Lila diminta masuk oleh Evelyn setelah Lily pingsan mendengar kabar kehamilannya. Evelyn menasehati Lila agar dia tetap mendampingi Lily, apapun keadaannya. Evelyn juga menjelaskan kalau Lily sedang berada di fase terendah dalam hidupnya. Jika dia tidak didampingi, ditakutkan kondisi Lily semakin memburuk, bahkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan lagi.
"Bulan depan, bawa Lily kembali ke sini ya .... Kita lihat perkembangan pada fisik dan psikisnya. Kuatkan dia, apapun yang terjadi! Jangan sampai Lily sendirian, apalagi sampai dia depresi.” Evelyn memeluk Lila yang pipinya sudah dibanjiri air mata.
"Terima kasih Dokter, Anda sudah menghubungiku karena kondisi Lily pingsan tadi."
Evelyn mengangguk dan tersenyum. "Kamu mau janji sama Dokter untuk menemani Lily, kan?” Evelyn bertanya halus.
“I-ini semua salahku, Dok! Aku yang memintanya masuk ke bar untuk menggantikanku, saudara kembarnya. Aku yang salah. Aku yang harusnya menderita. Tapi, kenapa Lily yang malah jadi korban? Kenapa, Dok? Kenapa?!”
"Kamu pasti bisa, Lila. Kamu harus percaya, semua pasti ada jalan keluarnya.” Evelyn menguatkan Lily.
Usai pulang, Lila memastikan Lily tenang dulu sebelum dia pergi meminta pertanggung jawaban Alex atas semua yang terjadi. Sementara itu, Nicho memperhatikan mereka berdua dari ruang tengah. Sepertinya, dia belum sadar kalau Lily hamil.
Kebencian pasti ada.
Sebagai manusia biasa, Lily pasti merasakan sakit hati yang begitu dalam. Apalagi, saudara kembarnya sendiri yang menjebloskannya ke dalam neraka.
Kehamilan pasti menjadi dambaan setiap pasangan, tapi yang terjadi kepada Lily terlalu parah. Lily bahkan tidak tahu harus senang atau sedih tentang mengandung bayi ini? Tidak ada kejelasan apapun tentang kecelakaan ini. Satu-satunya informasi yang bisa mereka dapat hanyalah CCTV, tapi terlambat.
Lily pura-pura tidur karena dia tidak bisa terus-terusan melihat Lila. Kebenciannya sudah kelewat batas.
"Lily, apa kamu tidur?" tanya Lila hati hati.
"Hems, aku ingin istirahat, pergilah!" Lily meminta Lila keluar dan membiarkannya seorang diri di dalam kamar.
Mendapatkan penolakan dari saudaranya sendiri membuat Lila sungguh sakit hati dan semakin membenci Alex. Berniat membuat perhitungan dengan lelaki berprofesi sutradara terkenal itu.
“Lila, mau kemana?” tanya Nicho, dia melihat Lila terburu-buru mengambil kunci mobil.
“Ada urusan!”
“Cih, jarang sekali kamu cuek seperti itu,” balas Nicho.
“Bukan urusanmu!” Lila terlalu geram dengan Alex sehingga isi pikirannya hanya bagaimana caranya dia bisa bertemu Alex, pagi ini juga.
Suasana rumah tiba-tiba sunyi, hanya suara film yang diputar. Samar-samar, Nicho mendengar isak tangis dari kamar ujung lantai satu. Nicho memutuskan mendekat, setelah tahu jika ada Lily, dia masuk dan mendekati ranjang.
"Lily." Nicho memegang tangan Lily, tatapan mereka bertemu. Manik mata biru samudra itu memandang intens manik coklat Hazel Lily.
"A- ada apa kak?" ucap Lily gemetar membuat Nicho segera menarik tangan Lily dan memeluknya.
"Lily, apapun yang terjadi padamu, aku akan selalu ada untukmu. Aku janji," ucap Nicho tepat di telinga Lily membuatnya seketika meremang. Reflek Lily mendorong tubuh Nicho dan memaksanya pergi. "Keluar!?"
Nicho terkejut melihat perubahan emosi sang adik. Lily terlihat ketakutan dan memeluk tubuhnya sendiri, seolah merasa kembali di jamah pria seketika menjadikannya kotor.
"Pergi?"
"Jangan sentuh aku?!"
"Lily, tenanglah! aku kakakmu." Nicho sungguh merasa bersalah, jika bisa dia ingin jujur tentang perasaan terpendam namun tampaknya emosi Lily sedang buruk. Belum lagi, dia masih harus mencari tahu apa motif Lila yang sebenarnya?
Srek
Kembali dipeluk Lily meski dia berontak berkali kali. "Lepas, lepaskan aku?"
Bugh
Bugh.
Dipeluk hangat sang adik, cukup lama. Merasa jika adiknya sudah cukup tenang, Nicho memberanikan diri berkata, "Lily, aku ingin memberitahumu sesuatu." Nicho melirik Lily sekilas karena gugup menatapnya. Lily terdiam sesaat dan menjawab, "katakan Kak, apa itu?"
"Kenapa kamu menggantikan Lila pergi ke club?"
Degh.
Lily sungguh terkejut mendengar pertanyaan dari Nicho. "Dari mana kakak tahu jika aku menggantikan Lila pergi ke club?" desak Lily curiga.
"Itu, itu karena …, Lila mengajakku ke club dan aku menolaknya. Aku tak menyangka jika Lila melakukan hal serendah itu, menyuruhmu menggantikannya. Apa yang sebenarnya kalian sembunyikan dariku?"
Lily gemetar, tubuhnya berkeringat dingin, tak tahu harus menjawab apa. Diam untuk beberapa saat, akhirnya Lily berkata, "masalah Lila menyuruhku menggantikannya tak sepenuhnya salah Lila karena aku memang menerima permintaannya."
Lily berpikir keras, 'darimana dia tahu kalau aku menggantikan Lila? Apakah Lila memberitahu Kak Nicho? itu tidak mungkin karena ini rahasia kami berdua. Lalu siapa? Apakah kak Nicho mengikuti aku? Jika benar dia mengikutiku berarti dia tahu apa yang terjadi padaku,' batin Lily, mengernyitkan kening bingung dan semakin berprasangka pada Nicho.
"Maaf jika membuatmu tak nyaman dengan pertanyaanku, Lily. Tapi …, aku terus memikirkannya."
Lily memandang tajam pada Nicho. "Aku tahu jika kamu menolak ajakan Lila, tapi tak ada yang tahu tentang kesepakatan kami, selain aku dan Lila. Lalu, darimana kamu tahu? Apa kamu mengikutiku ke Club?"
"Aku tidak mengikutimu."
"Lalu bagaimana kamu tahu jika aku yang pergi ke Club?"
Nicho diam seribu bahasa, tak bisa mengatakan jawaban yang sebenarnya. Dia juga bingung untuk memikirkan alasan yang tepat.
"Kenapa kamu hanya diam? Jawab, Kak?" desak Lily.
"Aku tak sengaja mendengar percakapan kalian. Karena aku mencemaskan kalian, aku pergi ke Club. Namun saat aku mencarimu, kamu tak ada disana."
"Bohong!"
"Aku harus bagaimana agar kamu percaya padaku?"
"Pergilah Kak, aku mau istirahat." Lily membelakangi Nicho, buliran bening sudah membanjiri wajahnya. Dunia terasa hancur berkeping keping, tak ada kebaikan yang memihak padanya.
Disaat seperti ini Lily sangat ingin mempercayai seseorang yang mampu menjadi sandaran namun kebohongan yang dikatakan Nicho membuatnya semakin tak percaya pada siapapun. Bahkan orang orang terdekatnya saja, berani menusuknya dari belakang.
Nicho tak bisa berbuat apapun, memilih pergi meninggalkan Lily.
Drrt, drrt.
Tiba tiba ponsel Nicho bergetar dan ada pesan masuk dari Ardo.
{Aku mengikuti Lila, dia sekarang berada di lokasi syuting untuk menemui Alex. Apa perlu aku rekam pembicaraan mereka?}
{Rekam saja. Siapa tahu ada hal penting yang dikatakan Alex.}
Ardo membaca pesan Nicho, segera mengeluarkan ponsel dan mulai merekam momen penting yang akan terjadi.
Brakh
"Alex kamu berhutang penjelasan kepadaku?" teriak Lila setelah menggebrak meja.
Alex tersenyum devil dan bangkit dari duduknya. "Apa ini sambutan hangat dari kekasihku setelah membuatku kecewa?"
"Kamu yang membuatku kecewa," bantah Lila.
"Maaf sayang, aku bisa menjelaskannya padamu."
Alex mendekat dan memeluk Lila dari belakang, mengendus ceruk lehernya membuat gadis itu beringsut. "Jelaskan apa yang terjadi setelah kamu ke kamar bersama Lily, saudara kembarku?"
"Apa katamu? Saudara kembar?"
Alex tercengang mendengar kalimat yang keluar dari Lila. “Saudara Kembar?” tanyanya memastikan jika tak salah dengar.Lila memutar bola mata jengah. Duduk di Sofa dan meminum segelas air dingin.“Dia memang jarang di ekspos majalah dan infotainment tapi dia aktif di sosial media. Dia begitu berbanding terbalik denganku. Aku sampai merasa mual dengan cara berpakaiannya yang serba tertutup,” ejek Lila.Tangan Alex mengepal. Dia berusaha mencerna baik baik apa yang dijelaskan Lila. “Jadi, kau mencoba menipuku?” teriak Alex marah dan mencekik leher jenjang sang kekasih.“Tolong …, Lepaskan aku. Akh.”Lila berusaha melepas cengkraman tangan Alex dan memukul mukulnya sekuat tenaga.“Mati saja kau bitch. Berani sekali membohongiku.”Alex semakin kuat mencengkram leher Lila namun setan jahat menyuruhnya berhenti.‘kenapa juga aku harus membunuhnya? Bukankah menikmati tubuhnya lebih nikmat daripada membunuhnya,' bisik setan dalam diri Alex.Uhuk, uhuk, uhuk.Alex melepas cekikan di leher Lila.
"Alea," bentak Dion tak suka."Maaf sayang, tapi aku begitu menginginkannya? Kita sudah satu minggu tak bertemu. Aku merindukan belaianmu." Alea mengalungkan kedua lengannya pada leher Dion. Menghirup aroma mint yang membuatnya candu. Mereka adalah partner ranjang yang cocok dan Dion tak pernah menolak ajakannya. Namun sekarang, Dion tiba tiba saja menolak dan Alea harus tahu alasannya. "Katakan, siapa yang menghubungimu? Setelah itu aku akan melepasmu.""Nicho. Ya, Nicho yang menghubungiku. Dia meminta aku mencari data pribadi dari seseorang.""Seseorang? Siapakah itu?""Rahasia." Dion melepas pelukan Alea dan memicingkan mata tajamnya. "Aku sudah memberitahumu, sekarang pergilah!""Tidak mau."Dion sangat marah dengan sikap keras kepala Alea. Mata hitam itu menatapnya seperti seekor elang yang siap menerkam mangsanya membuat wanita berpakaian seksi itu langsung ketakutan. Dengan enggan, Alea pergi meninggalkan tamu langganannya. Dion sendiri segera pergi menuju apartemennya, bernia
Dalam keadaan takut dan panik, Lily mencoba sekuat tenaga berontak. 'Tolong, tolong!'MmphSuara Lily tercekat di tenggorokan akibat mulutnya yang dibungkam. Tangannya segera diikat agar tak memberontak lagi. "Cepat urus wanita ini agar Diam. Aku akan menghubungi Bos," perintah ketua bodyguard Alex."Halo, Boss Alex. Kami membawa wanita yang Anda inginkan.""Kalian sungguh hebat. Tak sia sia aku langsung terbang kemari," ucap Alex di seberang. Dari suara, tampak sekali jika dia sangat bahagia. "Segera bawa ke tempatku."Lily melotot, tubuhnya gemetar saat mendengar percakapan melalui telepon itu. Dia sangat takut saat ini, mengingat Alex-lah yang memberinya obat laknat malam itu. Ya, Alex yang menyuruh tiga anak buahnya untuk menculik Lily. Dengan menculiknya, diharapkan lelaki yang bersama Lily datang untuk menolongnya.Tak butuh waktu lama, anak buah Alex dan Lily sudah tiba. Segera dihadapkan pada seorang lelaki yang kini duduk di kursi kebesarannya. Asap mengepul dari bibir, menam
Setelah melarikan diri dari kejaran polisi, Alex menghubungi Lila dan berharap bisa bertemu kekasihnya. [Halo Lila, kamu di mana? Aku ada di Kanada. Temui aku sekarang.][Halo. Halo.]Suasana sangat berisik karena Lila berada di Club malam.[Maaf aku tak mendengarmu Alex. Suasana di sini sangat ramai.][Halo Lila, halo!?]Tut. Tut.Lila menutup panggilan Alex dan ingin segera pergi dari tempat tersebut. Dirinya berbohong tak mendengar Alex padahal Lila sangat takut jika bertemu Alex."Jenny bolehkah aku tidur di apartemenmu malam ini?" tanya Lila pada temannya Clubing saat ini."Em, boleh. Kebetulan pacarku di luar kota. Jadi aku ada teman jika kamu menginap.""Baiklah kalau begitu ayo kita pergi sekarang!"Mereka meninggalkan Club. Lila mengaktifkan sim card 2 yang hanya di ketahui Alex sedangkan sim card yang biasa digunakan tak diaktifkan agar Lily dan keluarga tak mengganggu kegiatannya. Malam ini dia ingin bersenang senang namun semua gagal karena panggilan dari Alex.Sedangkan
Di sudut ruangan, seorang gadis duduk di bangku bar, merasa tidak nyaman dengan suasana yang penuh kegaduhan dan suasana hiruk-pikuk di dalam bar."Dimana kamu, Alex?" Gadis itu terus berbicara sendiri, mencari-cari kehadiran Alex, kekasihnya. "Aku sudah menunggu dari satu jam tadi, apakah Alex mempermainkanku?!"Dia adalah Lily Charoline, gadis cantik dan lekuk tubuh indah, apalagi matanya berwarna coklat hazel. Kekesalan itu semakin nampak ketika seseorang tiba-tiba memeluknya dari belakang. Dia reflek berdiri, ingin memukul orang itu karena telah lancang. Tapi begitu melihat wajahnya, dia langsung tersenyum."Lila sayang, kenapa kau menghindariku?" Alex membalas senyum Lila. “Aku bukan orang asing. Aku Alex, kekasihmu. Kenapa kau ingin memukulku?”"Ma-maaf, aku hanya terkejut.” Lila dan Alex berdiri berhadapan. “Aku sudah menunggu satu jam lebih, apa ini caramu minta maaf?” "Ciuman kerinduan," ucap Alex setelah mencium kening Lila sambil menatap intens wajah Lila. “Apa ini cukup u
“Sialan, apa maumu?” Alex tetap melawan walau kepala dan perutnya terasa sakit.“Apa mauku? Yang kumau hanya menyingkirkan laki-laki brengsek sepertimu!” Pria itu melayangkan pinggiran telapak tangannya ke leher kanan Alex, membuat Alex pingsan seketika. Segera, dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi asisten pribadinya.[Halo Ardo, singkirkan lelaki di depan kamar hotel nomor 16, sekarang!][Baik Tuan.]Ardo menyeret Alex ke kamar sebelah, mengikat tangan dan kakinya di kamar mandi, lalu menguncinya dari luar.Sedangkan pria tadi, dia melihat Lily dan sempat terbuai. Beberapa kali dia menelan saliva, tapi dia sadar, laki-laki sejati tidak pernah memanfaatkan wanita karena keadaan.Gleg.Ada gelenyar aneh menyeruak di dirinya.“Sialan, kenapa tubuhnya begitu elok?! Arghh, aku juga laki-laki normal. Brengsek, kenapa? Kenapa dia sangat menggoda?!”Dengan penuh kehati- hatian, lelaki itu berniat membenarkan kembali pakaian Lily namun tangannya tak sengaja menyentuh pundak Lily. Nafsunya
"Akh!"Lily merasakan sakit kepala yang begitu hebat datang melanda. Bukan karena potongan ingatan yang timbul, lebih tepatnya Lily menolak ingatan tentang hal itu. Bagaimana tidak? Ciuman itu membuat kepalanya sakit.Hiks hiks.'Lily.'Nicho melihat Lily terduduk di lantai melalui celah pintu kamar mandi. Ingin sekali menolong Lily yang menangis, namun dia takut ketahuan.Tak ada alasan yang tepat untuk mendekati Lily. Nicho juga ingin tahu, apa yang sebenarnya Lila rencanakan. 'Kenapa dia menyuruh Lily menggantikan posisinya? tidak, aku tidak akan gegabah. Sabar Nicho,' batin Nicho memikirkan banyak hal, namun tatapannya tak beralih dari adik yang telah ditiduri. Lily melepas sprei yang membalut tubuhnya.Gleg.Nicho seketika meremang, teringat kembali kejadian penuh gairah semalam. Tubuh Lily begitu mulus dan putih seputih salju, sungguh tubuh yang proporsional.Jika tidak memakai pakaian ketat, orang lain tak akan tahu jika Lily mempunyai tubuh yang begitu indah. Dan Nicho suda
“Brengsek!” rintih Alex. “Aku pasti membalas semua perbuatanmu, aku janji!” Getaran ponsel di saku celana yang berserakan di lantai membuat Alex berusaha keras mengambilnya. Dengan tangan terikat, bisa dipastikan Alex sangat kesulitan mengambil ponsel tersebut. Setelah berusaha sekuat tenaga, akhirnya Alex berhasil mengangkat teleponnya seraya menekan tombol loudspeaker."Halo Boss, sudah semalaman Boss tidak memberi kabar. Apakah semua baik?" Terdengar suara laki-laki yang panik dari ujung telepon."Bagus, akhirnya kamu mencemaskanku. Cepat kesini, bodoh! aku di kamar …, entah dimana aku ini!""Apa? Ba– baik, boss."Tak lama kemudian, anak buah Alex datang dan memanggil-manggil bosnya. Mereka terkejut melihat Alex diikat di kamar mandi tanpa sehelai busana pun. Usai ikatan dilepas, Alex segera menghantam dua anak buahnya dengan satu pukulan.Plak"Dasar kalian, sungguh bodoh!""A– ampun boss!""Ais, sudahlah. Sekarang cari lelaki yang membawa Lila-ku keluar hotel ini. Cepat periksa