"Kenapa?""Karena …. Aku tak menyukainya.""Come on Boy. Kamu belum mencobanya tapi sudah mengatakan tak bisa. Dengar ya, sesuatu yang belum dicoba, kita tak akan tahu hasilnya."Nicho diam tak bersuara, terlalu rumit berdamai dengan hatinya sendiri.Marco menatap gedung pencakar langit di depannya."Daddy gagal menikah tiga kali sebelum bertemu Mommy Catlyn. Saat itu Mommy mu sendiri yang menyerahkan diri karena mencintai Daddy dan aku menerima begitu saja meski aku tak mencintainya. Namun melihat keberaniannya menyerahkan diri beserta mahkotanya, membuat aku berfikir ulang. Awalnya aku pikir dia sama seperti jalang lainnya dan daddy meniduri Mommy tanpa ada rasa cinta. Saat tahu Mommy masih menjaga kesucian dan mempersembahkan untukku, aku merasa berdosa jika meninggalkannya. Karena malam itulah, Daddy secara tak langsung terikat hubungan dengannya, lambat laun Daddy mencintai Mommy Catlyn."Nicho sungguh terkejut dengan Marco yang menceritakan kehidupan asmaranya."Ja- jadi Dad. Ka
'mencintai Cella? Apakah aku bisa?' batin Nicho ragu.Puk.Dilon menepuk punggung sahabatnya. "Percayalah ucapanku."Nicho mengangguk dan mengucapkan terima kasih pada Dilon. Meski agak canggung, Dilon dan Nicho terus berbicara sehingga mereka tak canggung lagi."Oh ya, kenapa kamu ke sini sendirian? Seharusnya kamu mengajak Bibi Siena. Aku begitu merindukannya.""Itu …, kenapa semua tanya ibuku sih?" umpat Dilon kesal. "Kita bahas yang lainnya saja.""Em, baiklah."Mereka berbincang hingga malam tiba.Jam 23.00 malam.Suasana Villa sangat sepi. 'Semua sudah tidur,' pikir Nicho melangkahkan kaki ke lantai atas, kamar tidurnya berada.Langkahnya terhenti saat melihat kamar tidur Lily terbuka.Nicho memasukkan kepalanya dan tahu jika Lily berdiri di balkon saat ini."Lily, boleh aku masuk?"Lily berbalik dan melihat Nicho di pintu."Masuklah, Kak Nicho."Nicho masuk dan menutup pintu namun tak menguncinya. Mungkin kali ini waktu yang tepat menjelaskan pada Lily.Ekhem.Nicho sibuk menetr
Lila terbangun di tengah malam karena merasa sangat haus sekali. Dia berjalan keluar kamar menuju dapur di lantai dasar.Dirinya mendengar suara Lily berteriak, berhenti di depan pintu dan mendengar ada pembicaraan dua orang di dalamnya.Lila membuka secara perlahan pintu kamar yang tak terkunci, menganga tak percaya dengan apa yang dilihat saat ini.Dimana Nicho membekap bibir Lily dengan tangannya. Terlihat mereka saling pandang bagai dunia milik berdua.Posisi mereka sungguh ambigu membuat Lila segara menutup pintu, tak tahan melihat pandangan intim yang menusuk mata.Lila kembali menempelkan telinga, mendengar apa yang mereka bicarakan.Namun Lila tak mendengar apapun karena jarak dari Balkon dengan pintu cukup jauh. Hanya mendengar langkah kaki yang semakin mendekati pintu.Ceklek"Akh," teriak Lily terkejut melihat Lila di depan pintu."Kamu, sejak kapan kamu di sini?" tanya Lily ketakutan."Apa yang telah kalian lakukan berdua di dalam kamar tengah malam begini?" tanya Lila."Ka
"Perutku kenapa Dok?" tanya Lily menahan rasa takut tak karuan."Karena stress berlebih kamu tak menjaga pola makanmu Lily sehingga asam lambung naik. Jika dibiarkan seperti ini kamu akan Drop.""Asam lambung?" tanya semua anggota keluarga.Alexa mengangguk."Iya, Lily menderita anemia akut dan asam lambung. Aku sarankan untuk istirahat total selama 3 hari ke depan. Tidur cukup, makan sayuran yang mengandung zat besi dan yang terpenting, buanglah rasa takut dari masalahmu Lily. Jika kamu mempunyai keluhan yang menyiksa dirimu, ceritakan kepada orang tuamu. Hal itu akan membuatmu lebih tenang dan tak terbebani," jelas Alexa.Lily mengangguk meski hatinya sangat ingin menceritakan semua masalahnya kepada Catlyn seperti biasanya namun lidahnya sungguh kelu untuk berucap. Dirinya sungguh takut orang tuanya akan marah karena dia tak bisa menjaga kehormatannya sendiri."Tenanglah sayang, ada kami semua," hibur Catlyn."Iya Mom, terima kasih Dokter Alexa.""Baiklah jika begitu aku akan pulang
"Alex apa yang kamu lakukan? Apa tujuanmu?"Alex tersenyum smirk, ingin sekali menyambar bibir candunya. "Kita lihat saja nanti.""Diego, di mana kamu?"Suara bariton Marco membuat Diego gelagapan, takut Marco mengetahui jika Nicho minum beer."Nicho tetap di sini, nanti ayah akan kembali dan mengantarmu pulang. Tetap di sini dan jangan minum lagi. Oke.""Pulang," lirih Nicho."Ya Boss, sebentar."Diego terengah engah berlari mendekati Marco."Kamu minum ya?""Ah, hanya sedikit.""Di mana Nicho, ada Relasiku yang ingin bertemu dengannya.""Nicho?""Iya Nicho. Apa kamu tadi tak mencarinya?"Marco menatap Diego curiga."Jangan katakan kamu tak bersama Nicho dan sibuk minum minum?""Ah, bukan begitu Boss. Nicho tadi ke toilet, ya toilet. Aku akan memanggilnya."Baiklah kalau begitu panggil dia, cepat!""Siap Boss."Diego kembali mencari Nicho namun saat sampai di tempatnya, Nicho sudah menghilang."Nicho, Nicho.""Ke mana perginya anak itu.""Nicho!?"Diego sibuk mencari di mana Nicho ber
"Sejak kapan Ayah di sini?"Diego menatap Nicho sangat lekat seolah ingin menanyakan sesuatu."Ada apa Ayah?" tanya Nicho penasaran"Aku tadi mencarimu di gedung pertemuan, kamu pulang tak memberitahu Ayah. Bukankah aku bilang jika aku akan kembali?" ucap Diego sedikit kesal dengan sikap anak laki lakinya tersebut.Nicho duduk di samping Diego dan menyandarkan kepala di Sofa."Aku pulang dan mendapati Lily tertidur di Sofa lalu aku memindahkannya ke kamar.""Apa sekarang Lily sudah tidur?""Sudah, baru saja."Nicho melotot menatap Diego."Darimana Ayah tahu jika Lily tidak tidur? Jangan katakan Ayah ….""Ya, Ayah tahu semuanya. Kamu begitu fokus pada Lily sampai tak menyadari jika ada Ayah, melihat semuanya di belakangmu.""Oh my God."Nicho menutup wajah dan mengusapnya kasar, merasa malu karena Ayah kandungnya memergoki tindakannya."Ayah, semua bisa aku jelaskan.""Ayah mengerti Nicho. Tanpa kamu jelaskan ayah mengerti.""Tapi Ayah.""Kamu tahu Son, dulu ayah orangnya gila wanita.
Nicho sungguh kesal, meninggalkan Dilon yang terpaku atas sikap sahabatnya. "Mengaku saja jika kamu ingin menyesal nanti," teriaknya.Meski mendengar, Nicho sama sekali tak menggubris nasehat Dilon. Setelah sampai parkiran dan masuk mobil, dia berusaha berpikir ulang dan mengakui jika memang benar ucapan Dilon. Nicho bingung dan tak tahu harus ke mana. Dirinya memutuskan pergi ke Club milik temannya."Apa ada masalah kawan sampai sampai siang bolong begini kamu ke sini.""Aku lagi ada banyak masalah.""Oh benarkah? Apa mau segelas beer?"Nicho memandang Ken, sahabatnya sekaligus pemilik Club."Hanya satu gelas Ken, aku tak mau lebih," jawab Nicho.Ken memberikan segelas beer dan Nicho meminumnya hingga tandas, memikirkan cara untuk mengatasi masalah Lily."Aku ingat Nicho, kemarin adikmu datang ke sini menemui artis terkenal, Alex.""Apa?""Iya, aku tahu jelas bahwa dia adikmu meski memakai topi dan masker. Itu …, adikmu yang suka berdandan," ucap Ken sambil mengingat siapa namanya.
Nicho sungguh kesal, meninggalkan Dilon yang terpaku atas sikap sahabatnya. "Mengaku saja jika kamu ingin menyesal nanti," teriaknya.Meski mendengar, Nicho sama sekali tak menggubris nasehat Dilon. Setelah sampai parkiran dan masuk mobil, dia berusaha berpikir ulang dan mengakui jika memang benar ucapan Dilon. Nicho bingung dan tak tahu harus ke mana. Dirinya memutuskan pergi ke Club milik temannya."Apa ada masalah kawan sampai sampai siang bolong begini kamu ke sini.""Aku lagi ada banyak masalah.""Oh benarkah? Apa mau segelas beer?"Nicho memandang Ken, sahabatnya sekaligus pemilik Club."Hanya satu gelas Ken, aku tak mau lebih," jawab Nicho.Ken memberikan segelas beer dan Nicho meminumnya hingga tandas, memikirkan cara untuk mengatasi masalah Lily."Aku ingat Nicho, kemarin adikmu datang ke sini menemui artis terkenal, Alex.""Apa?""Iya, aku tahu jelas bahwa dia adikmu meski memakai topi dan masker. Itu …, adikmu yang suka berdandan," ucap Ken sambil mengingat siapa namanya.
[Apa!?][Iya, dan kini Daddy sangat marah, melaporkannya ke Polisi.][Apa?]Nicho semakin terkejut dengan penuturan yang baru saja Lily katakan.Alex bisa mengungkapkan tentang dirinya kepada Nicho . 'Bagaimana ini?' pikirnya cemas.[Iya kak dan Polisi sedang melacak keberadaan Alex.][Baiklah, terus kirimi aku info terbaru dari kasus ini. Sudah dulh ya, kakak ada urusan.][Em, baiklah. Kakak hati-hati di sana.][I love you Lily.]Panggilan berakhir."Ayo kita lanjutkan?"Nicho berusaha bersemangat tapi dia tak bisa membohongi seorang DilonMereka mulai menggali untuk mendapatkan abu Sienna.Dilon akan memindahkan ke tempat yang layak.***Alex baru saja selesai melakukan sesi pemotretan."John, apa cintaku masih di hotel?" tanya Alex."Maaf boss dia sudah pulang dan saya ingin menyampaikan jika Polisi sedang di luar mencari Anda, membawa surat penangkapan." Alex tersenyum smirk."Biarkan saja mereka menangkapku John. Pastikan semua media tahu. Aku sudah siap dengan resiko tak terk
"Lily, pesan dari siapa?"Pertanyaan Marco menarik akal sehat Lily."Ah itu, em, dari teman kuliahku Dad. Aku akan menghubungi kak Nicho."Lily beralih ke teras belakang fokus memanggil Nicho.Tak ada jawaban membuat Lily kesal."Ke mana dia?" gumam Lily.[Iya, terima kasih sudah memproses berkas yang aku kirimkan kepada Anda. Mohon bantuannya] ucap Marco berbicara dengan seseorang di telepon.Marco menghela napas panjang. "Aku telah melaporkan Alex ke Polisi dan semua sudah di proses.""Benarkah Sweety?" tanya Catlyn berharap jika dirinya tak salah dengar.Marco mengangguk.Mereka hanya bisa pasrah, berharap Lila segera ditemukan dan Alex ditangkap.Tiba-tiba pintu terbuka menampilkan seseorang masuk perlahan."Lila?"Semua terkejut melihat kedatangan Lila."Lila, kamu pulang sayang," ucap Catlyn berlari memeluk sang buah hati."Mom, hiks, aku ….""Sudah, tak usah kamu ceritakan, kami sudah tahu Sayang," jawab Catlyn.Lila memandang nanar Catlyn lalu Marco."Aku sudah melaporkan Ale
“Apa?”Dilon mengangguk. “Mommy Sienna yang menceritakannya langsung kepadaku dan aku benci dengan lelaki psikopat seperti dia.”Puas mengeluarkan semua kebenciannya, Dilon mendekati Nicho. “Jadi Nicho, maukah kamu membantuku membalas dendam. Jika Marco tahu, dia juga akan membantuku, tapi aku tak mau melibatkan orang di masa lalu.”Dengan wajah sembab dan nanar, Nicho mengangguk. “Aku akan membantumu sebisaku.”Dilon memeluk bahagia pada Nicho, bersyukur mempunyai sahabat yang begitu perduli.“Oke, pertama-tama bantu aku mencari makam ibuku. tiga tahun terakhir ini aku mencarinya, tetapi tak menemukan bukit itu. Entah di mana makam mommyku,” lirih Dilon putus asa.“Tidurlah Dilon, esok hari kita mulai mencari pencariannya. Ok. Aku sungguh lelah,” jawab Nicho dengan suara paraunya.Dilon mengangguk dan mulai beralih ke kamar mandi, menggosok gigi, berganti baju dan mencuci tangan dan kaki sebagaimana yang diajarkan Sienna dan Catlyn kepada dua lelaki ini saat kecil.Nicho merebahkan t
Hentikan?” teriak Dilon menggebrak pintu. Bastian hanya memandang sekilas pintu dan melanjutkan aktivitas. Dilon terus menatap bagaimana ayah kandung itu menyiksa ibu tercinta.Puas bersenang senang, Bastian meninggalkan Sienna yang tergolek lemah. Meski mereka diberi makanan enak, tapi Sienna dan Dilon tetap terpisah.Sienna tak bernafsu makan, tubuhnya lemas karena tak terisi makanan sama sekali. Ingin sekali bersama Dilon, tapi tak menemukan cara membuka pintu kamar tersebut.Sedangkan Dilon sendiri tetap makan dengan lahap. Dalam pikirannya saat ini adalah dia harus tetap sehat agar bisa menolong ibunya. Kejadian yang dilihatnya kemarin sungguh membuat Trauma yang mendalam.Dilon sungguh membenci Bastian, tak menyangka ayahnya begitu kejam. Mendengar derap langkah memasuki ruangan membuat Dilon segera naik di kursi melihat apa yang akan ayahnya lakukan.Plakh.Di tampar kejam pipi Sienna sambil kembali melakukan aksinya. Sienna bagai anjing piaraan yang dianiaya sang majikan. Dilo
“Saat kalian berpamitan untuk pergi ke Italy?”Dilon mengangguk membenarkan.Flashback 11 tahun yang lalu.“Ayo Dilon kita bersiap pergi sebelum ayahmu, Bastian menemukan kita,” ucap Sienna mengepak barangnya tergesa. Dilon yang bingung tetap mengikuti perintah ibunya, membawa barang barang miliknya. Saat memandangi fotonya bersama Sienna dan seorang lelaki memakai emblem putih, Dilon menitihkan air mata dan menyabet poto tersebut, memasukkan ke dalam tas ranselnya.Sienna dan Dilon pergi ke kediaman Brams untuk berpamitan, sebelumnya Sienna sudah menghubungi semua anggotanya untuk berkumpul di kediaman Brams termasuk Alexa dan Diego serta anaknya.“Maaf aku mengundang kalian untuk berkumpul secara mendadak,” ucap Sienna membuka pembicaraan.“Ada apa Sienna, kenapa mendadak sekali. Bukankah suamimu baru saja meninggal dan dikuburkan kemarin? Hah?” tanya Sarah yang tak terima keputusan Sienna.Sienna sungguh ingin mengatakan alasannya namun dia tak bisa, ada nyawa Dilon yang dipertaruh
Di tempat persembunyian Alex.“Alex, Alex. Di mana kamu?”Marco datang sendirian mencari Lila. Namun tak ada seorang pun di sana.Saat hendak berbalik, ada dua bodyguard muncul. “Anda mencari tuan Alex?”“Ya, di mana Tuan kalian, aku ingin memberinya pelajaran karena menculik anakku.”“Dia ada di suatu tempat dan sedang merekamnya untukmu.”Pengawal memberi tanda pengawal lain untuk menekan tombol live.“Ah, ah, yes ah.”“Damn it,”Plak. Plak.Di layar memperlihatkan Alex mengungkung Lila dan Lila menikmatinya.“Astaga!”Ponsel segera dijauhkan dari Marco.Marco tercengang, menutup mulut tak paham dengan yang Lila lakukan. “Di mana anakku? Di mana mereka saat ini?” tanya Marco berapi-api, tangannya mengepal hingga urat nadi kelihatan.“Tunggu saja di rumah, pak Tua. Besok anakmu akan pulang dengan sendirinya dalam keadaan sehat tak kekurangan apapun dan mungkin saja dia membawa bonus cucu untuk Anda, ha, ha, ha.” Ejek salah satu pengawal.“Kurang ajar kalian! Aku tak akan membiarkan k
“Ada Dokter di sekap di dalam?” teriak Lily membuat satpam dan perawat datang mengerumuni.“Ada apa?” tanya satpam.“Ada Dokter diikat di dalam dan pintunya terkunci.”Satpam tersebut segera mencari kunci cadangan semua pintu dan berhasil membuka pintunya.Ceklek.“Dokter.”“Apa yang terjadi? Di mana Lila, anakku?” tanya Catlyn.Lily sibuk membuka lakban dan ikatan di tangan dan kaki Zico.“Maaf Nyonya, aku tadi baru ingin bertanya keluhan Nona Lila, tiba-tiba ada yang membekam Nona Lila berbarengan dengan orang memukul kepalaku sehingga aku tak sadarkan diri.”“Oh my God,” lirih Catlyn.“Jadi Lila diculik? Siapa yang menculiknya?” tanya Lily sedangkan Catlyn sudah menangis histeris dan menghubungi sang suami.[Halo sweety. Ada apa?][Marco, Lila. Lila diculik?][Apa? Di mana kalian sekarang?][Kami di rumah sakit.][Kamu tenang sweety, aku akan menyelamatkan Lila, pasti Alex pelakunya.][Entahlah Marco, aku sungguh bingung saat ini, hiks hiks.][Kamu tenang dan pulanglah! Aku akan me
"Jadi Mommy melihat tanda di leherku?"Lagi lagi Catlyn mengangguk.Sebenarnya Catlyn ingin sekali menanyakannya pada Lily, tapi melihat anaknya demam tadi, diurungkannya. Ibu mana yang tega melihat anaknya sakit, tapi masih bertanya tentang hal itu? Seolah mengorek privasinya."Maaf mommy," lirih Lily tertunduk."Mommy tahu karena mommy juga pernah muda, tapi ...."Lily menggeleng."Semua tak seperti yang Momny bayangkan."Catlyn mengangguk dan mengelus pundak Lily pelan. "Kamu sudah dewasa, Sayang. Kamu pasti bisa membedakan mana cinta dan mana nafsu. Namun, untuk saat ini fokuslah pada siapa lelaki yang merenggut kesucianmu. Setelah itu kamu baru bisa melanjutkan hidupmu. Jika tidak, kamu akan dibayang-bayangi rasa bersalah terhadap kekasihmu saat ini.""Terima kasih, Mommy," ucap Lily sambil memeluk tubuh ibunya."Sudah-sudah, tidurlah."Lily pergi ke kamar dengan perasaan lega, seperti ada batu yang dari tadi menghimpitnya dan kini batu itu menghilang sehingga hidupnya terasa san
"Ada apa?”Marco melihat Lily sekilas. “Apa Lily sakit?”Catlyn menempelkan punggung tangan di kening Lily. “Astaga, panas sekali. Lily demam.”Marco segera mengambil se-baskom air dingin dan waslap.“Biar aku saja sweety, aku akan mengganti pakaiannya dulu,” ucap Catlyn mengambil alih baskom di tangan Marco.“Baiklah jika itu maumu. Aku akan kembali ke Kantor. Nanti kabari aku jika demam Lily sudah mereda. Ok.”“Cup.”Marco mencium kening Catlyn dan pergi meninggalkan kamar Lily.Catlyn segera melepas sweeter, tanktop dan jeans yang dipakai Lily. Dengan perasaan campur aduk, Catlyn memakaikan piyama di tubuh Lily.“Kakak.”“Kakak.”Lily mengingau memanggil manggil kakak.“Kakak!?”Catlyn semakin cemas. Takut terjadi sesuatu pada Lily. Dengan telaten Catlyn mengompres, berharap buah hatinya segera membaik dan demamnya segera menghilang.“Lily kenapa, Mom?” tanya Lila mendekat.“Dia demam.”Catlyn sengaja memakaikan baju tidur dan mengancingkan bagian atas agar bekas gigitan tak terlih