"Itu …, tidak apa apa. Aku kemarin sakit perut dan Lila mengajakku periksa ke Rumah Sakit.""Apa yang terjadi? Mengapa aku tidak tahu? Lalu, bagaimana kondisimu saat ini?""Aku baik baik saja. Aku tidak perlu ke Rumah Sakit.""Benarkah itu Lily?"Lily mengangguk pelan, merasa tak nyaman telah membohongi Nicho. Sebenarnya, dia khawatir jika benar benar hamil tapi tidak mungkin juga dirinya pergi ke rumah sakit di saat Nicho tahu hal ini. Bisa bisa lelaki itu akan mengikuti ke mana perginya."Lily, Lily?""Akh, iya.""Apa yang kamu pikirkan sampai sampai kamu melamun?""Tidak ada. Aku hanya lelah.""Oh begitu. Baiklah, kamu istirahat sekarang. Maaf telah mengganggu waktumu."Nicho pergi meninggalkan Lily meski dia tahu betul jika sang adik menyembunyikan banyak hal kepadanya. Mungkin ini kah hukumannya? Entahlah, yang terpenting saat ini adalah memastikan kebahagiaan dan keselamatan Lily. Berharap jika Lily segera bangkit dari trauma kejadiaan naas malam itu. Di sisi lain, Lily duduk l
"Apa kau sudah mengingatnya, Son?" tanya Marco melihat telinga anaknya yang memerah.Nicho sungguh tak menyangka bisa bertemu Cella, perempuan cantik yang membuatnya jatuh hati pada pandangan pertamanya.Jika Nicho tak pernah memikirkan pertemuan ini, berbeda dengan Cella, dia sudah memikirkan secara matang bekerja di perusahaan Marco dan memang berharap bertemu Nicho suatu saat nanti. Setelah hampir satu tahun bekerja di perusahaan Marco, baru kali ini dia bertemu dengan Nicho, lelaki tampan yang dari dulu menjadi kekasih pujaan hati."Baiklah, Daddy akan meeting sebentar dengan klien. Kalian bicara saja berdua dulu."Berdua saja, Nicho tak tahu harus memulai pembicaraan dari mana sedangkan Cella hanya menunduk malu tak sanggup memulai pembicaraan."Em, bagaimana kabarmu?" tanya Nicho membuka obrolan."Baik, Tuan.""Nicho, panggil saja aku Nicho."Cella menatap Nicho sekilas namun Nicho malah menghindari tatapan itu."Anda adalah anak boss Marco, jadi aku akan tetap memanggil Anda,
"Kenapa?""Karena …. Aku tak menyukainya.""Come on Boy. Kamu belum mencobanya tapi sudah mengatakan tak bisa. Dengar ya, sesuatu yang belum dicoba, kita tak akan tahu hasilnya."Nicho diam tak bersuara, terlalu rumit berdamai dengan hatinya sendiri.Marco menatap gedung pencakar langit di depannya."Daddy gagal menikah tiga kali sebelum bertemu Mommy Catlyn. Saat itu Mommy mu sendiri yang menyerahkan diri karena mencintai Daddy dan aku menerima begitu saja meski aku tak mencintainya. Namun melihat keberaniannya menyerahkan diri beserta mahkotanya, membuat aku berfikir ulang. Awalnya aku pikir dia sama seperti jalang lainnya dan daddy meniduri Mommy tanpa ada rasa cinta. Saat tahu Mommy masih menjaga kesucian dan mempersembahkan untukku, aku merasa berdosa jika meninggalkannya. Karena malam itulah, Daddy secara tak langsung terikat hubungan dengannya, lambat laun Daddy mencintai Mommy Catlyn."Nicho sungguh terkejut dengan Marco yang menceritakan kehidupan asmaranya."Ja- jadi Dad. Ka
'mencintai Cella? Apakah aku bisa?' batin Nicho ragu.Puk.Dilon menepuk punggung sahabatnya. "Percayalah ucapanku."Nicho mengangguk dan mengucapkan terima kasih pada Dilon. Meski agak canggung, Dilon dan Nicho terus berbicara sehingga mereka tak canggung lagi."Oh ya, kenapa kamu ke sini sendirian? Seharusnya kamu mengajak Bibi Siena. Aku begitu merindukannya.""Itu …, kenapa semua tanya ibuku sih?" umpat Dilon kesal. "Kita bahas yang lainnya saja.""Em, baiklah."Mereka berbincang hingga malam tiba.Jam 23.00 malam.Suasana Villa sangat sepi. 'Semua sudah tidur,' pikir Nicho melangkahkan kaki ke lantai atas, kamar tidurnya berada.Langkahnya terhenti saat melihat kamar tidur Lily terbuka.Nicho memasukkan kepalanya dan tahu jika Lily berdiri di balkon saat ini."Lily, boleh aku masuk?"Lily berbalik dan melihat Nicho di pintu."Masuklah, Kak Nicho."Nicho masuk dan menutup pintu namun tak menguncinya. Mungkin kali ini waktu yang tepat menjelaskan pada Lily.Ekhem.Nicho sibuk menetr
Lila terbangun di tengah malam karena merasa sangat haus sekali. Dia berjalan keluar kamar menuju dapur di lantai dasar.Dirinya mendengar suara Lily berteriak, berhenti di depan pintu dan mendengar ada pembicaraan dua orang di dalamnya.Lila membuka secara perlahan pintu kamar yang tak terkunci, menganga tak percaya dengan apa yang dilihat saat ini.Dimana Nicho membekap bibir Lily dengan tangannya. Terlihat mereka saling pandang bagai dunia milik berdua.Posisi mereka sungguh ambigu membuat Lila segara menutup pintu, tak tahan melihat pandangan intim yang menusuk mata.Lila kembali menempelkan telinga, mendengar apa yang mereka bicarakan.Namun Lila tak mendengar apapun karena jarak dari Balkon dengan pintu cukup jauh. Hanya mendengar langkah kaki yang semakin mendekati pintu.Ceklek"Akh," teriak Lily terkejut melihat Lila di depan pintu."Kamu, sejak kapan kamu di sini?" tanya Lily ketakutan."Apa yang telah kalian lakukan berdua di dalam kamar tengah malam begini?" tanya Lila."Ka
"Perutku kenapa Dok?" tanya Lily menahan rasa takut tak karuan."Karena stress berlebih kamu tak menjaga pola makanmu Lily sehingga asam lambung naik. Jika dibiarkan seperti ini kamu akan Drop.""Asam lambung?" tanya semua anggota keluarga.Alexa mengangguk."Iya, Lily menderita anemia akut dan asam lambung. Aku sarankan untuk istirahat total selama 3 hari ke depan. Tidur cukup, makan sayuran yang mengandung zat besi dan yang terpenting, buanglah rasa takut dari masalahmu Lily. Jika kamu mempunyai keluhan yang menyiksa dirimu, ceritakan kepada orang tuamu. Hal itu akan membuatmu lebih tenang dan tak terbebani," jelas Alexa.Lily mengangguk meski hatinya sangat ingin menceritakan semua masalahnya kepada Catlyn seperti biasanya namun lidahnya sungguh kelu untuk berucap. Dirinya sungguh takut orang tuanya akan marah karena dia tak bisa menjaga kehormatannya sendiri."Tenanglah sayang, ada kami semua," hibur Catlyn."Iya Mom, terima kasih Dokter Alexa.""Baiklah jika begitu aku akan pulang
"Alex apa yang kamu lakukan? Apa tujuanmu?"Alex tersenyum smirk, ingin sekali menyambar bibir candunya. "Kita lihat saja nanti.""Diego, di mana kamu?"Suara bariton Marco membuat Diego gelagapan, takut Marco mengetahui jika Nicho minum beer."Nicho tetap di sini, nanti ayah akan kembali dan mengantarmu pulang. Tetap di sini dan jangan minum lagi. Oke.""Pulang," lirih Nicho."Ya Boss, sebentar."Diego terengah engah berlari mendekati Marco."Kamu minum ya?""Ah, hanya sedikit.""Di mana Nicho, ada Relasiku yang ingin bertemu dengannya.""Nicho?""Iya Nicho. Apa kamu tadi tak mencarinya?"Marco menatap Diego curiga."Jangan katakan kamu tak bersama Nicho dan sibuk minum minum?""Ah, bukan begitu Boss. Nicho tadi ke toilet, ya toilet. Aku akan memanggilnya."Baiklah kalau begitu panggil dia, cepat!""Siap Boss."Diego kembali mencari Nicho namun saat sampai di tempatnya, Nicho sudah menghilang."Nicho, Nicho.""Ke mana perginya anak itu.""Nicho!?"Diego sibuk mencari di mana Nicho ber
"Sejak kapan Ayah di sini?"Diego menatap Nicho sangat lekat seolah ingin menanyakan sesuatu."Ada apa Ayah?" tanya Nicho penasaran"Aku tadi mencarimu di gedung pertemuan, kamu pulang tak memberitahu Ayah. Bukankah aku bilang jika aku akan kembali?" ucap Diego sedikit kesal dengan sikap anak laki lakinya tersebut.Nicho duduk di samping Diego dan menyandarkan kepala di Sofa."Aku pulang dan mendapati Lily tertidur di Sofa lalu aku memindahkannya ke kamar.""Apa sekarang Lily sudah tidur?""Sudah, baru saja."Nicho melotot menatap Diego."Darimana Ayah tahu jika Lily tidak tidur? Jangan katakan Ayah ….""Ya, Ayah tahu semuanya. Kamu begitu fokus pada Lily sampai tak menyadari jika ada Ayah, melihat semuanya di belakangmu.""Oh my God."Nicho menutup wajah dan mengusapnya kasar, merasa malu karena Ayah kandungnya memergoki tindakannya."Ayah, semua bisa aku jelaskan.""Ayah mengerti Nicho. Tanpa kamu jelaskan ayah mengerti.""Tapi Ayah.""Kamu tahu Son, dulu ayah orangnya gila wanita.
Di tempat persembunyian Alex.“Alex, Alex. Di mana kamu?”Marco datang sendirian mencari Lila. Namun tak ada seorang pun di sana.Saat hendak berbalik, ada dua bodyguard muncul. “Anda mencari tuan Alex?”“Ya, di mana Tuan kalian, aku ingin memberinya pelajaran karena menculik anakku.”“Dia ada di suatu tempat dan sedang merekamnya untukmu.”Pengawal memberi tanda pengawal lain untuk menekan tombol live.“Ah, ah, yes ah.”“Damn it,”Plak. Plak.Di layar memperlihatkan Alex mengungkung Lila dan Lila menikmatinya.“Astaga!”Ponsel segera dijauhkan dari Marco.Marco tercengang, menutup mulut tak paham dengan yang Lila lakukan. “Di mana anakku? Di mana mereka saat ini?” tanya Marco berapi-api, tangannya mengepal hingga urat nadi kelihatan.“Tunggu saja di rumah, pak Tua. Besok anakmu akan pulang dengan sendirinya dalam keadaan sehat tak kekurangan apapun dan mungkin saja dia membawa bonus cucu untuk Anda, ha, ha, ha.” Ejek salah satu pengawal.“Kurang ajar kalian! Aku tak akan membiarkan k
“Ada Dokter di sekap di dalam?” teriak Lily membuat satpam dan perawat datang mengerumuni.“Ada apa?” tanya satpam.“Ada Dokter diikat di dalam dan pintunya terkunci.”Satpam tersebut segera mencari kunci cadangan semua pintu dan berhasil membuka pintunya.Ceklek.“Dokter.”“Apa yang terjadi? Di mana Lila, anakku?” tanya Catlyn.Lily sibuk membuka lakban dan ikatan di tangan dan kaki Zico.“Maaf Nyonya, aku tadi baru ingin bertanya keluhan Nona Lila, tiba-tiba ada yang membekam Nona Lila berbarengan dengan orang memukul kepalaku sehingga aku tak sadarkan diri.”“Oh my God,” lirih Catlyn.“Jadi Lila diculik? Siapa yang menculiknya?” tanya Lily sedangkan Catlyn sudah menangis histeris dan menghubungi sang suami.[Halo sweety. Ada apa?][Marco, Lila. Lila diculik?][Apa? Di mana kalian sekarang?][Kami di rumah sakit.][Kamu tenang sweety, aku akan menyelamatkan Lila, pasti Alex pelakunya.][Entahlah Marco, aku sungguh bingung saat ini, hiks hiks.][Kamu tenang dan pulanglah! Aku akan me
"Jadi Mommy melihat tanda di leherku?"Lagi lagi Catlyn mengangguk.Sebenarnya Catlyn ingin sekali menanyakannya pada Lily, tapi melihat anaknya demam tadi, diurungkannya. Ibu mana yang tega melihat anaknya sakit, tapi masih bertanya tentang hal itu? Seolah mengorek privasinya."Maaf mommy," lirih Lily tertunduk."Mommy tahu karena mommy juga pernah muda, tapi ...."Lily menggeleng."Semua tak seperti yang Momny bayangkan."Catlyn mengangguk dan mengelus pundak Lily pelan. "Kamu sudah dewasa, Sayang. Kamu pasti bisa membedakan mana cinta dan mana nafsu. Namun, untuk saat ini fokuslah pada siapa lelaki yang merenggut kesucianmu. Setelah itu kamu baru bisa melanjutkan hidupmu. Jika tidak, kamu akan dibayang-bayangi rasa bersalah terhadap kekasihmu saat ini.""Terima kasih, Mommy," ucap Lily sambil memeluk tubuh ibunya."Sudah-sudah, tidurlah."Lily pergi ke kamar dengan perasaan lega, seperti ada batu yang dari tadi menghimpitnya dan kini batu itu menghilang sehingga hidupnya terasa san
"Ada apa?”Marco melihat Lily sekilas. “Apa Lily sakit?”Catlyn menempelkan punggung tangan di kening Lily. “Astaga, panas sekali. Lily demam.”Marco segera mengambil se-baskom air dingin dan waslap.“Biar aku saja sweety, aku akan mengganti pakaiannya dulu,” ucap Catlyn mengambil alih baskom di tangan Marco.“Baiklah jika itu maumu. Aku akan kembali ke Kantor. Nanti kabari aku jika demam Lily sudah mereda. Ok.”“Cup.”Marco mencium kening Catlyn dan pergi meninggalkan kamar Lily.Catlyn segera melepas sweeter, tanktop dan jeans yang dipakai Lily. Dengan perasaan campur aduk, Catlyn memakaikan piyama di tubuh Lily.“Kakak.”“Kakak.”Lily mengingau memanggil manggil kakak.“Kakak!?”Catlyn semakin cemas. Takut terjadi sesuatu pada Lily. Dengan telaten Catlyn mengompres, berharap buah hatinya segera membaik dan demamnya segera menghilang.“Lily kenapa, Mom?” tanya Lila mendekat.“Dia demam.”Catlyn sengaja memakaikan baju tidur dan mengancingkan bagian atas agar bekas gigitan tak terlih
"Kamu menghubungi siapa? Katanya pusing malah sibuk main ponsel," ejek Lila.Dengan terpaksa Lily mematikan ponselnya dan bersandar pada jok mobil serta memejamkan mata. Marco dan Catlyn menengok sekilas, mendengar ocehan Lila.Di tempat lain.Nicho menunduk. "Saat itu Alex telah memberinya obat perangsang dan hampir memperkosa Lily. Aku hanya berniat menolong Lily sebagai adikku namun aku kalah, aku kalah saat dia menyerangku akibat obat laknat itu. Akalku tak bisa menolaknya. Saat dia bergerak seperti cacing kepanasan, butuh pelampiasan, aku tak sanggup melihatnya. Terlebih dia bukan adik kandungku. Jika saja dia adik kandungku, mungkin aku akan memukulnya agar dia pingsan saja."Nicho meneteskan air mata. Dia punya alasan untuk melakukan hal hina itu dan setidaknya dia sudah menceritakan alasannya.Akh."Aku menyesal Ayah?""Menyesal pun tak ada gunanya. Nasi sudah menjadi bubur. Sekarang kamu harus bersiap menghadapi Marco dan kekecewaan Catlyn serta kebencian dari Lily.""No Ayah
Emph.Nicho menarik masuk Lily ke dalam bilik dan mencium Lily penuh cinta. Disesap lagi bibir candu yang sebentar lagi tak dirasakan.“Ah, kakak.”Nicho menyesap leher jenjang dan memberi tanda kepemilikan di sana membuat Lily merasakan debaran gairah.Nicho menutupi leher Lily dengan Sweater.“U’ re my mine."“Eph.”Nicho kembali menciumnya. Merapatkan tubuh yang kini dibakar api gairah. Jika tak memegang janjinya sendiri, saat ini Nicho pasti mengungkung Lily di sini. Dengan terpaksa Nicho melepas pagutannya. Jam tangan menunjukkan tinggal lima menit lagi waktu yang dimiliki.“Aku harus pergi Lily.”Cup.Nicho mengandeng Lily keluar toilet wanita bersama. Mententeng koper yang ditinggal di luar toilet.“Aku pergi!”Nicho tersenyum bahagia, memakaikan topinya pada kepala Lily dan membenarkan sweaternya. Sedangkan Lily hanya mengangguk, memaksakan senyum dan merelakan kepergian Nicho. Saat Nicho berbalik menyeret koper, tiba tiba ....Plak.Tamparan keras menyapa pipi mulus Nicho ta
Tok, tok, tok.Ketukan kaca tebal mengusik tidur Lily.Dirinya mengerjap dan mendapati Nicho berdiri di balkon.Lily berjalan mendekat dan membuka kunci pintu kaca.Srekh.Kaca bergeser, menampakkan sosok cantik meski rambut acak acakan.Cup."Kenapa lama sekali membuka pintunya? Aku kedinginan."Nicho segera masuk setelah mencium bibir Lily sekilas. Lily segera menutup dan mengunci serta menggeser tirai."Kenapa Kakak ke sini?" tanya Lily berbisik, duduk berdua di kaki ranjang.Meski kamar Lily kedap udara namun tetap saja dirinya takut orang tuanya memergokinya."Aku menunggu dari tadi namun Daddy dan Mommy tak berolahraga malam, mungkin mereka lelah."Lily memutar bola mata jengah. Bisa bisanya Nicho datang larut malam hanya menceritakan tentang pengintaian orang tuanya."Lily, bagaimana kalau kita saja yang berolahraga malam?" tanya Nicho mendekatkan tubuhnya.Lily segera menggeleng tegas. Memilin piyama, merasakan gugup yang tak terkira. 'Bagaimana jika Nicho memaksa dan aku tak b
"Apa?"Lily melotot, mendengar ucapan kakaknya yang sangat vulgar dan mesum."Mau tidak?""No."Lily menggeleng pasti.Mengingat terakhir kalinya Lily melihat adegan panas orang tuanya, tubuhnya langsung bereaksi aneh, sukses membuatnya bergidik ngeri.Lily pergi meninggalkan Nicho yang tersenyum smirk. Menghempaskan tubuh lelah pada kasur empuknya. Tiba tiba ….BipSebuah pesan masuk, seketika Lily melotot membaca pesan tersebut.{Lily, nanti jam 23.00 aku akan masuk lewat balkon. Jangan kunci dinding kacanya. Ok.}"Dasar Nicho gila. Aku tak akan membuka pintu balkon untukmu," umpat Lily.Detik berikutnya pesan terhapus. Nicho sengaja menghapus pesan takut jika ada yang membacanya.Nicho tersenyum melangkahkan kaki dan ingin tidur siang sejenak.Di tempat lain.Alex telah mendengar kabar jika Lila keluar Rumah Sakit.Peluang bertemu semakin kecil mengingat Lila dilindungi Marco dan Nicho.Dirinya harus mencari cara agar bisa bertemu sang pujaan hati."Apa aku culik saja dia?" gumam
"Apa maksud Kakak?" tanya Lily, meski dia tahu ke mana arah pembicaraan Nicho saat ini.Cup.Nicho mencium bibir Lily sekilas."Anggap ini ciuman terakhir kita sebelum aku kembali ke Kanada. Dan aku tak akan memintamu lebih dari ini tanpa izin darimu."Lily menunduk, mencerna semua ucapan Nicho. Benar apa yang dikatakan Nicho, meski saat ini mereka sama sama menginginkannya demi menyalurkan hasrat terpendam namun mereka harus menghadapi akibat yang akan terjadi. Hubungan mereka cukup rumit. Meski mereka terjang dan mempunyai anak dari hasil hubungan mereka, akankah orang tuanya setuju? Akankah mereka bisa bersatu?Semua sudah dipikirkan secara matang oleh Nicho sehingga dia berkali kali mengakhiri adegan panas ini meski tak dipungkiri hasrat bercinta sedang di puncak dan menggebu-gebu, ingin merasakan lagi tubuh Lily. Nicho kembali melajukan mobil tanpa berbicara apapun. Hanya ada keheningan di antara mereka.Sampai di Villa pun mereka terus diam.'Tidak, tak boleh seperti,' batin Lil