Katanya mau mengejar Laura... Malah kecanduan Alice 💁🏻♀️
“Bulan madu kita sudah cukup. Apa kau tidak khawatir perusahaanmu bangkrut?” Laura mendorong-dorong wajah Asher yang ingin terus menempel padanya. Dari kaca spion tengah mobil, Laura bisa melihat Carlos sesekali melirik ke belakang. “Pertanyaan apa itu? Kau selalu lupa siapa suamimu ….” “Sekaya apa pun dirimu, kau bisa bangkrut jika kau malas-malasan setiap hari.” Asher tak bohong mengatakan ingin liburan sehari bersama Laura. Lagi pula, tak ada pekerjaan penting hari ini. Dia ingin bulan madu dengan sang istri barang sehari saja karena kemarin dia sudah bekerja. Dengan penuh keterpaksaan, Asher pun akhirnya menurut. Dia menarik badannya dan duduk tegak sambil melihat ke arah luar. Embusan napas panjang selalu terdengar beberapa menit sepanjang perjalanan. Kedatangan Asher bersama Laura di perusahaan menarik perhatian seluruh karyawan. Sebab, baru kali ini Asher jalan berdua dengan Laura yang kini berstatus istri sahnya di depan umum
DEG! Jantung Noah hampir terlepas dari tempatnya. Kegugupan dan ketakutannya langsung kembali begitu mendengar kata-kata Asher. “Kau masih ada di sana ketika aku tidur di sofa.” Asher tak melihat ke arah Noah karena tak mau kehilangan ketenangan dan berakhir dengan pertengkaran yang ingin dihindarinya. “Kau harusnya membawaku pulang, bukan justru membiarkanku dibawa pergi wanita asing.” Debaran kencang dalam dada Noah berangsur normal. Dia lega karena Asher tak tahu bahwa dirinyalah yang membawa pamannya ke kamar itu bersama Alice. “Maaf, Paman … aku agak mabuk karena Tuan Abraham terus menyuruhku minum. Aku sampai tidak bisa pulang dan mampir menginap di apartemen temanku.” “Tidak masalah. Theo menjemputku tepat waktu dan membangunkanku dengan paksa. Wanita itu malah ketiduran selagi menungguiku.” Laura yang telah mengenal Noah dari kecil pun bisa melihat tanda-tanda kelegaan dari air muka pria itu. Kenapa Asher malah berb
Dari jarak meja yang begitu jauh, Nora berusaha keras membaca gerak bibir ketiga orang yang sedang diamatinya. Dia sangat penasaran karena mereka terlihat serius membicarakan sesuatu. ‘Siapa wanita itu? Apakah selingkuhan Paman Smith dan Laura baru saja mengetahuinya?’ Nora sangat berharap dugaannya benar. Dia ingin melihat Laura kehilangan semua yang dimilikinya sekarang. Ketika Alice pergi menuju kamar mandi, Nora pun mengikuti untuk mencari tahu. Dia menunggu Alice keluar dari bilik kamar mandi sambil membasuh tangan di wastafel. Alice yang baru saja keluar dari kamar mandi segera mengenali wajah Nora yang sempat ditunjukkan Laura dari ponselnya. ‘Kenapa wanita ini ada di sini? Apakah dia melihat kami?’ “Apa kau punya lipstik? Aku meninggalkan milikku di rumah,” ujar Nora pada Alice yang sengaja bersama-lama mencuci tangan untuk menyelidiki tujuan Nora yang dipikirnya sedang mengikuti Laura. “Aku tidak tahu apakah kau menyukai warna ini.” Alice menyodorkan lipstiknya. “Terima
Nora belum benar-benar mencari tahu tentang Alice karena dia tak tahu namanya. Namun, Nora masih meyakini bahwa Asher berselingkuh dengannya. Dia bertemu untuk kedua kalinya dengan Alice yang sedang memasuki kantor Smith Group. Tanpa tahu bahwa sebenarnya Alice sedang magang di perusahaan Noah sebagai asisten pribadinya. “Terserah kau mau bilang apa. Aku percaya dengan suamiku,” balas Laura dingin. “Ayolah, Kakak … kau juga pernah bertemu dengan wanita itu sewaktu di kafe. Apa kau tahu? Aku sempat berpapasan dengannya. Dia mengatakan jika saat itu, dirinya menjadi kekasih pria yang sudah beristri. Apa kau masih belum sadar dengan kebusukan suamimu? Belum lama ini, dia pun mendatangi kantor Paman Asher.” Laura memutar bola mata, pertanda malas menanggapi Nora. Sudah paham jika Nora sedang membicarakan Alice. Laura pun sering bertukar pesan dengan Alice. Kekasih gelap Noah itu selalu melaporkan kegiatan Asher ketika Alice dan Noah berada di Smith Group. ‘Dia selingkuhan suamimu, buk
Laura yang gelisah karena mendapat penolakan Asher pun segera menyusul keluar. Dia hendak memanggil suaminya, tetapi langkah kaki Asher berbelok ke tempat lain, bukan ke ruangan Adam.‘Mau ke mana dia?’Rupanya, Asher sedang giat berolahraga sendiri. Laura mengintip suaminya yang terlihat memesona ketika melatih otot-ototnya.Akan tetapi, air muka Asher tiba-tiba terlihat gelisah, lalu masuk ke kamar mandi yang berada di ruangan yang sama. Karena tak kunjung keluar, Laura masuk ke dalam, khawatir jika suaminya sakit perut atau sejenisnya.Di saat sampai di depan pintu kamar mandi, yang terdengar hanyalah suara samar Asher yang sedang mengucap kata-kata kotor. Dengan jantung berdebar-debar kencang, Laura memutar kenop pintu.Terbuka!Mata dan mulut Laura terbuka lebar melihat tangan suaminya sedang memegang miliknya sendiri sambil mendesahkan namanya. Laura tercengang dan tak bisa berkata-kata. Asher pun sangat terkejut dan menegang, sementara tangannya masih sesekali bergerak. Mereka
“Sayang ….” Laura berbisik bahagia. Setelah sekian lama, Asher mau menyentuhnya lagi. Bahkan, pria itu masih mendekap dan menciumi dirinya seusai ‘berkelahi’ panas berulang kali. “Tidurlah … aku akan membangunkanmu lagi untuk meminta hakku selama satu bulan yang tertunda.” “Kenapa kau tiba-tiba mau menyentuhku lagi? Apa Matt mengatakan sesuatu padamu?” Sejak bertemu Matt, Asher tiba-tiba menyerangnya dengan kelembutan nikmat. Bisa jadi, Matt memberi saran Asher seperti yang sudah-sudah. Asher lantas menceritakan semua yang pernah dikatakan Matt sebulan lalu. Mulutnya mengutuk suami sahabatnya itu tiada henti. “Aku percaya padanya karena dia bukanlah pria pembohong. Dari banyak orang yang aku kenal, Matt satu-satunya pria tulus dan berpikiran lurus. Tidak aku sangka, dia akan membuatku mengalami hal yang memalukan.” Laura terkekeh geli oleh pengakuan Asher. Rasa lega memenuhi rongga dadanya. Asher ternyata tidak pernah sekali pun kehilangan rasa cinta padanya. Bahkan, Asher sampa
“Ough … aku sedang … uh … di luar ….” Noah merasakan kejantanannya hangat oleh mulut Alice. Dia tak kuasa menahan desahan yang sesekali keluar dari mulutnya ketika menjawab Nora. Di lain pihak, wajah Nora mengernyit ketika mendengar suara aneh yang tak pernah didengarnya dari Noah. “Apa yang kau lakukan sekarang? Di luar di mana?” Sambungan telepon terputus. Nora memaki sambil melihat layar ponselnya. Dia gegas menyambar mantel panjang untuk menutupi gaun tidurnya. Kemudian keluar dari apartemen untuk mencari suaminya yang ada di luar. Sementara Noah memang berada di luar apartemen mereka, tetapi di gedung yang sama, tak memedulikan istrinya selagi dirinya meremas rambut Alice dan mendesak kepalanya semakin dalam. “Kau … nakal sekali … bagaimana kalau Nora sampai … uh … curiga?” Alice menghentikan kegiatannya. Dia menatap dalam suami tetangganya itu. “Lalu? Kau bilang, lebih baik menjadikan aku sebagai istrimu daripada dia, bukan? Aku sedang membantumu ….” Alice mengangkat bahun
“Sayang, cepat baca ini!” seru Laura dengan mata berbinar-binar seraya menyodorkan ponselnya pada Asher. Asher tersenyum singkat setelah membaca pesan dari Alice yang mengatakan bahwa dirinya sedang jalan-jalan bersama Noah dan Nora. “Cepat juga wanita itu.” “Aduh … aku tiba-tiba jadi mengkhawatirkan Alice. Bagaimana kalau Nora sampai mengamuk dan melakukan sesuatu yang buruk kepadanya? Dia lebih dari mampu untuk melakukan perbuatan licik pada orang yang tidak disukainya.” Laura menggigit bibir bawahnya. Kebiasaan Laura setiap kali dia mencemaskan sesuatu. Asher gegas menarik lembut ke bawah bibir Laura dengan ibu jarinya. Lalu menggantikan gigitan Laura dengan gigitannya. “Hilangkan kebiasaan menggigit bibir seperti ini, Sayang. Aku tidak mau jika sampai bibir milikku terluka. Hanya aku yang boleh melakukannya.” Laura mendorong pelan wajah Asher menggunakan telapak tangannya. Lidah Asher pun membasahi telapak tangan itu dengan gerakan menggoda. “Sayang! Aku sedang membicarakan m
Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men
Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami
Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk
Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas
“Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek
Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid
Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah
Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area
Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang