Share

04. Hamil???

“Brengsek!” rintih Alex. “Aku pasti membalas semua perbuatanmu, aku janji!” 

Getaran ponsel di saku celana yang berserakan di lantai membuat Alex berusaha keras mengambilnya. Dengan tangan terikat, bisa dipastikan Alex sangat kesulitan mengambil ponsel tersebut. Setelah berusaha sekuat tenaga, akhirnya Alex berhasil mengangkat teleponnya seraya menekan tombol loudspeaker.

"Halo Boss, sudah semalaman Boss tidak memberi kabar. Apakah semua baik?" Terdengar suara laki-laki yang panik dari ujung telepon.

"Bagus, akhirnya kamu mencemaskanku. Cepat kesini, bodoh! aku di kamar …, entah dimana aku ini!"

"Apa? Ba– baik, boss."

Tak lama kemudian, anak buah Alex datang dan memanggil-manggil bosnya. Mereka terkejut melihat Alex diikat di kamar mandi tanpa sehelai busana pun. Usai ikatan dilepas, Alex segera menghantam dua anak buahnya dengan satu pukulan.

Plak

"Dasar kalian, sungguh bodoh!"

"A– ampun boss!"

"Ais, sudahlah. Sekarang cari lelaki yang membawa Lila-ku keluar hotel ini. Cepat periksa CCTV!"

Alex dan dua anak buahnya ke ruang petugas keamanan dengan wajah kesal. Tapi, tiba-tiba, wajah Alex berubah cemas ketika melihat Nicho dan Ardo berjalan keluar bar.

“Cepat kejar laki-laki itu!” bentak Alex kepada dua anak buahnya.

Nicho yang mendengar suara Alex, segera bersembunyi di lorong sempit antara dua gedung. Dia bersama Ardo menaiki tangga ke lantai dua. Sembari mengawasi Alex, keduanya mencari barang tumpul yang bisa dipukulkan nanti.

Kedua anak buah Alex mengejar hingga ke ujung lorong, tapi tidak menemukan siapapun. Mereka berbalik, hendak kembali ke bar dan melaporkan pada Alex kalau Nicho telah pergi entah ke mana. Namun, tiba tiba ….

Bugh.

Bugh.

Nicho dan Ardo memukul dua orang anak buah Alex. Setelahnya, merek segera pergi agar terbebas dari Alex.

Anak buah Alex yang sempat melihat kepergian Nicho segera melapor, "Boss, maaf. Mereka berhasil kabur."

“Sial, aku harus membunuh laki laki itu!” Alex menggertak kesal.

"Huft, untung saja," ucap Ardo. Mereka bisa bernafas lega setelah berhasil lolos dari kejaran Alex. 

"Ardo, antarkan aku pulang. Saat ini, Lily pasti sudah sampai rumah. Aku mencemaskannya."

"Baik, aku akan mengantarmu pulang. Oh ya, bagaimana jika Lily mengenalimu?"

"Entahlah, aku tak punya jawaban untuk hal itu. Aku akan mencari jawaban yang tepat dalam perjalanan nanti. Sekarang antarkan aku."

Mereka segera pergi menuju rumah Nicho, tak tahu jika Lily saat ini berada di Rumah sakit.

Rumah Sakit

 "Perut saya bermasalah, entah kenapa? rasanya sedikit mual,” kata Lily, menjelaskan kepada seorang perawat cantik yang berdiri di meja resepsionis.

"Baiklah saya akan mendaftarkan Anda pada Dokter Obgyn. Mohon tunggu sebentar."

Lily duduk menunggu antrian dengan gelisah hingga akhirnya namanya dipanggil. 

"Nona Lily."

"Iya." Lily masuk seorang diri, berjalan ragu menuju kursi pasien.

"Silahkan duduk. Bisa jelaskan, apa keluhan anda, Nona?"

Ketika dokter menanyakan keluhan secara detail, gadis itu terlihat cemas sampai berkeringat.

“Ada apa? Tidak masalah, ceritakan saja apapun keluhan anda.” Dokter Obgyn menyadari ada yang aneh dari gelagat Lily, apalagi keluhan yang dia katakan pertama adalah mual di bagian perut. 

“Kami para dokter punya kode etik. Kita hanya mendengar keluhan pasien. Rahasia atau tidak, semua harus diceritakan agar dokter bisa memberi anda obat yang cocok.”

"Aku mohon, ini jadi rahasia kita berdua, Dokter. Bagaimana?" tanya Lily ragu.

"Tenang, semua rahasia ini pasti aman.”

"Begini Dokter, aku merasakan nyeri pada bagian tubuh bawahku. Ada bercak darah segar di sprei dan aku sama sekali tidak ingat telah melakukan apa? Aku berusaha mengingatnya, namun sama sekali tak ingat," jelas Lily.

"Oh begitu, rupanya."

“Yang ingin aku tanyakan, apakah aku sudah …."

Lily tak sanggup lagi berkata kata. Dokter itu dengan sabar menunggu Lily kembali berkata. 

"Jika benar sudah terjadi hal yang tak kuinginkan, apa aku akan hamil, Dok?” Lily tiba-tiba menangis. “Aku tidak mau hamil anak seseorang yang bahkan aku sendiri tidak mengenalnya, Dok. Tolong aku, Dok, kumohon...”

Dokter Melvin mengangguk paham, "baiklah, tunggu disini sebentar.' Dokter Melvin keluar dan memanggil istrinya yang juga bekerja sebagai dokter kandungan. Dia adalah Evelyn.

Evelyn masuk dan menatap nanar pada sosok Lily. Dia langsung memeluk Lily, memposisikan diri sebagai seorang ibu yang baik.

"Saya paham, kamu berakhir seperti ini karena dijebak. Pengakuan kalau kamu tidak sadar ketika melakukan malam pertama, cukuplah menjelaskan kalau ada seseorang yang berniat buruk padamu."

Setelah menenangkan Lily, Evelyn meminta Lily berbaring dan menanggalkan celananya. "Rileks ya, aku akan memeriksanya."

Evelyn mengambil dan memasukkan suatu alat ke dalam inti tubuh Lily. Mengambil sampel dan memeriksa area tersebut. "Baiklah. Sudah selesai."

Lily bergegas bangun, memakai g string dan duduk kembali di kursi pasien. Dia harus menunggu hasil pemeriksaan yang di bawa ke laboratorium. 

Setelah menunggu hampir satu jam, hasil pemeriksaan Lily kini sudah di tangan Evelyn. Dia duduk dan memandang intens pada pasiennya. "Lily, dengan berat hati aku akan mengatakan, kamu sudah tidak virgin lagi. Selaput dara milikmu sudah robek." 

"A- Apa?"

"Benarkah dokter?" tanya Lily dengan perasaan tak bisa dijelaskan.

Meski sudah mempersiapkan jawaban ini, namun tetap saja Lily syok mendengar penuturan langsung dari Dokter yang memeriksanya.

“Dok, apakah ini benar-benar hasilnya?” Lily semakin cemas, memastikan sekali lagi.

“Iya,” lirih Evelyn. “Ada satu hal yang membuatku berpikir, apa ini termasuk tindak kejahatan atau tidak. Namun, robekan di selaput daramu ini benar-benar normal. Dalam artian, kamu melakukannya atas dasar suka sama suka, mau sama mau.”

"Dok, jangan bercanda!” bentak Lily, dia benar-benar syok mendengar penjelasan Evelyn.

Evelyn paham, Lily sedang dalam fase terendah dalam hidupnya. Dia mencoba tenang agar Lily tetap nyaman berada di dekatnya.

"Jadi, a-aku tidak menolak ketika kejadian itu terjadi?” tanya Lily yang lantas dijawab senyuman dan anggukan oleh Evelyn.

Lily menangis pilu di depan Evelyn. "Aku harus bagaimana sekarang? Aku sudah tidak suci lagi, Dok. Aku jadi perempuan hina. Bahkan, aku saja tidak tahu siapa yang sudah mengambil kehormatanku. Dok, apa gadis sepertiku masih layak disayang?”

Evelyn diam membuat Lily geram.

“Dok, jawab! Apa aku sehina ini sampai Dokter saja enggan untuk menjawab pertanyaanku?!” Semua keresahan Lily dia tumpahkan kepada Evelyn hingga dirinya tenang. 

"Tidak apa apa," jawab Evelyn sambil menepuk nepuk pundak Lily, memberinya kenyamanan dalam pelukan seorang ibu. “Sebagai dokter kandungan, ada banyak sekali fenomena yang terjadi. Apa yang kamu alami, juga dialami ribuan gadis lain.”

Lily tersentak mendengar jawaban Evelyn, detik berikutnya dia kembali menangis. Evelyn melanjutkan kalimat terakhir yang sedari tadi dia tahan. “Satu hal lagi, Lily.”

“Apa, Dok? Jelaskan padaku, sekarang juga!”

“A-ada indikasi kalau ka-kamu …,” Evelyn menahan suaranya, sejenak, dia tidak tega dengan Lily. Tapi, bagaimanapun, hasil tetaplah hasil. “Kamu hamil!”

"Apa?!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status