Apakah Alan akan lulus ujian? Atau malah pindah ke jurusan lain? 🧐
Hillary Smith di mata Alan dulu cukup menarik. Wanita itu punya kepribadian tegas dan ambisius. Punya semangat besar untuk memajukan bisnisnya.Lagi pula, Alan tahu jika dulu Laura tak mencintai dirinya. Alan akan mencoba untuk menerima statusnya yang telah menjadi tunangan Hillary. Pada dasarnya, Alan tak suka mempermainkan suatu hubungan. Itulah salah satu yang membuat Alan bertahan. Alan pikir, Hillary mau bertunangan dengannya karena tertarik padanya meski hanya sedikit. Malu oleh perasaannya sendiri dan bersikap tak menyenangkan, seperti Asher kepada Laura di awal mereka bersama. Namun, pemikiran itu langsung hilang begitu Alan tahu bahwa Asher memberikan Hillary salah satu aset Smith Group agar mau bertunangan dengannya. Hillary pun hanya bersikap baik padanya di saat ada keluarga besar mereka berkumpul.Alan masih bertahan dalam pertunangan yang tanpa arti itu. Juga untuk menunjukkan bahwa Laura tak merasa bersalah padanya. Meski kecewa karena Hillary ternyata sejak awal han
Benda berkilauan memantul di manik Alan. Meskipun hanya sekecil kuku kelingking, tetapi Alan tahu kelangkaan dan kisaran harganya. “Kau memberiku ini?” Alan tak ingin menyentuh benda berharga itu. Jika sampai tergelincir dari tangannya, kemudian hilang ... Alan sudah pasti harus menjual peternakan Keluarga Ruiz untuk menggantinya. “Ayah membelikan ini saat ulang tahunku yang ke-sepuluh tahun. Aku ingin kak Alan menyimpannya-” “Maaf, Rachel!” sela Alan, “Aku tidak bisa menerimanya! I-ini hadiah dari ayahmu. Kau tidak seharusnya memberikan ini padaku ....” “Ya sudah kalau Kak Alan tidak mau. Padahal, aku berniat menitipkan pada Kak Alan sampai lulus kuliah di sini.” Rachel tersenyum sendu. “Ternyata, Kak Alan tidak tertarik padaku ....” Sebelumnya, Julian sudah mengatakan kepada Rachel tentang pembicaraan Rangga dan Alan. Dia senang sekali mendengar Alan dengan tegas menginginkan dirinya. Akan tetapi, keputusan Rangga merupakan satu hal yang mutlak dan susah diubah. Karena itu, Ra
‘Mereka akan menikah?’ batin Julian kaget.“Om! Jangan menghalangi pintu!” sergah Rachel.Rachel bukannya tak tahu tentang Hillary. Dia hanya mengabaikan karena tak punya hubungan dengannya. Juga belum pernah bertemu atau berkenalan secara langsung.Namun, rasa penasaran Rachel cukup terusik saat melihat sosok pria yang katanya akan menikah dengan Hillary itu.‘Apa bibi itu sakit mata? Kak Alan jelas-jelas lebih tampan dan muda. Kenapa memilih pria yang terlihat jelas seperti hidung belang seperti itu?’ Selagi Hillary dan Richard memilih-milih cincin pernikahan, Julian tiba-tiba ikut mendekat dan memasang wajah terkejut sambil menunjuk tepat di depan hidung Richard.“Kau! Bukankah kau pria yang bernama Richard?”‘Apa lagi yang ingin dilakukannya?’ batin Rachel.Hillary sontak melihat ke arah Julian. “Benar. Apa aku mengenalmu?” tanya Richard dengan ramah sambil menyingkirkan tangan Julian.“Tidak. Aku hanya pernah melihat wajahmu di foto tetangga keponakan iparku.” Julian tersenyum sa
“Oh, tidak bisa begitu Tuan-Tuan,” potong Julian. “Alan Ruiz sudah menjadi bagian dari Keluarga Cakrawala. Anda akan berhadapan dengan saya jika mau merebut pria itu.” ‘Enak saja kau mau mengambil berlian seharga ratusan juta. Aku akan mengambil dari Alan dan Rachel untuk upahku membantu mereka nanti,’ lanjutnya dalam hati. Asher baru ingat masih ada Julian di sana. “Tuan Rangga juga pasti menyukai ideku. Alan Ruiz harus menemukan cara untuk mempertahankan Rachel jika memang dia serius dengan kata-katanya.” “Kau pikir, aku tidak tahu tujuanmu? Kau mengatakan itu hanya untuk membuatku setuju,” balas Julian. Asher terkesiap. Ternyata, benar kata Rangga, Julian bukan orang biasa meskipun selalu terlihat santai. Julian bahkan tahu tujuan liciknya. “Alan Ruiz belum resmi menjadi bagian dari Keluarga Cakrawala. Aku tetap akan menjodohkan Alan dengan Hillary.” “Oh ... tidak bisa. Aku akan mencegah bagaimanapun caranya.” Kedua pria itu berdebat cukup lama. Hingga sampailah mereka di ked
Sudah berapa kali Alan mendengar hinaan dan tuduhan Hillary? Alan menghitung dengan jemari di dua tangan berulang-ulang dan tak lagi mengingatnya. Alan sudah kebal oleh kata-kata kasar Hillary. Dia tak suka beradu mulut mengenai masalah yang tak penting bagi hidupnya. Alhasil, Alan hanya diam tak menanggapi dan hanya mengamati situasi. “Richard ....” Cindy berusaha mendekat. Hillary menarik Richard menjauh dari Cindy. Tangannya bersiap melayang ke wajah wanita itu. Alan yang tak suka dengan kekerasan ingin mencegah. Tetapi, Richard lebih dulu menangkap pergelangan tangan Hillary dari belakang. “Banyak mata yang memandang. Aku akan bicara dan menyelesaikan masalahku dengannya di luar,” bisik Richard. “Aku ikut!” Hillary, Richard, dan Cindy pun akhirnya melangkah keluar. Sementara Julian memalingkan wajah saat mereka melewati dirinya. Saat mereka sudah tak lagi terlihat, Julian pindah duduk di depan Alan yang menanti dirinya. “Kejutan!” seru Julian tanpa dosa. “Paman, kenapa kau
“Tsk, kau ini merepotkan sekali, Rachel! Sudah kubilang, jangan membuat masalah selagi aku tidak ada!” sergah Nevan. Nevan mengangguk kepada para pengawal agar segera keluar dan mengambil ponsel untuk menghubungi Rangga. “Aku akan menempel terus di dekat Rachel dan tidak akan membiarkannya bermesraan dengan orang ini.” Alan mengurut dada kirinya. Dia benar-benar seperti hampir terkena serangan jantung oleh kegaduhan yang tiba-tiba terjadi. Tak pernah dia sangka jika Rangga tak main-main saat mengatakan tak mengizinkan dirinya menyentuh Rachel. Hanya sentuhan di tangan pun tak diperbolehkan. Sementara Rachel justru memeluk dirinya. Namun, yang menjadi masalah besar saat ini adalah pria yang sedang berdebat dengan Rachel. Dilihat dari sudut mana pun, tak ada kemiripan antara Rachel dan pemuda bernama Nevan itu. Alan menjadi resah. Apakah pemuda itu satu-satunya orang yang direstui Rangga Cakrawala? Rangga bahkan langsung menutup panggilan sewaktu Nevan menjelaskan keadaan. “Rachel
Di ruang tamu rumah Celine, Asher terus menatap tajam Nathan penuh amarah. Sementara Nathan sudah tenang dan tak begitu khawatir lagi sekarang. Di sebelah Nathan, Celine duduk tak tenang. Dia merasa berdosa karena menerima Nathan di rumahnya, dan Asher sudah tahu itu. Meski Asher sesungguhnya tak peduli, tetapi Celine merasa bahwa Asher masih marah padanya karena masalah yang telah berlalu. Berbeda dari ketiga orang yang saling berhubungan itu, Julian duduk santai sambil mengamati reaksi semua orang. Dia tersenyum samar, menanti ledakan amarah Asher dan perlawanan Nathan. Asher melemparkan setumpuk salinan surat kuasa dari beberapa aset Smith Group, seperti gedung apartemen, pabrik pakaian milik Hillary, dan lahan kosong yang kini telah berganti nama menjadi milik Nathan Smith. Nathan mengambil dokumen-dokumen itu dan membacanya dengan raut wajah tenang. “Kau datang jauh-jauh ke sini hanya untuk menunjukkan salinan aset milikku?” tanya Nathan tak tahu malu. Benar. Selama Richard
“R-Rachel ....” Alan terkejut bukan main. Sorot mata dan ekspresi Rachel benar-benar sangat berbeda dari biasanya. Alan seakan sedang melihat Rangga kecil versi wanita. Sementara di belakang mereka, Nevan hendak mencegah Rachel berbuat sesuatu yang akan merugikan diri sendiri. Namun, Emma segera memegangi Nevan dan menggeleng kecil. “Biarkan mereka menyelesaikan masalah sampai tuntas. Hillary juga sudah keterlaluan dengan kakakku. Keluargaku bahkan tidak pernah berbuat kasar kepada Kak Alan,” ucap Emma lirih. Emma berulang kali menghela napas panjang agar tak terbawa emosi. Sementara Nevan perlu lebih dulu mengajak Emma menjauh agar Emma dan bayi dalam rahimnya tak terpengaruh oleh pertengkaran itu. “Calon suami katamu .... Siapa kau berani menamparku!?” bentak Hillary. “Kau sendiri siapa? Aku bahkan tidak pernah melihatmu! Orang tidak penting sepertimu, beraninya memukul calon suamiku!” geram Rachel. Alan seperti mendapat tamparan telak di hatinya. Rachel menyebut dirinya calon
Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men
Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami
Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk
Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas
“Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek
Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid
Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah
Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area
Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang