"Akh!"
Lily merasakan sakit kepala yang begitu hebat datang melanda.
Bukan karena potongan ingatan yang timbul, lebih tepatnya Lily menolak ingatan tentang hal itu. Bagaimana tidak? Ciuman itu membuat kepalanya sakit.
Hiks hiks.
'Lily.'
Nicho melihat Lily terduduk di lantai melalui celah pintu kamar mandi. Ingin sekali menolong Lily yang menangis, namun dia takut ketahuan.
Tak ada alasan yang tepat untuk mendekati Lily. Nicho juga ingin tahu, apa yang sebenarnya Lila rencanakan.
'Kenapa dia menyuruh Lily menggantikan posisinya? tidak, aku tidak akan gegabah. Sabar Nicho,' batin Nicho memikirkan banyak hal, namun tatapannya tak beralih dari adik yang telah ditiduri.
Lily melepas sprei yang membalut tubuhnya.
Gleg.
Nicho seketika meremang, teringat kembali kejadian penuh gairah semalam. Tubuh Lily begitu mulus dan putih seputih salju, sungguh tubuh yang proporsional.
Jika tidak memakai pakaian ketat, orang lain tak akan tahu jika Lily mempunyai tubuh yang begitu indah. Dan Nicho sudah berhasil mengklaim jika Lily adalah miliknya.
Brak!
"Lily, kenapa lama sekali?" Lila tiba-tiba membuka pintu dan membentak Lily. “Cepat turun sebelum rekaman CCTV itu bisa diedit setelah 8 jam!”
"Iya sebentar, aku sedang berganti pakaian.” Lily ingin memastikan kondisinya terlebih dahulu, tapi Lila segera memotong. "Cepatlah!"
Kring kring.
Tiba tiba ponsel Nicho berdering keras. Nicho yang sadar ada telepon masuk, cepat-cepat mematikan dering ponselnya.
"Siapa disana?" ucap Lila.
Lily dan Lila saling pandang.
"Sepertinya ada seseorang di kamar mandi," ucap Lila mendengar jelas ada sesuatu di kamar mandi.
"Aku tak mendengarnya Lila."
Nicho semakin panik, jantungnya berdebar keras, setelah mendengar langkah kaki menuju kamar mandi.
Brakh.
Pintu dibuka lebar, tak ada siapa siapa. Lila melihat shower terjatuh. "Ternyata gagang shower terjatuh."
Tidak ada kecurigaan sedikitpun dalam diri Lila karena dia mengira Lily kemarin tidak sadar menaruh shower itu di tempat yang salah sehingga tersenggol udara hangat yang terhempas dari pengering tangan. Lila masuk dan mulai memasang shower pada tempatnya. Beruntung Nicho cepat bersembunyi di bathup dengan menarik gorden penyekat sehingga dia tidak ketahuan.
“Lila cepatlah, kita tidak punya waktu lagi. Kita juga harus menganalisis kejadian kemarin malam, mencocokkan dengan beberapa tamu yang datang. Ini pasti butuh waktu lama. Aku rasa tubuhku sakit dan butuh istirahat," ajak Lily.
“Benar juga katamu,” lirih Lila. "Ayo pergi!"
Keduanya turun ke lantai satu dan pergi ke ruang CCTV bar. Beberapa kali kejadian itu diulang, tapi tidak ada satupun kamera yang menyorot kamar 16 lantai tiga, kamar yang menjadi saksi hilangnya kesucian Lily.
"Kenapa durasinya pendek sekali? kita harus melihat, berapa lama Alex bersamamu dan keluar dari kamar ini," ucap Lila tak merasa bersalah sedikitpun.
"Apa maksudmu Lila?" Lily tak terima adiknya berkata lugas dan menyakiti hatinya.
"Ah itu, maksudku…" Ucapan Lila menggantung begitu saja.
"Apa CCTV ini rusak? Atau, pihak bar sudah memanipulasinya?” Lila menatap sinis petugas keamanan bar, mengalihkan perkataan konyol yang bisa jadi menyakiti hati Lily tadi.
"Itu tidak mungkin, Lila,” nilai Lily, polos.
“Mungkin saja, pihak bar pasti sudah disuap untuk menghapus rekaman asli dan menggantinya dengan rekaman ketika pria itu sudah keluar dari ruangan! Aku bisa pastikan, Alex telah membayar kalian!”
"Ayo jawab, kalian jangan hanya diam saja!"
Petugas keamanan bernama John hanya mengangkat kedua bahunya. “Entahlah, aku juga tidak tahu. Seingatku, rekaman CCTV tidak bisa dihapus atau dipangkas sebelum delapan jam. Bukannya kau sudah tahu tentang hal itu?”
“Mustahil! CCTV ini pasti sudah diubah!” Lila tetap tidak percaya ucapan John.
“Terserah apa katamu. Aku baru sampai di sini jam lima tadi, sementara yang menjaga CCTV sejak kemarin malam adalah temanku. Jika kau ingin mencari keributan di sini, maka aku tidak segan mengusirmu, sekarang juga!”
“Lila, sudahlah, tenangkan dirimu,” balas Lily. “Mungkin benar kata petugas keamanan. CCTV ini nyata. Pria itu benar-benar cerdas sampai bisa mengelabui CCTV bar.”
"Alex …, sialan!” Lila mendengus kesal.
Lila menuruti omongan Lily dan tak mempermasalahkan kejanggalan pada CCTV tersebut. Tanpa mereka tahu, Nicho telah menyuruh Ardo untuk menghapus rekaman CCTV sebelum dia masuk kamar. Ardo tidak menghapus melainkan memangkas hasil CCTV itu, memperpendek durasinya. Namun, hal itu malah menyebabkan Nicho terkurung di kamar sampai Ardo datang menemuinya nanti.
Tentu, uang yang dihabiskan untuk menyuap petugas keamanan cukuplah mahal, tapi hal itu tidak dipermasalahkan Nicho daripada dia harus ketahuan telah mengambil kesucian Lily, apalagi berdampak pada kehancuran keluarganya nanti.
Nicho sendiri hampir keluar kamar mandi namun diurungkan saat terdengar suara langkah kaki masuk kamar hotel.
"Lily, ini tidak bisa dibiarkan, kamu harus melaporkan Alex agar dia mau mengaku dan bertanggung jawab atas kejahatan yang diperbuat!” Lila mengepalkan tangannya.
"Tidak, belum tentu Alex yang melakukannya."
"Lily, buktinya sudah jelas di sini," ucap Lila, memotong. “CCTV itu pasti sudah direkayasa Alex sebelum dia meninggalkanmu sendirian di sini!”
"Tidak Lila, firasatku mengatakan bukan Alex yang meniduri aku," bohong Lily.
"Apa maksudmu?”
Lila merasa curiga pada kakak kembarnya itu. Tatapan penuh telisik membuat Lily beralih, tak nyaman.
"Entahlah,” Lily menunduk ragu, seketika memasang wajah sedih. “Tolong rahasiakan kejadian ini dari orang tua kita, ya?”
"Tentu, itu pasti jadi aib keluarga. Tapi, sebelumnya, kita harus periksa kandungan untuk mengetahui apakah kamu hamil atau tidak?” jawab Lila, menegakkan kepala Lily dan berkata, “Tapi, berjanjilah juga agar kamu tidak membenciku.”
“Aku tidak pernah benci padamu, Lila, aku hanya syok karena aku tidak menyangka kehormatanku akan diambil semudah itu.” Lily kembali sedih mengingat malam naas yang telah terjadi.
“Oke, sebelum siang, kita harus periksa tentang kehamilanmu dulu.”
“Ti-tidak, tidak mungkin aku hamil!” Lily menggeleng dengan mata berkaca-kaca. “Ini mustahil, Lila, kamu jangan bercanda!?”
“Untuk berjaga-jaga, kita harus memeriksanya dulu.”
"Baiklah."
Mereka mengemasi barang barangnya, meninggalkan Nicho sendirian di kamar mandi.
Akh.
Lily kembali meringis kesakitan pada bagian inti tubuhnya. Berjalan pelan keluar hotel menuju mobil Lila, sementara lelaki yang membuatnya kesakitan hanya bisa memandang nanar kepergiannya.
Lila dan Lily sudah meninggalkan bar dan hal ini menguntungkan bagi Nicho, dia segera mengirim pesan pada Ardo agar menjemputnya. Nicho keluar dari kamar mandi, dilihat sekeliling kamar hotel yang menjadi saksi bisu pergulatan panas yang dilakukan bersama Lily. Nicho melihat bercak darah pada sprei yang tergeletak di lantai, segera memungut, melipat dan berniat membawanya pergi.
Sementara itu, di kamar sebelah. Alex baru saja terbangun, matanya mengerjap dan terbuka lebar saat menyadari dimana dia berada, tubuhnya tanpa sehelai kain pun serta kaki-tangan terikat.
“Brengsek!”
“Brengsek!” rintih Alex. “Aku pasti membalas semua perbuatanmu, aku janji!” Getaran ponsel di saku celana yang berserakan di lantai membuat Alex berusaha keras mengambilnya. Dengan tangan terikat, bisa dipastikan Alex sangat kesulitan mengambil ponsel tersebut. Setelah berusaha sekuat tenaga, akhirnya Alex berhasil mengangkat teleponnya seraya menekan tombol loudspeaker."Halo Boss, sudah semalaman Boss tidak memberi kabar. Apakah semua baik?" Terdengar suara laki-laki yang panik dari ujung telepon."Bagus, akhirnya kamu mencemaskanku. Cepat kesini, bodoh! aku di kamar …, entah dimana aku ini!""Apa? Ba– baik, boss."Tak lama kemudian, anak buah Alex datang dan memanggil-manggil bosnya. Mereka terkejut melihat Alex diikat di kamar mandi tanpa sehelai busana pun. Usai ikatan dilepas, Alex segera menghantam dua anak buahnya dengan satu pukulan.Plak"Dasar kalian, sungguh bodoh!""A– ampun boss!""Ais, sudahlah. Sekarang cari lelaki yang membawa Lila-ku keluar hotel ini. Cepat periksa
Lila diminta masuk oleh Evelyn setelah Lily pingsan mendengar kabar kehamilannya. Evelyn menasehati Lila agar dia tetap mendampingi Lily, apapun keadaannya. Evelyn juga menjelaskan kalau Lily sedang berada di fase terendah dalam hidupnya. Jika dia tidak didampingi, ditakutkan kondisi Lily semakin memburuk, bahkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan lagi."Bulan depan, bawa Lily kembali ke sini ya .... Kita lihat perkembangan pada fisik dan psikisnya. Kuatkan dia, apapun yang terjadi! Jangan sampai Lily sendirian, apalagi sampai dia depresi.” Evelyn memeluk Lila yang pipinya sudah dibanjiri air mata."Terima kasih Dokter, Anda sudah menghubungiku karena kondisi Lily pingsan tadi."Evelyn mengangguk dan tersenyum. "Kamu mau janji sama Dokter untuk menemani Lily, kan?” Evelyn bertanya halus.“I-ini semua salahku, Dok! Aku yang memintanya masuk ke bar untuk menggantikanku, saudara kembarnya. Aku yang salah. Aku yang harusnya menderita. Tapi, kenapa Lily yang malah jadi korban? Kenapa, D
Alex tercengang mendengar kalimat yang keluar dari Lila. “Saudara Kembar?” tanyanya memastikan jika tak salah dengar.Lila memutar bola mata jengah. Duduk di Sofa dan meminum segelas air dingin.“Dia memang jarang di ekspos majalah dan infotainment tapi dia aktif di sosial media. Dia begitu berbanding terbalik denganku. Aku sampai merasa mual dengan cara berpakaiannya yang serba tertutup,” ejek Lila.Tangan Alex mengepal. Dia berusaha mencerna baik baik apa yang dijelaskan Lila. “Jadi, kau mencoba menipuku?” teriak Alex marah dan mencekik leher jenjang sang kekasih.“Tolong …, Lepaskan aku. Akh.”Lila berusaha melepas cengkraman tangan Alex dan memukul mukulnya sekuat tenaga.“Mati saja kau bitch. Berani sekali membohongiku.”Alex semakin kuat mencengkram leher Lila namun setan jahat menyuruhnya berhenti.‘kenapa juga aku harus membunuhnya? Bukankah menikmati tubuhnya lebih nikmat daripada membunuhnya,' bisik setan dalam diri Alex.Uhuk, uhuk, uhuk.Alex melepas cekikan di leher Lila.
"Alea," bentak Dion tak suka."Maaf sayang, tapi aku begitu menginginkannya? Kita sudah satu minggu tak bertemu. Aku merindukan belaianmu." Alea mengalungkan kedua lengannya pada leher Dion. Menghirup aroma mint yang membuatnya candu. Mereka adalah partner ranjang yang cocok dan Dion tak pernah menolak ajakannya. Namun sekarang, Dion tiba tiba saja menolak dan Alea harus tahu alasannya. "Katakan, siapa yang menghubungimu? Setelah itu aku akan melepasmu.""Nicho. Ya, Nicho yang menghubungiku. Dia meminta aku mencari data pribadi dari seseorang.""Seseorang? Siapakah itu?""Rahasia." Dion melepas pelukan Alea dan memicingkan mata tajamnya. "Aku sudah memberitahumu, sekarang pergilah!""Tidak mau."Dion sangat marah dengan sikap keras kepala Alea. Mata hitam itu menatapnya seperti seekor elang yang siap menerkam mangsanya membuat wanita berpakaian seksi itu langsung ketakutan. Dengan enggan, Alea pergi meninggalkan tamu langganannya. Dion sendiri segera pergi menuju apartemennya, bernia
Dalam keadaan takut dan panik, Lily mencoba sekuat tenaga berontak. 'Tolong, tolong!'MmphSuara Lily tercekat di tenggorokan akibat mulutnya yang dibungkam. Tangannya segera diikat agar tak memberontak lagi. "Cepat urus wanita ini agar Diam. Aku akan menghubungi Bos," perintah ketua bodyguard Alex."Halo, Boss Alex. Kami membawa wanita yang Anda inginkan.""Kalian sungguh hebat. Tak sia sia aku langsung terbang kemari," ucap Alex di seberang. Dari suara, tampak sekali jika dia sangat bahagia. "Segera bawa ke tempatku."Lily melotot, tubuhnya gemetar saat mendengar percakapan melalui telepon itu. Dia sangat takut saat ini, mengingat Alex-lah yang memberinya obat laknat malam itu. Ya, Alex yang menyuruh tiga anak buahnya untuk menculik Lily. Dengan menculiknya, diharapkan lelaki yang bersama Lily datang untuk menolongnya.Tak butuh waktu lama, anak buah Alex dan Lily sudah tiba. Segera dihadapkan pada seorang lelaki yang kini duduk di kursi kebesarannya. Asap mengepul dari bibir, menam
Setelah melarikan diri dari kejaran polisi, Alex menghubungi Lila dan berharap bisa bertemu kekasihnya. [Halo Lila, kamu di mana? Aku ada di Kanada. Temui aku sekarang.][Halo. Halo.]Suasana sangat berisik karena Lila berada di Club malam.[Maaf aku tak mendengarmu Alex. Suasana di sini sangat ramai.][Halo Lila, halo!?]Tut. Tut.Lila menutup panggilan Alex dan ingin segera pergi dari tempat tersebut. Dirinya berbohong tak mendengar Alex padahal Lila sangat takut jika bertemu Alex."Jenny bolehkah aku tidur di apartemenmu malam ini?" tanya Lila pada temannya Clubing saat ini."Em, boleh. Kebetulan pacarku di luar kota. Jadi aku ada teman jika kamu menginap.""Baiklah kalau begitu ayo kita pergi sekarang!"Mereka meninggalkan Club. Lila mengaktifkan sim card 2 yang hanya di ketahui Alex sedangkan sim card yang biasa digunakan tak diaktifkan agar Lily dan keluarga tak mengganggu kegiatannya. Malam ini dia ingin bersenang senang namun semua gagal karena panggilan dari Alex.Sedangkan
Di sudut ruangan, seorang gadis duduk di bangku bar, merasa tidak nyaman dengan suasana yang penuh kegaduhan dan suasana hiruk-pikuk di dalam bar."Dimana kamu, Alex?" Gadis itu terus berbicara sendiri, mencari-cari kehadiran Alex, kekasihnya. "Aku sudah menunggu dari satu jam tadi, apakah Alex mempermainkanku?!"Dia adalah Lily Charoline, gadis cantik dan lekuk tubuh indah, apalagi matanya berwarna coklat hazel. Kekesalan itu semakin nampak ketika seseorang tiba-tiba memeluknya dari belakang. Dia reflek berdiri, ingin memukul orang itu karena telah lancang. Tapi begitu melihat wajahnya, dia langsung tersenyum."Lila sayang, kenapa kau menghindariku?" Alex membalas senyum Lila. “Aku bukan orang asing. Aku Alex, kekasihmu. Kenapa kau ingin memukulku?”"Ma-maaf, aku hanya terkejut.” Lila dan Alex berdiri berhadapan. “Aku sudah menunggu satu jam lebih, apa ini caramu minta maaf?” "Ciuman kerinduan," ucap Alex setelah mencium kening Lila sambil menatap intens wajah Lila. “Apa ini cukup u
“Sialan, apa maumu?” Alex tetap melawan walau kepala dan perutnya terasa sakit.“Apa mauku? Yang kumau hanya menyingkirkan laki-laki brengsek sepertimu!” Pria itu melayangkan pinggiran telapak tangannya ke leher kanan Alex, membuat Alex pingsan seketika. Segera, dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi asisten pribadinya.[Halo Ardo, singkirkan lelaki di depan kamar hotel nomor 16, sekarang!][Baik Tuan.]Ardo menyeret Alex ke kamar sebelah, mengikat tangan dan kakinya di kamar mandi, lalu menguncinya dari luar.Sedangkan pria tadi, dia melihat Lily dan sempat terbuai. Beberapa kali dia menelan saliva, tapi dia sadar, laki-laki sejati tidak pernah memanfaatkan wanita karena keadaan.Gleg.Ada gelenyar aneh menyeruak di dirinya.“Sialan, kenapa tubuhnya begitu elok?! Arghh, aku juga laki-laki normal. Brengsek, kenapa? Kenapa dia sangat menggoda?!”Dengan penuh kehati- hatian, lelaki itu berniat membenarkan kembali pakaian Lily namun tangannya tak sengaja menyentuh pundak Lily. Nafsunya