"Maaf tuan!" Ucap Mala sekali lagi, melihat wajah kesal dari pria yang di tabrak olehnya.Markus yang masih terkejut dengan mahluk cantik di depan matanya, tidak mendengar ucapan Mala.Sampai Mala kemudian menghilang dari hadapan Markus, Markus masih terdiam di tempatnya.Markus hanya menatap ke arah Mala pergi, tanpa bisa berkata apa-apa.Mala pulang dengan lesu, entah mengapa hatinya merasa sakit dan kecewa, karena tidak di beri kesempatan bicara saat wawancara tadi.Di tempat lain ada seseorang yang pikirannya, terpaku pada kejadian yang baru saja menimpanya."Siapa dia? Kenapa aku seperti mengenalnya?" Batin Markus.Matanya terpejam, membayangkan wajah wanita, yang baru saja bertabrakan dengannya.Markus merasa dekat dengan wanita itu, tapi tidak tahu siapa dia. Karena memang Markus tidak mengenal wanita itu, tapi Markus merasa ada bagian tubuh dari wanita itu, yang sangat mirip dengan seseorang yang dekat dengannya.Markus menelepon staf nya yang bertugas mewawancarai para pela
Mala yang sedang menunggu Markus keluar dari ruangannya mengerutkan keningnya,kenapa bosnya belum juga keluar.Mala dengan terpaksa mengetuk pintu ruangan Markus kembali, hingga membuat Markus terkejut.Markus sebenarnya sudah siap keluar dari tadi, untuk bertemu Mala, namun Markus selalu merasakan jantungnya berdetak cepat, saat dia mau membuka pintu, jadi mau tidak mau, Markus membatalkan untuk membuka pintu.Hingga akhirnya Mala mengetuk pintunya dan diapun terkejut.Markus membuka pintu ruangannya perlahan, dia mendapati Mala sudah berdiri di depan pintu.Markus langsung memasang wajah dinginnya untuk menutupi degup jantungnya."Kita pergi sekarang!" Ucap Markus, tanpa menoleh ke arah Mala.Mala tak banyak bicara lagi, mengikuti Markus tidak perduli bagaimana sikap Markus padanya."Masuklah!" Ucap Markus meminta Mala masuk ke dalam mobilnya, masih tanpa menoleh ke arah Mala.Mala duduk di depan bersama sopir, sedangkan Markus di belakang.Markus sepanjang jalan diam, namun pandang
Markus yang penasaran ingin mengenal Mala lebih jauh, mengundang Mala makan malam.Namun Markus harus menelan rasa kecewa, karena Mala menolak ajakannya."Maaf aku tidak bisa!" Tolak Mala.Markus merasa kecewa dengan penolakan Mala, namun dia tidak bisa berbuat apapun, karena ini di luar kerjaan, jadi Mala berhak menolak."Mungkin lain kali akan aku, coba lagi," ucap Markus.Saat Mala tiba di rumah malam ini, Brama sudah tertidur nyenyak, ada sedikit rasa bersalah di dalam hati Mala pada Brama putranya.Mereka kini hampir tak pernah bertemu, karena Mala harus berangkat kerja di saat Brama sedang tidur, dan di saat Mala pulang, Brama sudah tidur.Mala mencium pelan pipi Brama, dengan sedih."Nanti jika ibu libur, ibu janji akan mengajak kamu keluar, untuk jalan-jalan," bisik Mala.Hari demi hari berlalu, Markus kini sudah terbiasa dengan kehadiran Mala, sebagai sekertaris nya. Walau jauh di lubuk hatinya masih ada pertanyaan besar menyangkut Mala, yang ada di dalam pikirannya.Entah me
Mala dan Anton kini menjadi akrab, hingga Markus akhirnya kembali, setelah seminggu lamanya di Kanada.Markus menatap Mala dengan intens, selama di Kanada dia mengetahui sesuatu, pantas saja dia sedikit merasa tertarik dengan Mala, Markus sedikit tersenyum mengingat hal itu.Namun Markus tidak ingin mengatakan apapun dulu pada Mala, sebelum semuanya dugaan nya benar. Markus tersenyum pada Mala, saat dia merasa puas dengan hasil kerja Mala. Markus segera berdiri dan menyalami Mala.Markus pun lalu melihat ke arah Anton kemudian menyalaminya juga."Sebagai rasa terima kasih, aku akan mengajak kalian makan malam bersama!" Ucap Markus."Siap bos!" Jawab Anton.Namun Mala hanya diam tidak menyahut atau menolak membuat Markus menoleh ke arahnya."Apa kamu bisa?" Tanya Markus pada Mala, ingat jika Mala pernah menolak ajakan makan malamnya."Bisa pak!" Jawab Mala pelan dan ragu.Sebenarnya Mala tidak mau, karena Mala tak ingin mengurangi jatah kebersamaan dengan Brama di malam hari.Tapi kare
Markus mengantar Mala malam itu, berharap dalam hati, Mala akan mengajaknya masuk ke dalam rumah, namun itu hanya terjadi dalam mimpinya saja.Mala begitu turun dari mobil, langsung berjalan cepat masuk ke dalam gang. Seperti takut jika Markus akan mengikuti nya. Markus hanya bisa memandang Mala masuk ke dalam gang, hingga akhirnya Mala benar-benar menghilang dari pandangan matanya.Mala yang sudah sampai di depan rumah, mencoba membuka kunci rumah secara perlahan-lahan karena takut mengganggu Brama dan Bu Minah yang sedang tidur.Setelah masuk, Mala langsung masuk ke dalam kamarnya, Mala melihat tempat tidurnya kosong, berarti Brama tidur dengan bu Minah.Mala duduk di depan meja Rias untuk membersihkan wajahnya dari make up yang dia pakai malam ini.Ingatan Mala tertuju pada cerita Ratna tentang bramono. Ada rasa sedikit tak percaya pada cerita Ratna.Mala ingat kejadian saat itu, bagaimana marahnya Bramono pada Ratna, saat tahu jika Ratna biang masalah hidupnya. Bramono dengan tega
Markus menatap Mala yang sedang bekerja di depannya."Mala apakah aku bisa bertemu dengan kedua orangtua kamu?" Tanya Markus tiba-tiba.Mala menghentikan pekerjaannya, lalu menoleh ke arah Markus."Untuk apa?" Tanya Mala, merasa aneh."Hanya ingin tahu saja, apa tidak boleh?" Tanya balik Markus."Maaf, tapi aku yatim piatu. Ayahku meninggal saat aku kecil dan ibuku baru meninggal hampir tiga tahun ini," jawab Mala dengan wajah sedih, dia masih sedih dengan kepergian ibunya."Apa? jadi kamu yatim piatu?" Tanya Markus tak percaya.Mala mengangguk, menjawab pertanyaan Markus."Apa kamu masih ingat wajah ayahmu?" Tanya Markus, mengingat Mala sudah di tinggalkan ayahnya sejak kecil."Aku sudah lupa, tapi aku punya fotonya," jawab Mala."Kata ibuku, aku mewarisi mata ayahku yang indah," lanjut Mala."Boleh aku lihat foto itu?" Tanya Markus lagi."Boleh," jawab Mala. Mala beranjak dari duduknya keluar dari ruangan Markus, untuk mengambil tasnya.Mala lalu mengeluarkan dompetnya dari dalam t
Mala yang sedang menunggu kedatangan Markus, duduk dengan gelisah, karena hari ini Markus telah mempunyai janji dengan klien penting.Namun sampai sekarang Markus belum juga datang, seharusnya sudah sejak pagi, dia datang."Apa yang harus aku lakukan?" Gumam Mala, bingung.Mala berjalan ke arah ruang rapat sekali lagi, untuk memastikan jika semua sudah benar-benar siap, hanya tinggal menunggu klien mereka dan Markus datang.Mala mencoba menelepon Markus lagi, namun tetap tidak ada jawaban, entah di mana Markus berada sekarang, Mala bertanya dalam hatinya.Mala terkejut, saat handphonenya berdering, Mala langsung mengangkatnya."Iya pak! semua sudah di siapkan, sesuai instruksi anda!" Jawab Mala di telepon.Mala melihat jam di tangannya, sudah di pastikan Markus tidak akan datang, jika datang pun dia pasti sudah terlambat."Aku harus berbuat sesuatu agar klien tidak kecewa," ucap Mala memutar otaknya.Mala pun meminta bantuan dengan pihak terkait untuk membantunya bersiap-siap menggant
Markus hari ini mengajak Mala, untuk menghadiri sebuah pesta yang akan di adakan besok malam, namun Mala segera menolaknya, Mala tidak ingin terlalu sering meninggalkan Brama.Namun Markus yang biasanya mengalah, kini sedikit memaksa, membuat Mala akhirnya menerima ajakan Markus itu."Ayolah, ini pesta penting untukku, dan aku ingin kamu ikut," melas Markus.Mala terdiam melihat wajah Markus dengan lekat, ada rona kesedihan di sana."Baiklah, tapi aku tak bisa terlalu malam," ucap Mala."Baiklah, tidak masalah," jawab Markus.Sebenarnya dalam hati Markus ingin sekali mencari tahu, kenapa Mala susah kali di ajak keluar pada malam hari, namun Markus menahan keinginan hatinya itu, dia tidak mau membuat Mala malah tertekan.Untuk pesta kali ini, Markus bahkan membelikan Mala gaun pesta yang sangat indah dan mewah, untuk di pakai nanti, hingga membuat Mala menatap heran ke arah Markus."Jika aku pakai gaun ini, aku akan seperti tuan rumah bukan tamu," ucap Mala, sambil tersenyum malu."Bi
Bramono menatap tidak percaya pada Markus, Markus mengedipkan matanya, melihat keterkejutan Bramono itu.Mendapat kedipan mata dari Markus, Bramono malah makin terkejut, bagaimana bisa Markus yang terkenal dingin, mengedipkan matanya bahkan senyum-senyum seperti sekarang."Dia berubah!" Batin Bramono."Apa kamu ingin menjadi, seperti aku dulu?" Tanya Bramono."Tentu tidak! Aku tidak akan melakukan hal bodoh itu, aku dan kamu berbeda, aku tidak akan pernah membuat seorang wanita dendam padaku,""Bahkan aku tidak mau membuat senjataku marah, hingga tidak bisa berdiri," lanjut Markus.Bramono menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil tersenyum malu."Semoga apapun usaha kamu, kamu segera mendapatkan hasilnya," ucap Bramono kemudian."Terimakasih! Aku titip Mala dan Brama jaga mereka, jangan buat mereka terluka, karena jika itu terjadi, bisa aku pastikan kamu akan menyesal!" Ancam Markus dengan wajah dinginnya."Siap-siaplah kehilangan segalanya, jika sampai itu benar-benar terjadi!" L
"Aku tadi," Bramono mencoba membuka mulutnya, untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya pada Mala, namun dengan cepat Mala memotongnya."Seharusnya kamu, tadi cepat masuk ke sini, begitu Markus keluar dari ruangan ini!" Omel Mala."Aku berharap melihat kamu di balik pintu itu, mengintip aku dan Markus dalam ruangan ini!" Omel Mala lagi."Tapi ternyata kamu bahkan, tidak langsung masuk menemui ku, ketika Markus keluar!" Lanjut Mala.Bramono menatap Mala yang terlihat sedih mengatakan semua itu, padanya.Bramono bahkan kini melihat kedua mata Mala sudah berkaca-kaca."Tidak seperti itu! Saat melihat kamu berada dalam satu ruangan bersama Markus! Sebenarnya aku juga ingin ikut masuk! Tapi, aku takut kamu marah!" Ucap Bramono."Aku berpikir mungkin memang kalian berdua, butuh untuk bicara," lanjut Bramono."Aku juga gelisah, saat kalian berdua di dalam ruangan ini, begitu lama!""Apalagi saat melihat Markus keluar dengan wajah marah dan kesal,""Lalu kenapa kamu tidak langsung masuk,
Markus menatap Mala, dengan tajam, dia ingat bagaimana Mala mempermalukan dirinya di pesta ulang tahunnya.Pesta ulang tahun, yang seharusnya menjadi hari yang paling bahagia, berubah menjadi hari yang buruk karena penolakan yang di lakukan Mala pada lamarannya, didepan orang banyak.Bahkan, Mala menambah drama penolakan nya, dengan aksi membuang cincin nya, tanpa rasa bersalah.Flash back on.Markus menjemput Mala dan Brama ke bandara siang itu."Aku akan mengajak kalian jalan-jalan dulu sekarang, apa kalian mau?" Tanya Markus pada Mala dan Brama."Mau!" Jawab Brama dengan semangat.Mendengar hal itu, Markus tersenyum bahagia. Siang itu Mala dan Brama benar-benar di manjakan oleh Markus.Mereka berjalan-jalan mengitari sebuah taman yang sangat indah di tengah kota. Hingga tanpa terasa siang pun sudah berubah menjadi malam.Saat malam datang, Markus tidak membawa Mala dan Brama pulang ke rumah, tapi mengajak Mala dan Brama masuk ke sebuah restoran, untuk makan.Tanpa di ketahui oleh M
Pulang menjenguk Ratna, Mala dan Bramono langsung pulang, mereka pun kini sedang berbaring berdua di atas tempat tidur, sambil menatap langit-langit kamar.Setelah puas menatap langit-langit kamar, Bramono mengubah posisi tidurnya menghadap ke arah Mala.Menatap wajah cantik Mala, merupakan hal yang senang dia lakukan akhir-akhir ini.Mala makin di lihat makin cantik, dia memang untung besar mendapatkan Mala.Bahkan dia sering merasa tidak percaya diri berjalan bersama Mala, kecantikan Mala membuat semua hampir menoleh kearah, Bramono takut suatu ketika Mala menghilang darinya."Kenapa?" Tanya Mala, melihat Bramono menatapnya sambil melamun."Kenapa, apanya?" Tanya Bramono balik."Apa yang sedang kamu, pikirkan?""Aku sedang memikirkan bagaimana seandainya kamu pergi dariku, pasti aku akan mati!" Jawab Bramono."Kenapa bisa begitu?" "Tanpa kamu apalah arti diriku!" "Gombal!" ucap Mala sambil tersenyum."Itu benar, aku sekarang sangat tergantung padamu!""Kalau begitu buatlah, aku be
Ciuman yang sangat panjang dan lama, hingga membuat kedua merasakan sesuatu dorongan yang kuat dalam hati mereka untuk berbuat lebih dari itu.Mendorong Bramono untuk membawa Mala, ke atas tempat tidur dengan lembut, dan mulai merangkak di atas tubuh Mala."Tok, tok, tok!" Tiba-tiba suara pintu di ketuk dari luar, membuat gerakan Bramono terhenti.Bramono dan Mala saling pandang."Siapa?" Tanya Bramono."Ini aku ayah, aku ingin tidur bersama ayah!" Jawab Brama.Bramono kembali menatap Mala, Mala tersenyum. Bramono mau tidak mau segera turun untuk membukakan pintu untuk Brama."Kamu mau tidur sama ayah?" "Iya,""Baiklah!" Jawab Bramono. Bramono langsung menggendong Brama lalu masuk ke dalam kamar nya Brama."Baiklah, malam ini kita akan tidur berdua di kamar ini," ucap Bramono.Brama tersenyum senang mendengar itu, dia pun langsung tidur sambil memeluk Bramono erat, seakan-akan tidak akan dia lepaskan lagi.Bramono jadi senyum sendiri, menyadari hal yang tidak jadi dia lakukan bersam
Bramono menatap Mala yang muntah mengenai seluruh tubuhnya, Mala menutup mulutnya, menahan rasa mual yang kembali menyerangnya.Mala tanpa ragu mendorong tubuh Bramono, lalu turun dari tempat tidur, dan kelur dari kamar menuju kamar mandi.Sedangkan Bramono menatap tubuhnya, yang penuh dengan muntah."Oh, Tuhan!" Ucap Bramono, dia pun langsung berlari ke arah kamar mandi menyusul Mala.Mala menatap sedih ke arah Bramono."Maaf!" Lirih Mala "Sudahlah, mungkin bayinya belum mau di tengok," ucap Bramono sedih.***Bramono dengan berat hati harus meninggalkan Mala dan Brama di kampung, hari ini. Bramono harus kembali, ke Jakarta karena Bramonos'grup membutuhkannya.Sampai di Jakarta, Bramono benar-benar langsung pergi menuju kantor, hari itu juga.Dia mencoba berbuat sesuatu yang dia bisa dia lakukan untuk menyelamatkan Bramonos'grup dari kebangkrutan.Siang dan Malam, Bramono berkutat hanya di seputar pekerjaan, tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain.Hingga tanpa terasa, waktu pu
"Tolong!" Ucap Ratna lagi.Rima mengacak-acak rambutnya dengan kesal, bagaimana ini? Bagaimana dia menolong Ratna, jika dia sendiri, dia tidak akan kuat mengangkat Ratna ke atas."Tolong!" Teriak Rima akhirnya, karena tidak tahu harus berbuat apa."Tolong!" Teriak Rima lagi.Para polisi yang belum jauh pergi, seketika menghentikan langkahnya, mereka berbalik ke arah suara Rima yang berteriak minta tolong."Ada apa ini?" Tanya para polisi itu.Ratna bukannya langsung menjawab, dia malah terpaku melihat para polisi tadi yang datang."Maaf ada apa ini?" Tanya polisi yang lainnya.Rima tanpa menjawab, mengangkat tangannya lalu menunjuk ke arah lubang di mana Ratna berada."Dia di sana!" Ucap Rima akhirnya.Para polisi pun segera berlari ke arah yang di tunjuk Rima, mereka tersenyum melihat siapa yang ada di sana."Tolonglah aku!" Ucap Ratna, yang sudah merasa tidak kuat lagi menahan berat tubuhnya sendiri.Para polisi itu langsung bergerak, dan akhirnya mereka bisa mengangkat Ratna ke ata
Mendengar suara itu, Mala pun langsung berbalik badan, untuk melihat siapa pria itu. Mata Mala langsung membesar saat melihat siapa pria itu."Markus!" Ucap Mala.Para warga pun langsung mengalihkan perhatiannya pada Markus, yang berjalan ke arah mereka."Kalian semua pasti mengenal saya bukan? Saya bukan hanya akan meratakan kampung ini dengan tanah, tapi juga mengusir kalian dari kampung ini," ucap Markus.Para warga kembali terdiam, mereka saling pandang satu sama lain."Dengar! Yang kalian usir sekarang, adalah pemilik asli semua tanah yang kalian tempati!" Teriak Markus lagi.Rima dan para warga saling pandang mendengar hal itu. Lalu menatap ke arah Markus lagi."Kalian pasti tahu keluarga Kusuma, dan Mala adalah cicit mereka!" Jelas Markus lagi."Jadi menurut kalian, yang seharusnya pergi dari desa ini, dia apa kalian?" Tanya Markus dengan marah.Markus tadi terkejut saat melihat Mala ada di kampung ini, apalagi melihat Mala yang sedang di usir para warga. Kampung ini adalah
Mala menatap apa yang baru saja dia keluarkan dari dalam perutnya, kenapa bisa seperti ini, kemarin dia merasa baik-baik saja."Kenapa aku tiba-tiba, seperti ini?" Tanya Mala dalam hatinya."Kamu kenapa?" Tanya Bu Minah yang terbangun mendengar Mala muntah-muntah barusan."Entahlah, aku tiba-tiba mual-mual!" Jawab Mala.Bu Minah menatap Mala sesaat, dia jadi ingat saat pertama kali Mala pulang ke rumah ini, Mala pun mengalami hal yang sama."Apa kamu hamil lagi?" Tanya Bu Minah.Mala terkejut mendengar pertanyaan itu, Mala menatap Bu Minah, lalu mengerutkan keningnya."Aku sudah telat dua Minggu Bu!" Jawab Mala."Apa mungkin aku hamil lagi?" Tanya Mala."Apakah ini anak Bramono lagi?" Tanya Bu Minah lagi."Tentu saja, dia suamiku! Ternyata kami tidak bercerai, dia membatalkan proses perceraian kami," jelas Mala.Bu Minah menghela nafas lega, mendengar hal itu."Apa kamu belum berhasil menghubunginya?" Tanya Bu Minah lagi."Handphone ku hilang, aku bingung harus menelepon Bramono bagai