Dua hari ini tidak ada kabar dari Adit semenjak aku bertanya soal pekerjaan. Mana lusa harus ke pernikahan Bara. Pikiranku seketika berubah menjadi kacau, ada apa dengan Adit? Beribu pikiran aneh mulai menghinggapi otakku. Aku mulai berfikir dengan apa yang pernah Adit katakan, pasti semuanya hanya tipuan semata. Laki-laki memang pandai mengobral cinta, lagipula dari mana juga seorang Dokter yang sukses bisa menyukaiku yang cuma janda ber-anak dua. Adit itu pantasnya bersanding dengan gadis lajang sepertinya.Ini yang aku takutkan dari mencintai seseorang, takut ter-PHP ….Ingin aku menanyakan kabarnya, tapi jari ini terasa berat untuk mengetik pesan itu dan mengirimkannya.🖤Udah[Ra ,,, buka pintu sekarang. Aku ada di depan pintu rumahmu] Seseorang yang tengah kupikirkan tiba-tiba saja mengirim pesan. Karena terlalu girang, aku berlari cepat untuk menyambutnya."Ra
Tepat pukul 19.30 Aku dan Adit sampai di rumah besar Bara. Bingung kenapa mereka tidak melangsungkan pernikahan di gedung."Ra, tunggu … bedakmu dibereskan dulu. Lihat tu gara-gara air mata, make-up kamu jadi rusak." Aku mengeluarkan bedak dari dalam tas berniat untuk merapikan riasanku. Tapi, Adit mengambilnya dan mulai mengaplikasikannya ke wajahku."Nah, ini kan rapi. Cengeng si!" goda Adit menarik hidungku."Ayok turun! Jangan kebanyakan drama deh!" sungutku.Meski aku sendiri suka diperlakukan seperti ini.🖤Saat kulihat nama yang terpajang di janur kuning, ternyata nama orang tua Sandra memakai Almarhum dan Alamrhumah. Oh, pantas saja acaranya di rumah Bara.Terlihat Ilham dan kedua anakku sudah ada di depan pintu masuk. Mereka melambai ke arahku. Aku menyuruhnya masuk terlebih dahulu. Dari turun mobil hingga masuk ke dalam, Adit terus menggandeng tanganku. Sedikit ri
POV Bara.Melihat perubahan Tiara yang menakjubkan, ada rasa menyesal kenapa aku tidak memberikannya modal untuk berdandan. 'Sial …'kenapa bisa secantik itu'. Ibu dan Ida pun menyesali perubahannya. Ada rasa malu pada diri sendiri. Setelah kuceraikan istri buruk rupa itu kini berubah menjadi angsa cantik."Gimna si kamu, Bar! Itu kok Tiara bisa digandeng sama bos-mu! Gak malu kamu?" sungut Ibu. "Sudah Ibu bilang, jangan ceraikan Tiara! Apa kata teman-teman Ibu kalau mereka tahu Tiara menjadi wow setelah dicerai dari kamu! Mau di taro mana muka Ibu ini, Bar!" protesnya dengan dada yang kembang kempis menahan amarah."Sudah, Bu, malu. Ini lagi acara pernikahan Bara. Masih banyak tamu," ucapku. Ibu melirik dengan tatapan sinis menahan emosi. Hanya dengusan nafas yang keluar dari hidungnya.
[Sayang … udah siap ketemu calon mertua?] Aku yang masih sibuk dengan kerjaan, tersenyum ketika melihat pesan di ponsel. Nama Adit tertera di depan layar.Dengan cepat kubalas pesan darinya.[Sedikit takut, takut tidak mendapat restu dari orang tuamu. Mengingat, siapalah aku ini, Dit] emot sedih dibelakangnya.[Jangan takut, Sayang. Ada aku di sini] balasnya dengan emot cium.'Dasar Adit, selalu saja mampu membuatku tersenyum'Perasaanku takut, takut kalau orang tua Adit tidak dapat menerimaku.[Baiknya, pikirkan dulu keputusanmu, Dit. Jangan sampai, akhirnya menyesal][Apa yang harus aku pikirkan, Ra? Yang aku tahu, aku mencintaimu. Harus seperti apa aku
Pov AditSetelah mendengar suara Mama sambil mengetuk pintu, aku mulai membuka mata secara perlahan. Kulihat layar ponsel, Tiara juga sudah terlelap."Dit!" panggil Mama."Iya, Ma …! Sebentar!" Matakku terlihat sembab ketika bercermin."Kamu nangis?" tanya Mama saat aku membuka pintu."Maafkan, Mama sudah egois sama kamu. Tadi Mama menghubungi Ilham, Mama tanya informasi tentang Tiara. Ternyata ucapan Pak Bara tadi siang tidaklah benar," ucap Mama membuatku sedikit lega.'Bara ke sini?' emang brengsek ….'"Memang Bara tadi ke sini, Ma?""Iya, Pak Bara berceri
POV Bara"Mas, kamu ngelakuin apa sampai di pecat sama Pak Adit? Sekarang mau nyari kerja di mana? Susah tau nyari kerja!" Sandra terus berbicara."Kamu bisa diem, gak? Brisik!" Aku tak kalah membentak."Kamu si, kalau ngelakuin sesuatu gak pernah mikir imbasnya.""Tapi kamu sendiri yang mau nggaggalin pernikahan Adit sama Tiara! Mana tau kalau akhirnya begini!" sungutku tak kalah kesal."Tapi sebenarnya kamu emang pingin kan, balikan sama, Tiara? Ngaku!" tuduhnya."Kamu ngomong apaan si? Aku cuma gak mau Tiara bahagia lepas dari aku! Aku mau, hidup Tiara hancur, sehancur-hancurnya!" sentakku.
Mendambakan seorang mertua penyayang itu impian setiap menantu. Tidak sedikit kebanyakan dari mertua tidak cocok dengan menantunya. Allhamdullillah, itu tidak berlaku pada calon mertuaku yang ini. Meski kekayaan mengelilinginya, tapi beliau sekeluarga sangatlah rendah hati. Tutur katanya begitu lembut dan sopan. Karena rasa bersalah akibat kesalahpahaman kemaren, berkali-kali Bu Norma - calon mertuaku itu meminta maaf.Kemaren, niat Adit membawaku ke kelinik, justru berbelok ke rumah besarnya. Beruntung, aku tidak mendapat perlakuan yang sama seperti pertama kali berkunjung.****Tawa bahagia dua keluarga yang akan bersatu, membuatku tersenyum renyah. Cincin emas bermata berlian sudah terpasang di jari manisku sebagai tanda kalau aku telah terikat oleh Adit.Kedua orang tuaku dan orang tua Adit, mencari hari dan tanggal yang baik untuk melangs
[Udah di telpon sama, Ayu, kamu, Mas] Ku kirim pesan itu pada calon suamiku.[Dia cuma minta kerjaan, Sayang. Kasihan] balasnya.[Terus kamu kasih?] Emot mikir kutambahkan.[Kebetulan, Mela ijin keluar mau nikah.]Mataku melotot membaca pesan darinya.[Oh, kapan?][Tadi hari terakhir kata, Dokter Key][Ohhh][Kenapa, Sayang?] balasnya dengan emot senyum.[Gak pa2][Oke. Met malam, dan met istrahat calon istri] balasnya dengan emot cium.Tak kuindahkan lagi pesan darinya. Ap
ENDING"Apa anda benar-benar tidak tahu dimana keberadaan Milka?" Ilham bertanya pada Rian bos istrinya itu."Saya tidak tahu, Pak Ilham. Benar. Untuk apa saya menyembunyikan istri anda?" jawab Rian mulai terbawa emosi dengan pertanyaan Ilham yang terkesan menyudutkan bahwa Rian mengetahui keberadaan Milka. "Sudah enam bulan ini saya kehilangan kontak dengan Milka semenjak dia mengundurkan diri dari perusahaan saya," lanjut Rian lagi. Ilham pun meminta maaf pada Rian. "Maaf, kalau begitu saya pamit dulu," ucap Ilham kemudian beranjak dari ruangan Rian. Sampai di depan ruangan Rian, Ilham menjambak rambutnya. Menahan pusing dan sakit kepala yang hampir pasrah mencari keberadaan Milka. Bahkan bertanya pada keluarganya pun Ilham tidak mendapatkan jawaban apapun."Kemana kamu, Sayang!" jerit Ilham dalam hati. "Aku sangat merindukan kalian berdua. Istri dan anakku. Rasanya begitu menyiksa. Tolong hubungi aku, Milka. Aku rindu. Aku bisa gila kalau seperti ini terus. Kenapa kamu tega sekali
POV IDA"Gimana?" ulangku bertanya. Setujukah? Biar adil. Hidup itu harus adil!" Aku mendekati wajah suami dan istri sirinya itu. "Kurang ajar kamu!" ucap Putri. "Wah! Aku gak kurang ajar dong. Mas Hildan itu suamiku. Dari mana aku kurang ajar? Disini ada hakku dan anak-anakku. Pilih saja! Kehilangan rumah, atau usaha dengan segala kemewahannya?" Aku kembali mengingatkan kehancuran mereka yang sudah berada di depan mata."Dasar wanita brengsek!" maki Putri tidak terima. Jelas saja aku meringis mendengar makiannya. Rasanya manusia bodoh satu ini memang ingin ditertawakan. "Ha! Aku brengsek? Loh, bukannya kamu yang brengsek?" kataku lagi. Muak sudah aku dengan keduanya. Tak peduli kalau kami harus bercerai. Tapi aku juga tidak mau jika cerai tidak mendapat apapun. Lagi, aku punya dua anak dengan Mas Hildan. "Udah, Mas. Kasih saja. Yang penting perempuan ini enyah dari kehidupan kita," ucap Putri. Aku tersenyum girang. "Yes!" batinku dalam hati. "Satu lagi." Aku kembali berbicara mem
RencanaPOV IDAKeributan besar terjadi di rumah malam ini. Mas Bara membawaku pergi ke sebuah rumah minimalis yang lumayan mewah dan mobil mewah terparkir di halaman itu. Saat kutanya pada Bang Bara itu rumah dan mobil siapa, Bang Bara jawab Hildan. Membuatku tak percaya. Namun ketidakpercayaan itu berubah jadi rasa percaya ketika Hildan keluar dari rumah itu bersama dengan perempuan cantik. Kemudian mereka masuk ke dalam mobil. Yang membuatku lebih kaget lagi, pakaian Mas Hildan sangat berkelas layaknya orang kaya berduit. Jelas saja membuatku terpana. Tega sekali dia berlaku seperti ini padaku dan kedua anakku. Singkat cerita, aku pun mengikuti Mas Hildan dan perempuan itu ternyata mereka pergi ke hotel. Setelah keduanya keluar lagi dari hotel, akupun masuk ke dalam hotel bersama Bang Bara, bertanya pada Resepsionis siapa mereka. Dan yang mengejutkan, ternyata mereka adalah pemilik hotel itu. Aku benar-benar ditipu mentah-mentah. Setelahnya, aku dan Bang Bara memutuskan pulang ke r
Kacau balauIlham menatap pilu kepergian Milka. Rasanya seolah ada yang menyayat hatinya. "Kenapa setelah aku menyadari perasaan sayangku, justru kamu pergi dariku, Milka," lirih Ilham. Laki-laki itu pun melangkah ke kamar dengan perasaan yang tak menentu. Seolah hilang arah dan seketika tidak memiliki semangat dalam hidup. Seharian, Ilham hanya diam di kamar. Tidak makan ataupun minum. Ia hanya meratap memikirkan Milka dan anaknya. Semua seolah berbalik 180 derajat Biasanya saat ada Milka dia tak pernah merasakan hal seperti itu meskipun dalam hatinya dia mencintai Tiara juga. Namun saat ini, perasaan cinta pada Tiara seolah hilang, dan justru terfokus pada Milka dan anaknya. "Seperti inikah rasanya berharga seseorang setelah pergi? Kenapa berharganya seseorang terasa setelah kepergiannya. Kenapa saat bersama seolah semua biasa saja?" lirih Ilham seraya menjambak rambutnya. ***"Bund, Ayah mau ke tempat Ilham dulu. Sudah tiga hari ini, dia tidak masuk kantor. Nomor juga tidak aktif
Butuh Waktu"Hari ini kami tidak boleh berangkat kerja, Milka," cegah Ilham saat Milka sudah siap dengan pakaian kantor dan tas di tangannya."Aku kariawan orang. Tidak bisa seenaknya begitu!" balas Milka. "Tapi aku suami kamu, dan kau berhak melarangmu!" tekan Ilham lagi sembari menghalangi Milka yang sudah siap hendak membuka pintu. Ilham sendiri berdiri di depan pintu kamar lalu mengunci pintunya dan mengambil kunci itu supaya Milka tidak bisa keluar dari kamar. "Awas, Mas! Aku mau kerja nanti kesiangan!" ucap Milka geram. "Kamu gak ada masuk kerja hari ini. Begitupun aku. Aku tidak tahan didiamkan oleh kamu! Kita selesaikan masalah kita. Jangan keras kepala, Milka! Jangan seperti anak kecil! Kamu itu seorang Ibu. Mari bicara dengan kepala dingin!" ujar Ilham. "Duduk!" pintanya sambil mendorong tubuh Milka hingga wanita itu pun terduduk di tepi ranjang. Wajah Ilham mendekat pada Milka, sementara Milka membuang muka. "Aku tanya sama kamu, kamu benar-benar ingin pisah dari aku? T
MenyedihkanTepat pada pukul 20.00 seperti yang telah disepakati, Bara pergi menemui Pak Santoso. Bersyukur Pak Santoso tidak membatalkan proyek kerja samanya. Jadi, Bara pun merasa aman. Setidaknya, Bara tidak kehilangan pekerjaannya. Setelah selesai menemui Pak Santoso, Bara pun langsung berpamitan untuk pulang. Namun, langkahnya terhenti ketika dirinya mendapati Hildan turun dari mobil bersama wanita cantik. Penampilannya juga sangat rapi tidak seperti saat sedang berada di rumah. Bahkan, pakaian yang Hildan gunakan juga tidak sama seperti pakaian yang dipakai saat bertengkar dengan Ida siang tadi. "Masa sih Hildan pura-pura miskin di depan istrinya? Kelewatan," batin Bara. Namun, saat dirinya ingin berontak, Bara kembali teringat kesalahannya di masa lalu. "Tidak mungkin kesalahanku ditanggung oleh Ida. Hildan! Rasanya aku ingin membunuhmu!" batin Bara sambil mengepalkan kedua tangannya. Diam-diam Bara pun mengikuti Hildan dan wanita itu. Langkah kaki Bara terhenti di sebuah ho
Ingatan Masa LaluPOV BaraBetul apa kata Sandra. Tepat pukul 13.00, sepasang suami istri datang melihat-lihat rumah ini. Kemudian, mereka juga memintaku untuk segera berkemas karena besok mereka akan menempati rumah ini. Aku pun dengan pasrah meninggalkan rumah ini beserta isi yang telah kubeli menggunakan uangku. Sandra kelewatan. Padahal rumah itu juga hasil jerih payahku juga. Semoga setelah ini hidupnya hancur. ***"Loh, Bang Bara ngapain kesini bawa-bawa koper?" tanya Ida bingung. "Sandra menggugat cerai dan rumah di jual," singkatku. "Terus Abang gak nuntut apa-apa? Enak banget Sandra," sinis Ida. "Aku malas berdebat. Pusing sakit kepala. Sudahlah biarkan saja. Yang penting aku tidak kehilangan pekerjaan. Sandra wanita ular. Berurusan dengannya membuat hidup tak tenang.""Oh, jadi Abang gak mau nuntut apa-apa?" Ida kembali bertanya dan menegaskan. Aku menggeleng. Aku memang malas berdebat dengan wanita itu. Malas sekali. Sudah pasti aku yang kalah. Lagi pula rumah itu dibel
POV BARAWaktu yang masih ada tidak boleh aku sia-siakan. Aku sangat yakin, kalau hubungan rumah tangga Milka dan Ilham pasti akan sulit dikembalikan seperti semula. Daripada dipecat tidak dapat apa-apa, hancur semuanya. Mending aku hancurin usaha Adit. Setidaknya meskipun aku hancur, Adit dan keluarganya juga sama. Jatuh miskin. Hancurku pun tak percuma. Tidak sia-sia. Kalian salah kalau melawanku. Kalian lupa kalau aku adalah orang yang sangat nekad."Lebih baik, kamu jangan gegabah, Bar. Ingat bagaimana nasib Ibumu, Ida? Mereka butuh kamu. Kalau kamu di penjara gimana? Mending yakinkan Milka saja," kata hatiku bicara demikian membuat aku merasa bimbang karena bertentangan."Aku harus memperbaiki semuanya. Langkah awal aku akan berusaha meyakinkan, Milka."***Tepat pukul 16.00, aku meninggalkan kantor. Kukebut mobil supaya bisa cepat berada di kantor Milka. Sebab, hari ini aku ingin mengajaknya bicara dari hati ke hati. Aku akan berusaha meyakinkan dia dulu. Setidaknya, ku kesampin
##Bab 70Kesempatan dalam kesempitan"Milka, sendirian aja. Aku temani ya?" ujar Bara yang langsung menarik kursi di depan Milka dan duduk dengan santai serta rasa percaya diri. Milka sendiri langsung malas melihat kedatangan Bara. "Ngapain sih nih orang, ganggu aja," kesal Milka dalam hati. "Kamu, Bara. Ngapain?" tanya Milka sambil mengerutkan kedua alisnya."Nggak, aku lihat kamu sendirian sambil melamun. Ada apa? Ada masalah? Coba cerita sama aku. Siapa tahu aku bisa bantu," tawar Bara. Milka menyunggingkan sebelah bibirnya. Sangat tidak suka dengan ucapan Bara yang dirasanya terlalu ikut campur urusannya."Gak ada apa-apa, Bar. Sok tahu kamu," kesal Milka. Bara menghancurkan suasana tenang di pagi harinya. Milka pun langsung bangun dari tempat duduknya. Melihat respon Milka yang seperti itu, Bara merasa sangat kesal. Tapi dia harus bersabar. "Sombong sekali wanita ini," batin Bara kesal. Diperlakukan seperti itu oleh Milka, membuat Bara malu dan seolah jatuh harga dirinya."Mau k