Namanya wanita, selalu ingin tahu masa lalu kekasihnya. Walaupun pada akhirnya, nyesek sendiri setelah tau.. 💁🏻♀️
Laura menggeleng-geleng pelan ketika melihat Asher keluar dari kamar. Hati Laura semakin sakit karena Asher tak mau memahami dirinya. Laura sudah bertanya tentang wanita itu, tetapi Asher tak mau menjawab dengan jujur. Belum lega hati dan pikiran Laura, Asher justru menginginkan tubuhnya, tanpa mau tahu apa yang sedang Laura rasakan. Egois … begitu Laura menilai suaminya. Laura tak mencegah kepergian Asher sehingga membuat pria itu kesal. Laura seharusnya menahannya karena dia adalah suaminya. Lagi pula, Asher merasa sudah mengalah karena dia rela tak diberi jatah. Asher pun sengaja tidur di sofa depan kamar. Dia juga tak menutup pintu agar Laura melihatnya tidur tak nyaman. Mungkin, Laura akan segera menyuruhnya masuk ke dalam dan mereka bisa langsung berbaikan.Namun, harapan Asher hanya tinggal angan-angan. Laura malah tidur meringkuk meskipun matanya belum terpejam. “Ough … punggungku ….” Asher mengerang dengan suara keras ketika dia memutar badan. Laura mendengar itu, namun
Asher sangat yakin jika benda itulah yang Laura inginkan. Kartu hitam tanpa batas yang dapat Laura gunakan sesuka hati. Laura pasti terpengaruh ucapan Emma sehingga membuatnya marah karena tak diperlakukan seperti istri pada umumnya. Asher memilih untuk melanggar prinsip dan kekhawatirannya demi mendapatkan senyum Laura kembali. Lagi pula, Laura akan menjadi ibu dari anaknya. Asher tak perlu takut oleh masa lalu yang sesekali masih menghantui dirinya. Asher juga sedikit tahu jika Laura bukan orang yang akan mengkhianati dirinya setelah diberikan harta yang sebenarnya tak seberapa bagi Asher. Akan tetapi, dugaan Asher keliru. Laura tak menunjukkan tanda-tanda kebahagiaan dan tak tersenyum sama sekali. Sang istri justru tercenung dengan kening berkerut. “Apa kau tidak suka?” Asher benar-benar tak tahu lagi apa yang Laura inginkan jika kartu hitam itu tak berhasil meluluhkan hatinya. “Untuk apa ini?” Laura balas bertanya. “Tentu saja untuk membuatmu bahagia. Bukankah ini yang kau in
Laura menatap takut wajah pria yang ada tepat di atasnya. Cuping hidung Asher kembang-kempis dengan cepat. Terlihat jelas jika Asher begitu menggebu-gebu menantinya bicara. “I-Itu … karena-” “Karena apa?” potong Asher tak sabar. Laura jadi semakin gugup. Apa yang ingin suaminya dengar? Apakah jika dia mengatakan kalimat yang salah, Asher akan marah atau kecewa padanya? “Karena … aku istrimu … aku tidak mau suamiku memikirkan wanita lain.” Laura akhirnya mengatakan apa adanya, yang benar-benar ingin diucapkannya. Mata Asher yang tadinya berbinar-binar jadi sayu, mulutnya melengkung ke bawah dan bahunya melemas. Asher kemudian berbaring miring dan memeluk Laura tanpa merespon istrinya. ‘Apa aku salah bicara? Kenapa dia terlihat kecewa? Lalu apa yang harus aku katakan?’ Laura benar-benar tak mengerti dengan kemauan suaminya, pun dia enggan bertanya karena tahu jika Asher tidak pernah menginginkan apa pun dengan semua yang telah dimilikinya. Setidaknya, Laura sedikit paham jika Ash
Teman wanita yang seperti apa? Apakah Asher berkencan dengannya? Laura tak bisa tidak memikirkannya. “Selagi kita ada di sini, kenapa kita tidak mengunjungi temanmu?” Laura ingin bertemu dengan teman wanita suaminya, juga ingin tahu hubungan mereka. Sejak pertemuan dengan wanita mencurigakan di parkiran, Laura jadi selalu terganggu saat suaminya menyebut wanita lain. Walaupun Laura sendiri yang bertanya dan curiga tanpa bukti apa pun.“Kenapa kita harus ke sana? Aku hanya ingin menghabiskan waktu denganmu. Lagi pula, aku tidak begitu dekat dengannya,” tolak Asher tanpa menatap sang istri. Asher sebelumnya mengatakan bahwa dirinya banyak tahu tentang Kota Bloomhorn karena memiliki teman di kota itu. Namun, baru saja dia bilang jika tak begitu mengenal temannya. Laura memicingkan mata curiga. Kalau benar tak ada hubungan apa pun antara Asher dan teman wanitanya, mengapa Asher menolak bertemu dengannya? “Apa yang kau pikirkan sampai melihatku seperti itu?” Asher dapat membaca dengan
“Ough … terus seperti itu ….” Asher memejamkan mata seraya mencengkeram dan menggerakkan pinggul Laura di atas pahanya. “Kau jadi semakin berani padaku ….” Laura tak mengindahkan kata-kata Asher yang semakin lama kian bertambah vulgar. Dia fokus mencari kenikmatannya sendiri. Namun, Laura segera letih karena posisinya tak nyaman dengan lutut dan kaki yang bersentuhan dengan bebatuan di dasar kolam. “Aku lelah …,” bisik Laura saat tubuhnya ambruk di dada Asher. Asher mengusap lembut rambut Laura dengan tangannya yang basah. Dia menunggu Laura menstabilkan pernapasannya. Lalu berdiri sambil menarik Laura bersamanya. “Putar badanmu,” titah Asher. “Aaahh ….” Laura tersenyum samar ketika merasakan bagian tubuh suaminya di dalam tubuhnya yang lebih terasa dari sebelumnya. Laura menyukai posisinya sekarang hingga suara desahannya tak berhenti memenuhi ruangan itu. Meskipun dia ingin melihat raut muka Asher yang ada di belakangnya.“Anak nakal harus dihukum!” Asher mengumpulkan rambut p
Jika Asher tak mau mengaku kenal wanita yang sebelumnya bertemu di parkiran, Laura masih memakluminya. Karena Laura tak benar-benar tahu, Asher mengenal wanita itu atau tidak. Hanya insting Laura saja yang mengatakan bahwa Asher mengenalnya. Berbeda dari sekarang. Asher dengan tegas mengatakan tak mengenal dekat dengan teman wanitanya yang ada di kota ini. Akan tetapi, dari cara wanita itu bicara, mereka tampak cukup dekat hingga menyuruh Asher menghubunginya sebelum datang. Bahkan, wanita itu akan menyediakan kamar untuk Asher!Sudah jelas jika Asher selalu menemui wanita itu ketika datang di Kota Bloomhorn. Dan untuk pertama kalinya, Laura dapat melihat kegugupan yang ditunjukkan sang suami. Laura jadi semakin marah pada Asher. ‘Dasar pembohong!’ Laura memindai penampilan wanita itu dengan seksama. Wanita itu sepertinya seumuran dengan sang suami. Laura menduga jika Asher dan wanita itu sudah saling mengenal cukup lama.‘Cantik ….’ Laura mendadak merasa rendah diri. Tak ada keri
Alih-alih menjawab pertanyaan Laura, Asher mengecup bibir merah muda sang istri. “Ini sudah malam, tidurlah ….” Laura sangat kecewa karena tahu jika Asher menghindar untuk menjawab. Dia hanya iseng bertanya, tetapi dia jadi semakin penasaran sekarang. “Jawab dulu ….” Asher menarik badan Laura ke dalam pelukannya. Dia sendiri tak tahu jawabannya. Yang Asher ingat, cinta itu begitu menyakitkan hati dan sangat ingin dia hindari. Kenapa harus jatuh cinta di saat Laura telah menjadi milik Asher seutuhnya? “Apa pun yang mendasari pernikahan ini, kita harus saling menghargai dan saling mengandalkan. Kata-kata cinta hanya untuk rayuan para pecinta. Dan kata-kata cinta tidak menjamin akan membuat hubungan rumah tangga kita bisa bertahan selamanya jika tidak ada kepercayaan di antara kita,” balas Asher bijak. Semua yang dikatakan Asher berbanding terbalik dengan keinginannya mendengar ungkapan cinta Laura. Asher baru memikirkan itu setelah Laura balas bertanya tentang perasaannya. Kenapa
Asher baru saja menyusul dan mencari-cari keberadaan istrinya. Dia yang mengatakan jika rumah tangga mereka tak memerlukan kata cinta, tetapi dia segera menyesali ucapannya sendiri. Karena itu, Asher hanya terdiam sambil memikirkan cara supaya bisa memperbaiki situasi yang terlanjur runyam akibat mulutnya. Dia merasa hubungannya dan Laura merenggang sejak membuka mata. “Ugh! Kau bodoh sekali!” maki Asher sambil menepuk mulutnya sendiri.Bahkan, ketika memegang ponsel pun, kepala Asher dipenuhi rencana-rencana agar dapat mencabut kata-katanya, sesuatu yang tak pernah dia lakukan sebelumnya karena Asher selalu memegang ucapannya. Pun ketika Laura berpamitan dengannya, Asher hanya asal menjawab. Dan ketika dia tersadar bahwa Laura tak ada di kamar, Asher kalang kabut mencari Laura di semua tempat. Asher benar-benar tak ingat dengan ucapan Laura ketika berpamitan. Lebih tepatnya, Asher tak mendengarkan Laura. Asher menyisir setiap sudut hotel hingga memaksa petugas keamanan untuk menun