“Sialan, apa maumu?” Alex tetap melawan walau kepala dan perutnya terasa sakit.
“Apa mauku? Yang kumau hanya menyingkirkan laki-laki brengsek sepertimu!” Pria itu melayangkan pinggiran telapak tangannya ke leher kanan Alex, membuat Alex pingsan seketika. Segera, dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi asisten pribadinya.
[Halo Ardo, singkirkan lelaki di depan kamar hotel nomor 16, sekarang!]
[Baik Tuan.]
Ardo menyeret Alex ke kamar sebelah, mengikat tangan dan kakinya di kamar mandi, lalu menguncinya dari luar.
Sedangkan pria tadi, dia melihat Lily dan sempat terbuai. Beberapa kali dia menelan saliva, tapi dia sadar, laki-laki sejati tidak pernah memanfaatkan wanita karena keadaan.
Gleg.
Ada gelenyar aneh menyeruak di dirinya.
“Sialan, kenapa tubuhnya begitu elok?! Arghh, aku juga laki-laki normal. Brengsek, kenapa? Kenapa dia sangat menggoda?!”
Dengan penuh kehati- hatian, lelaki itu berniat membenarkan kembali pakaian Lily namun tangannya tak sengaja menyentuh pundak Lily. Nafsunya kembali meningkat. Pelan-pelan dia menikmati sentuhan itu, semakin ke bawah hingga ke bagian sedikit berisi di atas perut.
"Alex sialan, jangan sentuh aku! Aku tidak akan memberikan tubuhku ke pria bajingan sepertimu!" pekik Lily.
Laki-laki itu terjengkang dan mengambil jarak. Dia takut Lily berpikir macam-macam tentang dirinya. "Li-Lily, maafkan aku. Aku tidak bermaks-“
“Ka-kamu...” Lily menatap pria itu, penuh harap.
"Kamu?!" ucap Lily terkejut melihat Nicho di depannya. Ya, lelaki itu adalah Nicho, kakak Lily yang lebih tepatnya disebut kakak angkat.
Nicho segera menarik selimut untuk menutupi tubuh polos Lily. "Tutup tubuhmu dan segera pakai bajumu." Baru ditangkupkan selimut tersebut, Lily menolak.
"Aku tidak mau," ucap Lily membuangnya kasar selimut dan menatap nanar pada Nicho. Begitu kuat efek serbuk sialan di tubuh Lily. Dia bergerak sesuai nalurinya, akal pikiran tak bisa lagi membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
"Aah, aku tak tahan lagi, tolong aku… aku mohon?"
Nicho terpaku atas ucapan Lily, memandang sayu manik mata coklat hazel di depannya. Dia tak menyangka, Lily yang dikenal polos bisa berubah seperti wanita malam hanya karena meminum serbuk sialan itu.
"No, no Lily. Kita saudara, aku kakakmu. Sadarlah, kamu terpengaruh obat…"
Lily bergerak dengan kacau, merasakan tubuhnya panas, hasratnya membludak ingin segera disalurkan. Tiba- tiba Lily melakukan hal yang tak pernah dibayangkan oleh Nicho, menarik tubuhnya dan mengikis jarak diantara mereka.
Awalnya Nicho bisa bertahan namun Lily terus melakukan keagresifan di ambang batas wajar. Bahkan Lily tak segan-segan membawa tangan Nicho untuk menyentuhnya. Bukankah selama ini Nicho menyukai Lily?
Runtuh sudah pertahanan lelaki yang normal ini.
Nicho mulai membalas ciuman Lily, menikmati rasa yang baru kali ini mereka lakukan. Rasa baru dan pengaruh serbuk sialan yang membuat Lily menginginkan lebih.
'Persetan dengan hubungan ini, kamu bukan saudara kandungku jadi tidak apa- apa kan aku melakukannya? Aku mencintaimu Lily dan aku akan bertanggung jawab,' batin Nicho.
Dengan gerakan cepat Lily mulai melepas jaket Nicho, membuka paksa kemeja sampai kancing baju bagian atas terlepas dan terjatuh di lantai. Dibuang kasar kemeja itu dan terus agresif, membuat Nicho semakin menikmati rasa yang membuatnya mabuk kepayang.
"Apa kamu begitu menginginkannya, Lily? apa kamu tak akan menyesal?"
Lily menggeleng mantap, tak peduli apapun saat ini. Dia begitu Ingin menuntaskan hasrat yang terpendam. Begitu kuat efek dari obat laknat itu, Lily yang awalnya tak tahu tentang bercinta tiba- tiba saja berubah seperti wanita yang haus akan belaian.
Nicho segera menggendong Lily ala bridal, membaringkan tubuhnya di ranjang empuk yang sebentar lagi menjadi saksi pergolakan adik kakak ini. "Maafkan aku Lily, Aku mencintaimu," ucap Nicho sebelum benar- benar melakukan penyatuan.
Akal dan logikanya sudah hilang tertutupi oleh hasrat bercinta, ingin segera merasakan nikmatnya memadu kasih. Malam itu menjadi saksi bisu atas jeritan dan desahan dua anak manusia yang menguar mengiringi penyatuan pertama mereka.
Nicho merasakan bahagia sekaligus sedih. Bahagia bisa melakukannya dengan gadis yang dia sukai. Sedih karena telah melakukannya di bawah pengaruh obat. Entah bagaimana reaksi Lily saat dia sadar nanti?
Lalu bagaimana hubungan mereka setelah ini?
Setelah pergulatan panjang malam ini, Nicho menjadi gusar dan takut.
Dikecup lama kening Lily. Satu hal yang pasti, dia harus bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan kepada Lily. Mereka pun terlelap setelah kehabisan tenaga, tidur saling memeluk penuh cinta.
****
Sinar matahari menerobos masuk melalui jendela transparan di hotel tempat Lily kini berada. Nicho terbangun dan menutupi wajah Lily dengan wajahnya, menghalau sinar yang masuk karena silau.
"Pagi, adikku sayang," ucap Nicho hendak menyentuh pipi Lily namun suara seseorang diluar sana menghentikannya.
"Cepat buka pintunya! Aku akan membayar berapapun yang kamu minta, cepat!"
Suara itu membuat Nicho gugup dan panik. Hal yang terlintas saat ini adalah kamar mandi, Nicho segera mengambil seluruh pakaiannya dan berlari masuk serta memakai pakaiannya.
Ceklek.
Pintu Hotel terbuka, menampilkan wanita berwajah serupa berjalan menuju ranjang dan membangunkan Lily.
"Lily, bangun Lily?!" Wanita itu terkejut saat melihat pundak Lily terekspos dan bagian lainnya tertutupi selimut. Digoyang goyangkan tubuh Lily hingga tersadar.
"Lila," ucap Lily ketika membuka mata. Wanita itu tak lain adalah Lila, saudara Lily.
Dilihat dari ranjang yang berantakan, Lila sudah bisa menebak jika telah terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan. "Lily, ada apa ini?" tanya Lila menggoyangkan tubuh kakaknya lagi.
"Lila, aku…" Lily menggantung kalimatnya bingung dan mencoba untuk duduk. "Awh sakit."
Lily meringis merasakan sakit pada bagian bawah tubuhnya, reflek Lily membuka selimut di dadanya dan sungguh syok melihat tubuhnya tak berpakaian sama sekali. "Oh God, apa yang terjadi?"
"Harusnya aku yang bertanya padamu?"
"Maaf Lila, aku tak tahu apa yang terjadi padaku, aku… aduh!" Lily mengerang kesakitan, merasakan pusing hebat disertai nyeri di seluruh tubuhnya.
"Lily, jangan bilang kamu telah melakukannya dengan Alex?"
"Alex?"
Lily mencoba mengingat ingat kejadian tadi malam dimana Alex memberi minuman lemon kepadanya. "Mungkinkah?" tanya Lily ragu pada diri sendiri. "No, no." Lily berteriak kencang menolak prasangkanya sendiri.
Nicho yang ada di kamar mandi mendengarkan dengan seksama semua percakapan adik kembarnya. Untungnya Nicho segera bersembunyi saat pintu hampir dibuka sehingga Lila juga tak sempat melihatnya.
"Ini pasti ulah Alex," teriak Lila marah.
"No, Lila itu tidak mungkin," tolak Lily sambil menggenggam erat sprei yang membelit tubuhnya.
"Kalau bukan Alex, lalu siapa? Pria hidung belang?" tuduh Lila membuat Nicho melotot marah.
'Aku orangnya Lila, akulah orang yang mengambil mahkota paling berharga milik Lily,' jawab Nicho. Namun mereka tak dapat mendengarnya karena Nicho hanya menjawab dalam hatinya saja.
Lily mencoba mengingat kembali kejadian semalam, namun dia sama sekali tak ingat apapun. Begitu hebat obat yang Alex berikan hingga Lily tak ingat sama sekali betapa ganas permainan ranjangnya pada Nicho tadi malam.
"Bagaimana kalau kita lihat rekaman CCTV hotel?" ucap Lily ragu.
"Itu bukan ide yang buruk. Aku akan ke pusat pelayanan hotel ini," Lila berjalan keluar sambil berkata, "sekarang kamu cepat pakai pakaianmu!"
Lily mulai mengambil pakaian yang berserakan di lantai dan menemukan kancing berinisial M tergeletak di lantai. Mencoba mengingat-ingat lagi, sekelebat ciuman dan bagaimana kancing itu terlepas, semuanya menari indah di otak Lily.
"Akh."
Apa yang terjadi pada Lily?
"Akh!"Lily merasakan sakit kepala yang begitu hebat datang melanda. Bukan karena potongan ingatan yang timbul, lebih tepatnya Lily menolak ingatan tentang hal itu. Bagaimana tidak? Ciuman itu membuat kepalanya sakit.Hiks hiks.'Lily.'Nicho melihat Lily terduduk di lantai melalui celah pintu kamar mandi. Ingin sekali menolong Lily yang menangis, namun dia takut ketahuan.Tak ada alasan yang tepat untuk mendekati Lily. Nicho juga ingin tahu, apa yang sebenarnya Lila rencanakan. 'Kenapa dia menyuruh Lily menggantikan posisinya? tidak, aku tidak akan gegabah. Sabar Nicho,' batin Nicho memikirkan banyak hal, namun tatapannya tak beralih dari adik yang telah ditiduri. Lily melepas sprei yang membalut tubuhnya.Gleg.Nicho seketika meremang, teringat kembali kejadian penuh gairah semalam. Tubuh Lily begitu mulus dan putih seputih salju, sungguh tubuh yang proporsional.Jika tidak memakai pakaian ketat, orang lain tak akan tahu jika Lily mempunyai tubuh yang begitu indah. Dan Nicho suda
“Brengsek!” rintih Alex. “Aku pasti membalas semua perbuatanmu, aku janji!” Getaran ponsel di saku celana yang berserakan di lantai membuat Alex berusaha keras mengambilnya. Dengan tangan terikat, bisa dipastikan Alex sangat kesulitan mengambil ponsel tersebut. Setelah berusaha sekuat tenaga, akhirnya Alex berhasil mengangkat teleponnya seraya menekan tombol loudspeaker."Halo Boss, sudah semalaman Boss tidak memberi kabar. Apakah semua baik?" Terdengar suara laki-laki yang panik dari ujung telepon."Bagus, akhirnya kamu mencemaskanku. Cepat kesini, bodoh! aku di kamar …, entah dimana aku ini!""Apa? Ba– baik, boss."Tak lama kemudian, anak buah Alex datang dan memanggil-manggil bosnya. Mereka terkejut melihat Alex diikat di kamar mandi tanpa sehelai busana pun. Usai ikatan dilepas, Alex segera menghantam dua anak buahnya dengan satu pukulan.Plak"Dasar kalian, sungguh bodoh!""A– ampun boss!""Ais, sudahlah. Sekarang cari lelaki yang membawa Lila-ku keluar hotel ini. Cepat periksa
Lila diminta masuk oleh Evelyn setelah Lily pingsan mendengar kabar kehamilannya. Evelyn menasehati Lila agar dia tetap mendampingi Lily, apapun keadaannya. Evelyn juga menjelaskan kalau Lily sedang berada di fase terendah dalam hidupnya. Jika dia tidak didampingi, ditakutkan kondisi Lily semakin memburuk, bahkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan lagi."Bulan depan, bawa Lily kembali ke sini ya .... Kita lihat perkembangan pada fisik dan psikisnya. Kuatkan dia, apapun yang terjadi! Jangan sampai Lily sendirian, apalagi sampai dia depresi.” Evelyn memeluk Lila yang pipinya sudah dibanjiri air mata."Terima kasih Dokter, Anda sudah menghubungiku karena kondisi Lily pingsan tadi."Evelyn mengangguk dan tersenyum. "Kamu mau janji sama Dokter untuk menemani Lily, kan?” Evelyn bertanya halus.“I-ini semua salahku, Dok! Aku yang memintanya masuk ke bar untuk menggantikanku, saudara kembarnya. Aku yang salah. Aku yang harusnya menderita. Tapi, kenapa Lily yang malah jadi korban? Kenapa, D
Alex tercengang mendengar kalimat yang keluar dari Lila. “Saudara Kembar?” tanyanya memastikan jika tak salah dengar.Lila memutar bola mata jengah. Duduk di Sofa dan meminum segelas air dingin.“Dia memang jarang di ekspos majalah dan infotainment tapi dia aktif di sosial media. Dia begitu berbanding terbalik denganku. Aku sampai merasa mual dengan cara berpakaiannya yang serba tertutup,” ejek Lila.Tangan Alex mengepal. Dia berusaha mencerna baik baik apa yang dijelaskan Lila. “Jadi, kau mencoba menipuku?” teriak Alex marah dan mencekik leher jenjang sang kekasih.“Tolong …, Lepaskan aku. Akh.”Lila berusaha melepas cengkraman tangan Alex dan memukul mukulnya sekuat tenaga.“Mati saja kau bitch. Berani sekali membohongiku.”Alex semakin kuat mencengkram leher Lila namun setan jahat menyuruhnya berhenti.‘kenapa juga aku harus membunuhnya? Bukankah menikmati tubuhnya lebih nikmat daripada membunuhnya,' bisik setan dalam diri Alex.Uhuk, uhuk, uhuk.Alex melepas cekikan di leher Lila.
"Alea," bentak Dion tak suka."Maaf sayang, tapi aku begitu menginginkannya? Kita sudah satu minggu tak bertemu. Aku merindukan belaianmu." Alea mengalungkan kedua lengannya pada leher Dion. Menghirup aroma mint yang membuatnya candu. Mereka adalah partner ranjang yang cocok dan Dion tak pernah menolak ajakannya. Namun sekarang, Dion tiba tiba saja menolak dan Alea harus tahu alasannya. "Katakan, siapa yang menghubungimu? Setelah itu aku akan melepasmu.""Nicho. Ya, Nicho yang menghubungiku. Dia meminta aku mencari data pribadi dari seseorang.""Seseorang? Siapakah itu?""Rahasia." Dion melepas pelukan Alea dan memicingkan mata tajamnya. "Aku sudah memberitahumu, sekarang pergilah!""Tidak mau."Dion sangat marah dengan sikap keras kepala Alea. Mata hitam itu menatapnya seperti seekor elang yang siap menerkam mangsanya membuat wanita berpakaian seksi itu langsung ketakutan. Dengan enggan, Alea pergi meninggalkan tamu langganannya. Dion sendiri segera pergi menuju apartemennya, bernia
Dalam keadaan takut dan panik, Lily mencoba sekuat tenaga berontak. 'Tolong, tolong!'MmphSuara Lily tercekat di tenggorokan akibat mulutnya yang dibungkam. Tangannya segera diikat agar tak memberontak lagi. "Cepat urus wanita ini agar Diam. Aku akan menghubungi Bos," perintah ketua bodyguard Alex."Halo, Boss Alex. Kami membawa wanita yang Anda inginkan.""Kalian sungguh hebat. Tak sia sia aku langsung terbang kemari," ucap Alex di seberang. Dari suara, tampak sekali jika dia sangat bahagia. "Segera bawa ke tempatku."Lily melotot, tubuhnya gemetar saat mendengar percakapan melalui telepon itu. Dia sangat takut saat ini, mengingat Alex-lah yang memberinya obat laknat malam itu. Ya, Alex yang menyuruh tiga anak buahnya untuk menculik Lily. Dengan menculiknya, diharapkan lelaki yang bersama Lily datang untuk menolongnya.Tak butuh waktu lama, anak buah Alex dan Lily sudah tiba. Segera dihadapkan pada seorang lelaki yang kini duduk di kursi kebesarannya. Asap mengepul dari bibir, menam
Setelah melarikan diri dari kejaran polisi, Alex menghubungi Lila dan berharap bisa bertemu kekasihnya. [Halo Lila, kamu di mana? Aku ada di Kanada. Temui aku sekarang.][Halo. Halo.]Suasana sangat berisik karena Lila berada di Club malam.[Maaf aku tak mendengarmu Alex. Suasana di sini sangat ramai.][Halo Lila, halo!?]Tut. Tut.Lila menutup panggilan Alex dan ingin segera pergi dari tempat tersebut. Dirinya berbohong tak mendengar Alex padahal Lila sangat takut jika bertemu Alex."Jenny bolehkah aku tidur di apartemenmu malam ini?" tanya Lila pada temannya Clubing saat ini."Em, boleh. Kebetulan pacarku di luar kota. Jadi aku ada teman jika kamu menginap.""Baiklah kalau begitu ayo kita pergi sekarang!"Mereka meninggalkan Club. Lila mengaktifkan sim card 2 yang hanya di ketahui Alex sedangkan sim card yang biasa digunakan tak diaktifkan agar Lily dan keluarga tak mengganggu kegiatannya. Malam ini dia ingin bersenang senang namun semua gagal karena panggilan dari Alex.Sedangkan
Lily mendengar ucapan Nicho meski samar, untuk itulah Lily menanyakannya."Ah, tidak apa apa. Aku hanya berharap kamu baik baik saja, Lily.""Oh begitu."Seminggu berlalu.Ujian telah selesai, Lily dan Lila memutuskan untuk kembali ke Amerika. Selama satu minggu Nicho menghindar, tak menemui kedua adiknya membuat Lily sedikit tenang dan fokus menjalani ujian. Namun, hal ini membuat Nicho sungguh tersiksa. Dia tak bisa menggapai wanita yang disukai walau hanya memandang sejenak. Semua ini harus dia lakukan demi kebaikan bersama mengingat Lily seperti menjaga jarak darinya.Tiap malam Nicho memimpikan kenangan indah satu malamnya dengan Lily. Dia harus terbangun di tengah malam dengan keringat membanjiri dan basah pada bagian tubuh bawahnya. Semua seperti nyata, tak ayal tiap tengah malam Nicho selalu mandi air dingin untuk menetralkanya. Rasa itu benar benar membuat candu dan begitu menyiksa. Ingin sekali dia melampiaskan pada wanita di club malam namun kembali dia memikirkan Lily. Cuk
"Benarkah seperti itu, Kak?"Cella mengangguk dan menatap Lily intens. "Kamu tahu Lily, siapakah wanita yang dicintai Nicho?"Lily menggeleng pelan."Aku sungguh penasaran dengannya dan ingin belajar banyak darinya," imbuh Cella."Be-belajar darinya?" tanya Lily mengulangi perkataan Cella."Iya, aku ingin belajar tentang perjuangan cinta wanita itu kepada Nicho. Bagaimana dia bisa meluluhkan hati seorang Nicho dan membuatnya tak mampu berpaling kepada wanita lain."Lily terdiam, berusaha mencerna semua ucapan Cella. Baginya wanita ini sungguh baik hati dan apa yang diucapkan sangat tulus."Baiklah Lily, aku harus kembali bekerja," ucap Cella membuyarkan lamunan Lily."Ah iya, terima kasih atas waktunya."Lily berpikir untuk melakukan video call dengan Nicho.Tut, tut, tut.[Halo sayang]Ucapan serak Nicho menyapa, dirinya baru bangun tidur dengan telanjang dada. Khawatir Lily mengetahui lukanya, Nicho segera menelungkupkan dadanya di atas bantal.[Kak, ya ampun! Kamu baru bangun tidur
"Benarkah seperti itu, Kak?"Cella mengangguk dan menatap Lily intens. "Kamu tahu Lily, siapakah wanita yang dicintai Nicho?"Lily menggeleng pelan."Aku sungguh penasaran dengannya dan ingin belajar banyak darinya," imbuh Cella."Be-belajar darinya?" tanya Lily mengulangi perkataan Cella."Iya, aku ingin belajar tentang perjuangan cinta wanita itu kepada Nicho. Bagaimana dia bisa meluluhkan hati seorang Nicho dan membuatnya tak mampu berpaling kepada wanita lain."Lily terdiam, berusaha mencerna semua ucapan Cella. Baginya wanita ini sungguh baik hati dan apa yang diucapkan sangat tulus."Baiklah Lily, aku harus kembali bekerja," ucap Cella membuyarkan lamunan Lily."Ah iya, terima kasih atas waktunya."Lily berpikir untuk melakukan video call dengan Nicho.Tut, tut, tut.[Halo sayang]Ucapan serak Nicho menyapa, dirinya baru bangun tidur dengan telanjang dada. Khawatir Lily mengetahui lukanya, Nicho segera menelungkupkan dadanya di atas bantal.[Kak, ya ampun! Kamu baru bangun tidur?
Seorang wanita mendekati Nicho dengan anggun, membungkukkan tubunya membuat belahan dadanya terlihat jelas dan tak bisa di hindari.Nicho mendongak, tak menyangka jika wanita di depannya itu sungguh berani mengganggunya."Bisakah Anda menjauh dariku nona Jessy."Jessy kembali berdiri."Ah maaf sekali jika membuatmu terganggu tuan Nicho."Nicho mengalihkan pandangan, menatap keluar jendela pesawat membuat Jessy merasa diacuhkan.'Bagaimana caranya agar aku bisa menggapaimu, Nicho,' batin Jessy mengeluh.Dia berjalan menjauh membuat Nicho meliriknya sekilas, tak peduli dengan perasaan sakit yang di rasakan Jessy.Saat ini di hati Nicho hanya ada Lily seorang, tak ada wanita lain dan tak akan pernah ada.Di sisi lain, Marco kembali ke perusahaan setelah mengantar Catlyn pulang. Dia tak sempat masuk Rumah karena ada meeting penting saat ini."Lily, Lila. Mommy pulang."Lily segera berlari menemui sang ibu sedangkan Lila berjalan si belakang Lily."Mommy, kenapa tak membangunkanku untuk men
"Masturbasi."Lily mengulang ucapan sang ibu. Ya, Catlyn pikir, Lily melakukan masturbasi untuk mencapai kepuasan tanpa adanya pasangan. Catlyn memandang intens Lily, memikirkan suatu cara mengatasi masalah ini."Lily, bagaimana jika aku menikahkanmu saja, seperti Lila dan Alex . Dan kalian menikah bersama, bagaimana?"Lily menunduk, menggigit bibir bawahnya. Dirinya ingin sekali menceritakannya kepada Catlyn, tapi entahlah, Lily tak sanggup mengatakannya.Catlyn menepuk pudak Lily. "Sudahlah Lily, sekarang kamu tidurlah! Mommy juga akan kembali tidur.” Catlyn beranjak sambil berkata, "ingat Lily, jangan diulangi lagi ya?"Lily mengangguk paham membuat Catlyn pergi meninggalkan ruangan tersebut.Di sisi lain Nicho berjalan mondar mandir di kamarnya. Rasa takut ketahuan, takut Lily di interograsi macam-macam oleh ibunya. Duduk lalu berdiri, berjalan kesana kemari tanpa arah yang jelas."Drrt, drrt."Getaran ponsel di atas nakas mengagetkan Nicho. Segera diambil dan dibaca pesan yang ba
Lily berbaring seorang diri di atas ranjang, bergerak ke kanan dan ke kiri, merasa resah atas sikapnya sendiri. Berkali-kali Lily menoleh jam dinding, degup jantungnya tiba tiba cukup cepat, ada rasa gugup di dalam diri.'Sudah pukul 10.00 malam, bagaimana jika kak Nicho benar- benar ke sini?' batin Lily.Dirinya terus menunggu dengan gelisah.1 jam kemudian.2 jam kemudian.Nicho belum juga muncul membuat Lily menyerah dan berpikir jika Nicho tak akan datang padanya.Pukul 01.00 dini hari.Krekh.Seorang lelaki masuk dari pintu jendela yang tak dikunci. Siapa lagi jika bukan Nicho. Dia baru bisa menemui Lily saat ini karena harus menunggu orang tuanya tidur terlebih dahulu. Kebetulan sekali Marco dan Catlyn baru saja beranjak tidur setengah jam yang lalu.Nicho mendekati Lily yang terlelap di ranjangnya. Memandang wajah teduh nan mempesona bak putri di negeri dongeng. Di kecup kening, kedua mata, hidung dan bibirnya membuat si pemilik terusik dan membuka mata."Kakak.""Kamu sudah ti
Siapakah yang datang?Tamu yang sengaja di undang Marco adalah Alex. Ya, lelaki yang paling di benci Lila, bahkan Marco juga tak suka kepadanya. Namun, dia harus menekan rasa tak suka itu."Selamat malam semua," ucap Alex dengan sopan."Daddy, kenapa kamu mengundang dia?" tanya Lila kesal."Mari silahkan duduk," ucap Marco tak menghiraukan ucapan Lila."Terima kasih."Alex memilih duduk di samping Lila namun baru mendekat Lila berdiri."Daddy aku tak mau makan!" ucap Lila ingin pergi."Lila, duduk!"Tatapan dan suara bariton Marco berhasil membuat siapa saja ketakutan."Ayo kita makan malam bersama."Mereka mulai berdoa dan makan dalam keheningan malam, hanya terdengar dentingan sendok, garpu yang beradu.Alex dengan sopan makan, tak seperti Alex si "Bar bar, tak tahu malu dan sesuka hati".Selama ini hidup di lingkungan mewah membuat Alex tak memperdulikan tata krama dan etika bersilaturahmi. Namun jauh di dalam hatinya, dia tahu dan mengerti aturan itu. Hanya butuh penempatan saat me
Marco memandang lekat manik mata Nicho , berharap jika sang anak tak berbohong. "Mengenai anak perempuan Bastian, kenapa kamu menidurinya Nicho?""Apa?"Nicho terkejut bukan main, sontak menggeleng kuat."No dad, No," kilah Nicho ."Aku tak pernah menyentuhnya. Dia ada datang menemuiku dengan keadaan telanjang, tapi aku tak meresponnya dan pergi dari tempat menyeramkan itu. Siapa yang tahu jika dia tidur dengan orang lain?""Jadi kamu tak mengakuinya?’"Tentu saja, tidak."'Aku yakin yang meniduri Zoya adalah kamu Dilon,' batin Nicho merasa kesal. Dirinya tak menyangka jika di jadikan kambing hitam oleh sahabatnya sendiri.Marco mendekat dan menepuk pundak Nicho ."Nicho, lebih baik kamu ke Kanada. Saat ini kehadiranmu dipertanyakan semua orang. Berita Lila akan tersebar dan mereka tak akan membiarkanmu lari. Belum lagi jika Bastian mengirim anak buahnya untuk menghancurkanmu. Aku tak akan rela jika anak anakku tersakiti."Nicho mengangguk paham, saat ini yang terpenting adalah mengiku
Tatapan Marco tertuju pada nama "Bastian" di layar ponselnya."Ini …"[Halo.][Halo, Kak Marco.][Ada angin apa kamu menghubungiku?][Nicho sudah besar ya, Kak? Sampai dia ke sini, aku tak sadar jika dia anakmu.]Marco tak mengerti apa yang Bastian katakan.[Apa maksudmu?][Dia datang ke sini dan mengorek informasi rahasia restauranku. Dia juga mendekati anakku dan tidur bersamanya.][Apa?]Marco melotot, dirinya tak pernah membayangkan jika Nicho akan membuat kerusuhan seperti itu.[Aku tahu kamu pasti bingung tapi untuk jelasnya tanyakan langsung kepada Nicho .][Maaf, aku tidak akan mem-]"Tut, tut, tut."Panggilan berakhir.Marco ingin menangis saja. Kenapa masalah ini terus melanda keluarganya? Rasanya seperti batu besar yang menghimpit tubuhnya dan membuatnya sesak."Ya Tuhan," keluh Marco.Dirinya bukan putus asa namun lebih mengacu pada ungkapan lelahnya.Terdengar suara mobil dari luar. Marco segera melihat siapa yang datang. Mereka tak lain adalah Catlyn, Nicho dan Lily.Cat
Pyaar!Alex menyeret taplak berisi makanan dan minuman, memecahkan seluruh isi di atas taplak itu.Akh.Lila di dorong dan dibaringkan di meja. Menarik tangan Lila ke atas dan mulai mengungkungnya.Tanpa pemanasan Alex mulai menjamah Lila.AkhLila menjerit kesakitan, tapi Alex malah tersenyum puas melihat ekspresi sakit di wajah Lila.Lila menggeleng merasakan sakit yang hebat di bawah sana. Alex terus bersenang senang meski Lila tak merasakan nikmatnya Setelah klimaks, Alex melepaskan Lila, mengambil wine dan meminumnya langsung dari botol.Tegukan pertama diminum sendiri. Tegukan kedua digunakan untuk menyesap bibir Lila dan mendorong minuman itu masuk ke kerongkongannya.Satu tegukan saja bisa membuat Lila mabuk dan menikmati semuanya."Oh maaf sayang, aku lupa ada bayi kita di sini. Semoga dia baik baik saja. Bayi ini anakku, kamu mengerti?"MmphAlex kembali mengungkung Lila sambil sesekali meneguk anggur dengan nikmatnya."Jangan Alex. Cukup! Jangan begini, ah."Lila memohon,