Punya suamimu … siapa lagi?
Alice buru-buru ke belakang dan menyambar kemeja itu, lalu meremas dalam pelukannya. “Kakak lelakiku baru saja datang. Dia selalu mengotori apartemenku setiap kali ke sini.” Nora sangat yakin melihat corak keemasan pada pinggiran kerah hitam seperti kemeja Noah. Apa dia salah melihatnya? Lagi pula, tidak mungkin jika Alice menyembunyikan suaminya di saat Noah sedang mengurusi masalah di perusahaan. “Oh ….” Nora sembarangan masuk ke dalam begitu Alice tak lagi menghalangi pintu. “Aku ingin bertanya sebentar padamu. Tidak akan butuh waktu lama,” ujarnya sambil duduk tanpa dipersilakan. Mendengar suara Nora yang semakin jelas, Noah langsung bangun dan mengintip dari pintu kamar yang memang tak pernah tertutup rapat. Dia panik bukan main melihat Nora di sana, lalu buru-buru menutup pelan pintu kamar itu. Meskipun penasaran dengan kedatangan Nora, Noah lebih tak mau perselingkuhannya terbongkar. Dia tak dapat mendengar suara-suara dari luar karena kamar itu kedap suara ketika ditutup ra
Laura merasakan punggungnya memanas, merasa sedang ada orang yang menatapnya terus-menerus. Dia tak mau menoleh ke belakang karena tahu ada Noah di sana. ‘Ke mana Asher? Kenapa belum pulang juga?’ Asher mengatakan hanya akan mampir ke kantor sebentar pagi ini. Tetapi, sudah lima belas menit berlalu, Asher belum juga kembali. “Menjijikkan sekali. Lihat cara dia melihatmu, sudah seperti akan melubangi punggungmu,” bisik Emma yang baru saja datang. “Biarkan saja, mungkin dia hanya melihat bunga-bunga yang ada di depan kita.” Laura tak mau suasana hatinya terganggu. Akhir-akhir ini, dia sangat bahagia karena Emma setiap hari mengunjungi kediaman Smith. Walaupun kedatangan Emma selalu membuat suaminya kesal karena merasa terabaikan. “Ada satu lagi orang menyebalkan di sini, Lau.” Emma melirik sinis pada pria yang baru saja datang. Laura mengikuti arah pandang Emma. “Theo? Ada apa dengannya? Dia pria yang sangat baik.” Emma lantas bercerita panjang lebar tentang perilaku Theo yang sa
“Merepotkan sekali. Apa kau tidak tahu siapa aku? Lihat saja temanmu itu!” Nora menunjuk ke arah Laura dan Asher yang baru saja keluar dari ruang ganti dengan keringat membasahi pakaian mereka. “Dia tidak melakukan apa pun di sini, padahal dia menantu Nenek Regina!” “Apa kau bodoh atau buta? Laura sedang mengandung, dan dia tidak punya kewajiban membantu Nenek Regina, sedangkan temanmu dibayar untuk bekerja di sini! Dia pasti sedang bermalam-malasan di kamar …. Terserah kau saja, aku akan mengadukan temanmu itu kalau kau tidak cepat-cepat mencarinya!” Emma tersenyum puas ketika Nora berdiri sambil mengentakkan kaki, tak lupa sambil memaki. ‘Selamat bersenang-senang, Nora Myers. Kau akan merasakan betapa sakitnya ketika lelakimu direbut wanita lain. Seperti kau menghancurkan hidup sahabatku! Rasakan!’ “Em, kenapa kau senyum-senyum sendiri? Dan kenapa kau mengangkat barang-barang ini? Bukankah Mama Regina sudah mengatakan kalau kau tidak perlu membantu lagi?” Laura masih bergandengan
“Kau seharusnya diam saja tadi. Noah pasti memutuskan itu karena ucapanmu.” Asher terus saja menggerutu. Saat pesta dimulai pun, dia tetap membahas masalah beberapa jam lalu. “Astaga … kau masih membicarakan ini? Noah jelas-jelas mau bertanggung jawab karena dia tidak mau kehilangan Alice.” Asher berdecak sebelum menyesap minuman. “Jangan banyak-banyak minum! Kau jadi buas kalau mabuk,” tegur Laura. Asher justru menenggak alkohol semakin banyak. Terkadang, Laura melarang sesuatu yang tak sesuai dengan isi hatinya. Asher tahu sekali jika Laura sangat menyukai kebuasannya di atas ranjang. Setidaknya, dia selalu berpikir demikian. Tepuk tangan meriah menghentikan perdebatan kecil Laura dan Asher, menandakan dimulainya acara utama. Adam meniup lilin dengan angka tujuh puluh, kemudian memotong kue raksasa. Yang pertama diberikan kue adalah sang istri yang sedari tadi berdiri di sampingnya. Walaupun usia tak lagi muda, mereka masih menunjukkan kemesraan yang membuat orang iri ketika me
“Apa aku jahat karena merasa senang melihat ini?” bisik Laura. Laura merasakan perbedaan yang besar pada dirinya yang dulu yang sekarang. Dia berulang kali mengira jika perubahan dirinya diakibatkan karena hormon kehamilan. Akan tetapi, sekarang Laura meragukannya. Mungkin dirinya memang sejak dulu ingin melihat keadilan yang nyata.Ada rasa lega yang begitu besar ketika Nora menerima ganjaran karena menjebak dan mengambil pria yang seharusnya menikah dengannya. Laura tak menyesal karena tidak jadi menikah dengan Noah. Tetapi, Laura tetap tak suka dengan cara kotor Nora mendapatkan Noah. “Tidak. Justru aneh kalau kau merasa bersedih saat melihat orang yang pernah menjahatimu akhirnya merasakan hukuman yang setimpal. Lagi pula, kau tidak jadi melakukan apa pun pada mantan adik tirimu itu. Kau tidak salah. Itulah cara kerja karma yang sesungguhnya.” Karena Asher yang membuat karma itu. Asher tak ingin sang istri mengotori tangannya untuk membalas perbuatan Nora. Jika harus masuk ke
Nora menggelengkan kepala dengan cepat dan kuat. “Tidak! Kenapa kau berkata seperti itu? Waktu yang akan menyembuhkan luka kita. Aku yakin, kau akan memaafkan perbuatanku suatu saat nanti setelah kau melihat betapa besar rasa cintaku padamu, Noah.” Noah membuang napas kasar. Dia lelah bicara dengan Nora yang sangat keras kepala dan sama sekali tak memedulikan perasaan orang lain. Hanya ada satu cara membuat Nora berhenti mengejarnya. “Aku memiliki kekasih, Nora, dan aku ingin segera menikahinya. Dia bukan Laura. Jadi, berhenti menuduh Laura sembarangan.”Nora hanya menggeleng-gelengkan kepala. Mulutnya tak sanggup mengeluarkan suara.“Jika kau tidak mau bercerai, kau harus menerima kekasihku yang akan aku nikahi. Pikirkanlah baik-baik. Bercerai adalah pilihan terbaik daripada kau menghabiskan waktu sia-sia dengan menjadi istriku.” Tak mendapat respon apa pun, Noah meninggalkan Nora yang tercengang oleh fakta mengejutkan itu. Siapa kekasih Noah? Sejak kapan Noah memiliki kekasih? Buk
Tubuh Nora merosot jatuh. Kakinya terasa lemas setelah hampir satu jam berdiri di tempat yang sama. Mau dilihat berapa kali pun, semua yang ada di sana benar-benar milik Noah. Ada beberapa helai pakaian yang Nora belikan untuk pria itu, dan Noah dengan teganya menyimpan barang pemberiannya di apartemen wanita lain. Walaupun sebenarnya Noah tak tahu jika Nora yang membelikan. Karena Noah hanya asal memakai pakaian yang cocok dengan suasana hatinya.Di sudut ruangan kecil penyimpanan pakaian tersebut, baju-baju kotor Noah yang selalu dilihatnya setiap hari menumpuk di sana. Menandakan bahwa pria itu tak pernah melewatkan satu hari pun berkunjung ke apartemen Alice. “Jadi, setiap malam kau meninggalkanku karena bermalam di tempat ini? Jangan-jangan, kau dan Alice sudah-” Nora menangis histeris dengan kedua kaki menendang-nendang dinding. Membayangkan jika Noah selalu bercumbu dengan Alice di kamar itu. Sementara dirinya selalu gagal menggoda Noah setiap kali bertemu. “Apa salahku sam
Vincent terdiam begitu melihat kedatangan Asher. Jika itu terjadi belasan tahun yang lalu, dia masih bisa membantah ucapan Asher. Namun, tidak dengan sekarang. Kekuasaan Asher dapat membahayakan perusahaan dan nama baiknya. Dia perlu berhati-hati ketika bicara dan menghadapi adik iparnya. “Aku hanya menasihati Laura. Dia tidak seharusnya ikut campur masalah rumah tangga anakku. Dan aku berhak untuk menegurnya demi keutuhan rumah tangga Noah.” Asher tersenyum miring, lalu berdecih meremehkan. Dia mendorong troli makanan di samping sofa yang diduduki Laura. Dengan gaya angkuh dan selagi menatap Vincent, Asher menghempaskan badan di samping istrinya. “Apa kau sudah bicara dengan Noah? Ah … kau pasti baru mendengar dari wanita gila itu. Pergilah temui anak kebanggaanmu lebih dulu. Kau bisa datang lagi ke sini untuk minta maaf dengan benar pada istriku.” Asher mengibaskan tangan mengusir kakak iparnya tanpa sedikit pun menunjukkan kesopanan. Vincent terpaksa keluar dengan menahan rasa
Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men
Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami
Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk
Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas
“Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek
Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid
Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah
Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area
Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang