Nayyara memasuki gedung mewah yang menjulang tinggi di depannya, ia melangkahkan kakinya menuju meja resepsionis yang terletak tidak jauh dari tempat dimana ia berdiri. "Assalamualaikum, Mbak," sapa Nayyara ramah melihat petugas resepsionis nya memakai hijab, sudah pasti wanita itu beragama Islam. Pikir Nayyara."Waalaikumsalam, ada yang bisa saya bantu?" balas wanita berhijab itu tak kalah ramah."Saya ingin mengantarkan pesanan dari Umi Syafanah. Apa beliau ada?""Oh, iya, mari mbak saya antar."Nayyara mengikuti langkah wanita yang berjalan mendahuluinya itu dengan sesekali menatap kagum interior bangunan itu. Banyak orang yang berlalu lalang, sepertinya sedang sibuk dengan urusan masing-masing."Silahkan masuk, Mbak," ujarnya mempersilahkan."Terima kasih, Mbak," balas Nayyara."Sama-sama." Resepsionis itu pun berlalu meninggalkan Nayyara seorang diri.Nayyara mengetuk pintu bercorak abstrak tersebut dengan hati-hati, takut membuat orang yang didalamnya merasa terganggu. Dengan g
Nayyara telah selesai mengerjakan segala pekerjaannya dengan sempurna tanpa tertinggal apapun. Ia merasa perutnya sangat perih karena belum di isi makanan sama sekali, Nayyara berjalan menuju meja makan dan mendapati pemandangan yang kembali membuat kesedihan itu terpancar di mata indahnyaEntah kapan terakhir kali ia duduk dan makan bersama keluarganya, yang pasti Nayyara sangat merindukan saat-saat itu. Dimana ia masih diperlukan selayaknya seorang anak yang begitu di cintaiNayyara berniat ingin melewati ruang makan itu dengan hati-hati dan tanpa mengeluarkan suara. Namun, belum sempat melangkah menuju kamarnya Faris menghentikannya, membuat Nayyara seketika menoleh ke arah suara itu"Nay, kamu sudah makan? Sini gabung sama kita, masa kami makan kamu malah sibuk dengan pekerjaan kamu sih,?" ujar Faris tanpa tahu kalau sebenarnya hadirnya Nayyara akan membuat kedua orangtuanya dan juga Rania kehilangan selera makan jika ia turut andil bersama mereka"Aku sudah lebih dulu sarapan ta
Faris menyudahi pembicaraannya dengan Rania dalam sambungan telepon, ada rasa bersalah dalam hatinya yang membatalkan janjinya secara sepihak. Tapi mau bagaimana lagi, malam ini ia memang benar-benar merasa sangat kelelahan Faris berbalik dan segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur king size miliknya. Bayang-bayang wajah teduh Nayyara terus berputar di pikirannya, bagaimana bisa seorang Nayyara yang ia kenal dengan sifat ramah dan juga rendah hati itu bisa berubah seperti yang di katakan oleh Fania dan juga Rania? Ada keraguan dalam hatinya, tapi mengingat kembali wajah sedih Fania juga membuat hatinya semakin dibuat bingung harus mempercayai yang manaFaris yang masih setia dengan tatapan lurus memandang langit-langit kamarnya itupun terkejut dengan sebuah tangan yang mengelus lembut bahunya. Faris pun menoleh pada pemilik tangan yang sangat di kenali nya itu"Anak mama ini lagi mikirin apa,?" tanya Delia lembut, seraya memindahkan kepala anak laki-laki satu-satunya itu kepan
Satu harian ini tubuh Nayyara benar-benar sangat lemas dan juga lemah, sepertinya sakit lambungnya kembali kumat di karenakan melewatkan makan malam dan juga sarapan hingga siang hari ini ia belum juga memakan apa-apa. Hari ini Nayyara tidak bekerja lantaran sang bunda memintanya untuk menemani Rania bertemu dengan salah satu dosen yang akan membimbing Rania menyelesaikan skripsi kuliahnyaMeskipun Nayyara masih marah pada Rania, akan tetapi ia juga tidak tega meninggalkan adiknya itu seorang diri. Apalagi berduaan dengan pria yang sudah berumur dan terkenal dengan kegenitan nya, Nayyara mengetahui itu saat ia masih menjadi asisten dosen di kampusnya dulu, dan dengan secara kebetulan pria tua itu juga yang menjadi dosen pembimbing Rania saat iniSesekali, Nayyara merintih kesakitan dan memegangi perutnya yang terasa perih bahkan kini wajahnya sudah terlihat sedikit pucat. Nayyara berusaha untuk tetap bertahan sampai Rania selesai dengan urusannya"Aku di jemput temanku" ucap Rania ber
Malam ini sepertinya Nayyara akan kembali tidur di teras, ia tidak di perbolehkan masuk sebelum matahari terbit oleh bundanya yang menguncinya sendirian di luar. Sebenarnya hal itu bukan lagi hal yang baru bagi seorang Nayyara, ia sudah biasa tidur dengan keadaan yang seperti itu Nayyara sudah biasa tidur dengan di peluk oleh kesunyian dan kesakitan"Jika banyak orang yang mengatakan bahwa rumah adalah sebaik-baiknya tempat kita pulang, tapi kenapa aku tidak merasakan itu? Aku memang hanya seorang anak pungut bunda, tapi apa selama aku menjadi putri kalian apa tidak pernah sekalipun kalian bahagia atas hadirnya aku?" lirih Nayyara dengan air mata yang sudah membasahi pipinya, Nayyara menyenderkan kepalanya di lutut ia terisak dengan tubuh yang menggigil menahan dinginnya malamDua hari berlalu setelah kejadian dimana Nayyara di siksa oleh Fania Bundanya sendiri, hari ini gadis yang masih terlihat sedikit pucat itu akan kembali bekerja. Luka di tubuhnya juga belum sepenuhnya pulih, beg
Tidak akan ada kata baik-baik saja saat mengetahui keluarga kita sendiri berusaha untuk menghancurkan kita yang notabene adalah seorang anak. Meski tidak lahir dari rahim seorang ibu yang mengadopsi nya, namun bukan berarti Nayyara harus di perlakukan sebegitu kejamnya, dimana hati sepasang suami istri itu? Mengapa mereka begitu tega pada anak yang dahulu mereka ambil dengan sebuah janji akan memperlakukan nya selayaknya anak sendiri? Nayyara meluruhkan tubuhnya di pintu kamarnya yang ia tutup setelah mendengar percakapan ketiga orang tersebut. Ia terisak menangis pilu meratapi nasibnya yang hanya sebagai anak pungut di rumah itu"Ayah, bunda, kenapa kalian begitu tega padaku? Apa salahku? Kenapa dulu mengambil-ku jika hanya untuk di sakiti setelah mendapatkan apa yang kalian mau?" lirihnya dengan menangis terisak Nayyara teringat ia belum melaksanakan shalat Isya nya yang sudah terlewat beberapa menit itu, dengan langkah gontai Nayyara menuju kamar mandi untuk membersihkan diri ser
"Bagaimana kakak-ku sayang, kau suka dengan hadiah spesialnya dari aku?" ucap Rania dengan senyum penuh kemenanganNayyara hanya mampu tersenyum menanggapi Rania yang sepertinya memang sengaja mencari masalah dengannya. Bukannya memang selalu seperti itu? Rania akan selalu merasa puas dan juga bahagia jika melihat kehidupan Nayyara penuh dengan kesengsaraanGadis yang tidak pernah mau kebahagiaan itu menghampiri Nayyara selalu saja mencari seribu cara untuk membuat sang kakak menderita. Alasannya hanya karena Nayyara lebih segalanya darinya, berparas cantik, pintar, baik hati dan yang pastinya di sukai banyak orang, bahkan sang nenek sendiri selalu saja memuji dan membandingkan kepribadian Nayyara dengan dirinya dan tentunya hal itu menjadi salah satu pemicu Rania begitu membenci seorang Nayyara"Apa kau tuli? Ah, atau kau mau MENANGISI kehidupanmu yang sangat malang itu? Ini belum seberapa Nayya, ini masih permulaan. Aku akan membuatmu merasakan bagaimana rasanya hidup tapi seperti
Rania memandang Nayyara dengan kilatan amarah yang sudah memenuhi bola matanya. Seharusnya malam ini ia dan juga Faris membicarakan kelanjutan pertunangan yang di gantikan oleh dirinya, namun semuanya gagal, rencana yang sudah ia susun dengan rapi kini hancur berantakanRania memasuki toko milik Nayyara dan menghancurkan segala isinya dengan tidak berperasaan. Sementara Yacob menahan pergelangan tangan Nayyara yang berniat ingin menghentikan perbuatan Rania begitu juga dengan Salwa, Zahira dan juga Keisha, mereka di larang untuk menolong Nayyara dengan sebuah ancaman dari Yacob yang membuat mereka tidak memiliki pilihan lain selain mengikutinya"Ayah lepaskan, aku mohon. Bunda, tolong hentikan Rania, aku mohon" ucap Nayyara mengiba dengan terisak memohon pada kedua orangtuanya"Rania Hentikan! Ayah! Kalian semua tidak berhak merusak yang bukan milik kalian!" teriak Nayyara putus asa, sungguh ia sudah tidak bisa lagi mengalah untuk kali iniPlak"Berani kau meneriaki ku Sialan!"PlakP
Sebulan telah berlalu, selama itu juga Nayyara dan juga Yazdan tidak pernah bertukar kabar, Yazdan selalu mempertanyakan keadaan istrinya pada Alzena adiknya. Begitu pula dengan Nayyara, ia tahu alasan Yazdan tidak menghubunginya itu sebabnya ia juga melakukan hal yang sama seperti Yazdan. Mereka berdua bertukar kabar melalui Alzena, meskipun sesekali gadis itu mendengus kesal pada keduanya.Namun mengingat Yazdan yang berjanji akan menambahkan uang jajannya selama membantu dirinya. Maka, meskipun di landa sedikit kesal, ia tetap menjalankan apa yang diperintahkan oleh kedua manusia yang di sayangi nya itu.Bagi Yazdan waktu satu bulan yang ia habiskan di negeri orang sangat menguras tenaga serta rindunya. Ia merindukan istri beserta keluarganya, Yazdan dengan semangat menyusun segala barang-barang miliknya tanpa tertinggal.Akhirnya setelah berjuang selama satu bulan ini, ia berhasil merampungkan bisnisnya dengan nyaris sempurna. Dan tentunya semua itu berkat kerja keras, usaha serta
Yazdan masih terduduk di salah satu meja yang berada di sana, entah dimana Fahira pergi. Namun laki-laki itu tidak terlalu memperdulikan nya sebab ia tahu jika Fahira pasti bisa menjaga dirinya.Sesaat kemudian, Yazdan merasakan hawa aneh di tubuhnya. Tiba-tiba saja hawa panas menggerayangi tubuhnya, ia meraih gelas yang berisi air putih tersebut untuk ia minum kembali, seraya mencoba untuk menghilangkan dahaga yang membuat ia merasakan sesuatu sensasi yang aneh."Jangan di minum, nih, aku bawakan yang baru," ucap Arga menghentikan pergerakan Yazdan yang berniat kembali menyeruput air putih yang berisikan obat tersebut. Yazdan merasa terkejut sekaligus bingung, melihat Arga yang sudah di depan matanya, padahal ia pergi sendiri tanpa memberitahu asisten sekaligus sahabat tersebut."Kenapa kamu sangat ceroboh Yazdan? Andai saja aku tidak mengikuti kemana kamu pergi, mungkin saat ini kamu sudah melakukan sesuatu yang akan menghancurkan keluarga yang baru akan kamu bina bersama Nayyara. B
Yazdan tampak bersiap-siap. Ia merapikan setelan jas dan dasinya seorang diri. Dia memang memiliki asisten. Namun, kali ini ia tidak ingin merepotkan orang lain. Terlebih, Yazdan hanya suka jika dirinya dibantu oleh sang istri tercinta. Tadi, dia sudah melihat gambar sang istri yang tengah membuat sarapan. Sangat cantik. Sampai sekarang, Yazdan belum menghubungi Nayyara secara langsung. Ia mengetahui keadaan Nayyara dari sang adik tercinta. Adiknya kali benar-benar sangat membantu. Meski yang dilakukan Alzena tidak gratis, hal itu tidak menjadi masalah."Masya Allah, ternyata aku semakin tampan saja. Tidak malu-maluin bersanding dengan istriku yang cantik," ujar Yazdan mematut dirinya di depan cermin. Tak lama, Yazdan terkekeh geli. Sejak kapan dirinya menjadi sedikit narsis begini? Ah iya, semenjak menikah dengan seorang Nayyara lebih tepatnya. Sebenarnya, sifat narsis itu sudah ada. Namun, semakin terasah saja saat ini.Yazdan berpikir kalau lama-lama sifatnya mulai mirip dengan Alz
Baru lagi sehari tepatnya, Yazdan meninggalkan Nayyara seorang diri, namun gadis cantik tersebut sudah merasa rindu dengan keberadaan sang suami. Lihatlah, niat awal tidur setelah melaksanakan sholat isya, nyatanya tak begitu. Seorang Nayyara sama sekali tidak merasakan kantuk. Nayyara hanya duduk bersandar di tepi ranjang sambil memperhatikan isi kamarnya. Tepatnya, kamar baru dirinya. Kamar dimana dirinya tidak akan pernah lagi kesepian karena ada sosok Yazdan, suaminya.Suaminya yang insyaAllah akan menuntun ke jalan surga-Nya. Sayang, karena ada urusan pekerjaan yang memang mengharuskan sang suami pergi cukup jauh, membuat Nayyara ditinggal seorang diri.Lebih tepatnya, Nayyara sendirilah yang menolak untuk ikut. Padahal, Yazdan sudah membujuknya berulang kali. Sebenarnya, Nayyara ingin ikut. Namun, takut kalau dirinya akan menganggu."Sedang apa Abang Yazdan di sana ya?" lirih Nayyara. Netranya menatap lurus ke depan. Tepatnya ke sebuah foto pernikahan yang terpampang jelas. Sont
"Hmmm, dari subuh sampai matahari terbit Abang masih aja peluk aku kayak gini. Aku juga mau bangun, Bang. Mau nyuci," ucap Nayyara sedikit kesal."Memangnya kamu lebih mentingin cucian daripada Abang?" Yazdan justru mempererat pelukannya pada pinggang Nayya."Bukannya gitu, Bang. Kalau aku di kamar terus pasti Abang nggak berangkat-berangkat ke kantor," timpal sang istri."Tapi Abang pilih di kamar saja sama kamu, daripada harus ke kantor. Capek," balas Yazdan sesuai isi hati.Nayyara jadi tertawa kecil mendengarnya. Walaupun di luar matahari sudah mulai merangkak naik, tapi di dalam kamar mereka berdua masih terasa nyaman seperti malam hati, mengingat gorden jendela yang tebal sehingga tidak tembus cahaya. Akan tetapi—sedikit cahaya matahari bisa menembus celah-celah kamar.Umi dan Alzena bahkan sudah selesai menyiapkan sarapan dan beres-beres rumah. Namun, mereka berdua paham mengapa sampai pukul 07:15 pagi ini sepasang pengantin itu belum juga keluar kamar."Mau sarapan dulu aja, N
Mata Fahira terasa panas menahan bendungan air bening dan sesaknya dada melihat keromantisan Yazdan terhadap Nayyara. Jika saja sudah tidak memiliki kewarasan, wanita itu pasti akan menghabisi Nayyara sekarang. Akan tetapi Fahira tidak ingin membuat Yazdan membencinya karena lagi-lagi berulah.Sementara, sepasang pengantin baru di seberang sana masih saja mengumbar kemesraan. Yazdan terus merangkul sang istri di mana keduanya—sambil menikmati jagung bakar yang masih hangat.Fahira pun menelan kasar salivanya tatkala Yazdan menyuapi jagung bakar miliknya pada Nayyara. "Aaarrg! Aku tidak tahan melihatnya! Kenapa mereka tidak pulang saja?" gumam Fahira seraya menghentakkan kaki.Namun, bagaimanapun Fahira kesal, tidak akan berpengaruh terhadap mereka berdua. Kini Yazdan justru berdiri dan meninggalkan istrinya di bangku panjang itu. Kening Fahira mengernyit, pun kedua alisnya yang saling bertaut."Mau ke mana Yazdan?" tanyanya dalam hati.Seketika bola mata wanita itu membulat sempurna.
Sebulan telah berlalu, selama itu juga Nayyara dan juga Yazdan tidak pernah bertukar kabar, Yazdan selalu mempertanyakan keadaan istrinya pada Alzena adiknya. Begitu pula dengan Nayyara, ia tahu alasan Yazdan tidak menghubunginya itu sebabnya ia juga melakukan hal yang sama seperti Yazdan. Mereka berdua bertukar kabar melalui Alzena, meskipun sesekali gadis itu mendengus kesal pada keduanya.Namun mengingat Yazdan yang berjanji akan menambahkan uang jajannya selama membantu dirinya. Maka, meskipun di landa sedikit kesal, ia tetap menjalankan apa yang diperintahkan oleh kedua manusia yang di sayanginya itu.Bagi Yazdan waktu satu bulan yang ia habiskan di negeri orang sangat menguras tenaga serta rindunya. Ia merindukan istri beserta keluarganya, Yazdan dengan semangat menyusun segala barang-barang miliknya tanpa tertinggal.Akhirnya setelah berjuang selama satu bulan ini, ia berhasil merampungkan bisnisnya dengan nyaris sempurna. Dan tentunya semua itu berkat kerja keras, usaha serta
Suara adzan terdengar sayup-sayup di kamar yang malam itu di penuhi bahagia cinta. Yazdan terbangun lebih dulu, sebelum beranjak ia lebih dulu memandangi wajah Nayyara, istrinya, kekasih halalnya, cintanya serta bidadari surganya, Yazdan memandang lekat wajah cantik alami istrinya itu, ia membangunkan Nayyara dengan cara yang paling lembutYazdan mencium kedua kelopak mata Nayyara dengan cinta, ia ingin melaksanakan shalat subuh pertama berjamaah dengan istri cantiknya itu. Melihat Nayyara yang masih terlelap dengan wajah cantiknya membuat Yazdan ingin berlama-lama menikmatinya"Assalamualaikum sayangku," bisik Yazdan tepat di telinga NayyaraWanita itu menggeliat sebelum benar-benar membuka matanya, ia mengerjapkan mata mencoba mengumpulkan nyawa yang masih di awang-awang. Merasakan ada hembusan nafas yang begitu dekat mengenai pipinya, Nayyara menoleh, segera menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia malu Yazdan sudah lebih dulu bangun di bandingkan dirinya"Kenapa di tutupi waja
Mendung menggelayut, gerimis perlahan turun, titik-titik hujan membasahi petala bumi. Gerimis itu terus saja turun seiring suara lantang laki-laki menyebut namanya, pagi ini akad nikah di adakan secara sederhana di rumah Yazdan. Bahkan semuanya di adakan dengan begitu tiba-tiba, Nayyara sendiri juga tidak tahu apa penyebabnya, Alzena hanya mengatakan padanya bahwa alasan Abang laki-lakinya itu mempercepat karena ingin menghindari sesuatu yang mungkin bisa saja terjadi.Nayyara menghela nafas dalam-dalam, seharusnya ia merasa senang dan juga bahagia. Tapi entah kenapa ia merasa seperti ada kesedihan yang menyesak di dadanya, sehingga rasa bahagia tidak bisa ia rasakan seutuhnya."Sah!""Sah!" Mendengar suara sah yang menggema di lantai bawah, mampu di dengar oleh Nayyara yang berada di lantai atas. Detik itu juga air matanya mengalir begitu saja, ada bahagia, sedih yang menggelayut di hatinya, Nayyara mengangkat kedua tangannya mengamini setiap doa yang di panjatkan oleh penghulu sert