Butuh Waktu"Hari ini kami tidak boleh berangkat kerja, Milka," cegah Ilham saat Milka sudah siap dengan pakaian kantor dan tas di tangannya."Aku kariawan orang. Tidak bisa seenaknya begitu!" balas Milka. "Tapi aku suami kamu, dan kau berhak melarangmu!" tekan Ilham lagi sembari menghalangi Milka yang sudah siap hendak membuka pintu. Ilham sendiri berdiri di depan pintu kamar lalu mengunci pintunya dan mengambil kunci itu supaya Milka tidak bisa keluar dari kamar. "Awas, Mas! Aku mau kerja nanti kesiangan!" ucap Milka geram. "Kamu gak ada masuk kerja hari ini. Begitupun aku. Aku tidak tahan didiamkan oleh kamu! Kita selesaikan masalah kita. Jangan keras kepala, Milka! Jangan seperti anak kecil! Kamu itu seorang Ibu. Mari bicara dengan kepala dingin!" ujar Ilham. "Duduk!" pintanya sambil mendorong tubuh Milka hingga wanita itu pun terduduk di tepi ranjang. Wajah Ilham mendekat pada Milka, sementara Milka membuang muka. "Aku tanya sama kamu, kamu benar-benar ingin pisah dari aku? T
Kacau balauIlham menatap pilu kepergian Milka. Rasanya seolah ada yang menyayat hatinya. "Kenapa setelah aku menyadari perasaan sayangku, justru kamu pergi dariku, Milka," lirih Ilham. Laki-laki itu pun melangkah ke kamar dengan perasaan yang tak menentu. Seolah hilang arah dan seketika tidak memiliki semangat dalam hidup. Seharian, Ilham hanya diam di kamar. Tidak makan ataupun minum. Ia hanya meratap memikirkan Milka dan anaknya. Semua seolah berbalik 180 derajat Biasanya saat ada Milka dia tak pernah merasakan hal seperti itu meskipun dalam hatinya dia mencintai Tiara juga. Namun saat ini, perasaan cinta pada Tiara seolah hilang, dan justru terfokus pada Milka dan anaknya. "Seperti inikah rasanya berharga seseorang setelah pergi? Kenapa berharganya seseorang terasa setelah kepergiannya. Kenapa saat bersama seolah semua biasa saja?" lirih Ilham seraya menjambak rambutnya. ***"Bund, Ayah mau ke tempat Ilham dulu. Sudah tiga hari ini, dia tidak masuk kantor. Nomor juga tidak aktif
RencanaPOV IDAKeributan besar terjadi di rumah malam ini. Mas Bara membawaku pergi ke sebuah rumah minimalis yang lumayan mewah dan mobil mewah terparkir di halaman itu. Saat kutanya pada Bang Bara itu rumah dan mobil siapa, Bang Bara jawab Hildan. Membuatku tak percaya. Namun ketidakpercayaan itu berubah jadi rasa percaya ketika Hildan keluar dari rumah itu bersama dengan perempuan cantik. Kemudian mereka masuk ke dalam mobil. Yang membuatku lebih kaget lagi, pakaian Mas Hildan sangat berkelas layaknya orang kaya berduit. Jelas saja membuatku terpana. Tega sekali dia berlaku seperti ini padaku dan kedua anakku. Singkat cerita, aku pun mengikuti Mas Hildan dan perempuan itu ternyata mereka pergi ke hotel. Setelah keduanya keluar lagi dari hotel, akupun masuk ke dalam hotel bersama Bang Bara, bertanya pada Resepsionis siapa mereka. Dan yang mengejutkan, ternyata mereka adalah pemilik hotel itu. Aku benar-benar ditipu mentah-mentah. Setelahnya, aku dan Bang Bara memutuskan pulang ke r
POV IDA"Gimana?" ulangku bertanya. Setujukah? Biar adil. Hidup itu harus adil!" Aku mendekati wajah suami dan istri sirinya itu. "Kurang ajar kamu!" ucap Putri. "Wah! Aku gak kurang ajar dong. Mas Hildan itu suamiku. Dari mana aku kurang ajar? Disini ada hakku dan anak-anakku. Pilih saja! Kehilangan rumah, atau usaha dengan segala kemewahannya?" Aku kembali mengingatkan kehancuran mereka yang sudah berada di depan mata."Dasar wanita brengsek!" maki Putri tidak terima. Jelas saja aku meringis mendengar makiannya. Rasanya manusia bodoh satu ini memang ingin ditertawakan. "Ha! Aku brengsek? Loh, bukannya kamu yang brengsek?" kataku lagi. Muak sudah aku dengan keduanya. Tak peduli kalau kami harus bercerai. Tapi aku juga tidak mau jika cerai tidak mendapat apapun. Lagi, aku punya dua anak dengan Mas Hildan. "Udah, Mas. Kasih saja. Yang penting perempuan ini enyah dari kehidupan kita," ucap Putri. Aku tersenyum girang. "Yes!" batinku dalam hati. "Satu lagi." Aku kembali berbicara mem
ENDING"Apa anda benar-benar tidak tahu dimana keberadaan Milka?" Ilham bertanya pada Rian bos istrinya itu."Saya tidak tahu, Pak Ilham. Benar. Untuk apa saya menyembunyikan istri anda?" jawab Rian mulai terbawa emosi dengan pertanyaan Ilham yang terkesan menyudutkan bahwa Rian mengetahui keberadaan Milka. "Sudah enam bulan ini saya kehilangan kontak dengan Milka semenjak dia mengundurkan diri dari perusahaan saya," lanjut Rian lagi. Ilham pun meminta maaf pada Rian. "Maaf, kalau begitu saya pamit dulu," ucap Ilham kemudian beranjak dari ruangan Rian. Sampai di depan ruangan Rian, Ilham menjambak rambutnya. Menahan pusing dan sakit kepala yang hampir pasrah mencari keberadaan Milka. Bahkan bertanya pada keluarganya pun Ilham tidak mendapatkan jawaban apapun."Kemana kamu, Sayang!" jerit Ilham dalam hati. "Aku sangat merindukan kalian berdua. Istri dan anakku. Rasanya begitu menyiksa. Tolong hubungi aku, Milka. Aku rindu. Aku bisa gila kalau seperti ini terus. Kenapa kamu tega sekali
Gendut Alasan Suamiku MenduaKau hina aku gendut, tidak masalah ... akan kubungkam mulutmu yang sombong. Dasar suami angkuh.***"Bang, kalau memang Abang sudah tidak nyaman denganku, lepaskan aku, Bang. Aku ikhlas." Ku ucapkan kata itu dengan menahan air mata, mencoba menahan meski terasa sesak. Untuk apa aku memiliki suami kalau dia tidak pernah menganggapku ada, yang ada hanya luka dan sesak yang terasa. Namaku Tiara, seorang Ibu rumah tangga memiliki dua orang putri kembar bernama Nanda dan Nindi, serta suami bernama Bara.Sebelum aku melahirkan, Bang Bara sangat perhatian. Namun, setelah aku berhasil melahirkan putri kembarku, Bang Bara menjadi acuh dan super cuek, merasa jijik dengan penampilanku. Ya tubuhku kini sangatlah besar, pakaian yang di kenakan hanya sebuah daster, kegiatan sehari-hari menjaga kedua putriku yang super aktif. Kadang akupun minder pada Mas Bara yang masih terlihat tampan. Bahkan, kalau kami pergi bersama
Setelah mengunci pintu dari dalam,Aku memandangi tubuh yang mereka bilang seperti gajah bengkak. Bukan lagi seperti gajah, tapi emaknya gajah, huhuhuhu. Mereka itu sangat kejam, padahal sama-sama gajah. Kalau bukan minder karena fisik, mungkin aku telah pergi meninggalkan keluarga ini. Cuma aku berfikir lagi, tidak mungkin ada lelaki yang mau denganku. Jadi mau tidak mau aku harus bertahan di rumah keluarga yang menjengkelkan."Lihat saja dirimu! Dulu kamu sangat cantik saat kita menikah! Sekarang setelah menikah berat badanmu kian bertambah! Kamu malas merawat diri! Membuatku tidak betah di rumah! Jangan salahkan aku jika aku menduakanmu!" Cemohan Bang Bara kembali melintas di pikiranku.Apa yang dapat kukatakan selain membenarkan ucapannya? Memang pada kenyataannya seperti itu, hanya saja semakin Bang Bara menghina, membuat rasa percaya diriku menghilang dan pasrah dengan keadaan. Bukan hanya di keluarga ini aku dibilan
POV BaraMemiliki istri cantik itu idaman semua pria. Jangan salahkan suami jika istri tak pandai merawat diri maka akan mendua. Suami mana yang tahan dengan istri yang tak pandai mengurus diri. Segala macam alasan sibuk mengurus anak dan rumah tangga, hingga katanya dia tidak sempat merawat tubuhnya. Menurutku, itu hanyalah alasan mencari pembenaran …Seharusnya dia itu sadar suaminya ini pekerja kantoran. Banyak perempuan cantik yang mengelilinginya. Tapi sebaliknya, istriku sangat tidak mempedulikan soal penampilan. Bayangkan, diusianya yang baru menginjak dua puluh enam tahun, berat badannya sudah mencapai sembilan puluh kg. Apa tidak overdosis? Overdosis akibat kegemukan. Mengelus dada aku memiliki istri seperti Tiara.Ingin aku mengembalikan pada kedua orang tuanya. Tapi, ibu melarang dengan alasan dia bisa dijadikan babu. Ujian lelaki tampan sepertiku, harus memiliki istri sebesar kebau.****Setiap ada acara kantor, ter
ENDING"Apa anda benar-benar tidak tahu dimana keberadaan Milka?" Ilham bertanya pada Rian bos istrinya itu."Saya tidak tahu, Pak Ilham. Benar. Untuk apa saya menyembunyikan istri anda?" jawab Rian mulai terbawa emosi dengan pertanyaan Ilham yang terkesan menyudutkan bahwa Rian mengetahui keberadaan Milka. "Sudah enam bulan ini saya kehilangan kontak dengan Milka semenjak dia mengundurkan diri dari perusahaan saya," lanjut Rian lagi. Ilham pun meminta maaf pada Rian. "Maaf, kalau begitu saya pamit dulu," ucap Ilham kemudian beranjak dari ruangan Rian. Sampai di depan ruangan Rian, Ilham menjambak rambutnya. Menahan pusing dan sakit kepala yang hampir pasrah mencari keberadaan Milka. Bahkan bertanya pada keluarganya pun Ilham tidak mendapatkan jawaban apapun."Kemana kamu, Sayang!" jerit Ilham dalam hati. "Aku sangat merindukan kalian berdua. Istri dan anakku. Rasanya begitu menyiksa. Tolong hubungi aku, Milka. Aku rindu. Aku bisa gila kalau seperti ini terus. Kenapa kamu tega sekali
POV IDA"Gimana?" ulangku bertanya. Setujukah? Biar adil. Hidup itu harus adil!" Aku mendekati wajah suami dan istri sirinya itu. "Kurang ajar kamu!" ucap Putri. "Wah! Aku gak kurang ajar dong. Mas Hildan itu suamiku. Dari mana aku kurang ajar? Disini ada hakku dan anak-anakku. Pilih saja! Kehilangan rumah, atau usaha dengan segala kemewahannya?" Aku kembali mengingatkan kehancuran mereka yang sudah berada di depan mata."Dasar wanita brengsek!" maki Putri tidak terima. Jelas saja aku meringis mendengar makiannya. Rasanya manusia bodoh satu ini memang ingin ditertawakan. "Ha! Aku brengsek? Loh, bukannya kamu yang brengsek?" kataku lagi. Muak sudah aku dengan keduanya. Tak peduli kalau kami harus bercerai. Tapi aku juga tidak mau jika cerai tidak mendapat apapun. Lagi, aku punya dua anak dengan Mas Hildan. "Udah, Mas. Kasih saja. Yang penting perempuan ini enyah dari kehidupan kita," ucap Putri. Aku tersenyum girang. "Yes!" batinku dalam hati. "Satu lagi." Aku kembali berbicara mem
RencanaPOV IDAKeributan besar terjadi di rumah malam ini. Mas Bara membawaku pergi ke sebuah rumah minimalis yang lumayan mewah dan mobil mewah terparkir di halaman itu. Saat kutanya pada Bang Bara itu rumah dan mobil siapa, Bang Bara jawab Hildan. Membuatku tak percaya. Namun ketidakpercayaan itu berubah jadi rasa percaya ketika Hildan keluar dari rumah itu bersama dengan perempuan cantik. Kemudian mereka masuk ke dalam mobil. Yang membuatku lebih kaget lagi, pakaian Mas Hildan sangat berkelas layaknya orang kaya berduit. Jelas saja membuatku terpana. Tega sekali dia berlaku seperti ini padaku dan kedua anakku. Singkat cerita, aku pun mengikuti Mas Hildan dan perempuan itu ternyata mereka pergi ke hotel. Setelah keduanya keluar lagi dari hotel, akupun masuk ke dalam hotel bersama Bang Bara, bertanya pada Resepsionis siapa mereka. Dan yang mengejutkan, ternyata mereka adalah pemilik hotel itu. Aku benar-benar ditipu mentah-mentah. Setelahnya, aku dan Bang Bara memutuskan pulang ke r
Kacau balauIlham menatap pilu kepergian Milka. Rasanya seolah ada yang menyayat hatinya. "Kenapa setelah aku menyadari perasaan sayangku, justru kamu pergi dariku, Milka," lirih Ilham. Laki-laki itu pun melangkah ke kamar dengan perasaan yang tak menentu. Seolah hilang arah dan seketika tidak memiliki semangat dalam hidup. Seharian, Ilham hanya diam di kamar. Tidak makan ataupun minum. Ia hanya meratap memikirkan Milka dan anaknya. Semua seolah berbalik 180 derajat Biasanya saat ada Milka dia tak pernah merasakan hal seperti itu meskipun dalam hatinya dia mencintai Tiara juga. Namun saat ini, perasaan cinta pada Tiara seolah hilang, dan justru terfokus pada Milka dan anaknya. "Seperti inikah rasanya berharga seseorang setelah pergi? Kenapa berharganya seseorang terasa setelah kepergiannya. Kenapa saat bersama seolah semua biasa saja?" lirih Ilham seraya menjambak rambutnya. ***"Bund, Ayah mau ke tempat Ilham dulu. Sudah tiga hari ini, dia tidak masuk kantor. Nomor juga tidak aktif
Butuh Waktu"Hari ini kami tidak boleh berangkat kerja, Milka," cegah Ilham saat Milka sudah siap dengan pakaian kantor dan tas di tangannya."Aku kariawan orang. Tidak bisa seenaknya begitu!" balas Milka. "Tapi aku suami kamu, dan kau berhak melarangmu!" tekan Ilham lagi sembari menghalangi Milka yang sudah siap hendak membuka pintu. Ilham sendiri berdiri di depan pintu kamar lalu mengunci pintunya dan mengambil kunci itu supaya Milka tidak bisa keluar dari kamar. "Awas, Mas! Aku mau kerja nanti kesiangan!" ucap Milka geram. "Kamu gak ada masuk kerja hari ini. Begitupun aku. Aku tidak tahan didiamkan oleh kamu! Kita selesaikan masalah kita. Jangan keras kepala, Milka! Jangan seperti anak kecil! Kamu itu seorang Ibu. Mari bicara dengan kepala dingin!" ujar Ilham. "Duduk!" pintanya sambil mendorong tubuh Milka hingga wanita itu pun terduduk di tepi ranjang. Wajah Ilham mendekat pada Milka, sementara Milka membuang muka. "Aku tanya sama kamu, kamu benar-benar ingin pisah dari aku? T
MenyedihkanTepat pada pukul 20.00 seperti yang telah disepakati, Bara pergi menemui Pak Santoso. Bersyukur Pak Santoso tidak membatalkan proyek kerja samanya. Jadi, Bara pun merasa aman. Setidaknya, Bara tidak kehilangan pekerjaannya. Setelah selesai menemui Pak Santoso, Bara pun langsung berpamitan untuk pulang. Namun, langkahnya terhenti ketika dirinya mendapati Hildan turun dari mobil bersama wanita cantik. Penampilannya juga sangat rapi tidak seperti saat sedang berada di rumah. Bahkan, pakaian yang Hildan gunakan juga tidak sama seperti pakaian yang dipakai saat bertengkar dengan Ida siang tadi. "Masa sih Hildan pura-pura miskin di depan istrinya? Kelewatan," batin Bara. Namun, saat dirinya ingin berontak, Bara kembali teringat kesalahannya di masa lalu. "Tidak mungkin kesalahanku ditanggung oleh Ida. Hildan! Rasanya aku ingin membunuhmu!" batin Bara sambil mengepalkan kedua tangannya. Diam-diam Bara pun mengikuti Hildan dan wanita itu. Langkah kaki Bara terhenti di sebuah ho
Ingatan Masa LaluPOV BaraBetul apa kata Sandra. Tepat pukul 13.00, sepasang suami istri datang melihat-lihat rumah ini. Kemudian, mereka juga memintaku untuk segera berkemas karena besok mereka akan menempati rumah ini. Aku pun dengan pasrah meninggalkan rumah ini beserta isi yang telah kubeli menggunakan uangku. Sandra kelewatan. Padahal rumah itu juga hasil jerih payahku juga. Semoga setelah ini hidupnya hancur. ***"Loh, Bang Bara ngapain kesini bawa-bawa koper?" tanya Ida bingung. "Sandra menggugat cerai dan rumah di jual," singkatku. "Terus Abang gak nuntut apa-apa? Enak banget Sandra," sinis Ida. "Aku malas berdebat. Pusing sakit kepala. Sudahlah biarkan saja. Yang penting aku tidak kehilangan pekerjaan. Sandra wanita ular. Berurusan dengannya membuat hidup tak tenang.""Oh, jadi Abang gak mau nuntut apa-apa?" Ida kembali bertanya dan menegaskan. Aku menggeleng. Aku memang malas berdebat dengan wanita itu. Malas sekali. Sudah pasti aku yang kalah. Lagi pula rumah itu dibel
POV BARAWaktu yang masih ada tidak boleh aku sia-siakan. Aku sangat yakin, kalau hubungan rumah tangga Milka dan Ilham pasti akan sulit dikembalikan seperti semula. Daripada dipecat tidak dapat apa-apa, hancur semuanya. Mending aku hancurin usaha Adit. Setidaknya meskipun aku hancur, Adit dan keluarganya juga sama. Jatuh miskin. Hancurku pun tak percuma. Tidak sia-sia. Kalian salah kalau melawanku. Kalian lupa kalau aku adalah orang yang sangat nekad."Lebih baik, kamu jangan gegabah, Bar. Ingat bagaimana nasib Ibumu, Ida? Mereka butuh kamu. Kalau kamu di penjara gimana? Mending yakinkan Milka saja," kata hatiku bicara demikian membuat aku merasa bimbang karena bertentangan."Aku harus memperbaiki semuanya. Langkah awal aku akan berusaha meyakinkan, Milka."***Tepat pukul 16.00, aku meninggalkan kantor. Kukebut mobil supaya bisa cepat berada di kantor Milka. Sebab, hari ini aku ingin mengajaknya bicara dari hati ke hati. Aku akan berusaha meyakinkan dia dulu. Setidaknya, ku kesampin
##Bab 70Kesempatan dalam kesempitan"Milka, sendirian aja. Aku temani ya?" ujar Bara yang langsung menarik kursi di depan Milka dan duduk dengan santai serta rasa percaya diri. Milka sendiri langsung malas melihat kedatangan Bara. "Ngapain sih nih orang, ganggu aja," kesal Milka dalam hati. "Kamu, Bara. Ngapain?" tanya Milka sambil mengerutkan kedua alisnya."Nggak, aku lihat kamu sendirian sambil melamun. Ada apa? Ada masalah? Coba cerita sama aku. Siapa tahu aku bisa bantu," tawar Bara. Milka menyunggingkan sebelah bibirnya. Sangat tidak suka dengan ucapan Bara yang dirasanya terlalu ikut campur urusannya."Gak ada apa-apa, Bar. Sok tahu kamu," kesal Milka. Bara menghancurkan suasana tenang di pagi harinya. Milka pun langsung bangun dari tempat duduknya. Melihat respon Milka yang seperti itu, Bara merasa sangat kesal. Tapi dia harus bersabar. "Sombong sekali wanita ini," batin Bara kesal. Diperlakukan seperti itu oleh Milka, membuat Bara malu dan seolah jatuh harga dirinya."Mau k