Mala mengalihkan pandangannya dari cermin, dia menatap kembali Brama ke arah Brama, yang masih tertidur nyenyak., berharap Brama memberitahukan jawaban dari pertanyaan nya tadi."Apa ibu, harus berubah demi kamu?" Tanya Mala pada Brama, sekali lagi."Jika memang harus seperti itu, sepertinya ibu memang harus merubah penampilan ibu," ucap Mala masih menatap ke arah Brama.Mala menatap dirinya di cermin sekali lagi, Mala lalu perlahan membuka kacamata nya, kemudian kepangan rambutnya, terakhir behel hitam palsu yang selalu melekat di gigi putih aslinya.Saat melepas semua itu dari wajahnya, Mala teringat kenangan bersama Sang ibu.Mala ingat ketika pertama kali datang ke Jakarta, ibu memintanya memakai semua itu, Mala juga ingat ia sempat menolak memakai semuanya. Bahkan Mala sampai menangis ketika melihat pantulan wajahnya di cermin, wajahnya yang cantik seketika berubah menjadi jelek, jelek sekali.Mala marah pada ibunya dan tak mau keluar. Tapi dengan sabar ibu menasehati Mala."Ini
Mala pagi itu seperti biasa menjemur Brama di bawah sinar mata hari pagi, sebelum berangkat bekerja.Dan itu di manfaatkan oleh Harun untuk bertemu dengan Mala setiap hari, sebelum berangkat bekerja.Seperti pagi ini, Harun yang melihat Mala ada di teras rumahnya bersama Brama, langsung saja mendekati Mala dan mengambil Brama dari gendongan Mala.Mereka bertiga sekilas terlihat seperti keluarga kecil yang bahagia.Harun jadi merasa setiap pagi hanya Mala dan Brama yang selalu bisa memberinya energi untuk tetap terus menjalani hidupnya, yang terasa lebih rumit setelah menikah dengan Rima, ini semua karena sikap Rima yang sangat cemburuan.Hingga membuat Harun tidak mempunyai teman sama sekali dan selalu merasa terkurung di rumah.Hanya keinginan nya untuk bertemu Mala dan Brama esok hari nya, yang selalu membuatnya semangat bangun di pagi hari."Hati-hati run," teriak Mala ketika Harun harus pergi kerja.Harun merasa sangat di hargai oleh Mala, berbeda dengan Rima yang selalu berpesan
Mala menahan nafasnya, ketika Alan memutari dirinya tanpa tahu malu, ingin sekali Mala menendang Alan kuat-kuat."Kamu boleh keluar sekarang!" Ucap Alan pada Mala, setelah puas melihat Mala.Mala membuang nafasnya, ketika sudah berada di luar ruangan kerja Alan. Di dalam tadi dia sangat merasa tegang.Mala sedikit merinding, saat ingat bagaimana Alan memandanginya, ada apa ini? Semoga bukan masalah lagi buatnya, doa Mala.Semenjak Mala mengaku sebagai janda, Alan berubah sikap pada Mala, Alan jadi selalu memperhatikan Mala setiap saat, bahkan terlihat aneh Alan tidak membiarkan dia bekerja terlalu berat dan membuat Mala sedikit tidak nyaman.Mala memilih sebisa mungkin menghindar dari Pak Alan, seperti sekarang. Mala saat ini di panggil pak Alan, masuk ke ruangannya, Mala langsung merasa ada sesuatu yang akan di lakukan pak Alan padanya. membuat Mala berpikir untuk memutar otaknya dengan cepat, bagaimana caranya dia menghindari pak Alan.Melihat tumpukan minuman kaleng yang ada di de
Melihat Harun dan Alan berkelahi, Mala mendekati keduanya."Hentikan, apa yang kalian lakukan!" Bentak Mala.Harun dan Alan menatap Mala."Maafkan Aku, Aku tidak suka dia menghadang'ku!" Jawab Alan."Aku takut kamu kena masalah, kalau dia masuk ke rumah kamu," bela Harun."Pergi, kalian berdua dari tempat ini!" Teriak Mala, sekuat tenaga.Kemarahan dalam hati Mala sudah tidak tertahankan lagi. Setelah berteriak seperti tadi, Mala pun masuk ke dalam rumah lagi, melihat Brama dalam gendongan Bu Minah, Mala segera mengambil Brama dari gendongan Bu Minah, membawa masuk Brama ke dalam kamarnya.Semenjak itu, Mala tidak pernah keluar rumah lagi, dia hanya diam di dalam rumah mengurus Brama. Brama telah menjadi obat kesedihan yang ampuh untuk Mala.Sebulan sudah berlalu, Mala yang terus tinggal di rumah, mengurus Brama, menimbulkan gosip lain yang baru, gosipnya Mala menjadi simpanan pria hingga tak perlu bekerja.Mala yang asyik sedang berjemur matahari pagi bersama Brama, melihat Harun lew
Untuk menghindari pertikaian lagi dengan Rima, Mala memilih pergi dari desa itu, Mala memilih akan kembali ke Jakarta.Walaupun Mala masih takut akan bertemu dengan Bramono lagi ketika di jakarta nanti, namun tidak ada pilihan lain. Dari pada tinggal di desa tetapi selalu makan hati.Lagipula bisa saja Bramono sudah melupakan dirinya, atau Bramono kini sudah menikah, walaupun rasanya tidak mungkin, mengingat pria seperti apa Bramono.Mala membawa Bu Minah untuk mengasuh Brama, jika nanti dia bekerja.Bu Minah yang memang sudah tidak punya siapa-siapa di desa, memilih untuk ikut Mala ke Jakarta, dia tidak mau berpisah dengan Brama, katanya.Tentu saja Mala senang mendengar hal itu, dia pun sudah menganggap Bu Minah adalah Ibu barunya.Pandangan mata Mala, ke arah jendela bis yang memperlihatkan pemandangan di sepanjang jalan.Mereka menggunakan Bis untuk berangkat ke Jakarta. Mala menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatinya, agar bisa bertahan untuk menjalani hidupnya di Jak
"Maaf tuan!" Ucap Mala sekali lagi, melihat wajah kesal dari pria yang di tabrak olehnya.Markus yang masih terkejut dengan mahluk cantik di depan matanya, tidak mendengar ucapan Mala.Sampai Mala kemudian menghilang dari hadapan Markus, Markus masih terdiam di tempatnya.Markus hanya menatap ke arah Mala pergi, tanpa bisa berkata apa-apa.Mala pulang dengan lesu, entah mengapa hatinya merasa sakit dan kecewa, karena tidak di beri kesempatan bicara saat wawancara tadi.Di tempat lain ada seseorang yang pikirannya, terpaku pada kejadian yang baru saja menimpanya."Siapa dia? Kenapa aku seperti mengenalnya?" Batin Markus.Matanya terpejam, membayangkan wajah wanita, yang baru saja bertabrakan dengannya.Markus merasa dekat dengan wanita itu, tapi tidak tahu siapa dia. Karena memang Markus tidak mengenal wanita itu, tapi Markus merasa ada bagian tubuh dari wanita itu, yang sangat mirip dengan seseorang yang dekat dengannya.Markus menelepon staf nya yang bertugas mewawancarai para pela
Mala yang sedang menunggu Markus keluar dari ruangannya mengerutkan keningnya,kenapa bosnya belum juga keluar.Mala dengan terpaksa mengetuk pintu ruangan Markus kembali, hingga membuat Markus terkejut.Markus sebenarnya sudah siap keluar dari tadi, untuk bertemu Mala, namun Markus selalu merasakan jantungnya berdetak cepat, saat dia mau membuka pintu, jadi mau tidak mau, Markus membatalkan untuk membuka pintu.Hingga akhirnya Mala mengetuk pintunya dan diapun terkejut.Markus membuka pintu ruangannya perlahan, dia mendapati Mala sudah berdiri di depan pintu.Markus langsung memasang wajah dinginnya untuk menutupi degup jantungnya."Kita pergi sekarang!" Ucap Markus, tanpa menoleh ke arah Mala.Mala tak banyak bicara lagi, mengikuti Markus tidak perduli bagaimana sikap Markus padanya."Masuklah!" Ucap Markus meminta Mala masuk ke dalam mobilnya, masih tanpa menoleh ke arah Mala.Mala duduk di depan bersama sopir, sedangkan Markus di belakang.Markus sepanjang jalan diam, namun pandang
Markus yang penasaran ingin mengenal Mala lebih jauh, mengundang Mala makan malam.Namun Markus harus menelan rasa kecewa, karena Mala menolak ajakannya."Maaf aku tidak bisa!" Tolak Mala.Markus merasa kecewa dengan penolakan Mala, namun dia tidak bisa berbuat apapun, karena ini di luar kerjaan, jadi Mala berhak menolak."Mungkin lain kali akan aku, coba lagi," ucap Markus.Saat Mala tiba di rumah malam ini, Brama sudah tertidur nyenyak, ada sedikit rasa bersalah di dalam hati Mala pada Brama putranya.Mereka kini hampir tak pernah bertemu, karena Mala harus berangkat kerja di saat Brama sedang tidur, dan di saat Mala pulang, Brama sudah tidur.Mala mencium pelan pipi Brama, dengan sedih."Nanti jika ibu libur, ibu janji akan mengajak kamu keluar, untuk jalan-jalan," bisik Mala.Hari demi hari berlalu, Markus kini sudah terbiasa dengan kehadiran Mala, sebagai sekertaris nya. Walau jauh di lubuk hatinya masih ada pertanyaan besar menyangkut Mala, yang ada di dalam pikirannya.Entah me
Bramono menatap tidak percaya pada Markus, Markus mengedipkan matanya, melihat keterkejutan Bramono itu.Mendapat kedipan mata dari Markus, Bramono malah makin terkejut, bagaimana bisa Markus yang terkenal dingin, mengedipkan matanya bahkan senyum-senyum seperti sekarang."Dia berubah!" Batin Bramono."Apa kamu ingin menjadi, seperti aku dulu?" Tanya Bramono."Tentu tidak! Aku tidak akan melakukan hal bodoh itu, aku dan kamu berbeda, aku tidak akan pernah membuat seorang wanita dendam padaku,""Bahkan aku tidak mau membuat senjataku marah, hingga tidak bisa berdiri," lanjut Markus.Bramono menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil tersenyum malu."Semoga apapun usaha kamu, kamu segera mendapatkan hasilnya," ucap Bramono kemudian."Terimakasih! Aku titip Mala dan Brama jaga mereka, jangan buat mereka terluka, karena jika itu terjadi, bisa aku pastikan kamu akan menyesal!" Ancam Markus dengan wajah dinginnya."Siap-siaplah kehilangan segalanya, jika sampai itu benar-benar terjadi!" L
"Aku tadi," Bramono mencoba membuka mulutnya, untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya pada Mala, namun dengan cepat Mala memotongnya."Seharusnya kamu, tadi cepat masuk ke sini, begitu Markus keluar dari ruangan ini!" Omel Mala."Aku berharap melihat kamu di balik pintu itu, mengintip aku dan Markus dalam ruangan ini!" Omel Mala lagi."Tapi ternyata kamu bahkan, tidak langsung masuk menemui ku, ketika Markus keluar!" Lanjut Mala.Bramono menatap Mala yang terlihat sedih mengatakan semua itu, padanya.Bramono bahkan kini melihat kedua mata Mala sudah berkaca-kaca."Tidak seperti itu! Saat melihat kamu berada dalam satu ruangan bersama Markus! Sebenarnya aku juga ingin ikut masuk! Tapi, aku takut kamu marah!" Ucap Bramono."Aku berpikir mungkin memang kalian berdua, butuh untuk bicara," lanjut Bramono."Aku juga gelisah, saat kalian berdua di dalam ruangan ini, begitu lama!""Apalagi saat melihat Markus keluar dengan wajah marah dan kesal,""Lalu kenapa kamu tidak langsung masuk,
Markus menatap Mala, dengan tajam, dia ingat bagaimana Mala mempermalukan dirinya di pesta ulang tahunnya.Pesta ulang tahun, yang seharusnya menjadi hari yang paling bahagia, berubah menjadi hari yang buruk karena penolakan yang di lakukan Mala pada lamarannya, didepan orang banyak.Bahkan, Mala menambah drama penolakan nya, dengan aksi membuang cincin nya, tanpa rasa bersalah.Flash back on.Markus menjemput Mala dan Brama ke bandara siang itu."Aku akan mengajak kalian jalan-jalan dulu sekarang, apa kalian mau?" Tanya Markus pada Mala dan Brama."Mau!" Jawab Brama dengan semangat.Mendengar hal itu, Markus tersenyum bahagia. Siang itu Mala dan Brama benar-benar di manjakan oleh Markus.Mereka berjalan-jalan mengitari sebuah taman yang sangat indah di tengah kota. Hingga tanpa terasa siang pun sudah berubah menjadi malam.Saat malam datang, Markus tidak membawa Mala dan Brama pulang ke rumah, tapi mengajak Mala dan Brama masuk ke sebuah restoran, untuk makan.Tanpa di ketahui oleh M
Pulang menjenguk Ratna, Mala dan Bramono langsung pulang, mereka pun kini sedang berbaring berdua di atas tempat tidur, sambil menatap langit-langit kamar.Setelah puas menatap langit-langit kamar, Bramono mengubah posisi tidurnya menghadap ke arah Mala.Menatap wajah cantik Mala, merupakan hal yang senang dia lakukan akhir-akhir ini.Mala makin di lihat makin cantik, dia memang untung besar mendapatkan Mala.Bahkan dia sering merasa tidak percaya diri berjalan bersama Mala, kecantikan Mala membuat semua hampir menoleh kearah, Bramono takut suatu ketika Mala menghilang darinya."Kenapa?" Tanya Mala, melihat Bramono menatapnya sambil melamun."Kenapa, apanya?" Tanya Bramono balik."Apa yang sedang kamu, pikirkan?""Aku sedang memikirkan bagaimana seandainya kamu pergi dariku, pasti aku akan mati!" Jawab Bramono."Kenapa bisa begitu?" "Tanpa kamu apalah arti diriku!" "Gombal!" ucap Mala sambil tersenyum."Itu benar, aku sekarang sangat tergantung padamu!""Kalau begitu buatlah, aku be
Ciuman yang sangat panjang dan lama, hingga membuat kedua merasakan sesuatu dorongan yang kuat dalam hati mereka untuk berbuat lebih dari itu.Mendorong Bramono untuk membawa Mala, ke atas tempat tidur dengan lembut, dan mulai merangkak di atas tubuh Mala."Tok, tok, tok!" Tiba-tiba suara pintu di ketuk dari luar, membuat gerakan Bramono terhenti.Bramono dan Mala saling pandang."Siapa?" Tanya Bramono."Ini aku ayah, aku ingin tidur bersama ayah!" Jawab Brama.Bramono kembali menatap Mala, Mala tersenyum. Bramono mau tidak mau segera turun untuk membukakan pintu untuk Brama."Kamu mau tidur sama ayah?" "Iya,""Baiklah!" Jawab Bramono. Bramono langsung menggendong Brama lalu masuk ke dalam kamar nya Brama."Baiklah, malam ini kita akan tidur berdua di kamar ini," ucap Bramono.Brama tersenyum senang mendengar itu, dia pun langsung tidur sambil memeluk Bramono erat, seakan-akan tidak akan dia lepaskan lagi.Bramono jadi senyum sendiri, menyadari hal yang tidak jadi dia lakukan bersam
Bramono menatap Mala yang muntah mengenai seluruh tubuhnya, Mala menutup mulutnya, menahan rasa mual yang kembali menyerangnya.Mala tanpa ragu mendorong tubuh Bramono, lalu turun dari tempat tidur, dan kelur dari kamar menuju kamar mandi.Sedangkan Bramono menatap tubuhnya, yang penuh dengan muntah."Oh, Tuhan!" Ucap Bramono, dia pun langsung berlari ke arah kamar mandi menyusul Mala.Mala menatap sedih ke arah Bramono."Maaf!" Lirih Mala "Sudahlah, mungkin bayinya belum mau di tengok," ucap Bramono sedih.***Bramono dengan berat hati harus meninggalkan Mala dan Brama di kampung, hari ini. Bramono harus kembali, ke Jakarta karena Bramonos'grup membutuhkannya.Sampai di Jakarta, Bramono benar-benar langsung pergi menuju kantor, hari itu juga.Dia mencoba berbuat sesuatu yang dia bisa dia lakukan untuk menyelamatkan Bramonos'grup dari kebangkrutan.Siang dan Malam, Bramono berkutat hanya di seputar pekerjaan, tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain.Hingga tanpa terasa, waktu pu
"Tolong!" Ucap Ratna lagi.Rima mengacak-acak rambutnya dengan kesal, bagaimana ini? Bagaimana dia menolong Ratna, jika dia sendiri, dia tidak akan kuat mengangkat Ratna ke atas."Tolong!" Teriak Rima akhirnya, karena tidak tahu harus berbuat apa."Tolong!" Teriak Rima lagi.Para polisi yang belum jauh pergi, seketika menghentikan langkahnya, mereka berbalik ke arah suara Rima yang berteriak minta tolong."Ada apa ini?" Tanya para polisi itu.Ratna bukannya langsung menjawab, dia malah terpaku melihat para polisi tadi yang datang."Maaf ada apa ini?" Tanya polisi yang lainnya.Rima tanpa menjawab, mengangkat tangannya lalu menunjuk ke arah lubang di mana Ratna berada."Dia di sana!" Ucap Rima akhirnya.Para polisi pun segera berlari ke arah yang di tunjuk Rima, mereka tersenyum melihat siapa yang ada di sana."Tolonglah aku!" Ucap Ratna, yang sudah merasa tidak kuat lagi menahan berat tubuhnya sendiri.Para polisi itu langsung bergerak, dan akhirnya mereka bisa mengangkat Ratna ke ata
Mendengar suara itu, Mala pun langsung berbalik badan, untuk melihat siapa pria itu. Mata Mala langsung membesar saat melihat siapa pria itu."Markus!" Ucap Mala.Para warga pun langsung mengalihkan perhatiannya pada Markus, yang berjalan ke arah mereka."Kalian semua pasti mengenal saya bukan? Saya bukan hanya akan meratakan kampung ini dengan tanah, tapi juga mengusir kalian dari kampung ini," ucap Markus.Para warga kembali terdiam, mereka saling pandang satu sama lain."Dengar! Yang kalian usir sekarang, adalah pemilik asli semua tanah yang kalian tempati!" Teriak Markus lagi.Rima dan para warga saling pandang mendengar hal itu. Lalu menatap ke arah Markus lagi."Kalian pasti tahu keluarga Kusuma, dan Mala adalah cicit mereka!" Jelas Markus lagi."Jadi menurut kalian, yang seharusnya pergi dari desa ini, dia apa kalian?" Tanya Markus dengan marah.Markus tadi terkejut saat melihat Mala ada di kampung ini, apalagi melihat Mala yang sedang di usir para warga. Kampung ini adalah
Mala menatap apa yang baru saja dia keluarkan dari dalam perutnya, kenapa bisa seperti ini, kemarin dia merasa baik-baik saja."Kenapa aku tiba-tiba, seperti ini?" Tanya Mala dalam hatinya."Kamu kenapa?" Tanya Bu Minah yang terbangun mendengar Mala muntah-muntah barusan."Entahlah, aku tiba-tiba mual-mual!" Jawab Mala.Bu Minah menatap Mala sesaat, dia jadi ingat saat pertama kali Mala pulang ke rumah ini, Mala pun mengalami hal yang sama."Apa kamu hamil lagi?" Tanya Bu Minah.Mala terkejut mendengar pertanyaan itu, Mala menatap Bu Minah, lalu mengerutkan keningnya."Aku sudah telat dua Minggu Bu!" Jawab Mala."Apa mungkin aku hamil lagi?" Tanya Mala."Apakah ini anak Bramono lagi?" Tanya Bu Minah lagi."Tentu saja, dia suamiku! Ternyata kami tidak bercerai, dia membatalkan proses perceraian kami," jelas Mala.Bu Minah menghela nafas lega, mendengar hal itu."Apa kamu belum berhasil menghubunginya?" Tanya Bu Minah lagi."Handphone ku hilang, aku bingung harus menelepon Bramono bagai