Mobil Faris berhenti di depan pagar rumah mewah yang menjulang tinggi, membuat siapapun yang melihatnya akan terpukau dengan kemewahannya. Nayyara memperhatikan dengan seksama seakan-akan dia baru melihat rumah sebegitu mewahnya.
“Ini rumah Kak Faris?” tanya Nayyara dengan wajah polosnya.“Iya ini rumah aku, tidak lucu dong aku mengundang kamu makan malam dengan menumpang di rumah orang lain,” jawab Faris tersenyum geli melihat wajah lucu Nayyara."Yaudah, yuk, masuk." Nayyara mengikuti Faris memasuki rumah mewah tersebut, di dalam sana Nayyara disambut oleh Delia dan juga Frans yang sudah menunggu di meja makan dengan tersenyum ramah ke arah Nayyara.“Malam, Om, Tante,” sapa Nayyara ramah sembari mencium punggung tangan sepasang suami istri itu dengan sopan.“Malam, Sayang. Ayo silahkan duduk Tante tidak tahu makanan kesukaan kamu apa. Jadi, Tante persiapkan saja segala jenis makanan yang mungkin salah satunya ada yang kamu sukai,” ujar Delia mempersilahkan Nayyara untuk duduk."Terima kasih, Tante," ucap Nayyara sedikit tidak enak karena sudah merepotkan. Nayyara pun duduk pada salah satu kursi yang berada di sana.Nayyara terdiam melihat berbagai makanan yang tertata rapi di atas meja. Dia hanya dapat menelan ludah melihat makanan mewah yang jarang sekali ditemuinya meski hidup berkecukupan.“Jangan hanya dilihat-lihat saja, Nay. Ayo makan. Keburu habis ini makan masuk ke perut aku semua,” ucap Faris pada Nayyara yang hanya berdiam diri di sebelahnya.“Bunda kamu tuh, ya, padahal sekarang anaknya bukan kamu saja, tapi sulit sekali meminta ijin untuk bisa mengundang kamu makan malam di rumah Tante. Jadi mau tidak mau, Tante sendiri yang memutuskan supaya Faris menjemput kamu meskipun Fania bersikeras tidak mengijinkan kamu,” ujar Dalia di sela-sela makan mereka seketika membuat perasaan Nayyara dirundung rasa khawatir.Walaupun dalam perasaan yang tidak enak Nayyara tetap terlihat ceria di hadapan mereka semua. Senyumnya selalu menghiasi wajahnya, entah bagaimana nanti ketika Nayyara sampai di rumah karena Bundanya itu benar-benar tidak mengijinkannya untuk makan malam bersama keluarga Faris.Selesai makan bersama, Nayyara langsung berpamitan untuk pulang karena dia begitu takut jika sampai orang rumah akan kembali merundungnya dan memarahinya.Nayyara memasuki rumah dengan sangat hati-hati, sungguh saat ini dia seperti seorang pencuri di rumahnya sendiri. Nayyara berjalan mengendap-endap, berharap dia tidak akan bertemu dengan Bunda ataupun Ayahnya karena sudah pasti dia akan kena marah mereka.“Dari mana saja kamu?”Suara keras yang beberapa hari ini tidak terdengar di telinga Nayyara membuat langkahnya terhenti. Ada rasa takut dan juga gugup menyelimuti hatinya. Nayyara menengok ke arah suara dengan tatapan penuh ketakutan.“Aku bertanya dari mana saja kamu, Anak Sialan?!” Intonasi suara itu kian meninggi membuat Nayyara semakin ketakutan bahkan untuk mengeluarkan suara saja dia sudah tidak mampu, kakinya seolah lemas seketika.“Na ... Nayya—" Ucapannya terpotong saat Yacob tiba-tiba menarik rambut panjangnya dengan sangat kuat membuat tubuh Nayyara limbung dan terjatuh di lantai.“Dasar anak tidak tahu diuntung, gara-gara kamu anak saya sakit. Sialan! Kamu enak-enakan makan di luar sana, sedangkan Rania menahan lapar di sini. Apa kamu lupa bahwa Rania memiliki masalah pada lambungnya?” ucap Yacob dengan tatapan penuh amarah. Dia menarik tali pinggang yang dipakainya, kemudian melayangkan cambukan ke tubuh Nayyara dengan bringasnya.“Ampun, Ayah. Maafkan Nayya. Sungguh Nayya tidak tahu kalau Rania tinggal sendiri di rumah,” lirih Nayyara memohon ampun dengan rasa sakit dan perih yang menjalar ke seluruh tubuhnya.Sementara di atas sana Rania keluar dari dalam kamarnya dan melihat pertunjukan itu dengan tersenyum puas. Tidak sia-sia usahanya meskipun rasa sakit itu memang benar-benar dirasakan. Akan tetapi, semua terobati saat melihat Ayahnya sudah dikuasai emosi karena ulah Nayyara.Sedangkan Fania hanya diam melihat suaminya yang sudah melayangkan cambukan ke tubuh Nayyara dengan membabi buta. Ada sedikit rasa kasihan di hati kecilnya. Namun, saat mengingat penyakit Rania kambuh disebabkan Nayyara membuat dirinya seketika kembali tidur tanpa melerai suaminya.Setelah merasa puas, Yacob pergi meninggalkan Nayyara yang terbaring lemas di lantai. Dia melenggang pergi tanpa memperdulikan ringisan putri sulungnya yang dulu sangat disayanginya itu.Nayyara berusaha untuk duduk meskipun kesusahan. Dia menyandarkan kepalanya di atas sofa sejenak sebelum dia menuju kamarnya. Rasa sakit pada tubuhnya benar-benar tidak bisa ditahan, sepertinya luka kali ini lebih parah dan banyak karena tadi Yacob sangat kencang sekali melayangkan cambukan pada tubuh Nayyara.“Bagaimana hadiahnya, Kakak Sayang? Kamu suka?” ucap Rania yang sengaja menunggu Nayyara di depan pintu kamarnya, tersenyum puas melihat keadaan Nayyara saat ini.Nayyara hanya tersenyum melihat wajah bahagia sang adik. Dia tidak punya tenaga untuk meladeni Rania yang ujungnya hanya akan menambah penderitaannya. Biarlah ... biarlah mereka semua bahagia meski dengan menyiksa dirinya, Nayyara benar-benar sudah muak.Rasa sakit dan juga perih yang dirasakannya saat ini tidaklah sebanding dengan sakit hatinya. Luka di tubuhnya akan hilang dalam beberapa hari ke depan, tetapi luka di hatinya belum tentu hilang begitu saja, Nayyara mengusap air mata yang terus mengalir membasahi pipinya, sekuat apapun dia menahan air mata tersebut agar tidak terjatuh tetap saja kelopak matanya tidak mampu membendung air mata tersebut.“Jangan menangis Nayya, mau sebanyak apapun air mata yang kamu tumpahkan tidak akan ada yang memperdulikan kamu.” Nayyara menundukkan kepalanya melihat semua bekas luka cambukan dari sang Ayah.Suara pintu kamar Nayyara terbuka menampilkan sosok Fania yang menatap dirinya dengan tatapan dingin.Sebuah tamparan kembali mendarat di pipi mulusnya, Nayyara mendongak melihat Fania dengan tatapan memelas luka di tubuhnya bahkan belum kering, tetapi kini dia kembali merasakan sakit dari orang yang sama-sama berarti dalam hidupnya.“Dasar anak tidak tahu diri, aku menyesal sudah mengadopsimu sebagai anakku saat itu. Dan mulai sekarang kamu bukan lagi putriku. Sialan!” ucap Fania berlalu begitu saja setelah puas melukai hati Nayyara kembali.Sialan ... sialan!Kata-kata itu yang terus terngiang di kepala Nayyara. Dunianya runtuh seketika, benar adanya bahwa kebahagiaan itu memang enggan mendatangi dirinya sama seperti yang diucapkan Rania tempo hari. Sakit rasanya ketika mendapatkan luka yang begitu dalam dari orang terdekatnya, walaupun mereka bukanlah orang tua kandung Nayyara, tetapi Nayyara benar-benar menyayangi mereka seperti orang tua kandungnya sendiri karena berkat mereka juga dia bisa tumbuh hingga saat ini.“Terima kasih Bunda, Ayah. Terima kasih selama 23 tahun ini sudah mau merawat Nayya. Nayyara sayang kalian berdua.” Nayyara tersenyum tulus diiringi dengan air mata yang terus membasahi kedua pipinya, tangisnya terus terdengar, rasa sakit pada dadanya dan juga sekujur tubuhnya hanya bisa dirasakan, Nayyara hanya bisa memeluk tubuhnya sendiri.***Hari-hari berlalu begitu saja, tidak ada yang berubah pada kehidupan Nayyara kekerasan masih setia menemaninya. Hanya saja sekarang ini Nayyara seperti sudah kebal diperlakukan seperti itu baik dari kedua orang tuanya ataupun Rania adiknya. Dia tidak bisa melawan atau lebih tepatnya tidak mungkin, Nayyara seakan menyerahkan tubuhnya sebagai pelampiasan orang-orang rumah meskipun banyak luka di tubuhnya akan tetapi lebih sakit lagi luka di hatinya.Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Akan tetapi, Nayyara masih disibukkan dengan pekerjaannya yang semakin banyak. Dengan kerja kerasnya akhirnya impian Nayyara untuk merenovasi toko miliknya sedikit demi sedikit mulai terwujud meskipun belum seluruhnya dan pastinya itu semua dia dapatkan berkat bantuan dan juga dukungan dari Salwa, Zahira, dan Keisha sahabat yang selalu setia mendampinginya.Tidak ada kata lelah untuk Nayyara meskipun sepulang bekerja dia harus dihadapkan dengan pekerjaan rumah yang hanya dikerjakan olehnya seorang diri tanpa bantuan dari Bundanya ataupun pekerja yang baru saja dipekerjakan oleh Fania baru-baru ini, itupun hanya mengisi kekosongan Nayyara saat dirinya bekerja.“Ayo, pulang bareng,” kata seseorang yang berdiri tepat di belakang Nayyara.Nayyara menoleh dan tersenyum manis pada Faris yang seakan tidak pernah lelah menemui dirinya.“Kak, tidak perlu seperti ini, Nayya bisa naik motor sendiri. Nayya tidak enak merepotkan kak Faris terus menerus,” tolak Nayyara dengan lembut.“Kalau kamu merasa sungkan, makanya jangan lagi menolak tawaran aku kali ini. Please, Nayya, izinkan kali ini aku mengantar kamu pulang, ya?” pinta Faris memelas agar Nayya mau menerima ajakannya.Nayyara yang semakin merasa tidak enak hati terpaksa mengiyakan meskipun saat tiba nanti dia akan berhadapan dengan Rania yang ternyata juga menyukai Faris. Lalu Zio? Entahlah sudah beberapa waktu ini Nayyara tidak pernah lagi melihat Rania pergi bersama Zio.“Baiklah, tapi kali ini saja, ya Kak,” ujar Nayya menaiki mobil Faris dengan berat hati.“Oke!” sahut Faris tersenyum senang.Hujan kembali menyirami kota Jakarta. Nayyara mengeluarkan sepeda motor nya untuk memulai aktivitas nya seperti biasa, tak lupa ia memakai helm dan juga pelindung hujan untuk melindungi dirinya. Hujan itu tipis, namun bisa membuat pakaian basah bagi yang berjalan di bawahnyaBelum sempat Nayyara menaiki sepeda motor nya, seseorang menarik tangannya dari belakang menampilkan sosok Rania dengan wajah yang terlihat merah menahan amarahnya"Apa yang kau lakukan?" tanya Nayyara berusaha melepas cekalan tangannya"Sudah berulangkali aku katakan jangan pernah sekali-kali mencari kesempatan untuk mendekati kak Faris, perempuan murahan!" bentak Rania geram kala mengingat Nayyara pulang bersama Faris "Apa hubungannya denganmu? Apa kamu punya hubungan spesial sama kak Faris? Tidak, kan?" jawab Nayyara setenang mungkin walaupun sebenarnya ia merasa kesal Rania menyebutnya sebagai wanita murahanKemarahan Rania semakin memuncak melihat Nayyara yang sudah mulai berani padanya, dengan cepat ia meng
Ada apa ribut malam-malam begini?" suara berat itu menghentikan aksi tarik menarik di antara mereka berdua. Keduanya menoleh kearah suara dengan dua tatapan yang berbedaTak kunjung mendapat jawaban dari Rania ataupun Nayyara membuat Yacob semakin murka, bukan apa-apa. Ia baru saja mengistirahatkan diri seusai satu harian menghabiskan waktu di perusahaan dengan pekerjaan yang kian menumpuk, niat hati ingin mencari kedamaian di rumah. Namun nyatanya ada saja yang mengganggu acara tidurnya"Nayya! Apa kau tidak mempunyai mulut untuk menjelaskan apa yang terjadi?" kali ini suara Fania yang menginterupsi, wanita berusia senja itu keluar setelah mendengar suara ribut-ribut di luar kamarnya"Ini bukan kesalahan Nayya bunda, Rania! Dia memasuki kamar aku dan membuatnya sangat berantakan, bahkan barang milik-ku juga di ambil olehnya" jelas Nayyara berharap bundanya mau membujuk putri kesayangannya itu untuk mengembalikan apa yang bukan menjadi miliknya"Bukannya bunda yang bilang, bahwa apapu
Nayyara memasuki gedung mewah yang menjulang tinggi di depannya, ia melangkahkan kakinya menuju meja resepsionis yang terletak tidak jauh dari tempat dimana ia berdiri. "Assalamualaikum, Mbak," sapa Nayyara ramah melihat petugas resepsionis nya memakai hijab, sudah pasti wanita itu beragama Islam. Pikir Nayyara."Waalaikumsalam, ada yang bisa saya bantu?" balas wanita berhijab itu tak kalah ramah."Saya ingin mengantarkan pesanan dari Umi Syafanah. Apa beliau ada?""Oh, iya, mari mbak saya antar."Nayyara mengikuti langkah wanita yang berjalan mendahuluinya itu dengan sesekali menatap kagum interior bangunan itu. Banyak orang yang berlalu lalang, sepertinya sedang sibuk dengan urusan masing-masing."Silahkan masuk, Mbak," ujarnya mempersilahkan."Terima kasih, Mbak," balas Nayyara."Sama-sama." Resepsionis itu pun berlalu meninggalkan Nayyara seorang diri.Nayyara mengetuk pintu bercorak abstrak tersebut dengan hati-hati, takut membuat orang yang didalamnya merasa terganggu. Dengan g
Nayyara telah selesai mengerjakan segala pekerjaannya dengan sempurna tanpa tertinggal apapun. Ia merasa perutnya sangat perih karena belum di isi makanan sama sekali, Nayyara berjalan menuju meja makan dan mendapati pemandangan yang kembali membuat kesedihan itu terpancar di mata indahnyaEntah kapan terakhir kali ia duduk dan makan bersama keluarganya, yang pasti Nayyara sangat merindukan saat-saat itu. Dimana ia masih diperlukan selayaknya seorang anak yang begitu di cintaiNayyara berniat ingin melewati ruang makan itu dengan hati-hati dan tanpa mengeluarkan suara. Namun, belum sempat melangkah menuju kamarnya Faris menghentikannya, membuat Nayyara seketika menoleh ke arah suara itu"Nay, kamu sudah makan? Sini gabung sama kita, masa kami makan kamu malah sibuk dengan pekerjaan kamu sih,?" ujar Faris tanpa tahu kalau sebenarnya hadirnya Nayyara akan membuat kedua orangtuanya dan juga Rania kehilangan selera makan jika ia turut andil bersama mereka"Aku sudah lebih dulu sarapan ta
Faris menyudahi pembicaraannya dengan Rania dalam sambungan telepon, ada rasa bersalah dalam hatinya yang membatalkan janjinya secara sepihak. Tapi mau bagaimana lagi, malam ini ia memang benar-benar merasa sangat kelelahan Faris berbalik dan segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur king size miliknya. Bayang-bayang wajah teduh Nayyara terus berputar di pikirannya, bagaimana bisa seorang Nayyara yang ia kenal dengan sifat ramah dan juga rendah hati itu bisa berubah seperti yang di katakan oleh Fania dan juga Rania? Ada keraguan dalam hatinya, tapi mengingat kembali wajah sedih Fania juga membuat hatinya semakin dibuat bingung harus mempercayai yang manaFaris yang masih setia dengan tatapan lurus memandang langit-langit kamarnya itupun terkejut dengan sebuah tangan yang mengelus lembut bahunya. Faris pun menoleh pada pemilik tangan yang sangat di kenali nya itu"Anak mama ini lagi mikirin apa,?" tanya Delia lembut, seraya memindahkan kepala anak laki-laki satu-satunya itu kepan
Satu harian ini tubuh Nayyara benar-benar sangat lemas dan juga lemah, sepertinya sakit lambungnya kembali kumat di karenakan melewatkan makan malam dan juga sarapan hingga siang hari ini ia belum juga memakan apa-apa. Hari ini Nayyara tidak bekerja lantaran sang bunda memintanya untuk menemani Rania bertemu dengan salah satu dosen yang akan membimbing Rania menyelesaikan skripsi kuliahnyaMeskipun Nayyara masih marah pada Rania, akan tetapi ia juga tidak tega meninggalkan adiknya itu seorang diri. Apalagi berduaan dengan pria yang sudah berumur dan terkenal dengan kegenitan nya, Nayyara mengetahui itu saat ia masih menjadi asisten dosen di kampusnya dulu, dan dengan secara kebetulan pria tua itu juga yang menjadi dosen pembimbing Rania saat iniSesekali, Nayyara merintih kesakitan dan memegangi perutnya yang terasa perih bahkan kini wajahnya sudah terlihat sedikit pucat. Nayyara berusaha untuk tetap bertahan sampai Rania selesai dengan urusannya"Aku di jemput temanku" ucap Rania ber
Malam ini sepertinya Nayyara akan kembali tidur di teras, ia tidak di perbolehkan masuk sebelum matahari terbit oleh bundanya yang menguncinya sendirian di luar. Sebenarnya hal itu bukan lagi hal yang baru bagi seorang Nayyara, ia sudah biasa tidur dengan keadaan yang seperti itu Nayyara sudah biasa tidur dengan di peluk oleh kesunyian dan kesakitan"Jika banyak orang yang mengatakan bahwa rumah adalah sebaik-baiknya tempat kita pulang, tapi kenapa aku tidak merasakan itu? Aku memang hanya seorang anak pungut bunda, tapi apa selama aku menjadi putri kalian apa tidak pernah sekalipun kalian bahagia atas hadirnya aku?" lirih Nayyara dengan air mata yang sudah membasahi pipinya, Nayyara menyenderkan kepalanya di lutut ia terisak dengan tubuh yang menggigil menahan dinginnya malamDua hari berlalu setelah kejadian dimana Nayyara di siksa oleh Fania Bundanya sendiri, hari ini gadis yang masih terlihat sedikit pucat itu akan kembali bekerja. Luka di tubuhnya juga belum sepenuhnya pulih, beg
Tidak akan ada kata baik-baik saja saat mengetahui keluarga kita sendiri berusaha untuk menghancurkan kita yang notabene adalah seorang anak. Meski tidak lahir dari rahim seorang ibu yang mengadopsi nya, namun bukan berarti Nayyara harus di perlakukan sebegitu kejamnya, dimana hati sepasang suami istri itu? Mengapa mereka begitu tega pada anak yang dahulu mereka ambil dengan sebuah janji akan memperlakukan nya selayaknya anak sendiri? Nayyara meluruhkan tubuhnya di pintu kamarnya yang ia tutup setelah mendengar percakapan ketiga orang tersebut. Ia terisak menangis pilu meratapi nasibnya yang hanya sebagai anak pungut di rumah itu"Ayah, bunda, kenapa kalian begitu tega padaku? Apa salahku? Kenapa dulu mengambil-ku jika hanya untuk di sakiti setelah mendapatkan apa yang kalian mau?" lirihnya dengan menangis terisak Nayyara teringat ia belum melaksanakan shalat Isya nya yang sudah terlewat beberapa menit itu, dengan langkah gontai Nayyara menuju kamar mandi untuk membersihkan diri ser
Sebulan telah berlalu, selama itu juga Nayyara dan juga Yazdan tidak pernah bertukar kabar, Yazdan selalu mempertanyakan keadaan istrinya pada Alzena adiknya. Begitu pula dengan Nayyara, ia tahu alasan Yazdan tidak menghubunginya itu sebabnya ia juga melakukan hal yang sama seperti Yazdan. Mereka berdua bertukar kabar melalui Alzena, meskipun sesekali gadis itu mendengus kesal pada keduanya.Namun mengingat Yazdan yang berjanji akan menambahkan uang jajannya selama membantu dirinya. Maka, meskipun di landa sedikit kesal, ia tetap menjalankan apa yang diperintahkan oleh kedua manusia yang di sayangi nya itu.Bagi Yazdan waktu satu bulan yang ia habiskan di negeri orang sangat menguras tenaga serta rindunya. Ia merindukan istri beserta keluarganya, Yazdan dengan semangat menyusun segala barang-barang miliknya tanpa tertinggal.Akhirnya setelah berjuang selama satu bulan ini, ia berhasil merampungkan bisnisnya dengan nyaris sempurna. Dan tentunya semua itu berkat kerja keras, usaha serta
Yazdan masih terduduk di salah satu meja yang berada di sana, entah dimana Fahira pergi. Namun laki-laki itu tidak terlalu memperdulikan nya sebab ia tahu jika Fahira pasti bisa menjaga dirinya.Sesaat kemudian, Yazdan merasakan hawa aneh di tubuhnya. Tiba-tiba saja hawa panas menggerayangi tubuhnya, ia meraih gelas yang berisi air putih tersebut untuk ia minum kembali, seraya mencoba untuk menghilangkan dahaga yang membuat ia merasakan sesuatu sensasi yang aneh."Jangan di minum, nih, aku bawakan yang baru," ucap Arga menghentikan pergerakan Yazdan yang berniat kembali menyeruput air putih yang berisikan obat tersebut. Yazdan merasa terkejut sekaligus bingung, melihat Arga yang sudah di depan matanya, padahal ia pergi sendiri tanpa memberitahu asisten sekaligus sahabat tersebut."Kenapa kamu sangat ceroboh Yazdan? Andai saja aku tidak mengikuti kemana kamu pergi, mungkin saat ini kamu sudah melakukan sesuatu yang akan menghancurkan keluarga yang baru akan kamu bina bersama Nayyara. B
Yazdan tampak bersiap-siap. Ia merapikan setelan jas dan dasinya seorang diri. Dia memang memiliki asisten. Namun, kali ini ia tidak ingin merepotkan orang lain. Terlebih, Yazdan hanya suka jika dirinya dibantu oleh sang istri tercinta. Tadi, dia sudah melihat gambar sang istri yang tengah membuat sarapan. Sangat cantik. Sampai sekarang, Yazdan belum menghubungi Nayyara secara langsung. Ia mengetahui keadaan Nayyara dari sang adik tercinta. Adiknya kali benar-benar sangat membantu. Meski yang dilakukan Alzena tidak gratis, hal itu tidak menjadi masalah."Masya Allah, ternyata aku semakin tampan saja. Tidak malu-maluin bersanding dengan istriku yang cantik," ujar Yazdan mematut dirinya di depan cermin. Tak lama, Yazdan terkekeh geli. Sejak kapan dirinya menjadi sedikit narsis begini? Ah iya, semenjak menikah dengan seorang Nayyara lebih tepatnya. Sebenarnya, sifat narsis itu sudah ada. Namun, semakin terasah saja saat ini.Yazdan berpikir kalau lama-lama sifatnya mulai mirip dengan Alz
Baru lagi sehari tepatnya, Yazdan meninggalkan Nayyara seorang diri, namun gadis cantik tersebut sudah merasa rindu dengan keberadaan sang suami. Lihatlah, niat awal tidur setelah melaksanakan sholat isya, nyatanya tak begitu. Seorang Nayyara sama sekali tidak merasakan kantuk. Nayyara hanya duduk bersandar di tepi ranjang sambil memperhatikan isi kamarnya. Tepatnya, kamar baru dirinya. Kamar dimana dirinya tidak akan pernah lagi kesepian karena ada sosok Yazdan, suaminya.Suaminya yang insyaAllah akan menuntun ke jalan surga-Nya. Sayang, karena ada urusan pekerjaan yang memang mengharuskan sang suami pergi cukup jauh, membuat Nayyara ditinggal seorang diri.Lebih tepatnya, Nayyara sendirilah yang menolak untuk ikut. Padahal, Yazdan sudah membujuknya berulang kali. Sebenarnya, Nayyara ingin ikut. Namun, takut kalau dirinya akan menganggu."Sedang apa Abang Yazdan di sana ya?" lirih Nayyara. Netranya menatap lurus ke depan. Tepatnya ke sebuah foto pernikahan yang terpampang jelas. Sont
"Hmmm, dari subuh sampai matahari terbit Abang masih aja peluk aku kayak gini. Aku juga mau bangun, Bang. Mau nyuci," ucap Nayyara sedikit kesal."Memangnya kamu lebih mentingin cucian daripada Abang?" Yazdan justru mempererat pelukannya pada pinggang Nayya."Bukannya gitu, Bang. Kalau aku di kamar terus pasti Abang nggak berangkat-berangkat ke kantor," timpal sang istri."Tapi Abang pilih di kamar saja sama kamu, daripada harus ke kantor. Capek," balas Yazdan sesuai isi hati.Nayyara jadi tertawa kecil mendengarnya. Walaupun di luar matahari sudah mulai merangkak naik, tapi di dalam kamar mereka berdua masih terasa nyaman seperti malam hati, mengingat gorden jendela yang tebal sehingga tidak tembus cahaya. Akan tetapi—sedikit cahaya matahari bisa menembus celah-celah kamar.Umi dan Alzena bahkan sudah selesai menyiapkan sarapan dan beres-beres rumah. Namun, mereka berdua paham mengapa sampai pukul 07:15 pagi ini sepasang pengantin itu belum juga keluar kamar."Mau sarapan dulu aja, N
Mata Fahira terasa panas menahan bendungan air bening dan sesaknya dada melihat keromantisan Yazdan terhadap Nayyara. Jika saja sudah tidak memiliki kewarasan, wanita itu pasti akan menghabisi Nayyara sekarang. Akan tetapi Fahira tidak ingin membuat Yazdan membencinya karena lagi-lagi berulah.Sementara, sepasang pengantin baru di seberang sana masih saja mengumbar kemesraan. Yazdan terus merangkul sang istri di mana keduanya—sambil menikmati jagung bakar yang masih hangat.Fahira pun menelan kasar salivanya tatkala Yazdan menyuapi jagung bakar miliknya pada Nayyara. "Aaarrg! Aku tidak tahan melihatnya! Kenapa mereka tidak pulang saja?" gumam Fahira seraya menghentakkan kaki.Namun, bagaimanapun Fahira kesal, tidak akan berpengaruh terhadap mereka berdua. Kini Yazdan justru berdiri dan meninggalkan istrinya di bangku panjang itu. Kening Fahira mengernyit, pun kedua alisnya yang saling bertaut."Mau ke mana Yazdan?" tanyanya dalam hati.Seketika bola mata wanita itu membulat sempurna.
Sebulan telah berlalu, selama itu juga Nayyara dan juga Yazdan tidak pernah bertukar kabar, Yazdan selalu mempertanyakan keadaan istrinya pada Alzena adiknya. Begitu pula dengan Nayyara, ia tahu alasan Yazdan tidak menghubunginya itu sebabnya ia juga melakukan hal yang sama seperti Yazdan. Mereka berdua bertukar kabar melalui Alzena, meskipun sesekali gadis itu mendengus kesal pada keduanya.Namun mengingat Yazdan yang berjanji akan menambahkan uang jajannya selama membantu dirinya. Maka, meskipun di landa sedikit kesal, ia tetap menjalankan apa yang diperintahkan oleh kedua manusia yang di sayanginya itu.Bagi Yazdan waktu satu bulan yang ia habiskan di negeri orang sangat menguras tenaga serta rindunya. Ia merindukan istri beserta keluarganya, Yazdan dengan semangat menyusun segala barang-barang miliknya tanpa tertinggal.Akhirnya setelah berjuang selama satu bulan ini, ia berhasil merampungkan bisnisnya dengan nyaris sempurna. Dan tentunya semua itu berkat kerja keras, usaha serta
Suara adzan terdengar sayup-sayup di kamar yang malam itu di penuhi bahagia cinta. Yazdan terbangun lebih dulu, sebelum beranjak ia lebih dulu memandangi wajah Nayyara, istrinya, kekasih halalnya, cintanya serta bidadari surganya, Yazdan memandang lekat wajah cantik alami istrinya itu, ia membangunkan Nayyara dengan cara yang paling lembutYazdan mencium kedua kelopak mata Nayyara dengan cinta, ia ingin melaksanakan shalat subuh pertama berjamaah dengan istri cantiknya itu. Melihat Nayyara yang masih terlelap dengan wajah cantiknya membuat Yazdan ingin berlama-lama menikmatinya"Assalamualaikum sayangku," bisik Yazdan tepat di telinga NayyaraWanita itu menggeliat sebelum benar-benar membuka matanya, ia mengerjapkan mata mencoba mengumpulkan nyawa yang masih di awang-awang. Merasakan ada hembusan nafas yang begitu dekat mengenai pipinya, Nayyara menoleh, segera menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia malu Yazdan sudah lebih dulu bangun di bandingkan dirinya"Kenapa di tutupi waja
Mendung menggelayut, gerimis perlahan turun, titik-titik hujan membasahi petala bumi. Gerimis itu terus saja turun seiring suara lantang laki-laki menyebut namanya, pagi ini akad nikah di adakan secara sederhana di rumah Yazdan. Bahkan semuanya di adakan dengan begitu tiba-tiba, Nayyara sendiri juga tidak tahu apa penyebabnya, Alzena hanya mengatakan padanya bahwa alasan Abang laki-lakinya itu mempercepat karena ingin menghindari sesuatu yang mungkin bisa saja terjadi.Nayyara menghela nafas dalam-dalam, seharusnya ia merasa senang dan juga bahagia. Tapi entah kenapa ia merasa seperti ada kesedihan yang menyesak di dadanya, sehingga rasa bahagia tidak bisa ia rasakan seutuhnya."Sah!""Sah!" Mendengar suara sah yang menggema di lantai bawah, mampu di dengar oleh Nayyara yang berada di lantai atas. Detik itu juga air matanya mengalir begitu saja, ada bahagia, sedih yang menggelayut di hatinya, Nayyara mengangkat kedua tangannya mengamini setiap doa yang di panjatkan oleh penghulu sert