Sebenarnya Gian sudah bisa mengira ini akan dipertanyakan oleh Wina. Maka, harusnya dia bisa menekan kegugupannya ketika itu muncul dari si wanita molek di dekatnya.“Dia mantan pacarku.” Gian berusaha terdengar senormal mungkin ketika menjawab ini.“Oh, mantan. Apakah yang dulu kamu pernah ceritakan itu? Yang satu sekolah denganmu?” Sepertinya Wina belum melupakan informasi itu.“Ya, benar.” Gian menekan kegugupannya. Entah kenapa, ada rasa enggan dan tak suka ketika menyebut Alicia sebagai mantan pacar. Apakah jauh di sudut hati terdalamnya masih mendambakan Alicia?Padahal dia sudah memiliki 6 gadis remaja dan 1 wanita muda di sisinya untuk dia bisa bersenang-senang, tapi kerap kali bayangan Alicia muncul tanpa dia duga dan dia harap.Sepertinya beginilah kebanyakan lelaki di dunia. Ketika dia masih tak merelakan mantan meski sudah memiliki banyak pengganti sekaligus. Apakah ini Gian sudah terjebak pada kerakusan serta keegoisan tipikal lelaki pada umumnya? Bisa jadi.“Ayo, aku ant
Gian tidak siap menghadapi pertanyaan tak terduga dari Utomo. Dia tak tahu apa yang harus diberikan sebagai jawaban. Kenapa bosnya mengetahui ada yang menawarinya pekerjaan di tempat lain? Apakah Gunawan mengatakan itu pada Utomo? Dia bertanya-tanya di hati. “Itu … um … itu ….” Gian mendadak seperti murid bodoh yang gagal menjawab pertanyaan dari gurunya. Utomo menarik napas panjang, berusaha tetap sabar sebanyak mungkin. “Dilihat dari kamu tak bisa menjawabku, sepertinya memang benar dugaanku, ya kan Gian? Ada yang menawarimu bekerja di tempat lain?” Gian tak ingin banyak berkelit dan hanya bisa merundukkan tubuhnya, menekuk punggung sampai hampir 90 derajat sebagai rasa bersalah. “Pak, maafkan aku. Sungguh, maafkan aku.” Dia malu karena ketahuan, tapi sudah tak bisa putar balik lagi. Sudah terlanjur diucapkan. “Haahh … aku pikir gaji dan bonus yang aku berikan padamu sudah merupakan hal baik dan besar untukmu. Tapi, sepertinya kamu belum puas dan menerima tawaran pihak lain yang
Gian tahu kalau dia sudah tidak memiliki hak atas Alicia. Tapi, melihat mantan ternyata pergi dengan pemuda lain, itu menggerus kesabaran dan akal sehat dia.Sayang sekali, kawasan yang dia lalui merupakan area dilarang parkir dan tak bisa berhenti sembarangan.Karena tak bisa berbuat apa-apa dan terpaksa membiarkan saja Alicia dengan Zafer, Gian hanya bisa melampiaskan kemarahannya ke kemudi di depannya. Untung saja bukan menggunakan kekuatan super dia atau benda bundar itu bisa penyok.Dikarenakan cemburu, pikiran Gian menjadi kacau. Sepanjang perjalanan ke rumah, dia membayangkan hal buruk mengenai Alicia dan Zafer. Sudah sejauh mana kedua orang itu berhubungan?Apakah Alicia membiarkan Zafer menyentuhnya? Apakah Zafer sudah mencium Alicia?Kepalanya seperti dibakar tanpa jeda hanya karena membayangkan apa saja yang dilakukan Zafer terhadap Alicia.Sesampainya di rumah, Gian meledakkan amarahnya ke Zohan yang sudah pulang kuliah.“Mana es teh buat aku? Kenapa belum disiapkan?” Gian
Carlen membeku di tempatnya saat Gian memanggil. Dia berdebar-debar, apakah dirinya akan bernasib sama seperti Zohan yang terkapar di lantai?“Cepat buatkan aku es teh! Si pecundang satu itu tak becus melakukan tugasnya!” Gian menatap tajam ke kakak pertamanya.Membuatkan teh? Tapi Carlen baru saja pulang kerja dan sangat lelah. Ingin segera mandi karena risih dengan tubuh lengketnya.Karena tidak mendapatkan respon dari Carlen, Gian membentak, “Kau mau kubuat kejang juga, heh? Dasar banci pesolek! Cepat buat es teh!”Terkesiap dengan bentakan Gian, Carlen tak memiliki opsi lain dan bergegas melangkah sambil menyahut, “I—iya, Gian! Ini aku buatkan! Aku buatkan!”Melinda menangis lirih sambil membantu Zohan yang mulai tersadar bangun dari lantai dan membawa anak keduanya ke sofa.Tak pernah ada dalam bayangan Melinda bahwa Gian akan membalas dendam pada dia dan kedua putranya dengan cara menyakitkan begitu, meski tindakan mereka pada Gian terdahulu pun sama menyakitkannya.Tak berapa
Ketika Carlen dan Zohan mendatangi Gian di kamarnya, remaja itu sedang berbaring di kursi malas panjang yang dibeli beberapa minggu lalu.“Kalian berdua, lekas pijat kakiku.” Gian memberi perintah sambil dia memejamkan mata.Carlen dan Zohan kembali saling pandang. Apakah mereka tidak salah dengar? Mereka berdua diperintahkan untuk memijat adik mereka? Bukankah itu sesuatu yang keterlaluan bila adik menyuruh kakaknya melakukan itu?“Ayo! Tunggu apa lagi? Ingin kusetrum, heh? Ingin jadi daging gosong dan jelek, heh?” ancam Gian sembari membuka matanya.“I—iya, Gian!” Carlen dan Zohan melonjak dan bergegas datang ke kaki kanan dan kiri Gian untuk memulai memberikan pijatan di sana. Kedua pemuda bersimpuh di lantai untuk memudahkan aksinya.“Harus enak atau kalian tak akan kembali ke kamar!” Gian memejamkan mata lagi, menikmati pijatan Carlen dan Zohan.Kedua kakaknya tak bisa berkutik dan melakukan saja apa perintah sang adik yang kini menjadi penguasa di rumah. Mereka kalau jauh dari s
Sore itu, sepulang sekolah, Gian menggunakan mobilnya untuk mengintai Alicia. Dia ingin mengawasi kencan Alicia dengan pacar barunya.Gian sudah mendapatkan jadwal kerjanya dari Gunawan bahwa dia harus ke tempat bos baru nanti malam jam 9. Maka, kini dia memiliki banyak waktu.Mobil sudah dihentikan sedikit lebih jauh dari gerbang rumah Alicia. Dia rela ada di sana sejak jam 5 sore. Dia tak boleh kecolongan! Harus mengawasi secara ketat!Gian sudah bertekad untuk merebut kembali Alicia menjadi miliknya. Dia tak tahan jika mantannya itu dimiliki lelaki lain. Rasa cintanya masih berkobar pada sang cinta pertama.Meski dia memiliki banyak selir dan pelampiasan, tak ada yang bisa menandingi Alicia di lubuk hati terdalam.Saat ini, Gian sudah berdiam di dalam mobilnya—mobil yang dia dapatkan dari hasil memenangkan adu panco dengan Logan—sembari mengunyah camilan. Dia sudah mempersiapkan banyak camilan dan minuman instan dari minimarket sebelumnya.Ketika masih mengawasi gerbang rumah Alici
Terus menunggu di tempatnya, ternyata sosok yang dikhawatirkan Gian tidak juga muncul. Rupanya Alicia hanya makan malam dengan kedua orang tuanya saja.Betapa leganya perasaan Gian melihat itu. Bahkan ketika mobil keluarga Alicia melaju pulang, dia masih terus mengikutinya, hanya untuk benar-benar yakin bahwa setelahnya tidak akan ada pemuda Timur Tengah muncul nantinya.Setelah mobil keluarga Alicia masuk ke rumah mereka, Gian mendadak saja memiliki pemikiran, “Aku akan berjaga dulu sebentar di sini sampai jam kerjaku datang.”Maka, dia tetap bertahan di dekat rumah Alicia hingga jam menunjukkan pukul 9 malam dan waktu bagi dia memulai kerja.Gian lega dan yakin di jam seperti ini, tak mungkin orang tua Alicia membiarkan anak gadis mereka didatangi lelaki mana pun.Sesampainya di tempat Gunawan, lelaki yang menjadi bos baru Gian segera memberikan perintah kerja kepada semua anak buahnya termasuk Gian.Lantas, setelah itu, Gian memarkirkan mobilnya di tempat Gunawan dan pergi dengan r
Pemuda yang berusia sekitar 25 tahun lebih itu menatap Gian yang hendak merebut keranjangnya. Melihat bahwa yang merebut ternyata memiliki penampilan seperti bocah remaja, orang itu mendelik kesal. “Kau ini! Sana pilih punyamu sendiri!”“Ingin melawanku?” Gian menggenggam pergelangan tangan pemuda itu, mengalirkan setruman di sana.“Arghh!” Pemuda itu mau tak mau melepaskan pegangannya di keranjang dan lekas diambil alih oleh Gian. Kemudian, dia menatap heran sekaligus takut usai mendapatkan setruman dari Gian.Gian tersenyum menyeringai, senang bahwa pekerjaannya berhasil dengan cepat. Lalu, dia bayar keranjang itu ke petani sebelum dia bawa itu ke mobil pengangkut milik Gunawan.Masing-masing dari anak buah Gunawan memang sudah dibekali uang yang cukup untuk membeli buah.Salah satu rekan Gian menoleh ke arahnya yang baru saja menaruh keranjang berisi buah naga. “Wah, cepat belajar juga kau, Bocah!” Dia menyeringai kagum ke Gian.Gian membalas dengan senyum kecil meski hatinya dipen