil oleh Farrah untuk memeriksa Viola, bisa menjelaskan jika Viola mengalami pelecehan. Hal itu membuat fisiknya melemah dan mentalnya terbebani dengan ingatan yang tidak menyenangkan tersebut. Farrah yang mendengar hal itu berusaha untuk mengendalikan ekspresinya sebisa mungkin. “Kalian bisa pindah, tetapi nanti saat kondisi Viola lebih baik. Hal yang terpenting saat ini adalah penyembuhan fisik dan mental Viola. Aku akan mencarikan psikiater yang bisa menangani Viola,” ucap Farrah.
“Terima kasih karena sudah membantu kami, Farrah,” ucap Ezra tulus.
Di saat mereka akan kembali melanjutkan perbincangan tersebut, tiba-tiba ada tamu yang datang. Karena berpikir jika itu adalah kurir makanan pesan antar, Farrah pun segera beranjak untuk membuka pintu. Namun, begitu melihat Flo di sana, Farrah terkejut. Ezra yang pada akhirnya ikut menuju pintu depan juga terkejut dengan kehadiran Flo di sana. Ezra berpikir jika Flo datang karena tahu jika Viola melarikan diri dan kini tengah berada di sana. Rasanya, Ezra ingin mengusir Flo saat itu juga. Namun, Farrah memberikan isyarat pada Ezra untuk tenang. Pada akhirnya, ketiganya kini duduk bersama di ruang tamu.
“Jadi, atas dasar apa kau datang ke rumahku? Bukankah kita sudah tidak lagi memiliki urusan apa pun?” tanya Ezra dingin.
“Wah, jangan bersikap dingin seperti itu padaku. Kita memiliki hubungan dekat di masa lalu, jadi jangan lupakan itu,” ucap Flo sembari tersenyum.
“Jika kau tidak memiliki sesuatu yang penting untuk dibicarakan, lebih baik kau pergi sekarang juga. Aku tidak mau melihatmu lagi, apalagi memiliki hubungan apa pun denganmu,” ucap Ezra tegas mengusir Flo.
“Kau tidak perlu mengusirku. Aku jelas akan pergi setelah semua urusanku selesai denganmu.” Setelah mengatakan hal itu, Flo mengeluarkan secarik kertas dari tas mewahnya dan meletakkannya di atas meja. Meskipun tahu jika kertas itu ditujukan untuknya, Ezra sama sekali tidak melirik kertas itu bahkan berniat untuk membacanya. Saat ini Ezra sudah terlalu merasa marah terhadap Flo yang sudah membuat kehidupan adiknya hancur. Meskipun itu bukan sepenuhnya kesalahan Flo, tetapi Ezra tetap saja merasa marah. Jika saja Flo tidak sekejam itu membawa adiknya dan menjualnya, Viola tidak mungkin hancur seperti ini.
“Aku ingin membicarakan hutangmu yang masih belum sepenuhnya lunas. Ternyata, harga adikmu tidak cukup untuk menutup semua hutangmu. Itu hanya bisa melunasi hutang pokokmu, dan bukan bunganya. Sekarang, kau harus melunasi bunganya. Aku akan memberikan waktu dua minggu. Kau harus mendapatkan uang yang tertera pada kertas ini, dan kau akan selamat.”
“Tunggu—”
“Aku tidak memiliki waktu untuk berbicara panjang lebar denganmu. Semuanya sudah jelas tertulis pada kertas itu. Kau hanya perlu membayar hutangmu, setelah itu, kau bisa hidup dengan tenang, dan kemungkinan besar pula adikmu juga bisa hidup tenang,” ucap Flo sebelum bangkit dan melangkah pergi meninggalkan Ezra dan Farrah yang sama-sama larut dalam pikiran mereka masing-masing.
***
“Tenanglah, kita pasti bisa menemukan solusi,” ucap Farrah pada Ezra yang tampak begitu cemas.
“Aku tidak bisa tenang. Kau tau bukan, Flo itu memiliki kekuasaan yang sudah dipastikan akan dengan mudah membuatku dan Viola celaka jika tidak mengikuti apa yang ia inginkan,” ucap Ezra tampak begitu frustasi.
Hingga malam tiba, Farrah memang tidak beranjak dari rumah Ezra dan memilih untuk membantu sahabatnya itu untuk memikirkan cara ke luar dari situasi yang menyulitkan tersebut. Farrah menghela napas panjang dan berkata, “Sebenarnya, ada satu cara yang terpikirkan olehku. Tapi, aku rasa kamu tidak akan mau mendengarnya, dan mungkin akan sangat marah padaku jika mendengarnya.”
Ezra yang mendengar hal itu mengernyitkan keningnya. “Memangnya cara seperti apa yang kau pikirkan?” tanya Ezra.
“Berjanjilah dulu untuk tidak marah padaku,” ucap Farrah dengan nada manis yang tentu saja tidak bisa ditolak oleh Ezra yang jelas-jelas memiliki perasaan pada gadis itu.
“Aku berjanji. Jadi, katakanlah,” ucap Ezra lembut.
Farrah menyeringai dalam hatinya. Semuanya berjalan sesuai dengan rencananya, tetapi Farrah tetap harus berhati-hati agar tidak terjadi kesalahan yang bisa membuat semuanya kacau. “Aku berpikir untuk mendapatkan uang dari Viola,” ucap Farrah singkat.
Tentu saja Ezra yang mendengar hal itu dengan mudah memahami apa yang dimaksud oleh Farrah. Seketika perasaan marah membuncah di dalam dada Ezra. Bagaimana mungkin Farrah berpikir untuk kembali menjual Viola? Apakah Farrah tidak memiliki hati nurani? Apa yang dirasakan oleh Ezra saat ini dapat dibaca dengan mudah oleh Farrah. Karena itulah, Farrah pun segera mengambil tindakan. “Aku harap kamu tidak marah padaku. Aku tidak bisa memberikan bantuan lagi padamu, karena Ayah sudah memblokir atm-ku. Setidaknya, sekarang kita harus melakukan apa yang bisa kita lakukan. Mungkin, ini terdengar jahat. Aku pun merasa menjadi orang jahat saat memikirkan hal ini. Namun, ini satu-satunya cara bagimu untuk mendapatkan uang secara singkat karena Flo memberikan tenggat,” ucap Farrah.
Ezra masih tidak bereaksi. Tentu saja ia merasa begitu marah atas apa yang dikatakan oleh Farrah padanya. Itu bukan ide terbaik. Itu hanya ide yang bisa membuat Viola benar-benar terjerumus dalam neraka tanpa ujung. Dan Ezra tidak akan pernah tega melakukan hal itu pada adiknya sendiri, satu-satunya keluarga yang ia miliki saat ini. Sudah cukup Ezra menghancurkan kehidupan Viola, Ezra tidak boleh melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Farrah yang melihat Ezra tampak teguh tidak terbujuk oleh perkataannya, mulai merasa cemas. Namun, ia pun berhasil mendapatkan sebuah ide. “Mari lakukan sekali. Hanya sekali saja, untuk mendapatkan uang guna melunasi hutangmu. Aku mendapatkan cara untuk mendapatkan uang dengan nominal tinggi dalam sekali percobaan. Setelah itu, kamu dan Viola bisa pergi dari kota ini. Kalian bisa memulai hidup yang baru. Lagi pula, sekarang Viola bukan lagi gadis, ia pasti bisa melalui ini,” ucap Farrah.
Sayangnya, Ezra masih tidak yakin. “Aku masih tidak yakin. Aku tidak akan tega menjual Viola,” ucap Ezra.
“Apa? Kakak berencara untuk menjualku?”
Dengan kompak Ezra dan Farrah menoleh pada Viola yang berada di dekat pintu dapur. Wajah Viola tampak begitu syok. Tentu saja tidak menyangka jika Farrah dan Ezra mendapatkan ide yang sangat kejam seperti itu. Tanpa berpikir dua kali, Viola berbalik dan berniat untuk melarikan diri. Namun, Farrah segera beranjak dan menangkap Viola. Dengan kekuatannya yang lebih besar dari Viola, Farrah menarik Viola dan menguncinya di dalam kamar Viola sendiri. Ezra yang masih tampak bingung mengikuti langkah Farrah. Ezra berniat untuk menjelaskan situasi tersebut pada Viola, tetapi Farrah menghalangi Ezra membuka pintu kamar Viola.
Farrah menangkup wajah Ezra dan mencium pria itu. Tentu saja Ezra terkejut bukan main. Setelah menciumnya, Farrah pun berkata, “Aku melakukan semua ini demi dirimu, Ezra. Aku tidak ingin kamu berada dalam kesulitan lagi, Ezra. Jadi, tolong percaya padaku.”
Tolong percaya padaku, dan akan kubuat Viola hidup dalam neraka, lanjut Farrah dalam hati.
Dafa menatap gelas kristal berisi cairan keemasan yang berada di hadapannya. Ia tampak larut dalam pikirannya sendiri dan tempak terlalu tenang untuk seukuran seorang pria muda yang tengah berada di club malam. Tentu saja Dafa berbeda dengan teman-temannya yang lain yang kini menggila di lantai dansa. Mereka menari mengikuti hentakkan musik, hingga tertawa dengan para wanita bayaran yang menemani mereka mala mini. Sebenarnya, Dafa tidak terlalu dekat dengan teman-temannya itu. Namun, Dafa berusaha untuk mendekati mereka untuk mengorek informasi mengenai wanita-wanita yang dijual oleh Flo. Teman-teman Dafa juga adalah pelanggan tetap di bar Flo, yang artinya mereka memiliki beberapa informasi yang bisa menguntungkan bagi Dafa.
“Jangan merasa tidak nyaman. Pakai pakaian yang sudah aku belikan, dan makan apa pun yang ingin kamu makan. Hanya saja, untuk saat ini jangan ke luar dari kamarmu. Kita tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh kakakmu, dan orang-orang dari bar Flo,” ucap Dafa sembari meletakkan beberapa kantung belanja berisi pakaian dan beberapa peralatan pribadi yang tentu saja dibutuhkan oleh Viola selama tinggal di hotel.Ini adalah hari kedua Viola tinggal di hotel yan
“Tidak ada hal mencurigakan yang terjadi semalam, bukan?” tanya Dafa pada staf hotel yang ia tugaskan untuk mengawasi unit yang ditinggali oleh Viola.“Tidak ada, Tuan. Tapi saya belum mengantarkan sarapan, Nona tadi malam sudah berpesan pada saya untuk mengantarkan sarapan saat Tuan tiba. Sepertinya, Nona ingin sarapan bersama dengan Tuan Dafa,” ucap staf hotel yang dipercaya oleh Dafa tersebut.Mendengar ucapa staf hotel itu, Dafa pun tidak bisa menahan sudut bibirnya yang terangkat. Tentu saja, Dafa merasa sangat senang. Padahal, Dafa berusaha untuk tidak mengharapkan cinta Viola, apalagi setelah tahu hal buruk yang terjadi pada gadis itu. Bukan karena Dafa merasa jijik setelah mengetahui kebenaran bahwa Viola sudah disentuh oleh pria lain, tetapi lebih karena Dafa tahu jika Viola bisa saja merasa trauma dengan hubungan yang melibatkan perasaan antar lawan jenis. Dafa berniat untuk membuat Viola terbiasa dengannya, dan mendekatinya secara per
Setelah puas mencium Viola, Gerald pun melepaskan ciumannya dari perempuan satu itu. Gerald tampak puas saat melihat bibir Viola yang membengkak. Tampak merekah indah dan mengundang Gerald untuk kembali memberikan ciuman yang sama panasnya seperti sebelumnya. Namun, ini belum saatnya. Gerald memiliki sebuah rencana lain untuk bersenang-senang dengan Viola. Hanya saja, untuk saat ini Gerald harus membuat Viola mengisi energinya terlebih dahulu. Viola harus makan, agar bisa bersenang-senang dengan benar nantinya. Gerald mengambil nampan dan memilih untuk menyuapi Viola. Tentu saja, hal itu membuat Viola membulatkan matanya. “A, Apa?” tanya Viola.“Makan,” perintah Gerald singkat dengan memberikan tatapan tajam pada Viola.Tentu saja, hati Viola memberontak dan tidak ingin menerima suapan tersebut. Rasanya Viola ingin mnepis nampan berisi makanan tersebut, serta membuat kekacauan. Namun, saat ini Viola bahkan masih bisa melihat senjata api yang Ger
“Katakan, di mana Viola?” tanya Dafa sembari mencengkram leher Ezra. Pria itu tampak terengah-engah karena baru saja kembali berengkar dengan Ezra, bahkan berkelahi dengan hebatnya.Farrah juga ada di sana, dan tampak begitu cemas dengan keadaan Dafa. Tidak seperti sebelumnya, kini Ezra melawan balik dan membuat Dafa sama babak belurnya dengan dirinya. Farrah sama sekali tidak peduli dengan keadaan Ezra, tetapi Farrah begitu cemas dengan keadaan Dafa. Rasanya, jika saja Dafa tidak mengajak mereka bertemu bertiga, Farrah sama sekali tidak mau lagi bertemu dengan Ezra. Karena bagi Farrah, Ezra adalah biang masalah yang sudah membuat hubungannya dengan Dafa semakin renggang. Jika saja sejak awal Ezra tidak membuat masalah, Farrah sama sekali tidak akan berakhir seperti ini dengan Dafa.Kini, Dafa memperlakukan Farrah dengan sangat dingin. Semua telepon Farrah sama sekali tidak pernah Dafa angkat. Pesan yang dikirimkan oleh Farrah juga tidak pernah dibalas oleh
“Dafa!”Meskipun mendengar teriakan itu, Dafa sama sekali tidak berniat untuk menghentikan langkahnya. Saat ini, Dafa tengah berada di salah satu perusahaan ayahnya. Meskipun sibuk karena harus mencari informasi mengenai hilangnya Viola, tetapi Dafa tidak meninggalkan tanggung jawabnya sebagai salah satu manager muda di perusahaan keluarganya. Tidak seperti anak orang kaya lainnya, Dafa tidak langsung mendapatkan posisi tinggi, tetapi memilih untuk memulai bekerja dari posisi rendah. Semua usaha dan kemampuannya berhasil membuatnya duduk di posisi manager di usianya yang masih muda tersebut.“Dafa, aku mohon, beri aku waktu untuk menjelaskan,” ucap Farrah sekali lagi dan membuat Dafa pada akhirnya menghentikan langkahnya.Dafa menatap Farrah dan berkata, “Kita bicara di kafe depan.”Pada akhirnya, keduanya duduk di meja yang berada di sebuah kafe yang terleltak di seberang gedung perusahaan di mana Dafa bekerja
“Ayah, penyelidikan pihak kepolisian hanya menemukan jalan buntu. Aku tidak bisa mendapatkan informasi apa pun mengenai Viola. Flo benar-benar menutup mulutnya, ia bahkan tidak menyebutkan apa pun berkaitan dengan bisnisnya menjual para wanita penjaja seks komersial,” ucap Dafa tampak begitu frustasi saat berbicara dengan ayahnya, Dani.Dani adalah seorang pengusaha yang sudah dikenal namanya di kota ini. Pribadinya yang bijaksana dan dapat diandalkan, mendorongnya untuk masuk ke dalam ranah politik. Kabarnya tahun depan akan menjadi tahun pertamanya terjun ke dunia politik secara resmi. Karena mengetahui masalah yang berkaitan dengan para gadis yang terpaksa harus menjual diri mereka karena terlilit hutang atau bahkan sengaja dijebak oleh pihak bar untuk melunasi hutang yang bahkan tidak mereka ketahui, Dani pun memilih untuk memberikan dukungan pada putranya untuk mengungkapkan hal ini pada publik. Sebagai seseorang yang berpengalaman dalam hal ini, Dani pun mem
“Ingat, jangan mengatakan hal yang macam-macam,” ucap Bram pada Evelin yang tengah merapikan pakaiannya saat melangkah menyusuri lorong kediaman mewah milik Gerald. Kediaman keluarga Dalton di Indonesia ini memiliki tampilan yang menunjukkan kesuksesannya Gerald sebagai seorang pengusaha muda yang sukses. Tentu saja, tampilan kediaman Gerald di negara lain juga tidak kalah mewah dan indahnya dengan kediamannya ini.Mendengar apa yang dikatakan oleh Bram, Evelin pun menghentikan langkahnya dan menatap Bram dengan tajam. Tentu saja Bram juga menghentikan langkahnya dan menatap Evelin dengan kening mengernyit. Bram sama sekali tidak merasa sudah melakukan kesalahan yang patut mendapatkan tatapan tajam seperti saat ini. “Apa ada yang ingin kau katakan padaku?” tanya Bram.“Ya. Aku ingin mengatakan jika aku tidak menyukaimu, kau menyebalkan,” jawab Evelin, sama sekali tidak membuat Bram terkejut.Sejak awal mengenal, Evelin dan Bra