Home / Romansa / Gelora Cinta Pria Arogan / 26. Tidak Percaya Rinjani

Share

26. Tidak Percaya Rinjani

Author: Neza Visna
last update Last Updated: 2025-03-17 21:11:40

Brama mengerutkan kening, dan segera menekan tombol panggilan yang ada di atas meja Rinjani dengan kening berkerut.

“Kenapa kamu ceroboh banget?” gumamnya sembari memegang tangan Rinjani, matanya terlihat panik.

Plaster putih yang ada di punggung tangan gadis, sudah berubah warna menjadi merah karena darah.

Brama semakin tidak sabar, dia berulang-ulang menekan tombol abu-abu itu. Matanya menatap ke arah pintu dengan mata cemas. Mempertanyakan kenapa perawat tidak kunjung datang.

Rinjani sendiri sudah mulai terbiasa dengan rasa sakit di tangannya, dia malah terkejut melihat ekspresi di wajah Brama.

Tidak ada lagi raut wajah datar yang selalu setia menemani pria itu. Rinjani bahkan tidak yakin dengan penglihatannya saat itu.

Apa dia masih bermimpi? Brama bisa juga menunjukkan ekspresi seperti ini, dan itu karenanya?

Seorang perawat masuk ke ruangan mereka dengan langkah buru-buru. “Ada yang bisa kami bantu?” tanyanya.

“Jarum infusnya geser, Sus. Coba diperiksa.”

Suster
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Gelora Cinta Pria Arogan   27. Brama Cinta?

    Satu-satunya orang yang mengantarnya ke rumah sakit adalah Brama. Tidak sulit menebak kalau pria itu yang menerima panggilan dari ponselnya tadi.Rinjani meragu sejenak. "Aku ... aku ada di rumah sakit," jawabnya pelan."Rumah sakit? Kenapa? Apa yang terjadi?" tanya Radit, suaranya langsung panik.“Aku baik-baik saja. Hanya kecapekan," jawab Rinjani, mencoba menenangkan adiknya. “Jangan kasih tahu sama ibu dan ayah ya. Aku nggak mau membuat mereka khawatir.”“Rumah sakit mana? Aku ke sana sekarang!”“Nggak usah!” Rinjani buru-buru menolak. “KalauRadit terdiam sejenak, lalu tiba-tiba bertanya, "Kamu sama Brama sekarang di sana?"Rinjani menatap Brama, yang masih duduk di sampingnya, lalu menjawab pelan, "Iya." Dia sudah capek berbohong. Setidaknya, pada Radit, adiknya dia ingin mengatakan apa yang terjadi. Dia bahkan nyaris tidak tahu lagi apa saja kebohongan yang sudah dia ucapkan setelah semuanyaRadit menghela napas. "Kak, apa semua yang terjadi belum cukup juga? Mau sampai k

    Last Updated : 2025-03-18
  • Gelora Cinta Pria Arogan   28. Eksploitasi Orang Kaya

    Brama menatap Rinjani dalam. “Aku nggak paham, apa maumu. Itu kan yang selama ini kamu mau? Kenapa menolak?”Rinjani membalas tatapan itu dengan berani. Dia tidak tahu, Brama tidak tahu atau pura-pura tidak tahu. “Kalau kamu bilang kaya gini beberapa bulan lalu, mungkin aku akan melompat kegirangan.”Sudut bibir Brama terangkat membentuk senyum tipis saat mendengar itu, di kepalanya langsung terbayang Rinjani melompat dengan senyum lebarnya dan mata berbinar.Itu adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi. Terkadang, Brama sampai kebingungan sendiri, kenapa Rinjani seakan sangat mudah bahagia.Sedikit perhatian atau kejutan kecil bisa membuat gadis itu bahagia hingga berhari-hari. Sekarang, gadis itu sudah banyak berubah.Brama mendekat ke Rinjani. Kali ini, dia sengaja memegang lengan yang disuntik jarum infus itu dan menahannya agar dia tidak lagi ada kejadian berdarah seperti tadi.“A-apa yang kamu lakukan?” Rinjani menggigit dinding mulutnya kesal. Dia ingin menun

    Last Updated : 2025-03-19
  • Gelora Cinta Pria Arogan   29. Rumah Baru

    “Cel, ibuku mau bicara denganmu. Ibu tahunya kamu yang sakit.” Celia mengangguk mengerti, dia meletakkan tas yang dibawanya dekat situ dan segera duduk di samping Rinjani.Rinjani langsung menelepon ibunya. “Halo, Bu. Ini Celia sudah bisa bicara sekarang. Ibu mau bicara?”“Iya, iya. Tolong sambungkan,” kata ibunya.Rinjani langsung menyerahkan ponsel itu ke Celia, menyerahkan ponselnya. “Celia mengambil ponsel itu, mencoba terdengar meyakinkan. “Halo, Tante? Iya, aku Celia. Maaf ya, Tan. Aku kurang enak badan, jadi aku minta Rinjani menemaniku malam ini.”Celia sengaja membuat nada suaranya lebih rendah agar terdengar lemah.Rinjani mendengar suara ibunya di seberang sana, masih bertanya ini itu, tapi akhirnya percaya juga.“Iya, Tan. Cuma demam biasa kok. Karena terlalu kecapekan kemarin.”Celia dengan sabar menjawab semua pertanyaam ibu Rinjani itu. Setelah beberapa menit, Celia mengembalikan ponsel itu padanya.“Tante mau bicara lagi sama kamu,” kata Celia, tersenyum kecil.R

    Last Updated : 2025-03-20
  • Gelora Cinta Pria Arogan   30. Tertarik KPR

    “Aku belum jadi ketemu, Bu. Ada urusan mendadak, jadi kami memutuskan janjian lain hari.”“Ibu ternyata kenal orangnya loh. Dia pernah ke sini, kebetulan ibu lagi nganterin makanan untuk Radit waktu itu. Anaknya lumayan ganteng kok. Dia juga baik, dan ramah banget. Ayah kamu saja waktu itu langsung akrab ngobrolnya sama dia.”Rinjani mengangkat sebelah alisnya mendengar itu. “Oh, ya? Kalau begitu aku jadi tertarik. Jarang ayah cepat akrab sama orang, apa lagi anak muda begitu.”“Makanya itu. Ibu cukup yakin, siapa tahu ini jodoh kamu?”Rinjani tersenyum lembut. “Semoga ya, Bu.”Dia juga menyadari umurnya tidak muda lagi. Kalau dengan berusaha menyenangkan hati orangtuanya dia bisa bertemu dengan jodohnya sekalian, Rinjani akan sangat bersyukur.Meski, dia tidak se-optimis ibunya. Dia tidak yakin, pria itu akan bisa menerima masa lalunya.“Bu, aku kurang tidur semalam. Aku tidur dulu ya?” pamitnya pada ibunya.Wanita paruh baya itu segera menyadari wajah Rinjani yang terlihat

    Last Updated : 2025-03-22
  • Gelora Cinta Pria Arogan   31. Kesepian Brama

    Kiara tertawa kecil. “Tante kasih tahu aku alamat apartemen kamu.” Dia lalu berdiri tegak, menjauh dari tembok yang tadi disandarinya.“Aku sudah pegel banget nungguin kamu dari tadi.”“Kenapa nggak mengabari dulu kalau mau ke sini?”“Tentu saja kejutan.” Senyum di wajah kiara semakin lebar, menunjukkan gigi putih yang berjejer rapi.Wajah Brama semakin keruh. Dia sedang tidak ingin bertemu dengan siapapun, sekarang ini. “Aku lagi nggak mood. Sebaiknya kamu pulang saja.”Kiara mengepalkan tangannya menahan emosi. “Aku tahu kamu lagi bad mood karena semua masalah itu. Makanya aku sengaja bawain ini semua. Tante juga kayanya khawatir banget sama kamu, setelah kejadian itu.”Brama menghela napas gusar. “Terima kasih, tapi aku tidak ingin menerima tamu sekarang ini.”“Hei, setidaknya hargai sedikit usahaku? Bagaimana juga aku sudah repot-repot ke sini dan menunggumu lama.”mBrama menghela napas, merasa kesal. "Kamu tidak perlu melakukan ini. Tidak ada yang memintamu melakukannya.”Ki

    Last Updated : 2025-03-23
  • Gelora Cinta Pria Arogan   32. Kiara Lepas Kontrol

    Semakin lama dia berpisah dari Rinjani, semakin Brama sadar kalau gadis itu benar-benar sudah menyelinap ke setiap sisi kehidupannya.Dan tanpanya, semua terasa hambar. Bahkan untuk hal sesepele pakaian saja, sudah dipilihkan oleh Rinjani. Kini, dia merasa semua pakaian yang dipilihnya terasa salah.“Kalau kamu nggak suka makanannya, aku bisa pesan yang lain. Atau aku masakkan sesuatu? Aku sudah mulai belajar masak.”“Nggak perlu. Selesaikan saja itu, setelah itu kamu bisa langsung pulang.”Kiara nyaris tidak bisa mempertahankan senyumnya. Dengan frustrasi dia menenggak isi gelasnya sampai habis kemudian mengisinya lagi hingga setengah penuh.Dia menenggak alkohol itu bagai menenggak air, makanannya juga nyaris tidak tersenyuh olehnya.“Kenapa kamu memilih Rinjani, dari semua perempuan?” tanyanya tiba-tiba.“Dia ... sesuai.”Kiara mengerutkan kening mendengar jawaban singkat itu, tidak mengerti. “Sesuai? Apanya? Cuma karena kalian sudah kenal begitu lama? Aku yakin, perempuan ma

    Last Updated : 2025-03-23
  • Gelora Cinta Pria Arogan   33. Persetujuan Keduanya.

    Kiara merasa air matanya hampir jatuh, tapi dia mencoba menahannya. "Kamu mengusirku begitu saja? Kamu benar-benar nggak punya perasaan ya. Aku jauh-jauh datang ke sini untuk menghibur kamu, tapi kamu ngusir aku begitu saja!”Brama menghembuskan napas gusar. Dia tidak menyangka, Kiara akan jadi seperti ini ketika mabuk.“Sebaiknya segera bawa dia dari sini.”“Baik, Mas Brama.”Kali ini, tanpa menahan tenaganya lagi, asisten Kiara itu mengangkat Kiara dan membimbingnya untuk berjalan ke luar apartemen itu bahkan hingga nyaris menyeretnya karena Kiara terus memberontak.“Ayolah, Ra. Kalau terus gini, besok kamu sendiri yang menyesal waktu ingat semuanya!” gerutunya.Sebagai orang yang sudah cukup lama bekerja dengan Kiara, dia sudah cukup paham sikap gadis itu.“Permisi, Mas Brama. Saya minta maaf untuk sikap Kiara hari ini ya. Dia Cuma lagi stres saja karena mengurus semua efek pemberitaan kemarin itu. Biasanya dia nggak kaya gini.”Begitu dia sampai di depan Brama, asisten itu masi

    Last Updated : 2025-03-24
  • Gelora Cinta Pria Arogan   34. Pertemuan Pertama dengan Jagat

    Rinjani menoleh terkejut, mendengar seseorang memanggilnya. “Kenapa?” tanyanya heran.“Ada cowok ganteng nyariin kamu di bawah!!” serunya semangat.Suara melengking temannya itu yang membuat Rinjani mengerutkan kening. Sekarang, semua jadi melihat ke arahnya.“Cie, tumben banget, Rin? Akhirnya, ya. Pegawai paling workhaholic di kantor ini didatangi laki-laki juga.”“Iya, Rin. Aku kemarin sempat curiga kamu dan Pak Brama ada something, habisnya dia khawatir banget waktu kamu sakit itu.”Rinjani hanya bisa tersenyum canggung, dia tidak mengerti laki-laki siapa yang mencarinya? Dia tidak merasa ada janji dengan siapapun.Apa Radit datang mencarinya? Tapi kenapa tidak mengabari dulu?Tanpa menanggapi semua godaan rekan kerjanya, Rinjani bergegas menuju ke lantai bawah. Dia menemukan seorang pria mengenakan kemeja berwarna biru muda dengan lengan dilipat rapi dan celana bahan berwarna hitam. Pria itu cukup tinggi dan mengenakan kacamata membuat penampilannya tampak lebih ber

    Last Updated : 2025-03-24

Latest chapter

  • Gelora Cinta Pria Arogan   78. Masa Lalu Belum Selesai

    Brama menatap keluar jendela. Di seberang jalan, sebuah keluarga muda berjalan sambil tertawa—ayah, ibu, dan anak kecil di antaranya."Aku baik-baik saja," bohongnya, menyesap kopi yang sudah dingin.Ibu Brama meraih tangannya. Untuk pertama kalinya sejak kecil, Brama merasakan sentuhan hangat ibunya tanpa jarak.“Mama selalu menganggap Rinjani gadis yang baik. Hanya saja, karena latar belakangnya mama tidak pernah membayangkan kalau kalian akan bersama.”Jauh di dalam dirinya sudah sangat tertanama kalau pernikahan itu harus setara secara ekonomi.Dia sangat bangga pada Brama dan berharap anaknya itu mendapatkan yang terbaik. Tentu saja, seorang anak pembantu tidak akan pernah masuk radarnya.Karenanya saat pertama kali dia tahu, wanita itu merasa dikhianati. Dikhianati oleh pembantu yang sudah begitu lama bekerja dengannya, dikhianati oleh anaknya sendiri.Tetapi sekarang, dia mempertanyakan kembali, apa sepenting itu.“Dia gadis yang baik, dia pantas mendapatkan yang terbaik.”“Apa

  • Gelora Cinta Pria Arogan   78. Kesadaran Terlambat

    Ayah Brama diam lama. “Apa kamu benar-benar nggak akan membantu papa?”Brama menggelengkan kepalanya. “Baiklah kalau begitu. Biar papa pikirkan sebentar.”Wajah pria paruh baya itu terlihat keruh. Dia sulit menerima kenyataan yang ada di depan mata.Siapa yang tidak punya simpanan dan selingkuhan di sekitar mereka? Kenapa hanya dia yang diceraikan istrinya? Laki-laki itu benar-benar merasa kehilangan muka.Ini semua karena perempuan itu yang terusDia langsung menelepon Ratri, ibu Kevin itu. Suara ayahnya melengking, tidak seperti biasanya. "Kenapa kamu mengirim semua foto-foto itu ke istriku!!”Brama menggosok pelipisnya. Dia bisa mendengar suara cempreng ibu Kevin dari speaker telepon—suara yang dibuat-buat polos, tapi terlalu bernada kemenangan."Aku tidak mengerti, Sayang. Maksud kamu apa?”“Jangan pura-pura bodoh! Karenamu, istriku tahu tentang kehamilan itu dan mau menceraikanku?!”“Cerai? Bagus dong? Bukankah ini yang kita tunggu? Sekarang kita bisa menikah dan anak kita ngga

  • Gelora Cinta Pria Arogan   77. Punya Malu

    “Aku tidak akan menandatangani surat cerai itu! Kita sudah terlalu tua untuk berpisah! Jangan jadi seperti anak-anak lah!"Brama menyenderkan tubuhnya ke jendela, menyeruput kopi dinginnya dengan tenang yang sengaja dibuat-buat. "Kalau Papa sadar sudah tua," ujarnya, mata menyipit menatap ayahnya, "Kenapa papa masih nggak bisa mengontrol kelamin!" Wajah ayahnya memerah. "Anak kurang ajar! Apa begini caramu bicara ke papa sekarang? Sudah merasa berkuasa setelah punya saham? Merasa paling hebat sekarang?”Setelah perusahaan stabil, dan menyadari kalau Brama memegang saham dalam jumlah sangat besar, ayah Brama memikirkan semuanya dan menyadari kalau semua itu adalah bagian dari rencana Brama.Dia tidak menyangka di luar pengawasannya ternyata Brama memiliki jauh lebih banyak uang dari yang dia bayangkan."Sudah cukup." Ibu Brama berdiri, suaranya seperti pisau es. Tangannya meraih tas kulit di sampingnya, mengeluarkan amplop cokelat tebal. "Aku sudah terlalu jijik hidup denganmu."“

  • Gelora Cinta Pria Arogan   76. Cerai!

    Lampu kamar temaram, menciptakan bayangan yang bergerak lambat di dinding. Kiara melingkarkan lengan di leher Brama, jari-jarinya bermain dengan rambut pendek di tengkuknya. Napasnya hangat di telinga Brama, beraroma anggur mahal dan parfum yang menggoda.Tangan Kiara merayap ke bawah, membuka kancing pertama kemeja Brama. Jantungnya berdebar kencang—kemenangan sudah di depan mata.Tapi tubuh Brama kaku. Begitu jemari Kiara menyentuh kulit dadanya, gambaran Rinjani melintas di pikirannya. Ini bukan Rinjani! Aromanya salah! Bentuk tubuhnya salah! Bahasa tubuhnya salah!Brama menangkap pergelangan Kiara dengan kasar, mendorongnya menjauh. Napasnya tersengal, seperti orang yang baru tersadar dari mimpi buruk.Kiara tersentak terkejut. “Kenapa?!” Brama tidak menjawab. Dia bangkit dari tempat tidur, merapikan kemejanya dengan gerakan kasar."Ini sudah larut," katanya, mengambil jaket dari kursi. "Sebaiknya kita pulang."Kiara tidak berusaha menahannya. Dia duduk di tepi tempat tidur, m

  • Gelora Cinta Pria Arogan   74. Kesempatan untuk Kiara

    ***Andre masuk ke ruang kerja Brama dan langsung mengenyitkan hidungnya. Tirai jendela tertutup rapat, mengurung asap rokok yang menggantung di udara. Tumpukan dokumen berserakan di atas meja, beberapa halaman tercecer di lantai, diinjak oleh sepatu mahal yang tak pernah lagi diseka ke lusuhnya.Brama mengetik dengan kecepatan gila, jari-jarinya menari di atas keyboard seperti orang kesurupan. Layar komputernya memancarkan cahaya biru yang menyayat mata, memantulkan bayangan wajahnya yang semakin tajam—pipinya cekung, mata berkantung hitam, rambut acak-acakan."Kamu nggak tidur semalaman lagi?” Andre membuka pintu yang menghubungkan ke balkon luar untuk mengeluarkan semua asap rokok itu. “Ini sudah pagi, Bram.”"Aku tahu jam berapa sekarang," Brama menjawab tanpa menoleh, suaranya serak.Andre masuk, menginjak dokumen yang tergeletak di lantai. "Om menelepon lagi. Dia marah—" "Biarkan dia marah." Brama menyela, menekan tombol save dengan keras. “Kalau bisa marah berarti dia masih s

  • Gelora Cinta Pria Arogan   73. Keluar Abiyasa

    Rinjani terdiam. Dia masih merasa berat menerima uang itu karena itu bukan haknya. “Jangan membuatku merasa bersalah. Aku tidak membantu kamu apapun kalau kamu bahkan menolak ini.”Jagat berjanji ini adalah kerja sama, tapi dengan apa yang terjadi dia merasa tanggung jawab yang harus dipikul Rinjani jauh lebih berat.“Kamu bisa menggunakan uang ini untuk membayar biaya penalty itu, daripada kamu terus-terusan nggak nyaman di kantor itu.”Jagat menawarkan.Rinjani terdiam. “Sayang uangnya,” gumamnya. Apalagi ini bukan uang yang dia hasilkan. Kalau dipakai begitu saja dia akan merasa sangat berhutang.“Kita sekarang adalah suami istri, uangku adalah uang kamu. Kalaupun kamu memakai uang itu, itu nggak akan mengganggu keuangan keluarga kita.”“Bukan itu masalahnya.”“Aku bisa menunjukkan semua uang yang aku punya beserta aset dan investasi supaya kamu tenang.”Jagat benar-benar mencoba terbuka pada Rinjani. Namun, Rinjani buru-buru menolak.“Sekarang, ini aku simpan, nanti akan aku

  • Gelora Cinta Pria Arogan   72. Hak Rinjani

    Jagat tersenyum ringan. “It’s okay. Aku sudah tahu ceritanya kok. Kamu juga tahu pernikahanku dengan Rinjani seperti apa. Aku bisa mengerti hal seperti itu.”Celia menghembuskan napas lega melihat reaksi Jagat yang cukup santai."Dengar baik-baik," Celia menunjuk Jagat dengan garpu. "Perlakukan Rinjani dengan baik! Kalau kamu sakiti Rinjani, aku akan—""Celia!" Rinjani memotong.“Nggak papa.” Jagat menenangkan Rinjani. “Aku tahu, aku pasti akan memperlakukan dia dengan baik. Kamu tenang saja.”Celia mengacungkan jari jempolnya ke arah Jagat. “Aku harap kamu tepati janji itu.”Jagat tertawa, ketegangan sedikit mencair. Suasana makan malam itu menjadi menyenangkan karena Jagat juga pandai membawa suasana.Selesai makan malam, Jagat permisi ke kamar mandi meninggalkan Celia bersama Rinjani di sana.“Not bad,” gumam Celia tiba-tiba.“Apanya?” Rinjani menyuapkan tiramisu ke mulutnya dengan wajah bingung.“Jagat.” Celia menjelaskan. “Dia jauh lebih supel daripada Brama, dan yang terpent

  • Gelora Cinta Pria Arogan   71. Mempertontonkan Kemesraan

    Dunia seakan berhenti berputar saat itu untuk Brama. “A-apa?”Dia meragukan pendengarannya sendiri.“Aku sudah menikah," ulang Rinjani lagi lebih tegas.“Nggak! Kamu bohong!”Rinjani menggelengkan kepalanya. “Aku serius. Aku sudah menikah dengan Jagat.”"Kapan?" suara Brama serak.Rinjani tidak segera menjawab. Dia mengambil jaketnya dari kursi, bersiap pergi. Di ambang pintu, dia berhenti."Beberapa minggu lalu, aku harap kamu bisa berbahagia untuk aku.”Pintu tertutup pelan.Brama tetap berdiri di tengah kamar, tangan menggenggam erat bingkai tempat tidur hingga buku-buku jarinya memutih.Berbahagia katanya? Bagaimana dia harus berbahagia mendengar semua itu? Bohong! Rinjani pasti bohong! Dia tidak percaya ini! Rinjani sama sekali tidak ada mengambil izin apapun beberapa saat ke belakang.Kapan dia punya waktu untuk menikah?Brama mencari semua alasan kalau Rinjani hanya berbohong, tapi tangannya gemetar saat itu.Ekspresi wajah Rinjani tadi terbayang-bayang di depan wajahnya d

  • Gelora Cinta Pria Arogan   71. Rinjani Tahu Semua

    Layar komputer Brama memancarkan cahaya biru yang menerpa wajah pria itu. Tangannya mengetik cepat, sementara di sebelahnya, tumpukan laporan keuangan dan dokumen analisis pasar berserakan. Di sudut meja, secangkir kopi yang sudah dingin tak tersentuh.Wajah Brama sedikit pucat dan perutnya mulai terasa perih tapi dia menolak untuk berhenti.“Bram, kamu mending istirahat dulu. Wajahnya sudah betul-betul pucat.” Andre mengingatkan.“Sedikit lagi ini semua selesai. Aku tidak bisa berhenti sekarang.”Andre menggaruk alisnya kehabisan akal. Semenjak kejadian itu Brama benar-benar bekerja keras untuk mengembalikan kembali stabilitas perusahaan. Saking fokusnya bahkan makanan yang dibeli tadi siang belum sempat di makan Brama hingga sekarang.“Kalau begitu aku akan membeli makanan untukmu. Makanan yang di atas meja itu sudah dingin. Setelah pemberitaan saham miliknya ditambah dukungan keluarga Kiara, dan dibantu dengan laporan keuangan yang positif membuat kondisi saham perlahan mula

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status