Setelah mengunci pintu dari dalam,
Aku memandangi tubuh yang mereka bilang seperti gajah bengkak. Bukan lagi seperti gajah, tapi emaknya gajah, huhuhuhu. Mereka itu sangat kejam, padahal sama-sama gajah.
Kalau bukan minder karena fisik, mungkin aku telah pergi meninggalkan keluarga ini. Cuma aku berfikir lagi, tidak mungkin ada lelaki yang mau denganku. Jadi mau tidak mau aku harus bertahan di rumah keluarga yang menjengkelkan. "Lihat saja dirimu! Dulu kamu sangat cantik saat kita menikah! Sekarang setelah menikah berat badanmu kian bertambah! Kamu malas merawat diri! Membuatku tidak betah di rumah! Jangan salahkan aku jika aku menduakanmu!" Cemohan Bang Bara kembali melintas di pikiranku. Apa yang dapat kukatakan selain membenarkan ucapannya? Memang pada kenyataannya seperti itu, hanya saja semakin Bang Bara menghina, membuat rasa percaya diriku menghilang dan pasrah dengan keadaan. Bukan hanya di keluarga ini aku dibilang gendut, bahkan dikeluargaku sendiri, mereka memanggilku Ndut. Seperti Ibu yang selalu menggoda "Diet kek jangan makan terus! Lihat tu badanmu sudah besar," goda Ibu. Bahkan abang dan iparku semua juga memanggil dengan sebutan gendut. Tetangga samping, depan, belakang rumah, mereka selalu menyebutku gendut.Pernah mendengar gosip tetangga.
"Tiara suaminya tampan, tapi kok dia gak bisa rawat diri, gak takut apa suaminya kecantol janda." Bukan gak takut, aku sendiri pun tidak tahu kenapa seperti ini. Rasa-rasa tidak cocok bersanding dengan Bang Bara. "Ada banyak alasan mengapa sebuah pernikahan tidak berjalan mulus sehingga suami sampai tega menduakan bahkan sampai meninggalkan istri. Salah satunya bentuk fisik jadi alasan suami meninggalkan istri." Haaaaa ... ! Ingin rasanya aku menjerit jika teringat kata-kata mereka. Sedih kalau dibilang gendut masal, tumbuh rasa minder, rasa sedih, sudah tahu aku gendut, bisa tidak jangan menyebutku seperti itu? Kelamaan candaan itu kurasa seperti bullyan untukku. "Tiara, coba deh luangkan waktumu untuk ikut GYM sambil diet, sambil minum Her****e gitu." Tiba-tiba aku terbayang ucapan Milka Kakak Iparku.*****
Setelah puas memandang tubuh di cermin, semangat untuk kurus berkobar hebat, tunggu tanggal mainnya Bang Bara. Aku bisa, aku pasti bisa, terkadang hinaan mampu memberi cambuk tersendiri.
Tok …! Tok …!Seseorang mengetuk pintu. Aku membukanya.
"Ibu, ada apa?" tanyaku."Kamu itu gak usah aneh-aneh mau kurus segala," ucapnya sinis."Memang kenapa, Bu? Ibu cuma anggap Tiara babu di sini, Bang Bara juga mendua dengan alasan tubuh Tiara gendut, Bu. Tiara gak pernah cerita pada orang tua Tiara. Yang mereka tahu, Tiara hidup bahagia melihat tubuh Tiara yang besar. Padahal Tiara pun baru tahu kalau hanya dijadikan babu. Selama ini, Tiara kira Ibu baik, ternyata …." Aku tidak melanjutkan ucapanku. "Tapi percuma saja kalau kamu ngurusin badan juga! Gak bakal kurus Tiara! Ngaca!" sentak Ibu."Lihat saja nanti, Bu. Ya udah, aku mau istrahat dulu, capek seharian jadi babu di rumah suami. Kembar juga udah tidur, waktunya akupun juga tidur.""Kebo mah rajanya tidur, Bu!" celetuk Ida. "Haduh! Kalian ini, mulutnya gak bisa di saring. Mau ya, satu rumah sama kebo! Mending aku gemuk sehat Ida, lihat tubuhmu sendiri, jika kuinjak juga langsung patah," ucapku seraya menutup pintu. 'Ckkckcckkc' suka gitu mereka, gak mau sadar diri.'Lebih baik sekarang aku beristirahat dan fokus untuk besok.
****
Semalaman Bang Bara tidak pulang ke rumah. Agh sudah biasa, mungkin dia menginap di tempat Sandra. Setelah merapikan kebutuhan kembar, aku mengantarnya ke sekolah menggunakan sepeda motor matic. Dari sekolah, aku langsung menuju rumah Ibu. ****Sesampainya di rumah Ibu, Bang Jaya dan Mba Milka sedang duduk santai di teras rumah.Setelah mengucap salam, aku duduk menghampri Mba Milka.
"Tumben masih jam 08.00 pagi sudah main ke sini?" sapanya."Ibu mana, Mba?" tanyaku sambil menyomot kue bolu."Woy, puasa! Udah gede juga," goda Bang Jaya. Mba Milka hanya cekikikan. "Gede juga suaminya sayang, ya-kan, Ra?" sahut Mba Milka."Kalau gak sayang, gak mungkin Tiara bisa tumbuh subur seperti tanaman Ibu di halaman rumah, itu tu." Ibu menyambar seraya menggodaku dengan menunjuk tanaman Bougenville-nya.'Haduh … setidaknya ucapan mereka tidak terlalu menyakiti seperti mertua dan suamiku.'
"Bu, Tiara mau diet. Tapi gak punya uang," ucapku lirih."Masa iya istri Bara gak punya uang," cetus Bang Jaya. Mereka kan tidak tahu kebenarannya. Mudah saja bagiku untuk pergi meninggalkan suamiku. Tapi, aku ingin melihat reaksinya jika aku berhasil menurunkan berat badanku nanti."Tiara mau pinjam uang ya, Bu. Nanti kalau sudah kerja, Tiara ganti." ucapku penuh permohonan."Loh, suamimu kan banyak uang, kenapa kamu pinjam uang sama Ibu? Memang kamu gak dikasih uang sama suamimu?" selidik Ibu curiga. Aduh, aku harus jawab apa kalau seperti ini."Jangan diam, Tiara. Jujur pada Ibu. Ibu dan Kakakmu tidak akan marah," lanjutnya. Terpaksa aku katakan pada Ibu bahwa mertua dan suamiku, tidak menyayangiku, mereka hanya menjadikan aku sebagai pembantu. Mendengar ceritaku, Ibu dan Bang Jaya menangis seraya tak percaya dengan apa yang kukatakan. Akhirnya, Ibu memberikanku uang untuk memulai program diet. Bukan tidak mensyukuri pemberian Sang Maha Pencipta, tapi perlakuan Bang Bara, Ibu mertua serta Ida sudah kelewatan. "Semangat, Tiara. Mbak Milka akan bantu kamu. Kalau perlu, selama program diet kamu tinggal saja di sini. Biar anak-anak berangkat sekolah dengan Wahyu." Wahyu adalah anak Mba Milka yang sudah menginjak bangku SMP. "Kembar bisa diantar jemput Mang Jaja. Jadi kamu tidak perlu khawatir, fokus sama perogram penurunan berat badanmu!" tandas Ibu. "Lihat kami! Kami sangat menyayangimu Tiara. Jangan pernah menjadi perempuan lemah, jangan mau kalau hanya dimanfaatkan. Kalau sudah tidak tahan dengan rumah tanggamu, urus saja perceraian kalian," saran Bang Jaya. "Iya, Bang. Tapi Tiara mau memberi mereka pelajaran. Tiara sakit hati. Tiara mau lihat, sampai sejauh mana mereka memperlakukan Tiara secara tidak adil. Tiara mau lihat, reaksi mereka jika Tiara bisa bangkit, Tiara mau lihat ketika Tiara sudah berhasil memiliki tubuh ideal dan menjadi wanita karir seperti Sandra," Terangku pada Bang Jaya. "Ya sudah, mulai besok kita lakukan program diet itu," ucap Mba Milka yang sudah sangat geram. "Jangan lupa, sementara waktu kamu tinggal saja di rumah ini," sambungnya. Melihat kekompakan Mba Milka dan Ibu, membuatku iri. Bagaimana tidak, mereka bisa akur, sedang aku? … Meski mencoba untuk mendekat, mertuaku mencari bahan untuk peperangan. Setelah lama mengobrol, waktu tidak terasa sudah pukul 11.00 waktunya aku menjemput anak-anak. "Bang, Mba, ibu … Tiara pulang, mau jemput kembar," pamitku. Dapat kulihat mereka masih ingin berbincang denganku.*****
Setelah menjemput Kembar, aku membawa mereka singgah di rumah makan Padang dekat rumah. Hari ini aku sengaja tidak memasak. Biar saja mereka kelaparan.
"Kenyang, Bund." Kulirik piring mereka sudah kosong. Segera aku membayar ke kasir. "Nanda dan Nandi, ayok pulang," ajakku."Siap, Nda."****
Sampai di rumah, wajah Ibu terlihat sangat judes. Takut kalau sampai si kembar mendengar, aku mneyuruh mereka untuk masuk ke dalam kamar.
"Kemana aja kamu dari pagi? Keluyuran!" pekik Ibu membuat gendang telingaku sakit."Ibu bisa gak suaranya dipelankan? Berisik.""Biar orang pada tahu, kalau kamu itu kerjanya cuma nggedein badan!" cemoh Ibu. "Sekarang kamu masak,"Cela saja kekurangan fisikku, tapi nanti aku pasti bisa lebih sukses dari kalian.""Halah … sombong amat kamu! Buat jalan aja susah! Udah cepat mending ke dapur masak, sebentar lagi suamimu pulang memberi kejutan indah untukmu. Menantu tersayang.""Memang belum ada pembantu? Hari ini Tiara capek, Bu. Mohon maaf Tiara gak bisa masak. Bukan apa, niat ibu itu lho yang tidak baik, masa cuma mau manfaatin Tiara buat jadi babu aja. Kalau ibu lapar, beli makan aja di luar."Semenjak aku mendengar pembicaraan mereka, respectku pada Ibu mertua menjadi sedikit berkurang. Dan ia juga sudah menampakkan sikap aslinya. Pandai sekali menyimpan kebusukan untuk dapat terlihat baik. Yang keren darinya, selalu mampu bersikap baik pada Ibuku. Tapi bersyukur sekarang sudah kuketahui sifat aslinya. "Awas ya kamu, Tiara! Akan kuadukan pada Bara," ancamnya."Silahkan, Bu. Bahkan aku tidak peduli apa yang akan Bang Bara katakan. Sudah cukup diamku selama ini," aku tersenyum sinis lalu meninggalkan Ibu yang masih termenung di ruang tamu.'Maafkan aku, Ibu mertua. Menantu mana yang tidak kecewa mendengar ibu mertuanya berucap seperti itu.' Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah bisa melupakan sikap buruknya. Sampai kapanpun, susah untukku melupakan semua hinaan-nya.
POV BaraMemiliki istri cantik itu idaman semua pria. Jangan salahkan suami jika istri tak pandai merawat diri maka akan mendua. Suami mana yang tahan dengan istri yang tak pandai mengurus diri. Segala macam alasan sibuk mengurus anak dan rumah tangga, hingga katanya dia tidak sempat merawat tubuhnya. Menurutku, itu hanyalah alasan mencari pembenaran …Seharusnya dia itu sadar suaminya ini pekerja kantoran. Banyak perempuan cantik yang mengelilinginya. Tapi sebaliknya, istriku sangat tidak mempedulikan soal penampilan. Bayangkan, diusianya yang baru menginjak dua puluh enam tahun, berat badannya sudah mencapai sembilan puluh kg. Apa tidak overdosis? Overdosis akibat kegemukan. Mengelus dada aku memiliki istri seperti Tiara.Ingin aku mengembalikan pada kedua orang tuanya. Tapi, ibu melarang dengan alasan dia bisa dijadikan babu. Ujian lelaki tampan sepertiku, harus memiliki istri sebesar kebau.****Setiap ada acara kantor, ter
POV TiaraRupanya kejutan dari suamiku membawa Sandra datang ke rumah untuk memberi tahu kalau mereka akan menikah. Bagus lah kalau seperti itu. Selama ini aku bertahan selain karena tubuh gendut dan wajah kumel, juga karena memikirkan kedua putriku. Mereka masih kecil dan masih membutuhkan kasih sayang seorang Ayah. Percayalah, bagiku kebahagiaan mereka yang utama.Untuk masalah perasaan, itu urusan nanti. Sudah nasib menjadi istri yang buruk rupa di caci maki oleh suami dan mertua. Akupun menyayangkan tubuh yang naik dratis hingga melebihi kapasitas. Bukan hanya itu, wajah yang dulu glowing, kini harus berjerawat seperti bisul dan hitam serta berminyak. Sungguh wajahku kini sangat mengerikan.Mungkin dipandangan Bang Bara aku seburuk itu? Atau justru lebih seram karena ditambah tubuh yang juga melebihi kapasitas. Oh, andai waktu bisa kuputar kembali, pasti aku tidak akan abai pada penampilan. Sekarang aku harus be
Hari ini tiba juga saat yang di tunggu-tunggu. Perasaan senang, perasaan nervous, bercampur menjadi satu. Ya Allah, bismillah.Aktifitas pagi ini dimulai dari mendatangi dokter kecantikan.Mba Milka mengantarku menemui dokter langganannya.Saat tiba di kelinik Embun, aku sangat terkejut ketika yang akan menangani masalahku seorang dokter handshome alias dokter tampan.Haduwh … seneng-seneng gimana gitu. Tapi aku hanya sebatas mengagumi dokter tampan yang memperkenalkan diri bernama Dokter Adit."Ra, Mba nunggunya sambil shoping ya. Jenuh kalau nunggu kamu di sini, pasti proses ngerombak wajah kamu ini bakal lama," ucap Mba Milka."Tapi, Mba …." Aku tidak melanjutkan ucapanku. Namun, mata ini melirik ke arah Dokter tampan. Sepertinya Mba Milka mengerti arti lirikanku."Gak apa-apa, dia gak gigit kok. Baik orangnya. Kalau macam-macam, kamu hubungi, Mba. Tenang, Adit ini bukan cuma Dokter langganan Mba, tap
"Ra, bangun … nyenyak banget tidurnya." Dokter Adit menepuk wajahku, membuat mataku terbuka secara perlahan. "Biasanya, di facial itu sakit, kok kamu malah tidur nyenyak?" tanyanya. Aku tertawa menahan rasa malu."Em, gak tahu, Dok. Gak ada rasa sakit. Ada dikit, dikit … banget …. Tapi, entah kenapa sakit itu tidak terasa dan dapat terkalahkan oleh rasa kantuk," jawabku penuh keramahan."Ya ampun, Tiara … kamu ini lugu dan polos," ucapnya. Ya ampun Dokter Adit ,,, please simpan senyumu, aku bisa meleleh kalau seperti ini."Tuh kan, senyum sendiri. Kenapa? Saya ganteng?" cetusnya."Hahahahah, ampun deh, PD banget," ucapku. Padahal dalam hati memang iya banget malah. Istighfar Tiara, Astagfirullah….
[Susunan diet sehat untuk Tiara gembul] Aku melotot melihat di belakang tulisan terselip kata gembul.[Sarapan dengan mengonsumsi semangkuk sereal di beri taburan kismis dan susu bebas lemak. Atau, satu buah pisang berukuran kecil dan satu lembar roti dari biji-bijian utuh (whole grain) dengan olesan margarin dan selai.Pilihan sarapan sehat lainnya, oatmeal dicampur kismis dimasak dengan margarin. Untuk minumannya, jus jeruk (250 ml) dan susu tanpa lemak (120 ml)][Makan siang dengan roti isi biji-bijian utuh. Akhiri makan siang dengan kentang rebus 200 gram][Makan malamCapcay tahu dengan sayuran dan paprika, semangkuk nasi merah dan satu cangkir teh lemon sekitar 250 ml][Camilan yang bisa di konsumsi tiap hari terdiri dari 250 g
"Tiara! Kenapa memejamkan mata? Lihat angka timbanganmu." Suara Adit yang terdengar gembira, membuatku memberanikan diri untuk membuka mata."Hhhhuuuuaaaaaaa! Aditttttttt!" triaku.Aku menangis sejadinya, tanpa sengaja aku memeluk Adit dengan erat. Dipelukannya itu, aku menangis tersedu-sedu."Hey ,,, kenapa menangis?" Adit memegang wajahku lalu menghadapkan ke wajahnya. Aku tahu ini salah, aku telah memeluk dia yang bukan pasangan halalku. Bahkan aku sendiri masih seorang istri sah dari Bara Permana. Seorang pria yang dengan sengaja mencampakkan-ku, menjadikan aku babu di rumahnya. Tapi apa boleh buat, orang pertama yang melihat keberhasilanku adalah Adit. Sehingga reflek aku memeluknya.Timbangan tubuhku menginjak angka56 Kg. Sebetulnya sudah ideal mengingat tinggi tubuhku 160 Cm. Tapi kata Adit, aku
POV BaraMelihat perempuan yang bersama bos-ku itu, mirip sekali dengan Tiara. Terutama dari segi suara.Ya, suaranya mengingatkanku pada Tiara. Tapi tidak mungkin juga itu si gajah bengkak. Jelas beda 180 derajat.Perempuan yang dibawa Pak Adit itu, selain cantik juga terlihat cerdas, elegan dan berkelas. Tidak seperti si gajah bengkak yang menjijikan. Mengingatnya saja sudah membuat perutku ingin mengeluarkan isinya. 'Hoooekkk' terutama wajahnya yang mirip monster, sangat, sangat, dan sangat menjijikan.Untung … sebelum keluarganya menggugat cerai, sudah kugugat duluan. Sengaja tidak mempermasalahkan Hak Asuh Anak agar sidang tidak berjalan rumit. Kuserahkan kedua anak yang terlahir dari rahim si buruk rupa itu agar tidak membuatku ribet. Lagipula aku bisa mendapatkan anak dari Sandra.
"Adit ,,, kamu gak tahu mereka itu siapa?" aku mulai membuka obrolan sambil menunggu Adit menyalakan mesin mobilnya."Aku tahu, mereka itu staf di kantorku. Dan keduanya adalah partner yang cocok. Setiap aku memberi mereka tugas menemui client, ya selalu hasil bagus yang di dapat," pujinya."Kamu setuju mereka menikah?" tanyaku dengan raut wajah sedikit tak bersemangat."Kenapa tidak. Sandra perempuan yang cerdas, cantik, baik. Bara, dia juga sama, selain tampan, dia juga baik. Dan prestasinya di kantor juga luar biasa," pujinya lagi. Aku hanya terdiam. "Kenapa wajahmu murung?" lanjutnya."Hem … dia itu suamiku. Dan Sandra calon istri keduanya," ucapku lemas."Kalau Bara itu suamimu, berarti dia bukan suamimu lagi! Milka bilang dia sudah mence
ENDING"Apa anda benar-benar tidak tahu dimana keberadaan Milka?" Ilham bertanya pada Rian bos istrinya itu."Saya tidak tahu, Pak Ilham. Benar. Untuk apa saya menyembunyikan istri anda?" jawab Rian mulai terbawa emosi dengan pertanyaan Ilham yang terkesan menyudutkan bahwa Rian mengetahui keberadaan Milka. "Sudah enam bulan ini saya kehilangan kontak dengan Milka semenjak dia mengundurkan diri dari perusahaan saya," lanjut Rian lagi. Ilham pun meminta maaf pada Rian. "Maaf, kalau begitu saya pamit dulu," ucap Ilham kemudian beranjak dari ruangan Rian. Sampai di depan ruangan Rian, Ilham menjambak rambutnya. Menahan pusing dan sakit kepala yang hampir pasrah mencari keberadaan Milka. Bahkan bertanya pada keluarganya pun Ilham tidak mendapatkan jawaban apapun."Kemana kamu, Sayang!" jerit Ilham dalam hati. "Aku sangat merindukan kalian berdua. Istri dan anakku. Rasanya begitu menyiksa. Tolong hubungi aku, Milka. Aku rindu. Aku bisa gila kalau seperti ini terus. Kenapa kamu tega sekali
POV IDA"Gimana?" ulangku bertanya. Setujukah? Biar adil. Hidup itu harus adil!" Aku mendekati wajah suami dan istri sirinya itu. "Kurang ajar kamu!" ucap Putri. "Wah! Aku gak kurang ajar dong. Mas Hildan itu suamiku. Dari mana aku kurang ajar? Disini ada hakku dan anak-anakku. Pilih saja! Kehilangan rumah, atau usaha dengan segala kemewahannya?" Aku kembali mengingatkan kehancuran mereka yang sudah berada di depan mata."Dasar wanita brengsek!" maki Putri tidak terima. Jelas saja aku meringis mendengar makiannya. Rasanya manusia bodoh satu ini memang ingin ditertawakan. "Ha! Aku brengsek? Loh, bukannya kamu yang brengsek?" kataku lagi. Muak sudah aku dengan keduanya. Tak peduli kalau kami harus bercerai. Tapi aku juga tidak mau jika cerai tidak mendapat apapun. Lagi, aku punya dua anak dengan Mas Hildan. "Udah, Mas. Kasih saja. Yang penting perempuan ini enyah dari kehidupan kita," ucap Putri. Aku tersenyum girang. "Yes!" batinku dalam hati. "Satu lagi." Aku kembali berbicara mem
RencanaPOV IDAKeributan besar terjadi di rumah malam ini. Mas Bara membawaku pergi ke sebuah rumah minimalis yang lumayan mewah dan mobil mewah terparkir di halaman itu. Saat kutanya pada Bang Bara itu rumah dan mobil siapa, Bang Bara jawab Hildan. Membuatku tak percaya. Namun ketidakpercayaan itu berubah jadi rasa percaya ketika Hildan keluar dari rumah itu bersama dengan perempuan cantik. Kemudian mereka masuk ke dalam mobil. Yang membuatku lebih kaget lagi, pakaian Mas Hildan sangat berkelas layaknya orang kaya berduit. Jelas saja membuatku terpana. Tega sekali dia berlaku seperti ini padaku dan kedua anakku. Singkat cerita, aku pun mengikuti Mas Hildan dan perempuan itu ternyata mereka pergi ke hotel. Setelah keduanya keluar lagi dari hotel, akupun masuk ke dalam hotel bersama Bang Bara, bertanya pada Resepsionis siapa mereka. Dan yang mengejutkan, ternyata mereka adalah pemilik hotel itu. Aku benar-benar ditipu mentah-mentah. Setelahnya, aku dan Bang Bara memutuskan pulang ke r
Kacau balauIlham menatap pilu kepergian Milka. Rasanya seolah ada yang menyayat hatinya. "Kenapa setelah aku menyadari perasaan sayangku, justru kamu pergi dariku, Milka," lirih Ilham. Laki-laki itu pun melangkah ke kamar dengan perasaan yang tak menentu. Seolah hilang arah dan seketika tidak memiliki semangat dalam hidup. Seharian, Ilham hanya diam di kamar. Tidak makan ataupun minum. Ia hanya meratap memikirkan Milka dan anaknya. Semua seolah berbalik 180 derajat Biasanya saat ada Milka dia tak pernah merasakan hal seperti itu meskipun dalam hatinya dia mencintai Tiara juga. Namun saat ini, perasaan cinta pada Tiara seolah hilang, dan justru terfokus pada Milka dan anaknya. "Seperti inikah rasanya berharga seseorang setelah pergi? Kenapa berharganya seseorang terasa setelah kepergiannya. Kenapa saat bersama seolah semua biasa saja?" lirih Ilham seraya menjambak rambutnya. ***"Bund, Ayah mau ke tempat Ilham dulu. Sudah tiga hari ini, dia tidak masuk kantor. Nomor juga tidak aktif
Butuh Waktu"Hari ini kami tidak boleh berangkat kerja, Milka," cegah Ilham saat Milka sudah siap dengan pakaian kantor dan tas di tangannya."Aku kariawan orang. Tidak bisa seenaknya begitu!" balas Milka. "Tapi aku suami kamu, dan kau berhak melarangmu!" tekan Ilham lagi sembari menghalangi Milka yang sudah siap hendak membuka pintu. Ilham sendiri berdiri di depan pintu kamar lalu mengunci pintunya dan mengambil kunci itu supaya Milka tidak bisa keluar dari kamar. "Awas, Mas! Aku mau kerja nanti kesiangan!" ucap Milka geram. "Kamu gak ada masuk kerja hari ini. Begitupun aku. Aku tidak tahan didiamkan oleh kamu! Kita selesaikan masalah kita. Jangan keras kepala, Milka! Jangan seperti anak kecil! Kamu itu seorang Ibu. Mari bicara dengan kepala dingin!" ujar Ilham. "Duduk!" pintanya sambil mendorong tubuh Milka hingga wanita itu pun terduduk di tepi ranjang. Wajah Ilham mendekat pada Milka, sementara Milka membuang muka. "Aku tanya sama kamu, kamu benar-benar ingin pisah dari aku? T
MenyedihkanTepat pada pukul 20.00 seperti yang telah disepakati, Bara pergi menemui Pak Santoso. Bersyukur Pak Santoso tidak membatalkan proyek kerja samanya. Jadi, Bara pun merasa aman. Setidaknya, Bara tidak kehilangan pekerjaannya. Setelah selesai menemui Pak Santoso, Bara pun langsung berpamitan untuk pulang. Namun, langkahnya terhenti ketika dirinya mendapati Hildan turun dari mobil bersama wanita cantik. Penampilannya juga sangat rapi tidak seperti saat sedang berada di rumah. Bahkan, pakaian yang Hildan gunakan juga tidak sama seperti pakaian yang dipakai saat bertengkar dengan Ida siang tadi. "Masa sih Hildan pura-pura miskin di depan istrinya? Kelewatan," batin Bara. Namun, saat dirinya ingin berontak, Bara kembali teringat kesalahannya di masa lalu. "Tidak mungkin kesalahanku ditanggung oleh Ida. Hildan! Rasanya aku ingin membunuhmu!" batin Bara sambil mengepalkan kedua tangannya. Diam-diam Bara pun mengikuti Hildan dan wanita itu. Langkah kaki Bara terhenti di sebuah ho
Ingatan Masa LaluPOV BaraBetul apa kata Sandra. Tepat pukul 13.00, sepasang suami istri datang melihat-lihat rumah ini. Kemudian, mereka juga memintaku untuk segera berkemas karena besok mereka akan menempati rumah ini. Aku pun dengan pasrah meninggalkan rumah ini beserta isi yang telah kubeli menggunakan uangku. Sandra kelewatan. Padahal rumah itu juga hasil jerih payahku juga. Semoga setelah ini hidupnya hancur. ***"Loh, Bang Bara ngapain kesini bawa-bawa koper?" tanya Ida bingung. "Sandra menggugat cerai dan rumah di jual," singkatku. "Terus Abang gak nuntut apa-apa? Enak banget Sandra," sinis Ida. "Aku malas berdebat. Pusing sakit kepala. Sudahlah biarkan saja. Yang penting aku tidak kehilangan pekerjaan. Sandra wanita ular. Berurusan dengannya membuat hidup tak tenang.""Oh, jadi Abang gak mau nuntut apa-apa?" Ida kembali bertanya dan menegaskan. Aku menggeleng. Aku memang malas berdebat dengan wanita itu. Malas sekali. Sudah pasti aku yang kalah. Lagi pula rumah itu dibel
POV BARAWaktu yang masih ada tidak boleh aku sia-siakan. Aku sangat yakin, kalau hubungan rumah tangga Milka dan Ilham pasti akan sulit dikembalikan seperti semula. Daripada dipecat tidak dapat apa-apa, hancur semuanya. Mending aku hancurin usaha Adit. Setidaknya meskipun aku hancur, Adit dan keluarganya juga sama. Jatuh miskin. Hancurku pun tak percuma. Tidak sia-sia. Kalian salah kalau melawanku. Kalian lupa kalau aku adalah orang yang sangat nekad."Lebih baik, kamu jangan gegabah, Bar. Ingat bagaimana nasib Ibumu, Ida? Mereka butuh kamu. Kalau kamu di penjara gimana? Mending yakinkan Milka saja," kata hatiku bicara demikian membuat aku merasa bimbang karena bertentangan."Aku harus memperbaiki semuanya. Langkah awal aku akan berusaha meyakinkan, Milka."***Tepat pukul 16.00, aku meninggalkan kantor. Kukebut mobil supaya bisa cepat berada di kantor Milka. Sebab, hari ini aku ingin mengajaknya bicara dari hati ke hati. Aku akan berusaha meyakinkan dia dulu. Setidaknya, ku kesampin
##Bab 70Kesempatan dalam kesempitan"Milka, sendirian aja. Aku temani ya?" ujar Bara yang langsung menarik kursi di depan Milka dan duduk dengan santai serta rasa percaya diri. Milka sendiri langsung malas melihat kedatangan Bara. "Ngapain sih nih orang, ganggu aja," kesal Milka dalam hati. "Kamu, Bara. Ngapain?" tanya Milka sambil mengerutkan kedua alisnya."Nggak, aku lihat kamu sendirian sambil melamun. Ada apa? Ada masalah? Coba cerita sama aku. Siapa tahu aku bisa bantu," tawar Bara. Milka menyunggingkan sebelah bibirnya. Sangat tidak suka dengan ucapan Bara yang dirasanya terlalu ikut campur urusannya."Gak ada apa-apa, Bar. Sok tahu kamu," kesal Milka. Bara menghancurkan suasana tenang di pagi harinya. Milka pun langsung bangun dari tempat duduknya. Melihat respon Milka yang seperti itu, Bara merasa sangat kesal. Tapi dia harus bersabar. "Sombong sekali wanita ini," batin Bara kesal. Diperlakukan seperti itu oleh Milka, membuat Bara malu dan seolah jatuh harga dirinya."Mau k