Untung suamimu sabar ....
“Apa pulau ini memang seperti itu?” Laura melepaskan tangan Asher dan mulai berjalan ke depan. Kapal mereka berlabuh di balik pulau. Sepanjang mata memandang, Laura melihat bunga baby’s-breath putih yang tumbuh subur hingga mencapai rumah dua lantai sederhana, tetapi terlihat hangat. Senyum Laura mengembang tatkala berjalan lambat menyusuri hamparan bunga-bunga. Menyentuh setiap kelopak mungil yang terasa lembut di telapak tangannya. Dia berbalik memandang sang suami dengan senyum bahagia. Dari tempat Asher berdiri, sang istri yang mengenakan pakaian luar berwarna putih itu tampak seperti malaikat yang bercahaya di tengah bunga. Bahkan, bunga-bunga putih bersih di sekitarnya berubah warna menjadi abu-abu oleh aura terang yang dipancarkan Laura. Asher merasa telah mendapatkan istri yang dapat mengalahkan setiap keindahan yang ada di dunia, setidaknya hanya di matanya. Tak sia-sia Asher mengerahkan banyak uang dan tenaga untuk menyiapkan kejutan. Di balik keindahan itu, Theo yang me
“Lepaskan aku!” Emma meronta-ronta tatkala Theo membopongnya di pundak menuju helikopter. “Aku akan melaporkanmu ke polisi kalau kau tidak melepaskan aku!” Pria yang selalu tenang itu, untuk pertama kalinya menunjukkan raut wajah kesal. Keningnya berkerut dan rahangnya mengeras. Emma tak bisa diam meskipun Theo sudah baik-baik menjelaskan semua sesuai permintaan Laura. Bukan karena tidak memercayai Theo, sahabat Laura itu sangat ketakutan karena belum pernah naik helikopter sebelumnya. Dia merasa ngeri ketika baling-baling helikopter mulai berputar dan menimbulkan suara keras. “Aku tahu, kau pasti menyukaiku, bukan? Pantas saja … selama ini kau pasti memanfaatkan Laura dan Asher agar bisa menemuiku setiap kali kau merindukanku!” Emma terus meracau dengan mata terpejam. Theo mengerang tertahan saat Emma meremas lengannya selagi helikopter mulai melambung ke udara. Cengkeraman tangan Emma semakin kuat ketika helikopter beberapa kali berguncang ke kanan-kiri. “Astaga, aku ingin turun
Debaran dalam dada Asher menggila ketika mendengarnya. Betapa senang hati Asher mendengar Laura ingin melindungi lelakinya, yaitu dirinya. “Baiklah. Tetapi, kau harus mengatakan padaku jika dia melakukan sesuatu yang berlebihan padamu. Aku tidak ingin kau terluka secara fisik maupun mental.” “Aku akan menyambutnya … kau bersantai saja bersama Matt dan Mia. Juga titip Emma … jangan sampai dia tergores sedikit pun,” pesan Laura. “Jangan jambak-jambakan,” pesan Asher sambil terkekeh pelan, lalu mengecup kening Laura. Pemandangan itu tertangkap oleh manik mata kecoklatan milik Celine. ‘Apa mereka sengaja bermesraan secara terang-terangan karena aku datang, demi membuatku cemburu?’ Celine masih mengira bahwa Asher hanya pura-pura membenci dirinya di depan Laura. Bukan tanpa sebab Celine berpikir seperti itu. Pulau Hughes merupakan tempat Asher dan Celine sering bertemu secara diam-diam dan untuk memperingati hari spesial mereka. Tentunya, Mia pun selalu menyertai mereka walau wanita it
“Lau! Laura!” seru Emma yang berhasil menyusul mereka. “Astaga, aku mencarimu ke mana-mana. Kau tiba-tiba menghilang. Untung saja ada yang melihatmu. Aku pikir kau-” Dia melirik Celine karena mengira mantan kekasih Asher akan berbuat sesuatu yang buruk kepada Laura. “Itu rumah yang dibelikan Asher, Em. Bagus ‘kan?” Laura sedikit membusungkan dada, membanggakan suaminya. “Wah!” Emma segera berlarian ke arah padang bunga. “Asher sangat gila! Dia selalu habis-habiskan menyenangkanmu, Lau. Aku jadi iri padamu!” seru Emma. Tentunya, dia sengaja mengatakan dengan keras agar terdengar Celine. Laura menyusul Emma sambil terus membicarakan Asher sehingga telinga dan hati Celine memanas. Apakah Laura sedang berbohong pada temannya? Asher tak mungkin melakukan semua yang dikatakan Laura. ‘Mungkin, tempat itu sudah seperti ini ketika aku kembali,’ batin Celine menenangkan diri. “Tempat ini tidak berubah sama sekali,” ujar Celine seolah sedang bergumam, namun bersuara cukup keras sehingga dapa
Laura melihat bayangan Asher yang semakin menjauh. Namun, dia gegas menyusul suaminya diam-diam. Bukan tak percaya pada Asher, Laura juga bertekad akan melindungi miliknya. Laura tak akan tinggal diam jika Asher sampai jatuh ke pelukan wanita lain. Di saat yang sama, Celine yang hendak masuk ke kapal segera dihentikan oleh panggilan Asher. “Tunggu sebentar! Aku ingin bicara denganmu!” Celine terkejut sekaligus senang mendengar suara Asher. Dia berbalik dan celingukan mencari Laura di dekat Asher, tetapi dia hanya melihat pria itu saja. Wanita itu menangis tersedu-sedu. Namun, kali ini bukan tangisan kesedihan, melainkan karena haru dan kelegaan. Asher benar-benar datang untuknya! Sang kekasih hati pasti masih mencintai dirinya!Celine berlari kecil menghampiri Asher dan akan memeluk pria itu. Akan tetapi, Asher langsung mendorong kepala Celine menggunakan jari telunjuknya. “Aku akan bicara denganmu. Tidak perlu menyentuhku.” Asher mengibaskan tangan yang baru saja digunakan untuk
“Tanyakan apa pun, asalkan bukan tentang masa lalu lagi.” Laura menyuruh Asher duduk di sebelahnya. Air semakin tinggi dan membasahi mereka. Asher ingin segera menyergap Laura, tetapi dia ingin mendengar pertanyaan Laura lebih dulu. Akan tetapi, Laura justru duduk di pangkuannya. Laura menggerakkan pinggul dan menggoda kejantanan suaminya. “Ugh … kenapa kau tiba-tiba seperti ini?” Asher memejamkan mata selagi menikmati perbuatan Laura. Dia pura-pura terkejut, padahal sudah mengharapkan sejak tadi. Laura mencium Asher tanpa menjawab. Dia terus-terusan menggoda hingga Asher tak tahan ingin segera menyatukan tubuh mereka. “Cepat masukkan, Sayang,” pinta Asher dengan suara rendah. Bukan menuruti kemauannya, Laura justru menghentikan gerakan. Asher menggoyangkan pinggulnya, tetapi Laura bergeming. Sesaat kemudian, Laura tiba-tiba keluar dari bak mandi sambil menyambar handuk untuk menutupi badannya.“Apa yang kau lakukan?” Asher sontak berdiri. Laura memandangi suaminya dari atas kep
“Apa kau tidak bisa melihatku?!” bentak Laura. Dia merasa sedih melihat cinta Asher yang begitu besar padanya sampai tak memikirkan dirinya sendiri. Asher melihat tubuh dan pakaian Laura yang tak basah sedikit pun. Hanya kaki Laura saja yang terkena cipratan air hujan dari pinggiran payung. Laura lantas merebut handuk dari tangan Asher yang terdiam dan tak bergerak sedikit pun. Asher sendiri heran, kenapa bisa sangat panik hingga tak melihat dirinya sendiri yang basah kuyup?“Kau sendiri kebasahan seperti ini, tetapi malah mengkhawatirkanku.” Laura mengeringkan rambut Asher yang basah seraya menyeka air matanya. “A-aku tidak mengkhawatirkan kau! Apa kau tidak ingat? Bayi kita ada di perutmu!” sanggah Asher yang tak ingin dianggap gila karena melupakan segalanya demi Laura. ‘Teruslah mengelak … aku sudah tahu perasaanmu,’ batin Laura. “Ya, ya … kau hanya mengkhawatirkan bayi kita.” Laura membeo ucapan Asher. “Tapi, kau juga tidak boleh sampai mengabaikan dirimu sendiri seperti ini!
“Maaf.” Suara Laura sangat lirih hingga menyerupai bisikan. Laura jadi merasa bersalah karena Asher tampak sangat marah padanya. Dia mengakui bahwa dirinya telah keterlaluan karena mencampuri masa lalu Asher terlalu banyak. Pun sampai mendengarkan masalah pribadi antara Asher dan Celine secara diam-diam. Di samping itu, Laura menjadi ragu oleh kata-kata Asher kepada Celine tentang dirinya. Jika Asher memang mencintainya, pria itu tak akan mungkin marah-marah padanya. Bukan pernyataan cinta dari Asher yang Laura dapatkan. Tetapi, Asher yang justru mendiamkan Laura. Hingga hujan reda, malam pun menyapa, Asher tetap tidur di ranjang tanpa mengucap sepatah kata pun. Meskipun Laura tahu, Asher tak benar-benar sedang tidur. “Apa kau akan terus marah dan mendiamkan aku? Maafkan aku …,” sesal Laura. “Aku lapar dan kita belum makan malam ….” Asher menghela napas panjang, kemudian bangun dan berjalan mengambil ponselnya. Tak berselang lama, beberapa bawahan Asher mengetuk pintu rumah merek