Jangan lupa siapkan amplop ....
Pagi yang cerah dan suara kicauan burung peliharaan Adam menyambut pagi Laura. Selusin pelayan saat ini berdiri di kedua sisi ranjang, menanti Laura membuka mata sejak setengah jam yang lalu. “Bangun, Em …,” bisik Laura seraya mengguncang badan Emma yang masih meringkuk di sebelahnya.Emma menggeliat dan membuka mata perlahan. Laura pun segera bangun terduduk dan diikuti Emma yang terbelalak kaget melihat para pelayan.“Selamat pagi, Nona Laura dan Nona Emma,” sapa para pelayan serempak. Dua orang pelayan gegas menarik Emma turun dari ranjang dan memintanya pindah kamar. Sementara itu, pelayan yang lain membantu Laura bangun, kemudian membimbingnya masuk ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi, wangi bunga mawar menyambut indra penciumannya. Laura diminta berbaring ke tempat tidur pijat untuk diberikan perawatan tubuh lengkap. Terdapat sepuluh pelayan yang masing-masing melakukan tugas yang berbeda. Dua mengurusi rambut Laura, empat pelayan mengoleskan lulur di setiap tangan dan kaki
“Tuan-” Asher menempelkan ibu jarinya di bibir Laura. “Shh … kau sekarang istriku sekarang, jangan memanggilku tuan lagi … dan kau tidak perlu bersikap sopan padaku.” Jantung Laura seperti melompat-lompat keluar tatkala Asher kian memajukan wajahnya. Mendadak, Laura terhuyung sambil mencengkeram kemeja Asher. “Saya … pusing, Tuan,” dusta Laura. Dia hanya ingin menghindari berhubungan suami-istri dengan Asher malam ini. Memang benar dia sudah menjadi istri sah Asher Smith sekarang, juga memiliki kewajiban untuk melayani sang suami. Akan tetapi, Laura benar-benar belum siap! Dia bahkan tak mengingat pergulatan panas dengan pria itu sebelumnya. Bagaimana bisa dirinya tiba-tiba bermesraan dengan Asher? Laura tak sanggup membayangkannya.“Pusing kenapa? Apa bayi kita rewel lagi?” Asher tampak panik. Tangannya langsung membelai perut Laura. “Sepertinya, saya ... kelelahan ….” Laura sengaja membuat suaranya terdengar begitu lemah. Karena Laura memang sering pingsan, Asher pun percaya s
“A-apa … saya tidak-” “Jaga dan temani Laura Wilson, Theo,” sela Asher sambil berbalik dan kembali melangkah, mengikuti Adam dan Regina.‘Siapa juga yang mau menangisi Noah?’ Laura sangat kesal karena dituduh sembarangan, setelah dia bertekad akan berusaha mencintai dan menerima Asher. Theo pun segera mendekati Laura, menunggu wanita itu melangkah. Laura mengentakkan kaki, kemudian menyusul keluarga barunya.Mereka akhirnya sampai di depan pintu gedung pernikahan. Laura dapat melihat dari kejauhan, pasangan yang mengenakan pakaian pengantin di depan sana tampak begitu mesra. Nora tersenyum lebar saat para tamu mengucapkan selamat padanya. Noah pun tak pernah berhenti memamerkan senyuman. Arah pandangan Laura berhenti pada ayah dan ibu tirinya. Dalam beberapa tahun terakhir, saat ini adalah kali pertama Laura melihat Simon tampak sangat bahagia.Hal tersebut berhasil membuat Laura sakit hati. Simon dapat tersenyum lebar, seakan-akan tak pernah kehilangan Laura sama sekali. ‘Papa mu
“Masuk ke dalam mobil sekarang, Nona Laura Wilson. Kau tidak ingin mengacaukan pertemuan penting setelah ini, bukan?” Asher tak akan membiarkan istrinya bicara berdua dengan mantan tunangannya. “Sebentar saja, Paman.” Noah memasang tampang memohon pada Asher.Sementara itu, dari arah lain, Nora berlari kecil dengan mengangkat gaunnya menghampiri mereka. “Kak Noah! Kenapa kau meninggalkan aku?” Tatapan Nora tertuju pada tangan Noah yang ada di pergelangan tangan Laura. Nora sangat ingin menampar Laura karena berani menyentuh suaminya. Meskipun sangat jelas yang terjadi adalah sebaliknya.Nora hanya bisa menahan emosinya karena ada banyak orang di sana. Dia akan membalas Laura ketika saatnya tiba.Laura pun gegas melepaskan tangan Noah darinya setelah menyadari bahwa Nora sedang memandangi tangannya. Dia segera masuk ke mobil tanpa melihat lagi pada sang mantan atau pun adik tirinya. Sudah cukup Laura memberi mereka selamat hari ini. Dia tak perlu lagi bersikap seolah-oleh mereka memi
“Berdiri,” perintah Asher dengan suara lirih. Tangan Asher menggenggam lembut tangan Laura dan membimbingnya ke ranjang. Kulit Laura terasa dingin dan berkeringat. Asher tersenyum samar saat tahu Laura sedang sangat gugup. Laura ingin bimbingan darinya. Mengingat kalimat itu, Asher mengulum senyuman. Kilatan hangat terpancar pada senyuman itu. Sesuatu yang baru sekali dilihat Laura hingga membuatnya takjub.‘Tuan Asher … tersenyum ….’ Laura menatap wajah pria di hadapannya tanpa berkedip. Kematangan yang terpancar pada suaminya memaksa jantung Laura berdenyut lebih cepat. Asher mulai menyatukan bibir mereka. Kelembutannya yang tak terduga mengusir ketegangan dan kegugupan yang Laura rasakan. Laura mengikuti gerakan bibir Asher dengan canggung. Karena itu merupakan ciuman pertama Laura di saat dirinya dalam keadaan sadar sepenuhnya. Dengan gerakan pelan seolah tak ingin menodai kulit halus dan mulus istrinya, Asher menurunkan tali gaun di pundak wanita itu. Laura melepaskan tauta
Ariana berdiri di depan Asher dengan keterkejutan yang tak terduga. Dia merasa sedih karena adiknya menyembunyikan sesuatu yang penting darinya. Bagaimana mungkin Asher akan menikah tanpa memberi tahu dirinya? “Sejak kapan kau di sini?” tanya Asher, mencoba menyembunyikan keterkejutannya. “Jawab dulu pertanyaanku, kapan dan dengan siapa kau akan menikah? Apa aku tidak penting bagimu sehingga kau tidak mau berbagi rencana pernikahanmu denganku?” Suara Ariana meninggi karena emosi. “Duduk dulu.” Asher melewati Ariana dan duduk di kursi kebesarannya dengan santai. Hal tersebut membuat Ariana semakin kecewa karena merasa disepelekan dan tak dianggap oleh adiknya. Sikap Asher terlalu tak acuh padanya.Dengan langkah lebar, Ariana segera menarik kursi dan duduk berhadapan sambil menatap tajam sang adik. “Kenapa kau tidak memberi tahu aku kalau kau akan menikah?!” Ariana kembali menuntut jawaban adiknya.“Bukan aku tidak mau memberi tahu. Tetapi, aku baru merencanakan pernikahan ini bebe
“Tuan ….” Laura menunduk setelah melihat sebentar suaminya. Bayangan semalam kembali teringat dalam benaknya. Mendadak, Laura menjadi sangat malu. Bisa-bisanya dia bertingkah seperti wanita yang haus akan belaian lelaki setelah merasakan surga dunia yang diberikan sang suami? “Apa yang kau lakukan di sini?” Asher mengulang lagi pertanyaannya, lalu menambahkan, “Siapa yang bilang kau boleh berkeliaran tanpa seizinku?” “Maaf, Tuan … saya tadi sudah menghubungi Anda, tetapi Anda tidak menjawab panggilan saya.” Laura meneguk ludah dengan kasar ketika melihat kaki Asher kian mendekat. “Itu … saya diminta datang-” Laura memekik tertahan ketika Asher tiba-tiba menarik pinggangnya, lalu memijat kecil dengan gerakan sensual. Salah satu tangan Asher mengusap punggung wanita itu dari luar kain yang menutupi kulit mulusnya. “Siapa orang gila yang berani memerintah istriku?” Suara Asher terdengar lebih pelan dari sebelumnya. Di saat Asher sedang sangat merindukan sang istri, Laura sendiri yan
“Nona Laura, masuk ke ruanganku dengan berkas itu. Dan kau … kembalilah pada pekerjaanmu.” Asher meninggalkan Laura dan Nora terlebih dulu. Setelah melihat Asher masuk ke dalam ruangannya, Nora lalu berkata, “Maaf, Kak, aku bukannya mau menuduh Kak Laura. Tetapi, Sandra tidak mungkin salah mengerjakan laporan ini karena kami juga sudah mengonfirmasi pembelian bahan baku tersebut pada karyawan lain.” Aneh … hanya itu yang saat ini dalam benak Laura saat mengamati raut wajah adik tirinya.Biarpun Nora menunjukkan mimik penyesalan, tetapi kenapa hati Laura tak tergerak sama sekali? Apakah disebabkan oleh perubahan suasana hati karena hormon kehamilan? Atau karena kesalahan tersebut tidak masuk akal baginya?Dua miliar bukan nominal besar untuk pembelian bahan baku berlian mentah berkualitas tinggi dari jumlah yang biasa dipesan oleh Smith Group, tetapi juga bukan jumlah yang kecil untuk Laura. Bagaimana mungkin Laura tak menyadari selisih yang sangat besar untuknya? Semua pekerjaan yan
Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men
Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami
Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk
Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas
“Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek
Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid
Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah
Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area
Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang