Share

02. Ternoda

“Sialan, apa maumu?” Alex tetap melawan walau kepala dan perutnya terasa sakit.

“Apa mauku? Yang kumau hanya menyingkirkan laki-laki brengsek sepertimu!” Pria itu melayangkan pinggiran telapak tangannya ke leher kanan Alex, membuat Alex pingsan seketika. Segera, dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi asisten pribadinya.

[Halo Ardo, singkirkan lelaki di depan kamar hotel nomor 16, sekarang!]

[Baik Tuan.]

Ardo menyeret Alex ke kamar sebelah, mengikat tangan dan kakinya di kamar mandi, lalu menguncinya dari luar.

Sedangkan pria tadi, dia melihat Lily dan sempat terbuai. Beberapa kali dia menelan saliva, tapi dia sadar, laki-laki sejati tidak pernah memanfaatkan wanita karena keadaan.

Gleg.

Ada gelenyar aneh menyeruak di dirinya.

“Sialan, kenapa tubuhnya begitu elok?! Arghh, aku juga laki-laki normal. Brengsek, kenapa? Kenapa dia sangat menggoda?!”

Dengan penuh kehati- hatian, lelaki itu berniat membenarkan kembali pakaian Lily namun tangannya tak sengaja menyentuh pundak Lily. Nafsunya kembali meningkat. Pelan-pelan dia menikmati sentuhan itu, semakin ke bawah hingga ke bagian sedikit berisi di atas perut.

"Alex sialan, jangan sentuh aku! Aku tidak akan memberikan tubuhku ke pria bajingan sepertimu!" pekik Lily.

Laki-laki itu terjengkang dan mengambil jarak. Dia takut Lily berpikir macam-macam tentang dirinya. "Li-Lily, maafkan aku. Aku tidak bermaks-“

“Ka-kamu...” Lily menatap pria itu, penuh harap.

"Kamu?!" ucap Lily terkejut melihat Nicho di depannya. Ya, lelaki itu adalah Nicho, kakak Lily yang lebih tepatnya disebut kakak angkat.

Nicho segera menarik selimut untuk menutupi tubuh polos Lily. "Tutup tubuhmu dan segera pakai bajumu." Baru ditangkupkan selimut tersebut, Lily menolak. 

"Aku tidak mau," ucap Lily membuangnya kasar selimut dan menatap nanar pada Nicho. Begitu kuat efek serbuk sialan di tubuh Lily. Dia bergerak sesuai nalurinya, akal pikiran tak bisa lagi membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

"Aah, aku tak tahan lagi, tolong aku… aku mohon?"

Nicho terpaku atas ucapan Lily, memandang sayu manik mata coklat hazel di depannya. Dia tak menyangka, Lily yang dikenal polos bisa berubah seperti wanita malam hanya karena meminum serbuk sialan itu. 

"No, no Lily. Kita saudara, aku kakakmu. Sadarlah, kamu terpengaruh obat…"

Lily bergerak dengan kacau, merasakan tubuhnya panas, hasratnya membludak ingin segera disalurkan. Tiba- tiba Lily melakukan hal yang tak pernah dibayangkan oleh Nicho, menarik tubuhnya dan mengikis jarak diantara mereka.

Awalnya Nicho bisa bertahan namun Lily terus melakukan keagresifan di ambang batas wajar. Bahkan Lily tak segan-segan membawa tangan Nicho untuk menyentuhnya. Bukankah selama ini Nicho menyukai Lily?

Runtuh sudah pertahanan lelaki yang normal ini.

Nicho mulai membalas ciuman Lily, menikmati rasa yang baru kali ini mereka lakukan. Rasa baru dan pengaruh serbuk sialan yang membuat Lily menginginkan lebih.

'Persetan dengan hubungan ini, kamu bukan saudara kandungku jadi tidak apa- apa kan aku melakukannya? Aku mencintaimu Lily dan aku akan bertanggung jawab,' batin Nicho.

Dengan gerakan cepat Lily mulai melepas jaket Nicho, membuka paksa kemeja sampai kancing baju bagian atas terlepas dan terjatuh di lantai. Dibuang kasar kemeja itu dan terus agresif, membuat Nicho semakin menikmati rasa yang membuatnya mabuk kepayang.

"Apa kamu begitu menginginkannya, Lily? apa kamu tak akan menyesal?"

Lily menggeleng mantap, tak peduli apapun saat ini. Dia begitu Ingin menuntaskan hasrat yang terpendam. Begitu kuat efek dari obat laknat itu, Lily yang awalnya tak tahu tentang bercinta tiba- tiba saja berubah seperti wanita yang haus akan belaian.

Nicho segera menggendong Lily ala bridal, membaringkan tubuhnya di ranjang empuk yang sebentar lagi menjadi saksi pergolakan adik kakak ini. "Maafkan aku Lily, Aku mencintaimu," ucap Nicho sebelum benar- benar melakukan penyatuan.

Akal dan logikanya sudah hilang tertutupi oleh hasrat bercinta, ingin segera merasakan nikmatnya memadu kasih. Malam itu menjadi saksi bisu atas jeritan dan desahan dua anak manusia yang menguar mengiringi penyatuan pertama mereka.

Nicho merasakan bahagia sekaligus sedih. Bahagia bisa melakukannya dengan gadis yang dia sukai. Sedih karena telah melakukannya di bawah pengaruh obat. Entah bagaimana reaksi Lily saat dia sadar nanti?

Lalu bagaimana hubungan mereka setelah ini?

Setelah pergulatan panjang malam ini, Nicho menjadi gusar dan takut.

Dikecup lama kening Lily. Satu hal yang pasti, dia harus bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan kepada Lily. Mereka pun terlelap setelah kehabisan tenaga, tidur saling memeluk penuh cinta.

****

Sinar matahari menerobos masuk melalui jendela transparan di hotel tempat Lily kini berada.  Nicho terbangun dan menutupi wajah Lily dengan wajahnya, menghalau sinar yang masuk karena silau.

"Pagi, adikku sayang," ucap Nicho hendak menyentuh pipi Lily namun suara seseorang diluar sana menghentikannya.

"Cepat buka pintunya! Aku akan membayar berapapun yang kamu minta, cepat!" 

Suara itu membuat Nicho gugup dan panik. Hal yang terlintas saat ini adalah kamar mandi, Nicho segera mengambil seluruh pakaiannya dan berlari masuk serta memakai pakaiannya.

Ceklek.

Pintu Hotel terbuka, menampilkan wanita berwajah serupa berjalan menuju ranjang dan membangunkan Lily.

"Lily, bangun Lily?!" Wanita itu terkejut saat melihat pundak Lily terekspos dan bagian lainnya tertutupi selimut. Digoyang goyangkan tubuh Lily hingga tersadar.

"Lila," ucap Lily ketika membuka mata. Wanita itu tak lain adalah Lila, saudara Lily. 

Dilihat dari ranjang yang berantakan, Lila sudah bisa menebak jika telah terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan. "Lily, ada apa ini?" tanya Lila menggoyangkan tubuh kakaknya lagi.

"Lila, aku…" Lily menggantung kalimatnya bingung dan mencoba untuk duduk. "Awh sakit."

Lily meringis merasakan sakit pada bagian bawah tubuhnya, reflek Lily membuka selimut di dadanya dan sungguh syok melihat tubuhnya tak berpakaian sama sekali. "Oh God, apa yang terjadi?"

"Harusnya aku yang bertanya padamu?"

"Maaf Lila, aku tak tahu apa yang terjadi padaku, aku… aduh!" Lily mengerang kesakitan, merasakan pusing hebat disertai nyeri di seluruh tubuhnya.

"Lily, jangan bilang kamu telah melakukannya dengan Alex?"

"Alex?" 

Lily mencoba mengingat ingat kejadian tadi malam dimana Alex memberi minuman lemon kepadanya. "Mungkinkah?" tanya Lily ragu pada diri sendiri. "No, no." Lily berteriak kencang menolak prasangkanya sendiri.

Nicho yang ada di kamar mandi mendengarkan dengan seksama semua percakapan adik kembarnya. Untungnya Nicho segera bersembunyi saat pintu hampir dibuka sehingga Lila juga tak sempat melihatnya.

"Ini pasti ulah Alex," teriak Lila marah.

"No, Lila itu tidak mungkin," tolak Lily sambil menggenggam erat sprei yang membelit tubuhnya.

"Kalau bukan Alex, lalu siapa? Pria hidung belang?" tuduh Lila membuat Nicho melotot marah.

'Aku orangnya Lila, akulah orang yang mengambil mahkota paling berharga milik Lily,' jawab Nicho. Namun mereka tak dapat mendengarnya karena Nicho hanya menjawab dalam hatinya saja.

Lily mencoba mengingat kembali kejadian semalam, namun dia sama sekali tak ingat apapun. Begitu hebat obat yang Alex berikan hingga Lily tak ingat sama sekali betapa ganas permainan ranjangnya pada Nicho tadi malam.

"Bagaimana kalau kita lihat rekaman CCTV hotel?" ucap Lily ragu.

"Itu bukan ide yang buruk. Aku akan ke pusat pelayanan hotel ini," Lila berjalan keluar sambil berkata, "sekarang kamu cepat pakai pakaianmu!"

Lily mulai mengambil pakaian yang berserakan di lantai dan menemukan kancing berinisial M tergeletak di lantai. Mencoba mengingat-ingat lagi, sekelebat ciuman dan bagaimana kancing itu terlepas, semuanya menari indah di otak Lily.

"Akh."

Apa yang terjadi pada Lily?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status