“Claus, Papa sedang sakit. Mama harus menjaga papamu. Jangan nakal, ya, Sayang.” Laura memberi pengertian Claus yang lebih sering membantah dibanding Collin. Asher menghela napas lega karena tak mungkin ada yang percaya dengan kata-kata anak kecil. Andaikan bukan dirinya yang membuat kebohongan, Asher akan selalu mendukung dan percaya dengan pendapat kedua anak kembarnya. Tapi, tunggu sebentar ... ‘Aku tidak pernah berbohong. Laura sendiri yang bereaksi berlebihan!’ batin Asher. “Tidak, Mama. Aku sejak tadi ada di sini dan mendengar Paman Ruben bilang kalau Papa tidak boleh terlambat makan dan minum alkohol agar tidak sakit perut lagi!” Claus menjelaskan panjang-lebar karena merasa Laura tak memercayai dirinya. “Claus ....” Asher memanggil Claus dengan suara lemah. “Temani Papa tidur malam ini ....” Dia harus segera menyumpal mulut Claus dengan sesuatu agar berhenti bicara. Mata Claus berkaca-kaca karena semua orang melihatnya dengan tatapan tak percaya. Ada pula yang justru terse
Alan Ruiz menghirup udara yang terasa berbeda saat dia turun dari pesawat terbang. Dia menikmati suasana tanpa ekspresi berarti meski dadanya berdebar kencang. Tak sabar menemui gadisnya yang sebentar lagi wisuda. “Aku belum merestuimu, Alan Ruiz,” tegas Rangga. Rupanya Rangga bisa melihat gerakan kecil dan samar di bibir Alan. Dia tahu kurang-lebihnya, apa yang sedang ada di dalam benak Alan. “Aku tahu ... aku hanya senang bisa bertemu lagi dengan keluargaku,” balas Alan. “Oh, jadi kau sudah melupakan Rachel?” Rangga tersenyum miring. Alan jadi serba salah. Jika nama Rachel atau apa pun yang berhubungan dengan gadis itu muncul di antara mereka, Rangga pasti akan menyadarkan Alan bahwa dirinya belum direstui. Akan tetapi, saat Alan mengatakan rindu kepada keluarganya lebih dulu, Rangga marah kepadanya. Alan jadi bingung harus bersikap bagaimana. Dia tak bisa mengerti apa yang sebenarnya diinginkan Rangga. Meski selama empat tahun ini, mereka setiap hari berjumpa. “Tidak. Aku ha
Selagi Asher merayu Laura yang tak ingin bercinta karena kondisi sang suami yang belum pulih, Adam saat ini sedang berdiri menghadapi para tamu yang tak diundang. Adam Smith, pria yang berpengalaman dan berwibawa itu, sedang berdiri kaku di depan tamu dengan keringat dingin mengalir di tubuhnya. Dia bingung harus memulai dari mana untuk membuka acara yang seharusnya tak pernah ada. Setidaknya, bukan saat ini. Adam yakin jika Asher akan hidup lebih lama darinya. “Tuan Adam, bagaimana bisa orang segagah Tuan Asher yang sangat sehat bisa meninggal secepat ini?” celetuk rekan bisnis Adam. Adam berdeham berulang-ulang ketika beberapa orang ikut mengucap belasungkawa. Bahkan, ada beberapa wartawan datang dengan raut wajah penuh kesedihan. Asher Smith yang dikenal sebagai pria arogan itu, sebenarnya banyak membantu di berbagai bidang secara diam-diam. Banyak orang yang tertolong oleh Smith Group ketika Asher masih menjadi penguasa. Biarpun ada sebagian orang yang makan hati lantaran kat
Di kediaman Smith, Rangga sejak tadi juga mencari-cari keberadaan Rachel. Dia mendapat firasat buruk sejak Alan menghilang dari pandangannya. “Sabar, Mas .... Mungkin Rachel sedang bersama Tuan Asher dan Laura.” Vina menepuk-nepuk lembut lengan sang suami. Rangga dan Vina gegas menuju kamar Asher. Beruntung, Laura tak mau melayani Asher. Jika tidak, Rangga mungkin akan melihat mereka karena pintu tak terkunci, dan ayah Rachel itu menerobos masuk ke dalam tanpa mengetuk pintu. “Tidak ada ....” Rangga semakin terlihat marah. “Mereka tidak ada di sini!” “A-ada apa, Tuan Rangga?” tanya Laura panik karena Asher masih menarik-narik dirinya. “Lepaskan aku ...,” bisiknya kepada Asher. Sudah sampai di kamar Asher, Vina tak enak hati kalau tidak menjenguk terlebih dulu. Dia menyeret Rangga duduk di dekat ranjang Asher. Asher memijat pelipisnya karena tak jadi bersenang-senang dengan sang istri. Rasa nyeri di perutnya masih sesekali terasa dan dia tetap menginginkan Laura. Rasa tak nyaman
Alan teringat kenangannya di masa lalu. Ketika seorang wanita pertama kali mencium pipinya. Rasanya begitu menyenangkan hingga membuat dirinya menginginkan ciuman terus-menerus dari wanita itu. Dia bersikap manis dan patuh agar mendapat ciuman di pipi atau kecupan singkat di bibirnya. Bibir wanita itu terasa empuk dan membuat hatinya terasa hangat. Lambat laun, para wanita lain datang dan juga ingin mencium pipinya. Alan jadi tak suka dengan ciuman di pipi. Oleh karena itu, setiap kali wanita itu akan mencium pipinya, Alan menolak dengan tegas. Namun, wanita itu sepertinya terobsesi dengan Alan. Karena hingga sekarang, dia tetap selalu mencuri-curi ciuman di pipinya. Wanita itu adalah Pamela Ruiz, ibu kesayangan Alan. Wanita pertama yang mencium pipinya. Anehnya, sekarang Alan sangat bahagia ketika pipinya merasakan bibir wanita lagi. Perutnya berdesir hingga menjalar di sekujur tubuh. Alan Ruiz mendadak menginginkan ciuman lain di pipi dan bibirnya. Seperti Pamela dan para wanit
Beberapa menit lalu sebelum Alan datang .... “Oh, kenapa ada cincin di sini?” Rachel mengambil cincin itu dari saku jas Alan. Alan sebelumnya mencengkeram kotak perhiasan kecil itu hingga rusak dan tak dapat ditutup. Juga karena sudah lama berada di saku Alan dan dibawa ke mana-mana, kotal kecil hitam itu jadi rapuh. Rachel memutar cincin itu dan melihat tulisan di bagian dalam. Kedua alisnya terangkat begitu membaca namanya terukir di sana. “Apa ini untukku?” Rachel tersenyum kecil membayangkan Alan malu-malu akan memberikan cincin itu. Lalu, angin mulai bertiup kencang sehingga jas Alan berkibar-kibar. Kotak perhiasan rusak itu terjatuh di pasir. Rachel memakai cincin itu agar tak terjatuh dan hilang di pasir. Sementara dia memungut kotak perhiasan dan mencoba memperbaikinya. Rachel pikir, dia tak sengaja merusak kotak itu. Di saat Alan terlihat dari kejauhan, Rachel dengan panik menyatukan kotak perhiasan itu meski tak berhasil. Dia buru-buru melepas cincin dari jari manisnya
“Kak Alan tidak sedang menganggapku sebagai Kak Laura, bukan?” Rachel tahu betapa Alan menyayangi Laura, setelah dia mendengar cerita dari Emma. Hampir jarang ada pria yang mau menikahi wanita yang sedang mengandung anak dari pria lain jika bukan karena cinta. Rachel penasaran, apakah Alan masih menyimpan sedikit perasaan cinta kepada Laura? “Benar. Aku dulu pernah mengajak Laura ke tempat ini. Tetapi, saat bersamamu, aku sungguh lupa pernah ke tempat ini bersama Laura. Aku sempat teringat di saat bus yang membawa kita ternyata menuju tempat ini tadi, tetapi langsung lupa dalam beberapa detik.” Dari pengalaman teman-temannya yang memiliki kekasih, Alan biasanya mendengar kebohongan kecil teman-teman prianya kepada kekasih mereka. Bukan karena benar-benar ingin berbohong. Namun, para wanita itu sepertinya lebih suka mendengar kebohongan yang membuat hati mereka tenang. Ada pula pria yang jujur dan tak menutup-nutupi apa pun sesuai permintaan kekasihnya. Hasilnya, wanita itu akan tet
Silau …. Alan menutup wajah dengan lengannya. Dia tak bisa melihat apa pun, kecuali cahaya di sekelilingnya. Meski dia masih merasakan tangan Rachel dalam genggamannya. Apakah dirinya sedang bermimpi seperti yang sudah-sudah. Jika benar, Alan akan sangat kecewa. Namun, suara orang-orang berdatangan mulai menyadarkan dirinya. Alan Ruiz dan Rachel kini berdiri di tengah sorotan cahaya layaknya dua pemeran utama dalam sebuah panggung besar. “Ketemu juga kalian!” seru suara pria yang familier. Orang-orang yang merupakan pengawal Rangga mulai berdatangan mengelilingi Alan dan Rachel. Seolah mereka adalah kriminal yang telah lama dicari-cari dan tak akan membiarkan mereka kabur. Dion sedang berjalan ke arah mereka dengan langkah tegap. Dia menghela napas panjang dan melambaikan tangan agar anak buahnya mematikan lampu sorot tersebut. Jika bukan karena Rangga yang menyuruh mereka ikut mencari keberadaan Rachel dan Alan, Dion tak akan kesulitan. Dengan banyaknya orang yang melapor padan