Dikasih tau keluarga nggak percaya, giliran teman yang kasih tau langsung setuju. Ada yg juga seperti itu?
“Apa kau kucing?” Pertanyaan Asher Smith mengguncang kesadaran Theo yang saat ini sedang memindahkan data di komputer Asher. “Kucing? Apa maksud Anda?” Asher menyeringai dengan tampang bengis. “Kau sepertinya punya sembilan nyawa.” Theo bergidik ngeri. Wajah itu biasanya hanya ditunjukkan kepada para musuh Asher Smith yang membuatnya murka. Namun, kenapa Asher menatapnya seperti itu? “A-Ada masalah apa, Tuan?” tanya Theo gugup, tetapi ekspresinya masih datar seolah tak ada yang terjadi. Asher berputar mengelilingi meja kerja, lalu berhenti di belakang tempat duduk Theo. Tangannya mendarat keras di punggung kursi. Terdengar seperti pukulan. Theo sedikit terlonjak. Dia akan berdiri, namun tangan Asher menekan kedua bahunya dari belakang. “Kau mengotak-atik komputerku di kantor? Atau ... kau masih mengintaiku?” Suara rendah Asher berhasil membuat Theo gemetar. “T-tidak, T-Tuan .... Saya ... bersumpah ....” Asher menyeret kursi yang terletak tak jauh dari meja kerja hingga membuat
Asher terlonjak kaget. Dia mengusap kasar telinga kanannya. Begitu pula dengan Laura dan Hanna. Mereka berdua seakan baru saja ketahuan berbuat sesuatu yang buruk. Dua pria yang sedang bicara dengan Laura dan Hanna mengangguk sopan kepada Asher dan Simon yang berjalan mendekat. “Papa, biarkan saja. Laura bisa mengamuk lagi.” Asher menggertakkan gigi agar tak membentak Simon. Gendang telinganya hampir pecah karena suara keras Simon memanggil Laura. Asher seharusnya yang marah karena melihat Laura tampak bersenang-senang dengan pria lain. Akan tetapi, dia tak mau menunjukkan kecemburuan berlebihan, karena dia juga merasakan betapa tak nyaman dan menyebalkan dicemburui atau tak dipercaya. “Keterlaluan mereka! Pagi-pagi sudah menggoda pria-pria muda! Kau harus menegur mereka, Ash!” geram Simon. Namun, kenapa justru Simon yang marah besar? Laura tak melakukan apa pun dengan kedua pria itu. Tak ada salahnya mengobrol dengan orang, bukan? Apalagi, Asher mengenal dua pria itu. Kevin dan
Asher tiba-tiba teringat ekspresi dan tingkah laku Simon saat Laura membahas sang ayah. Simon marah-marah kepada Laura, tetapi tatapan matanya melewati bahunya. Dan berhenti di tempat Hanna berdiri. “Tidak. Aku hanya ingat reaksi Papa saat cemburu.” Asher tergelak. “Kau sangat mirip dengan Papa Simon ....” “Cemburu dengan siapa?” “Entahlah ....” Asher mengedikkan bahu. Sudah jelas hanya ada Laura dan Hanna di sana. “Aku akan pergi ke kantor ....” Laura tak mau beranjak dari pangkuan Asher. “Kita nanti tidak perlu liburan jauh-jauh .... Bagaimana kalau kita ke tempat seperti rencanamu semula? Bersama Rachel ....” Asher mendengus. “Tidak mau. Kau hanya akan marah-marah lagi.” “Aku ... ingin belajar menahan atau menghilangkan perasaan yang tidak benar ini,” pinta Laura. “Tidak,” tegas Asher. Setelah Asher masuk kerja, Laura segera mencari baju pasangan pemberian Rachel. Dia akan menyimpan baju itu supaya bisa digunakan saat liburan nanti. Laura sungguh-sungguh saat mengatakan in
Asher menyembunyikan kekesalannya. Liburan kali ini seharusnya dapat dilewati dengan tenang. Namun, telinganya sekarang gatal dan panas karena orang-orang di sekelilingnya bicara sendiri-sendiri dengan jarak yang dekat dengan dirinya. Bahkan, Theo dan Jake yang sebenarnya jarang bicara pun, jadi banyak mulut saat bersama istri mereka. Asher berdecak melihat Theo berlagak tahu segalanya. Menunjuk ikan satu persatu, kemudian memberi tahu Emma nama-nama ikan itu beserta kelebihannya. ‘Seperti guru TK saja,’ gerutu Asher dalam hati. “Bagaimana kau bisa tahu semua nama-nama hewan laut, Theo? Kau pintar sekali melebihi Asher Smith! Dan kau selalu berhasil membuatku semakin jatuh cinta setiap hari!” seru Emma. ‘Anak TK pun tahu nama semua binatang! Berlebihan sekali!’ Asher memaki-maki Emma dan Theo dalam hati. Arah pandang Asher beralih ke kiri, di mana Jake seperti sedang membuat dunianya sendiri dengan Carla. Betapa tidak tahu malunya tangan Jake yang sesekali meremas bongkahan belak
Laura terheran-heran melihat tingkah sang suami. Asher sejak tadi mengamati setiap sudut kapal pesiar sambil mengangguk-angguk dengan senyuman licik. Dia khawatir sekali jika Asher benar-benar akan melakukan tindakan buruk. “Kenapa kau jadi mencurigakan?” tanya Laura lirih dan takut. “Mencurigakan?” Asher menoleh ke arah suara yang membuat tubuhnya kembali merasakan hasrat yang perlu segera dituntaskan. Seringai masih menghiasi wajahnya. “Kau sejak tadi celingukan ke sana-sini. Kau memang benar-benar mencurigakan. Jangan berbuat sesuatu yang akan mencoreng nama baikmu, Sayang,” pinta Laura halus, tak mau menyinggung Asher. “Aku mencurigakan?” Asher menunjuk wajahnya sendiri. “Ha ha! Kau ini aneh-aneh saja istriku!” Asher menegakkan badan dengan sikap berwibawa. Kedua tangannya bertautan di belakang. “Interior kapal ini sangat bagus. Sangat mengagumkan.” Ekspresinya mendadak jadi serius. Sambil mengangguk-anggukkan kepala, Asher tampak benar-benar sedang mengagumi seisi kapal ters
Setiap mendengar suara langkah kaki mendekat dari kejauhan, Asher mengintip dari sela pintu. Dia menanti Laura datang sambil memikirkan rencana menggoda sang istri tanpa kentara. Namun, Laura terlalu lama bicara dengan Rachel. ‘Atau mungkin, Laura mampir ke tempat anak-anak dulu?’ Asher menanti sambil menonton televisi. Tak ada acara atau film yang menarik perhatian. Dia menghentikan gerakan jari untuk mengganti siaran ketika melihat wajah Kevin terpampang di layar kaca. Kevin sedang memerankan drama bersama seorang wanita. Si wanita tak sengaja masuk ke kamar selagi Kevin ganti pakaian. Wanita itu memekik sambil menutup wajahnya. Asher berdecak-decak. “Drama macam apa itu? Hanya melihat dada jelek saja pura-pura tutup muka,” gumamnya. “Laura mengidolakan lelaki kerempeng seperti itu?” Biarpun badan Kevin cukup menarik dengan otot sedang, tetapi Asher merasa lebih dari sangat menarik. Dia menepuk dadanya dengan bangga. Merasa bisa menjatuhkan aktor tampan itu hanya dengan satu ka
Kapal pesiar mewah kecil itu memiliki pintu di setiap kamar yang tertuju di geladak kapal. Setiap lantai di luar kamar diberi penyekat sehingga tak dapat digunakan untuk lewat. Asher membuka pintu, kemudian duduk tanpa melepaskan Laura. Napas pria itu terengah-engah dan berhenti sejenak ketika Laura meronta ingin kembali ke kamar. “Sayang! Apa kau gila!?” pekik Laura. “Gila ... katamu?” geram Asher. Asher berdiri mengangkat badan Laura tanpa melepaskan penyatuan. Dia mengimpit Laura di pagar pembatas kapal. Suara pekikan Laura tak begitu terdengar oleh deru ombak yang menghantam kapal. Laura mempererat pelukan karena takut jatuh. Tubuhnya sampai menegang saat melihat ke bawah laut. Asher memejamkan mata dengan rahang mengetat oleh cengkeraman Laura di bawah sana. Tuan Naga tercekik dengan kencang dan membuat sang pemilik menggeram gemas. “Sayang ... nanti kita jatuh ....” Tak ada yang terjatuh. Hanya Asher yang jatuh ke lembah hasrat yang kian meledak-ledak. Asher Smith suka s
“Abaikan saja,” kata Jake mengalihkan perhatian semua orang. Yang membawa mobil mewah berwarna merah keluaran terbaru itu hanya Asher Smith seorang. Rachel memperhatikan Alan yang melihat mobil itu cukup lama. Apa yang terjadi? Kenapa Alan jadi terlihat sendu? Meskipun tak ada yang menyadari sedikit perubahan di raut wajah Alan, Rachel yang sedari tadi mengamatinya pun dapat menangkap gerakan kecil di wajahnya. Dia mendekati Alan karena sangat penasaran. Apakah Alan membenci Asher? Atau justru memiliki perasaan khusus kepada Laura? Rachel tak dapat menahan diri untuk bertanya, “Kak Alan, kau kenal dekat dengan Kak Laura?” “Laura sahabat adikku. Tentu saja aku mengenalnya dengan baik.” Alan tersenyum kepada Rachel seperti seorang kakak kepada adiknya. Ah ... Emma dulu juga pernah menggemaskan seperti Rachel. Sekarang, adiknya sudah dewasa dan selalu melakukan perbuatan orang dewasa tanpa mengenal tempat di rumahnya. Alan kehilangan sosok adik kecilnya yang diam-diam sangat dia sa