Share

Bab 4

Author: RENA ARIANA
last update Last Updated: 2021-05-16 23:20:45

POV Tiara


Rupanya kejutan dari suamiku membawa Sandra datang ke rumah untuk memberi tahu kalau mereka akan menikah. Bagus lah kalau seperti itu. Selama ini aku bertahan selain karena tubuh gendut dan wajah kumel, juga karena memikirkan kedua putriku. Mereka masih kecil dan masih membutuhkan kasih sayang seorang Ayah. Percayalah, bagiku kebahagiaan mereka yang utama. 

Untuk masalah perasaan, itu urusan nanti. Sudah nasib menjadi istri yang buruk rupa di caci maki oleh suami dan mertua. Akupun menyayangkan tubuh yang naik dratis hingga melebihi kapasitas. Bukan hanya itu, wajah yang dulu glowing, kini harus berjerawat seperti bisul dan hitam serta berminyak. Sungguh wajahku kini sangat mengerikan. 

Mungkin dipandangan Bang Bara aku seburuk itu? Atau justru lebih seram karena ditambah tubuh yang juga melebihi kapasitas. Oh, andai waktu bisa kuputar kembali, pasti aku tidak akan abai pada penampilan. Sekarang aku harus berjuang untuk membuktikan pada suami dan orang-orang yang suka memanggilku gendut tak beraturan. 'Semangat Tiara!'

*****

Bang Bara tadi mengusirku pergi, meski tak menjawab, aku tetap memasukan semua pakaian ke dalam koper. Setelah semuanya rapi, aku beralih ke kamar anak-anak dan merapikan pakaian mereka.

"Bunda lagi ngapain? Kok pakaian Kaka dimasukan koper," celoteh Nanda. 

"Kita mau nginep di rumah Nenek. Di tempat Om Jaya sama Tante Milka."

"Ye …!" Nanda kegirangan. 

Mendengar triakan Nanda, Nindi terbangun. Dia mulai mengucek mata mengumpulkan nyawa, terlihat lucu 

dan menggemaskan.

*****

"Anak-anak siap berangkat?"

"Siap, Nda." 

Keduanya berjalan di belakang mengikutiku. "Jangan lupa tutup pintu kamarnya," ucapku mengingingatkan.

"Sudah, Nda." 

****

"Eh, kalian mau kemana?" Suara Ibu menghentikan langkah kami.

"Lha, bukankah anak Ibu sudah mengusirku?" 

"Itu kan karena Bara sedang marah!" Ibu berkilah sambil bertolak pinggang seperti orang paling benar.

"Ada apa si? Berisik banget! Ganggu orang istrahat tau gak! Eh kalian berdua! Ngapain tu pegang-pegang koper segala?!" Ida tak kalah berang setelah keluar dari kamarnya.

"Ini lho, Kakak iparmu mau minggat," celetuk Ibu. Si kembar yang ketakutan bersembunyi dibalik punggungku.

"Lho, aku gak minggat! Bukannya Ibu juga dengar sendiri anak Ibu ngusir saya!" sahutku.

"Aduh, Mbak Tiara, jangan lebay deh! Emang pingin banget gitu ya ditinggalin sama Bang Bara? Emang udah yakin? Enggak nyesel keluar dari rumah ini? Mbak Tiara harus siap dong hidup jadi janda! Mau?" Kubiarkan dia berkicau seperti burung beo. "Enggak sadar diri banget sih! Dasar Kingkong!" Kicaunya terus memaki. 

"Udah selesai ngomongnya? Masih mau ngomong? Lanjutkan biar saya dengar." Nanda dan Nindi semakin erat memelukku.

"Pokoknya, aku sudah menghubungi Bang Bara, kalau Mbak Tiara berani keluar selangkah saja dari rumah ini, Bang Bara tidak segan-segan menceraikan Mba Tiara!" ancamnya.

"Aduh … kamu pikir saya takut berpisah dari Abangmu? Justru saya bahagia! Bilang sama Abangmu itu, saya tunggu surat cerainya di rumah orang tua saya! Masih tau kan alamatnya? Suka tidak suka, saya dan anak-anak tetap pergi dari sini!" Kujawab lantang ucapan-nya sambil berlalu pergi, Nanda dan Nandi mengikuti dari balkang. Aku tidak menggandeng mereka karena kedua tanganku harus menarik koper.

****

Sampai di depan rumah, aku menunggu taksi yang lewat. Untung Ibu sudah memberiku uang. Kalau menunggu di jemput oleh Bang Jaya, takut sampai bertemu Bang Bara. Malas aku berdebat dengannya karena ini adalah lingkungan keluarga dia. Yang ada aku di keroyok orang satu rumah. 

"Taksi!" Kusetop taksi yang lewat tepat di depanku. 

"Anak-anak masuk!" 

"Iya Nda." Tidak ada protes dari mulut mereka. Setelah menaro koper di bagasi, aku duduk di samping pak sopir.

"Pak jalan pinang perak enam."

"Siap, Bu."

****

Sepanjang jalan, dering ponsel terus berbunyi, kulihat layar nama Bang Bara yang tertera. Semakin lama panggilan itu sangat mengganggu, akhirnya nada dering kusilent.

Banyak pesan berisi makian hingga ancaman yang dikirim oleh Bang Bara. Namun, aku enggan untuk membalasnya. 

****

Menjelang Maghrib, aku baru tiba di rumah Ibu karena jalanan Ibu kota sangat macet.

"Asalamualaikum," ucapku yang langsung dijawab serempak oleh keluargaku. Mereka sedang berkumpul di ruang keluarga yang juga menjadi ruang tamu. Melihat aku membawa koper besar, tatapan mata mereka penuh tanya. 

"Nenek … Nenek … tadi Bunda berantem sama Tante Ida dan Nenek Uti," seloroh kedua anakku sambil memeluk Neneknya. Ibu, Ayah, dan Bang Jaya serta Mba Milka menatap bersamaan ke arahku.

Aku menarik nafas dan duduk menghambur dengan mereka.

"Benar kata anakmu?" tanya Ibu. Dengan menghirup nafas dalam-dalam aku mengangguk mantap.

"Kenapa kalian berantem di depan anak-anak?" sergahnya.

"Ya seperti itu memang mertua dan Iparku. Mana ngerti sama situasi," lirihku. 

"Dengan siapa kalian ke sini?" Bang Jaya ikut bertanya.

"Naik taksi, Bang," ucapku.

"Bara?!" cetus Ayah.

"Lagi nganterin calon Istrinya, Yah," jawabku santai. Entah, rasanya biasa saja, tidak ada rasa sakit, mungkin karena sudah terbiasa disakiti, jadi hati ini sudah kebal dengan luka. 

"Kamu diam saja?" celetuk Mba Milka. 

"Aku suruh ngapain, Mba? Mengemis cinta Bara? Tidaklah, aku sudah ikhlas, sepertinya ini memang jalan terbaik. Hidup bersamanya hanya menimbun luka berkepanjangan. Aku ingin menata lagi hidupku yang telah hancur, Mba." Tidak ada sedikitpun air mata yang kukeluarkan. Namun, meski demikian ada rasa sesak luar biasa di dalam hati.

Ibu bergeser duduk di sebelahku lalu menepuk pundakku.

"Sabar ,,,," ucapnya lirih.

"Tiara gak masalah kok, Bu. Serius Tiara ikhlas."

"Ayah kira hidupmu sangat bahagia, melihat tubuhmu sangat segar," goda Ayah. Ibu mencubit pinggang Ayah, sampai Ayah mendengus kesakitan.

"Justru itu, Yah … yang membuat Bara menduakan Tiara. Tubuh gendut Tiara dan wajah buluk Tiara yang menjadi alasan," jujurku pada Ayah.

"Tapi kan Bara pria pilihan Ayah. Ckckckck." Aku tertawa sedang Ayah menatap nanar ke arahku. Matanya merah seperti hendak mengeluarkan air mata. Aku menyadari ada bulir bening yang hendak menetes di pipinya.

"Ayah, jangan sedih. Nih liat, Tiara aja bahagia. Jangan menyesali yang telah terjadi, kalau Tiara tidak menikah dengan Bara, tidak mungkin ada dua cucu manis seperti mereka." Semua hanya terdiam, aku tersenyum lalu, melanjutkan ucapanku. "Bagi Tiara, harta paling berharga adalah mereka." Aku menunjuk ke arah Nanda dan Nandi. 

"Putri bungsu Ayah memang terbaik," pujinya.

Tidak terasa sudah tiba waktu shalat maghrib, kami semua melakukan shalat berjamaah.

*****

Selesai shalat, obrolan hangat kami berlanjut. Karena pancingan dari Mba Milka, aku menceritakan keinginanku. Ya, keinginan untuk melakukan program penurunan berat badan dan wajahku yang ancur berkrikil ini. Aku ingin membuat Bara menyesal telah menghina dan memakiku. Tapi sebenarnya, hinaan mereka menjadi cambuk penyemangat untukku.

"Oke, hari ini Mba Milka akan menghubungi dokter kulit langganan, Mba," ucapnya. 

"Jadi, mulai besok kamu harus rajin Diet. Urusan anak-anak serahkan pada Ibu," ucap Ibu membuat hatiku berbunga-bunga. Ditambah Ayah dan Bang Jaya juga menyemangatiku. 

'Terima kasih, Ya Robb atas nikmat luar biasa ini.'  

"Bang, nanti kalau Tiara sudah berhasil, carikan Tiara kerja ya? Teman-teman Abang yang jadi pengusaha kan banyak," pintaku pada Bang Jaya.

"Kamu bisa kerja di perusahaan Ayah seperti Abang. Ckckckck." Bang Jaya hanya tertawa."

"Jangan, Bang. Tiara ingin mengenal dunia luar," ucapku.

****

Saat sedang asyik bersenda gurau, Bara datang tanpa mengucap salam. Dengan tergesa-gesa dia langsung menghampiriku. 

"Pulang!" ucapnya kesetanan. Bersyukur kembar ada di kamar Wahyu.

"Aku gak mau, Bang! Kamu sendiri yang mengusirku!" 

"Pulang kataku!" bentaknya sambil menarik kasar tanganku. 

"Lepasin adik gue, Bara!" triak Bang Jaya sambil menarik tanganku yang satunya. 

"Lo gak usah ikut campur urusan rumah tangga gue! Lepasin Tiara!" Bara menarik tanganku lebih kencang lagi. Rasanya sakit. 

"Kamu lepasin Tiara! Memang tidak bisa berbicara secara baik-baik?" Ayah ikut menimpali.

"Tiara istri, Bara! Ayah tidak usah ikut campur!" ketusnya.

"Aku mau cerai, Bang!" pekiku. 

"Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikanmu!" tandasnya.

"Bukankah sudah ada wanita baru dalam hidupmu? Lalu untuk apa gunanya aku? Lepaskan!" Aku terus memberontak.

"Kamu sadar diri dong! Lihat dirimu! Jauh dari kata sempurna! Menjijikan! Jadi wajar kalau aku mencari wanita baru untuk memenuhi hasratku!" sentaknya membuat Bang Jaya melotot marah. 

"BARA!!!!!!! Jaga mulut lo b***ngan!" 

Buk!

Buk!

Buk! 

Buk! 

Bang Jaya menghajar Bara hingga mulutnya mengeluarkan darah segar.

Setelah itu menariknya keluar.

"Pergi Lo dari sini! Dasar sialan! Ingat, adik gue nikah sama elo bukan untuk dimaki! Bukan untuk dihina! Seharusnya lo sadar diri dia seperti ini demi ngurus keluarga. Gimana Tiara mau cantik kalau lo cuma jadiin dia babu! Pergi lo!"

Buk!

Bang Jaya kembali menendang P***at Bara hingga tersungkur. Lalu menutup pintu dan meninggalkannya.

"Dasar Bajingan!" grutunya. Baru kali ini aku melihat dia semarah itu. Mba Milka menghampiri Bang Jaya dan menenangkannya.

"Tiara! Secepatnya kamu urus surat perceraian dengan dia! Tidak pantas laki-laki seperti itu dipertahankan! Abang dukung tekadmu untuk merubah dirimu, setelah itu, tunjukan padanya kalau kamu mampu menjadi wanita sukses dan cantik!" ucap Bang Jaya lalu beranjak ke kamar. 

Ibu dan Ayah menenangkanku, lalu mereka menyuruhku untuk beristirahat.

Masih gemetar tubuhku mengingat kejadian yang baru kualami.

Dengan langkah lunglai, aku masuk ke kamar yang sudah disiapkan Ibu.

Semoga programku membuahkan hasil. Bismillah ….



Comments (6)
goodnovel comment avatar
Satriabrujama
suami kaya got u mh gk usay
goodnovel comment avatar
Nur meini
Bara nggk ada akhlak,istri dikatain macem-macem, seoalah suami paling sempurna.
goodnovel comment avatar
Yoko Oko
baru tau c bara
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Bab 5

    Hari ini tiba juga saat yang di tunggu-tunggu. Perasaan senang, perasaan nervous, bercampur menjadi satu. Ya Allah, bismillah.Aktifitas pagi ini dimulai dari mendatangi dokter kecantikan.Mba Milka mengantarku menemui dokter langganannya.Saat tiba di kelinik Embun, aku sangat terkejut ketika yang akan menangani masalahku seorang dokter handshome alias dokter tampan.Haduwh … seneng-seneng gimana gitu. Tapi aku hanya sebatas mengagumi dokter tampan yang memperkenalkan diri bernama Dokter Adit."Ra, Mba nunggunya sambil shoping ya. Jenuh kalau nunggu kamu di sini, pasti proses ngerombak wajah kamu ini bakal lama," ucap Mba Milka."Tapi, Mba …." Aku tidak melanjutkan ucapanku. Namun, mata ini melirik ke arah Dokter tampan. Sepertinya Mba Milka mengerti arti lirikanku."Gak apa-apa, dia gak gigit kok. Baik orangnya. Kalau macam-macam, kamu hubungi, Mba. Tenang, Adit ini bukan cuma Dokter langganan Mba, tap

    Last Updated : 2021-05-16
  • Gendut Alasan Suami Mendua   Bab 6

    "Ra, bangun … nyenyak banget tidurnya." Dokter Adit menepuk wajahku, membuat mataku terbuka secara perlahan. "Biasanya, di facial itu sakit, kok kamu malah tidur nyenyak?" tanyanya. Aku tertawa menahan rasa malu."Em, gak tahu, Dok. Gak ada rasa sakit. Ada dikit, dikit … banget …. Tapi, entah kenapa sakit itu tidak terasa dan dapat terkalahkan oleh rasa kantuk," jawabku penuh keramahan."Ya ampun, Tiara … kamu ini lugu dan polos," ucapnya. Ya ampun Dokter Adit ,,, please simpan senyumu, aku bisa meleleh kalau seperti ini."Tuh kan, senyum sendiri. Kenapa? Saya ganteng?" cetusnya."Hahahahah, ampun deh, PD banget," ucapku. Padahal dalam hati memang iya banget malah. Istighfar Tiara, Astagfirullah….

    Last Updated : 2021-06-21
  • Gendut Alasan Suami Mendua   Bab 7

    [Susunan diet sehat untuk Tiara gembul] Aku melotot melihat di belakang tulisan terselip kata gembul.[Sarapan dengan mengonsumsi semangkuk sereal di beri taburan kismis dan susu bebas lemak. Atau, satu buah pisang berukuran kecil dan satu lembar roti dari biji-bijian utuh (whole grain) dengan olesan margarin dan selai.Pilihan sarapan sehat lainnya, oatmeal dicampur kismis dimasak dengan margarin. Untuk minumannya, jus jeruk (250 ml) dan susu tanpa lemak (120 ml)][Makan siang dengan roti isi biji-bijian utuh. Akhiri makan siang dengan kentang rebus 200 gram][Makan malamCapcay tahu dengan sayuran dan paprika, semangkuk nasi merah dan satu cangkir teh lemon sekitar 250 ml][Camilan yang bisa di konsumsi tiap hari terdiri dari 250 g

    Last Updated : 2021-06-21
  • Gendut Alasan Suami Mendua   Bab 8

    "Tiara! Kenapa memejamkan mata? Lihat angka timbanganmu." Suara Adit yang terdengar gembira, membuatku memberanikan diri untuk membuka mata."Hhhhuuuuaaaaaaa! Aditttttttt!" triaku.Aku menangis sejadinya, tanpa sengaja aku memeluk Adit dengan erat. Dipelukannya itu, aku menangis tersedu-sedu."Hey ,,, kenapa menangis?" Adit memegang wajahku lalu menghadapkan ke wajahnya. Aku tahu ini salah, aku telah memeluk dia yang bukan pasangan halalku. Bahkan aku sendiri masih seorang istri sah dari Bara Permana. Seorang pria yang dengan sengaja mencampakkan-ku, menjadikan aku babu di rumahnya. Tapi apa boleh buat, orang pertama yang melihat keberhasilanku adalah Adit. Sehingga reflek aku memeluknya.Timbangan tubuhku menginjak angka56 Kg. Sebetulnya sudah ideal mengingat tinggi tubuhku 160 Cm. Tapi kata Adit, aku

    Last Updated : 2021-06-21
  • Gendut Alasan Suami Mendua   Bab 9

    POV BaraMelihat perempuan yang bersama bos-ku itu, mirip sekali dengan Tiara. Terutama dari segi suara.Ya, suaranya mengingatkanku pada Tiara. Tapi tidak mungkin juga itu si gajah bengkak. Jelas beda 180 derajat.Perempuan yang dibawa Pak Adit itu, selain cantik juga terlihat cerdas, elegan dan berkelas. Tidak seperti si gajah bengkak yang menjijikan. Mengingatnya saja sudah membuat perutku ingin mengeluarkan isinya. 'Hoooekkk' terutama wajahnya yang mirip monster, sangat, sangat, dan sangat menjijikan.Untung … sebelum keluarganya menggugat cerai, sudah kugugat duluan. Sengaja tidak mempermasalahkan Hak Asuh Anak agar sidang tidak berjalan rumit. Kuserahkan kedua anak yang terlahir dari rahim si buruk rupa itu agar tidak membuatku ribet. Lagipula aku bisa mendapatkan anak dari Sandra.

    Last Updated : 2021-06-21
  • Gendut Alasan Suami Mendua   Bab 10

    "Adit ,,, kamu gak tahu mereka itu siapa?" aku mulai membuka obrolan sambil menunggu Adit menyalakan mesin mobilnya."Aku tahu, mereka itu staf di kantorku. Dan keduanya adalah partner yang cocok. Setiap aku memberi mereka tugas menemui client, ya selalu hasil bagus yang di dapat," pujinya."Kamu setuju mereka menikah?" tanyaku dengan raut wajah sedikit tak bersemangat."Kenapa tidak. Sandra perempuan yang cerdas, cantik, baik. Bara, dia juga sama, selain tampan, dia juga baik. Dan prestasinya di kantor juga luar biasa," pujinya lagi. Aku hanya terdiam. "Kenapa wajahmu murung?" lanjutnya."Hem … dia itu suamiku. Dan Sandra calon istri keduanya," ucapku lemas."Kalau Bara itu suamimu, berarti dia bukan suamimu lagi! Milka bilang dia sudah mence

    Last Updated : 2021-06-21
  • Gendut Alasan Suami Mendua   BAB 11

    POV Adit[Ra, jangan bergadang … ] tulisku begitu saja tatkala aku memainkan ponsel.Menunggu ….Tidak ada jawaban ….[Ra … udah tidur?]Menunggu ….Masih tidak ada Jawaban ….Kluntang ….Jantung berdegup mendengar bunyi dari ponsel. Dengan cepat kuraih ponsel dan membaringkan diri di kasur empuk dengan sprey berwarna putih.[Kenapa, Dit?] balasnya.'Sudahlah, katakan saja dengan jujur apa yang tengah kurasakan.'

    Last Updated : 2021-06-22
  • Gendut Alasan Suami Mendua   Bab 12

    "Perfect, Tiara! Buka mata! Ingat, jangan cari kesempatan dalam kesempitan! Jangan modus! Kalau mau peluk, peluk aja. Adit rela kok," ucapnya penuh tawa."Yeeeeee!" triaku. Hampir aja kebablasan, untung masih bisa nahan diri."Sini, Ra. Kalau mau peluk. Nih, Adit sudah siap," ucapnya sembari membentangkan tangan."Huuuu … ngarep!" cetusku."Berapa Kg?""52 kg. Yeeeeeeee … makasih Dokter Adit," ucapku.Sebetulnya aku ingin memeluknya, tapi ku-urungkan. Daripada dibilang modus, lebih baik menahan diri."Ra, beresin bajunya, kita pulang hari ini," ucapnya. Ada senang ada juga sedih. Senangnya bisa ketemu keluarga, sedihnya, tidak lagi menghabiskan waktu dengan Adit.Tidak pernah kubayangkan aku menjadi secantik ini sekarang.

    Last Updated : 2021-06-26

Latest chapter

  • Gendut Alasan Suami Mendua   ENDING

    ENDING"Apa anda benar-benar tidak tahu dimana keberadaan Milka?" Ilham bertanya pada Rian bos istrinya itu."Saya tidak tahu, Pak Ilham. Benar. Untuk apa saya menyembunyikan istri anda?" jawab Rian mulai terbawa emosi dengan pertanyaan Ilham yang terkesan menyudutkan bahwa Rian mengetahui keberadaan Milka. "Sudah enam bulan ini saya kehilangan kontak dengan Milka semenjak dia mengundurkan diri dari perusahaan saya," lanjut Rian lagi. Ilham pun meminta maaf pada Rian. "Maaf, kalau begitu saya pamit dulu," ucap Ilham kemudian beranjak dari ruangan Rian. Sampai di depan ruangan Rian, Ilham menjambak rambutnya. Menahan pusing dan sakit kepala yang hampir pasrah mencari keberadaan Milka. Bahkan bertanya pada keluarganya pun Ilham tidak mendapatkan jawaban apapun."Kemana kamu, Sayang!" jerit Ilham dalam hati. "Aku sangat merindukan kalian berdua. Istri dan anakku. Rasanya begitu menyiksa. Tolong hubungi aku, Milka. Aku rindu. Aku bisa gila kalau seperti ini terus. Kenapa kamu tega sekali

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Akhirnya

    POV IDA"Gimana?" ulangku bertanya. Setujukah? Biar adil. Hidup itu harus adil!" Aku mendekati wajah suami dan istri sirinya itu. "Kurang ajar kamu!" ucap Putri. "Wah! Aku gak kurang ajar dong. Mas Hildan itu suamiku. Dari mana aku kurang ajar? Disini ada hakku dan anak-anakku. Pilih saja! Kehilangan rumah, atau usaha dengan segala kemewahannya?" Aku kembali mengingatkan kehancuran mereka yang sudah berada di depan mata."Dasar wanita brengsek!" maki Putri tidak terima. Jelas saja aku meringis mendengar makiannya. Rasanya manusia bodoh satu ini memang ingin ditertawakan. "Ha! Aku brengsek? Loh, bukannya kamu yang brengsek?" kataku lagi. Muak sudah aku dengan keduanya. Tak peduli kalau kami harus bercerai. Tapi aku juga tidak mau jika cerai tidak mendapat apapun. Lagi, aku punya dua anak dengan Mas Hildan. "Udah, Mas. Kasih saja. Yang penting perempuan ini enyah dari kehidupan kita," ucap Putri. Aku tersenyum girang. "Yes!" batinku dalam hati. "Satu lagi." Aku kembali berbicara mem

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Rencana

    RencanaPOV IDAKeributan besar terjadi di rumah malam ini. Mas Bara membawaku pergi ke sebuah rumah minimalis yang lumayan mewah dan mobil mewah terparkir di halaman itu. Saat kutanya pada Bang Bara itu rumah dan mobil siapa, Bang Bara jawab Hildan. Membuatku tak percaya. Namun ketidakpercayaan itu berubah jadi rasa percaya ketika Hildan keluar dari rumah itu bersama dengan perempuan cantik. Kemudian mereka masuk ke dalam mobil. Yang membuatku lebih kaget lagi, pakaian Mas Hildan sangat berkelas layaknya orang kaya berduit. Jelas saja membuatku terpana. Tega sekali dia berlaku seperti ini padaku dan kedua anakku. Singkat cerita, aku pun mengikuti Mas Hildan dan perempuan itu ternyata mereka pergi ke hotel. Setelah keduanya keluar lagi dari hotel, akupun masuk ke dalam hotel bersama Bang Bara, bertanya pada Resepsionis siapa mereka. Dan yang mengejutkan, ternyata mereka adalah pemilik hotel itu. Aku benar-benar ditipu mentah-mentah. Setelahnya, aku dan Bang Bara memutuskan pulang ke r

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Kacau balau

    Kacau balauIlham menatap pilu kepergian Milka. Rasanya seolah ada yang menyayat hatinya. "Kenapa setelah aku menyadari perasaan sayangku, justru kamu pergi dariku, Milka," lirih Ilham. Laki-laki itu pun melangkah ke kamar dengan perasaan yang tak menentu. Seolah hilang arah dan seketika tidak memiliki semangat dalam hidup. Seharian, Ilham hanya diam di kamar. Tidak makan ataupun minum. Ia hanya meratap memikirkan Milka dan anaknya. Semua seolah berbalik 180 derajat Biasanya saat ada Milka dia tak pernah merasakan hal seperti itu meskipun dalam hatinya dia mencintai Tiara juga. Namun saat ini, perasaan cinta pada Tiara seolah hilang, dan justru terfokus pada Milka dan anaknya. "Seperti inikah rasanya berharga seseorang setelah pergi? Kenapa berharganya seseorang terasa setelah kepergiannya. Kenapa saat bersama seolah semua biasa saja?" lirih Ilham seraya menjambak rambutnya. ***"Bund, Ayah mau ke tempat Ilham dulu. Sudah tiga hari ini, dia tidak masuk kantor. Nomor juga tidak aktif

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Butuh waktu

    Butuh Waktu"Hari ini kami tidak boleh berangkat kerja, Milka," cegah Ilham saat Milka sudah siap dengan pakaian kantor dan tas di tangannya."Aku kariawan orang. Tidak bisa seenaknya begitu!" balas Milka. "Tapi aku suami kamu, dan kau berhak melarangmu!" tekan Ilham lagi sembari menghalangi Milka yang sudah siap hendak membuka pintu. Ilham sendiri berdiri di depan pintu kamar lalu mengunci pintunya dan mengambil kunci itu supaya Milka tidak bisa keluar dari kamar. "Awas, Mas! Aku mau kerja nanti kesiangan!" ucap Milka geram. "Kamu gak ada masuk kerja hari ini. Begitupun aku. Aku tidak tahan didiamkan oleh kamu! Kita selesaikan masalah kita. Jangan keras kepala, Milka! Jangan seperti anak kecil! Kamu itu seorang Ibu. Mari bicara dengan kepala dingin!" ujar Ilham. "Duduk!" pintanya sambil mendorong tubuh Milka hingga wanita itu pun terduduk di tepi ranjang. Wajah Ilham mendekat pada Milka, sementara Milka membuang muka. "Aku tanya sama kamu, kamu benar-benar ingin pisah dari aku? T

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Menyedihkan

    MenyedihkanTepat pada pukul 20.00 seperti yang telah disepakati, Bara pergi menemui Pak Santoso. Bersyukur Pak Santoso tidak membatalkan proyek kerja samanya. Jadi, Bara pun merasa aman. Setidaknya, Bara tidak kehilangan pekerjaannya. Setelah selesai menemui Pak Santoso, Bara pun langsung berpamitan untuk pulang. Namun, langkahnya terhenti ketika dirinya mendapati Hildan turun dari mobil bersama wanita cantik. Penampilannya juga sangat rapi tidak seperti saat sedang berada di rumah. Bahkan, pakaian yang Hildan gunakan juga tidak sama seperti pakaian yang dipakai saat bertengkar dengan Ida siang tadi. "Masa sih Hildan pura-pura miskin di depan istrinya? Kelewatan," batin Bara. Namun, saat dirinya ingin berontak, Bara kembali teringat kesalahannya di masa lalu. "Tidak mungkin kesalahanku ditanggung oleh Ida. Hildan! Rasanya aku ingin membunuhmu!" batin Bara sambil mengepalkan kedua tangannya. Diam-diam Bara pun mengikuti Hildan dan wanita itu. Langkah kaki Bara terhenti di sebuah ho

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Ingatan Masa Lalu

    Ingatan Masa LaluPOV BaraBetul apa kata Sandra. Tepat pukul 13.00, sepasang suami istri datang melihat-lihat rumah ini. Kemudian, mereka juga memintaku untuk segera berkemas karena besok mereka akan menempati rumah ini. Aku pun dengan pasrah meninggalkan rumah ini beserta isi yang telah kubeli menggunakan uangku. Sandra kelewatan. Padahal rumah itu juga hasil jerih payahku juga. Semoga setelah ini hidupnya hancur. ***"Loh, Bang Bara ngapain kesini bawa-bawa koper?" tanya Ida bingung. "Sandra menggugat cerai dan rumah di jual," singkatku. "Terus Abang gak nuntut apa-apa? Enak banget Sandra," sinis Ida. "Aku malas berdebat. Pusing sakit kepala. Sudahlah biarkan saja. Yang penting aku tidak kehilangan pekerjaan. Sandra wanita ular. Berurusan dengannya membuat hidup tak tenang.""Oh, jadi Abang gak mau nuntut apa-apa?" Ida kembali bertanya dan menegaskan. Aku menggeleng. Aku memang malas berdebat dengan wanita itu. Malas sekali. Sudah pasti aku yang kalah. Lagi pula rumah itu dibel

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Aku tidak bersalah

    POV BARAWaktu yang masih ada tidak boleh aku sia-siakan. Aku sangat yakin, kalau hubungan rumah tangga Milka dan Ilham pasti akan sulit dikembalikan seperti semula. Daripada dipecat tidak dapat apa-apa, hancur semuanya. Mending aku hancurin usaha Adit. Setidaknya meskipun aku hancur, Adit dan keluarganya juga sama. Jatuh miskin. Hancurku pun tak percuma. Tidak sia-sia. Kalian salah kalau melawanku. Kalian lupa kalau aku adalah orang yang sangat nekad."Lebih baik, kamu jangan gegabah, Bar. Ingat bagaimana nasib Ibumu, Ida? Mereka butuh kamu. Kalau kamu di penjara gimana? Mending yakinkan Milka saja," kata hatiku bicara demikian membuat aku merasa bimbang karena bertentangan."Aku harus memperbaiki semuanya. Langkah awal aku akan berusaha meyakinkan, Milka."***Tepat pukul 16.00, aku meninggalkan kantor. Kukebut mobil supaya bisa cepat berada di kantor Milka. Sebab, hari ini aku ingin mengajaknya bicara dari hati ke hati. Aku akan berusaha meyakinkan dia dulu. Setidaknya, ku kesampin

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Kesempatan dalam kesempitan

    ##Bab 70Kesempatan dalam kesempitan"Milka, sendirian aja. Aku temani ya?" ujar Bara yang langsung menarik kursi di depan Milka dan duduk dengan santai serta rasa percaya diri. Milka sendiri langsung malas melihat kedatangan Bara. "Ngapain sih nih orang, ganggu aja," kesal Milka dalam hati. "Kamu, Bara. Ngapain?" tanya Milka sambil mengerutkan kedua alisnya."Nggak, aku lihat kamu sendirian sambil melamun. Ada apa? Ada masalah? Coba cerita sama aku. Siapa tahu aku bisa bantu," tawar Bara. Milka menyunggingkan sebelah bibirnya. Sangat tidak suka dengan ucapan Bara yang dirasanya terlalu ikut campur urusannya."Gak ada apa-apa, Bar. Sok tahu kamu," kesal Milka. Bara menghancurkan suasana tenang di pagi harinya. Milka pun langsung bangun dari tempat duduknya. Melihat respon Milka yang seperti itu, Bara merasa sangat kesal. Tapi dia harus bersabar. "Sombong sekali wanita ini," batin Bara kesal. Diperlakukan seperti itu oleh Milka, membuat Bara malu dan seolah jatuh harga dirinya."Mau k

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status