Gian terkejut ketika listriknya berbalik menyengat dia saat jarinya bertemu dengan cairan pribadi milik Sonia yang merembes ke celana dalam.“Unghh … ada apa, Gian?” Sonia menatap sayu ke Gian dengan napas masih berkejaran akibat baru saja melakukan pelepasan tanpa bisa dicegah yang mengakibatkan bagian selatannya basah kuyup.“A—anu, tidak apa-apa.” Kali ini, Gian yang kehilangan mood dan menyarankan mereka pulang saja.Meski enggan, Sonia mengangguk saja. Padahal dia sedang menikmati semua sentuhan Gian, tapi kalau dia tidak patuh, dia takut diputus.Sebelum turun dari mobil Gian, Sonia bertanya, “Gian, besok boleh kencan lagi?”“Semoga saja, yah!” Gian mengelus pipi Sonia dan memberikan kecupan singkat di bibir gadis itu.Sonia senang mendengarnya dan turun dengan hati gembira.…Di kamarnya, Gian kembali merenung, rupanya dia tak boleh bersentuhan dengan cairan yang berasal dari bagian intim seseorang atau dia akan mendapatkan sengatan cukup tajam dari listriknya sendiri.Gian men
Gian menatap semua anak buah Utomo di depannya yang terlihat menatap sengit ke dia.“Kau ini, hanya bocah SMA, kan?” Pria 1 mendelik ke Gian.“Ya, memang. Lalu kenapa?” Gian menjawab santai. Apa salahnya kalau dia masih duduk di bangku SMA?“Kau ingin membawahi kami, huh?” Pria 2 ikut bicara, nadanya sama ketus dan marah seperti si pria 1.Gian menyeringai sambil terkekeh singkat, menjawab, “Memangnya salah? Lagi pula, itu perintah pak Tomo sendiri, kan?” Bukan dia yang menginginkan jabatan ini melainkan Utomo yang menawarkannya.“Kau pikir kami ini apa? Singkong rebus?” Pria 3 tak kalah galak ketika bicara ditambah mata melotot seperti buto ijo.Gian mengulum senyumnya sebelum berkata, “Um, tidak, sih! Kupikir kalian kol siomai, terlihat besar saja tapi sebenarnya lembek.” Rasanya dia ingin bermain-main sedikit dengan mereka.“Apa!” Belasan orang besar dan kekar itu meraung tak terima dengan ucapan Gian. Anak SMA bertubuh kecil berani menghina mereka sebagai kol siomai?Satu demi sat
Gian tidak ingin perintahnya ditolak. Maka, dia segera menyetrum kaki Zohan tanpa peduli kakak keduanya baru saja bangun tidur.“Arrghh! Iya, Gian! Iya!” Zohan menjerit kesakitan. Dia yakin kulit kakinya pasti sudah kemerahan.“Jangan malas-malas! Dulu kau juga sering seenaknya membangunkan aku, memukuli aku kalau aku tidak cepat bangun untuk melakukan perintahmu!” Gian memukulkan tangannya ke punggung dan lengan Zohan.Anak kedua itu menjerit-jerit memohon ampun dan bergegas bangun meski dia sangat enggan karena semalam dia mengerjakan tugas hingga jam 3 pagi dan jadwal kuliah pun nanti siang. Siapa sangka pagi begini dia sudah harus menerima kemarahan Gian.Zohan bergegas lari ke dapur diikuti Carlen yang baru saja selesai mandi dan sudah berpakaian kerja.Melinda menyesal tidak memaksakan diri tadi pagi untuk membuat sarapan sehingga kini kedua anak kesayangannya harus menanggung semuanya. Oleh karena itu, menahan sakit, dia turut membantu Carlen dan Zohan di dapur.Gian duduk juma
Gian belum sempat bertanya mengenai ucapan salah satu bawahannya, Erman, karena dia langsung mendapatkan jawaban secara tidak langsung.“Hei, kalian! Ini hari kami, bukan hari kalian! Kenapa malah menyerobot seenaknya?” Ucapan bawahan Gian inilah yang akhirnya membuat dia paham apa yang sebenarnya terjadi.“Memangnya kenapa, sih?” Orang yang dihardik itu menoleh ke Erman. “Yang penting aku bawa uang untuk beli ini!” Dia tak suka dengan nada suara Erman.“Apa kau mau kalau jatah harimu aku rebut juga?” Ipung, bawahan Gian lainnya, ikut bersuara.“Ya sudah, ambil saja jatahku besok hari.” Orang itu membalas dengan raut muka masam sambil kibaskan tangan seolah tak mau ambil pusing dengan bawahan Gian.“Bangsat nian kau, ya!” Ipung emosi.“Eh, kau malah kurang ajar begitu?” Orang itu ikut naik pitam. Namun keduanya segera dipegangi masing-masing kelompoknya agar tidak berkelahi.“Hei, Bang, jangan malah kau ladeni mereka!” Acan, salah satu bawahan Gian, berbicara pada pekerja rice mill ya
Seperti yang diperkirakan, Gian menjadi anak buah kesayangan Utomo meski baru bekerja selama satu bulan. Itu karena kinerja Gian sangat efektif dan tidak bertele-tele dalam menangani permasalahan yang berkaitan dengan para preman dan orang menyusahkan lainnya.Cukup dengan kekuatan telekinesisnya, maka semua persoalan bisa cepat diselesaikan.Sama seperti hari ini, ketika truk sembako Utomo hendak mengirim barang ke kota lain, ke toko anak sulung Utomo, truk itu sempat hendak dibajak oleh bajing loncat saat melintasi jalanan hutan antar provinsi.Untung saja Utomo jeli dan meminta Gian ikut truk itu.Benar saja, hanya perlu waktu sekejap ketika Gian membereskan para bajing loncat ganas di daerah tersebut.Bisa dipastikan, kawanan bajing loncat itu akan berani lagi berurusan dengan truk Utomo.“Gian, akan aku beri kamu bonus karena menyelamatkan trukku.” Utomo sangat puas setelah mengetahui truknya selamat, tidak seperti sebelum-sebelumnya.Senyum Gian melebar ketika dia menerima berge
Gian masih tercenung akan ucapan dari Elang. Dia duduk diam di tepi kasurnya dan membiarkan tikus putih si mentor lelap dengan nyaman di atas bantal kecil khusus.Terus saja ucapan Elang berputar di benak Gian hingga kemudian dia sudah memiliki keputusan.Pada esok harinya, ketika dia datang ke Utomo, hendak mengatakan niatnya untuk mengundurkan diri dari sana, Utomo justru berkata penuh antusias pada Gian.“Gian! Ha ha ha! Aku harus katakan bahwa penjualanku meningkat dengan baik semenjak kamu bekerja di sini!” Setelah itu, Utomo langsung memberikan beberapa bundle uang warna merah yang masih baru kepada Gian.Setelah dihitung, jumlahnya sebesar Rp5.000.000. Tidak ingin salah paham, Gian bertanya, “Apakah ini gajiku bulan ini, Pak?”“Oh, itu bonus untukmu, Gian. Gajimu tetap akan aku berikan seperti biasa!” Utomo berkata demikian.Segera, niat Gian mengundurkan diri pun lenyap sembari dia memasukkan uang tadi ke dalam tas kecilnya.Sepertinya, Utomo harus diberikan sedikit perpanjang
Malam jam 7, Gian sudah menggandeng Wina ke sebuah ballroom hotel bintang 5. Penampilan mereka luar biasa serasi dan menakjubkan.Gian memakai setelan jas yang kali ini membuatnya di tempat khusus agar ukurannya benar-benar tepat, tidak seperti setelan jas yang dulu pernah dibelikan Wina yang sedikit kebesaran seperti jas pinjaman saja.Sedangkan Wina memakai gaun selutut yang menampilkan keindahan tubuhnya yang sempurna, memperlihatkan bahu serta lengan mulusnya. Dadanya terlihat menggiurkan dengan model kemben semcam itu.Keduanya mengakibatkan orang-orang di sana menoleh cukup lama untuk mengagumi pesona keduanya. Ada banyak yang berbisik mempertanyakan siapa gerangan pasangan serasi tersebut.Gian yang mendengar bisik-bisik serta pujian orang sekitarnya, hanya cukup menyunggingkan senyum terbaiknya sembari matanya terus tertuju ke depan, bagaikan ‘move like a Jagger’.Di sisi Gian, Wina melangkah anggun. Dia sudah sangat biasa menghadiri pesta kelas atas semacam ini, maka tidak ak
Sebenarnya Gian sudah bisa mengira ini akan dipertanyakan oleh Wina. Maka, harusnya dia bisa menekan kegugupannya ketika itu muncul dari si wanita molek di dekatnya.“Dia mantan pacarku.” Gian berusaha terdengar senormal mungkin ketika menjawab ini.“Oh, mantan. Apakah yang dulu kamu pernah ceritakan itu? Yang satu sekolah denganmu?” Sepertinya Wina belum melupakan informasi itu.“Ya, benar.” Gian menekan kegugupannya. Entah kenapa, ada rasa enggan dan tak suka ketika menyebut Alicia sebagai mantan pacar. Apakah jauh di sudut hati terdalamnya masih mendambakan Alicia?Padahal dia sudah memiliki 6 gadis remaja dan 1 wanita muda di sisinya untuk dia bisa bersenang-senang, tapi kerap kali bayangan Alicia muncul tanpa dia duga dan dia harap.Sepertinya beginilah kebanyakan lelaki di dunia. Ketika dia masih tak merelakan mantan meski sudah memiliki banyak pengganti sekaligus. Apakah ini Gian sudah terjebak pada kerakusan serta keegoisan tipikal lelaki pada umumnya? Bisa jadi.“Ayo, aku ant