Paman barbar sukanya berkelahi
“Sayang ….” Laura berbisik bahagia. Setelah sekian lama, Asher mau menyentuhnya lagi. Bahkan, pria itu masih mendekap dan menciumi dirinya seusai ‘berkelahi’ panas berulang kali. “Tidurlah … aku akan membangunkanmu lagi untuk meminta hakku selama satu bulan yang tertunda.” “Kenapa kau tiba-tiba mau menyentuhku lagi? Apa Matt mengatakan sesuatu padamu?” Sejak bertemu Matt, Asher tiba-tiba menyerangnya dengan kelembutan nikmat. Bisa jadi, Matt memberi saran Asher seperti yang sudah-sudah. Asher lantas menceritakan semua yang pernah dikatakan Matt sebulan lalu. Mulutnya mengutuk suami sahabatnya itu tiada henti. “Aku percaya padanya karena dia bukanlah pria pembohong. Dari banyak orang yang aku kenal, Matt satu-satunya pria tulus dan berpikiran lurus. Tidak aku sangka, dia akan membuatku mengalami hal yang memalukan.” Laura terkekeh geli oleh pengakuan Asher. Rasa lega memenuhi rongga dadanya. Asher ternyata tidak pernah sekali pun kehilangan rasa cinta padanya. Bahkan, Asher sampa
“Ough … aku sedang … uh … di luar ….” Noah merasakan kejantanannya hangat oleh mulut Alice. Dia tak kuasa menahan desahan yang sesekali keluar dari mulutnya ketika menjawab Nora. Di lain pihak, wajah Nora mengernyit ketika mendengar suara aneh yang tak pernah didengarnya dari Noah. “Apa yang kau lakukan sekarang? Di luar di mana?” Sambungan telepon terputus. Nora memaki sambil melihat layar ponselnya. Dia gegas menyambar mantel panjang untuk menutupi gaun tidurnya. Kemudian keluar dari apartemen untuk mencari suaminya yang ada di luar. Sementara Noah memang berada di luar apartemen mereka, tetapi di gedung yang sama, tak memedulikan istrinya selagi dirinya meremas rambut Alice dan mendesak kepalanya semakin dalam. “Kau … nakal sekali … bagaimana kalau Nora sampai … uh … curiga?” Alice menghentikan kegiatannya. Dia menatap dalam suami tetangganya itu. “Lalu? Kau bilang, lebih baik menjadikan aku sebagai istrimu daripada dia, bukan? Aku sedang membantumu ….” Alice mengangkat bahun
“Sayang, cepat baca ini!” seru Laura dengan mata berbinar-binar seraya menyodorkan ponselnya pada Asher. Asher tersenyum singkat setelah membaca pesan dari Alice yang mengatakan bahwa dirinya sedang jalan-jalan bersama Noah dan Nora. “Cepat juga wanita itu.” “Aduh … aku tiba-tiba jadi mengkhawatirkan Alice. Bagaimana kalau Nora sampai mengamuk dan melakukan sesuatu yang buruk kepadanya? Dia lebih dari mampu untuk melakukan perbuatan licik pada orang yang tidak disukainya.” Laura menggigit bibir bawahnya. Kebiasaan Laura setiap kali dia mencemaskan sesuatu. Asher gegas menarik lembut ke bawah bibir Laura dengan ibu jarinya. Lalu menggantikan gigitan Laura dengan gigitannya. “Hilangkan kebiasaan menggigit bibir seperti ini, Sayang. Aku tidak mau jika sampai bibir milikku terluka. Hanya aku yang boleh melakukannya.” Laura mendorong pelan wajah Asher menggunakan telapak tangannya. Lidah Asher pun membasahi telapak tangan itu dengan gerakan menggoda. “Sayang! Aku sedang membicarakan m
Alice buru-buru ke belakang dan menyambar kemeja itu, lalu meremas dalam pelukannya. “Kakak lelakiku baru saja datang. Dia selalu mengotori apartemenku setiap kali ke sini.” Nora sangat yakin melihat corak keemasan pada pinggiran kerah hitam seperti kemeja Noah. Apa dia salah melihatnya? Lagi pula, tidak mungkin jika Alice menyembunyikan suaminya di saat Noah sedang mengurusi masalah di perusahaan. “Oh ….” Nora sembarangan masuk ke dalam begitu Alice tak lagi menghalangi pintu. “Aku ingin bertanya sebentar padamu. Tidak akan butuh waktu lama,” ujarnya sambil duduk tanpa dipersilakan. Mendengar suara Nora yang semakin jelas, Noah langsung bangun dan mengintip dari pintu kamar yang memang tak pernah tertutup rapat. Dia panik bukan main melihat Nora di sana, lalu buru-buru menutup pelan pintu kamar itu. Meskipun penasaran dengan kedatangan Nora, Noah lebih tak mau perselingkuhannya terbongkar. Dia tak dapat mendengar suara-suara dari luar karena kamar itu kedap suara ketika ditutup ra
Laura merasakan punggungnya memanas, merasa sedang ada orang yang menatapnya terus-menerus. Dia tak mau menoleh ke belakang karena tahu ada Noah di sana. ‘Ke mana Asher? Kenapa belum pulang juga?’ Asher mengatakan hanya akan mampir ke kantor sebentar pagi ini. Tetapi, sudah lima belas menit berlalu, Asher belum juga kembali. “Menjijikkan sekali. Lihat cara dia melihatmu, sudah seperti akan melubangi punggungmu,” bisik Emma yang baru saja datang. “Biarkan saja, mungkin dia hanya melihat bunga-bunga yang ada di depan kita.” Laura tak mau suasana hatinya terganggu. Akhir-akhir ini, dia sangat bahagia karena Emma setiap hari mengunjungi kediaman Smith. Walaupun kedatangan Emma selalu membuat suaminya kesal karena merasa terabaikan. “Ada satu lagi orang menyebalkan di sini, Lau.” Emma melirik sinis pada pria yang baru saja datang. Laura mengikuti arah pandang Emma. “Theo? Ada apa dengannya? Dia pria yang sangat baik.” Emma lantas bercerita panjang lebar tentang perilaku Theo yang sa
“Merepotkan sekali. Apa kau tidak tahu siapa aku? Lihat saja temanmu itu!” Nora menunjuk ke arah Laura dan Asher yang baru saja keluar dari ruang ganti dengan keringat membasahi pakaian mereka. “Dia tidak melakukan apa pun di sini, padahal dia menantu Nenek Regina!” “Apa kau bodoh atau buta? Laura sedang mengandung, dan dia tidak punya kewajiban membantu Nenek Regina, sedangkan temanmu dibayar untuk bekerja di sini! Dia pasti sedang bermalam-malasan di kamar …. Terserah kau saja, aku akan mengadukan temanmu itu kalau kau tidak cepat-cepat mencarinya!” Emma tersenyum puas ketika Nora berdiri sambil mengentakkan kaki, tak lupa sambil memaki. ‘Selamat bersenang-senang, Nora Myers. Kau akan merasakan betapa sakitnya ketika lelakimu direbut wanita lain. Seperti kau menghancurkan hidup sahabatku! Rasakan!’ “Em, kenapa kau senyum-senyum sendiri? Dan kenapa kau mengangkat barang-barang ini? Bukankah Mama Regina sudah mengatakan kalau kau tidak perlu membantu lagi?” Laura masih bergandengan
“Kau seharusnya diam saja tadi. Noah pasti memutuskan itu karena ucapanmu.” Asher terus saja menggerutu. Saat pesta dimulai pun, dia tetap membahas masalah beberapa jam lalu. “Astaga … kau masih membicarakan ini? Noah jelas-jelas mau bertanggung jawab karena dia tidak mau kehilangan Alice.” Asher berdecak sebelum menyesap minuman. “Jangan banyak-banyak minum! Kau jadi buas kalau mabuk,” tegur Laura. Asher justru menenggak alkohol semakin banyak. Terkadang, Laura melarang sesuatu yang tak sesuai dengan isi hatinya. Asher tahu sekali jika Laura sangat menyukai kebuasannya di atas ranjang. Setidaknya, dia selalu berpikir demikian. Tepuk tangan meriah menghentikan perdebatan kecil Laura dan Asher, menandakan dimulainya acara utama. Adam meniup lilin dengan angka tujuh puluh, kemudian memotong kue raksasa. Yang pertama diberikan kue adalah sang istri yang sedari tadi berdiri di sampingnya. Walaupun usia tak lagi muda, mereka masih menunjukkan kemesraan yang membuat orang iri ketika me
“Apa aku jahat karena merasa senang melihat ini?” bisik Laura. Laura merasakan perbedaan yang besar pada dirinya yang dulu yang sekarang. Dia berulang kali mengira jika perubahan dirinya diakibatkan karena hormon kehamilan. Akan tetapi, sekarang Laura meragukannya. Mungkin dirinya memang sejak dulu ingin melihat keadilan yang nyata.Ada rasa lega yang begitu besar ketika Nora menerima ganjaran karena menjebak dan mengambil pria yang seharusnya menikah dengannya. Laura tak menyesal karena tidak jadi menikah dengan Noah. Tetapi, Laura tetap tak suka dengan cara kotor Nora mendapatkan Noah. “Tidak. Justru aneh kalau kau merasa bersedih saat melihat orang yang pernah menjahatimu akhirnya merasakan hukuman yang setimpal. Lagi pula, kau tidak jadi melakukan apa pun pada mantan adik tirimu itu. Kau tidak salah. Itulah cara kerja karma yang sesungguhnya.” Karena Asher yang membuat karma itu. Asher tak ingin sang istri mengotori tangannya untuk membalas perbuatan Nora. Jika harus masuk ke